You are on page 1of 7

PENGGUNAAN FERRO SULFAT DALAM PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR YANG MENGANDUNG LOGAM DENGAN PROSES FLOTASI Hadi

Wibowo Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang Abstract Iron Deficieny Anemia (IDA) representing one of especial micronutrient deficiency that happened in Indonesia. IDA suffered by Indonesia resident about 100 million soul. One of effort of handling IDA is supplementation by ferro sulphate. To serve the purpose of raw material pharmacy have to be up to standard quality of set in Pharmacopoeia of Indonesia Edition IV. This Research aimed to make, to purify and characterization ferro sulphate from iron waste. The produce with reacted iron waste and acid sulphate 25% during 7 day. Crystal dissociated and purified by recrystalization, and then characterization with SEM-EDS. Result of research showed that ferro sulphate from iron waste of workshop bubut fulfill the standard quality of in Indonesia Pharmacopoeia Edition IV. The Effect of Ozone and Zeolite Concentration to the Performance of the Treatment of Wastewater Containing Heavy Metal Using Flotation Process. Industrial wastewater which contains heavy metal cannot be disposed to the environment directly, due to its toxicity. In this research, separation of metal from wastewater was conducted by aorptive flotation method, using Lampung natural zeolite as bonding agent. The most common diffuser used in the dotation process is air or oxygen. In this research, ozone is used as diffuser because it is a stronger oxidant and more dissolvable in water than oxygen. Besides, ozone is a coagulant aid and disinfectant With ozone as diffuser, it is expected that the process become faster with higher efficiency. This research was conducted to determine ozone effectiveness as diffuser, compared with other diffuser, and also to determine optimum concentration and effectiveness of zeolite in flotation of iron, nickel and copper. The research result shows that separation of iron with air diffuser is 90.8%, air-oxygen diffuser is 95.7%, air-ozone (from air) diffuser is 99.7%, and air-ozone (from oxygen) diffuser is 99.7%. Natural zeolite is effective as bonding agent with optimum concentration equal to 2 gram/liter, producing separation percentage For iron equal to 99.70%, copper equal to 88.98% and Nickel equal to 98.46%. Key words : iron waste, ferrous sulfate, recrystalization, characterization, flotation, ozone, zeolite, heavy metal PENDAHULUAN Anemia Gizi Besi (AGB) adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup. AGB ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom- mikrositer, kadar besi serum (Serum iron - SI) dan jenuh transferin menurun, Kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meninggi dan cadaagan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali (Fairbanks et oL, 1998; Lee et oL, 2006). Resiko anemia gizi besi ini dapat menyebabkan produktivitas kerja rendah, daya tahan tubuh terhadap penyakit menurun, kemampuan belajar anak sekolah rendah peningkatan bobot badan ibu hamil rendah dan kelahiran bayi prematur (Ferreira et oL, 2Q07; Cooper et ol 2006). Salah satu upaya penanggulangan anemia adalah dengan pemberian tablet besi (Paesano et al., 2006; Smitasiri and Solon, 2005). Di sisi lain, limbah besi dihasilkan dari limbah bengkel bubut dan industri pelapisan logam. Potensi limbah besi mencemari lingkungan sangat besar. Industri pelapisan logam menghasilkan sekitar 3-5 kg/bulan sedangkan bengkel bubut 10-20 kg/bulan. (Sunardi, 2007). Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah guna mengatasi pencemaran lingkungan dan masalah Anemia Gizi Besi. Tetapi permasalahan pencemaran lingkungan dan AGB tetap saja menjadi permasalahan yang pelik dari tahun ke

tahun. Atas dasar itu, daur ulang limbah besi menjadi ferro sulfat sangat penting untuk dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai bahan sediaan farmasi. Limbah-limbah industri dengan kandungan logamlogam berat tidak dapat dibuang langsung ke sungai, waduk atau laut, karena keberadaan logam berat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, hewan dan lingkungan. Salah satu cara yang dikembangkan untuk mengolah limbah cair yang mengandung logam berat adalah flotasi. Proses flotasi lebih mampu memisahkan partikel-partikel yang berukuran kecil secara sempurna dan lebih selektif dibandingkan proses-proses pengolahan limbah lain [1,2]. Di samping itu flotasi juga lebih menguntungkan karena pemisahannya lebih cepat dan biaya operasinya relatif lebih murah. Pada flotasi, separasi dihasilkan oleh gelembunggelembung gas (diffuser) yang digunakan [3]. Gas yang ditambahkan ke dalam larutan air limbah akan mengalami kontak dengan partikel-partikel kandungan air limbah, sehingga menghasilkan gaya apung yang cukup besar, yang menyebabkan partikel-partikel tersebut mengapung ke permukaan. Diffuser yang umum digunakan dalam proses flotasi adalah udara atau oksigen. Pada penelitian ini, digunakan ozon sebagai diffuser karena mempunyai kemiripan sifat dengan oksigen dengan beberapa kelebihan diantaranya: merupakan oksidator yang lebih kuat dan lebih mudah larut dalam air dibandingkan dengan oksigen, merupakan bahan bantu koagulan dan disinfektan [4]. Flotasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sorptive flotation karena separasi flotasi dibantu oleh saatu bahan pengikat (bonding agent). Penelitian ini nemilih zeolite alam sebagai bonding agent, karena ketersediannya cukup banyak di Indonesia, sedangkan penggunaanya masih sangat minim. Tujuan dari kajian ini adalah untuk: 1) Menentukan efektivitas ozon sebagai diffuser pada proses flotasi; 2) Membandingkan ozon dengan jenis diffuser lain, serta pengaruhnya terhadap kualitas hasil olahan; 3) Menentukan konsentrasi optimum zeolit sebagai bahan pengikat dalam flotasi logam besi, tembaga dan nikel.

METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah besi dari bengkel bubut HARAPAN KITA di Pajang Surakarta yang telah disaring dengan ayakan 50 mesh, asam sulfat p.a. (Merck, Jerman), asam klorids p.a. (Merck, Jerman), asam nitrat p.a. (Merek, Jerman), dan aquabides. Alat Alat yang digunakan adalah SEM-EDS merk feoi seri JSM-6360, plastik, selang, peralatan gelas desikator, pompa vakum, ayakan 200 mesh, kertas saring Whatman 42, neraca analitik, stamper, mortir dan alat-alat gelas. Pengolahan limbah besi menjadi ferro sulfat dan pemurniannya Memasukkan 250 g limbah besi yang telah bersih ke dalam beaker glass yang berisi asam sulfat dengan kadar 25% sebanyak 750 mL. Menutup beaker glass dengan plastik yang dilengkapi dengan selang pembuangan. Mendiamkan larutan dengan waktu 2 hari. Mengambil kristal yang terbentuk dengan cara menyaring dengan pompa vakum kemudian mengeringkan dalam desikator. Melarutkan kristal ferro sulfat dalam aquabides hangat. Menyaring dalam keadaan hangat. Mendinginkan filtrat hingga terbentuk kristal FeSO4 dengan kadar yang tinggi. Mengeringkan dalam desikator. Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan SEM-EDS (DL 1-2 mikron). Dengan alat ini dapat dilihat pula komposisi unsur kimia sampel yang diamati.

Gambar 1. Limbah best, ferro sulfat sebelum pemurnian, ferro sulfat setelah pemurnian.

TEKNIS Vol. 7, No.1, April 2012 : 1 - 7

Secara umum penelitian terbagi menjadi preparasi dan karakterisasi zeolit alam Lampung, uji produktivitas ozonator, preparasi sampel, proses flotasi, analisis sampel sebelum dan setelah proses, serta pengolahan data. Preparasi zeolit alam lampung dimulai dengan pengayakan zeolit untuk mendapatkan zeolit berbentuk granular dengan ukuran partikel antara 03-0,4 mm. Dilanjutkan dengan pencucian dengan aquades selama 30 menit dengan pengadukan berulang-ulang dan pengeringan pada suhu 180C selama 2 jam. Karakterisasi zeolit dilakukan sebelum dan sesudah proses preparasi untuk mengetahui luas permukaan dan volume porinya menggunakan alat BET Autosorb. Uji produktivitas ozonator dilakukan dengan metode lodometri. Sampel yang digunakan adalah limbah sintetik yang mengandung logam tunggal Fe, Cu dan M dengan konsentrasi masing-masing 100 mg/L. L. pH tangki pencampuran diatur pada pH 7, 8, 9 dan ditambahkan PAC sebagai koagulan sebanyak 0,133 g/L, serta Sodium Lauryl Sulfate (SLS) sebagai surfaktan sebanyak 0,4 g/L.

Gambar 4. Skema alat untuk flotasi dengan diffuser udara-oksigen

Gambar 5. Skema alat untuk flotasi dengan diffuser udara Proses flotasi dilakukan dengan dua variasi, yaitu variasi jenis diffuser dan variasi konsentrasi zeolit alam. Variasi jenis diffuser dilakukan untuk larutan cair besi sintetik. Variasi jenis diffuser dilakukan dengan memvariasikan konfigurasi alat seperti terlihat pada Gambar 1 sampai Gambar 4. Untuk variasi konsentrasi zeolit, flotasi dilakukan untuk larutan tunggal besi, tembaga dan nikel dengan dosis zeolit, sebesar 0; 1,0; 1,5; 2,0 gr/liter. Diffuser yang digunakan adalah campuran udaraozon (dari udara). Larutan sampel sebelum dan setelah proses flotasi dianalisis kandungan logamnya dengan AAS selain itu juga dianalisis parameter kualitas air lainnya yaitu pH, DO, dan COD. Hasil pemisahan logam berat dari limbah sintetik ini diperoleh dengan cara mengukur konsentrasi logam berat awal dan akhir pada air hasil olahan, dengan persamaan % pemisahan berikut: (1) dengan: Co = konsentrasi logam awal. Ca = konsentrasi logam akhir.

Gambar 2. Skema alat untuk flotasi dengan diffuser udara-ozon dari udara

Gambar 3. Skema alat untuk flotasi dengan diffuser udara-ozon dari oksigen

PENGGUNAAN FERRO SULFAT DALAM PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ( Hadi Wibowo)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kristal ferro sulfat yang dihasilkan kemudian dimurnikan dengan jalan rekristahsasi. Yaitu kristal dilarutkan dengan aquabides hangat dan disaring dalam keadaan hangat. Filtrat didinginkan sehingga terbentuk kristal ferro sufat kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui adanya kandungan ferro(II) pada kristal. Analisis kualitatif dan kuantitatif ddilakukan dengan SEM-EDS. Mikrostruktur Ferro sulfat dari limbah besi Untuk mengetahui mikrostruktur ferro sulfat, dilakukan karakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (SEM-EDS). Instrumen yang digunakan adalah SEM/EDS merk Jeol seri JSM6360. Metode standar yang digunakan adalah metode Secondary Electron Image (SEI) dengan preparasi coating emas. Kondisi operasi dilakukan tegangan 10 keV dan perbesaran l00x, 500x, l000x dan 5000x. Dari citra SEM dengan perbesaran l00x dan l000x (Gambar 2) tampak jelas bahwa ferro sulfat dari limbah besi memiliki struktur berongga dengan ukuran diameter 1-2 Dm. Adanya rongga menyebabkan luas permukaan ferro sulfat menjadi sangat besar. Luas permukaan spesifik ini terbuka pada dispersi dalam air, disertai kemampuan mengembang yang sangat tinggi menyebabkan ferro sulfat dapat menerima ion dan senyawa apabila digunakan sebagai koagulan.

Gambar 7.

Citra SEM perbesaran untuk analisis EDS

1000x

Gambar 8. HaSO scanning elemental EDS. Analisis elemental ferro sulfat dari limbah besi Untuk mengetahui kandungan unsur dan senyawa dalam ferro sulfat dari limbah besi, pengamatan SEM dilanjutkan dengan analisis Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS). Pengujian aspek kuantitatif untuk mengetahui kandungan unsur dalam ferro sulfat dari limbah besi dilakukan terhadap citra SEM perbesaran l000x diperoleh grafik sebagaimana diberikan dalam Gambar 3 dan hasilnya disarikan dalam Tabel 1. Dari grafik di atas tampak bakwa unsur yang dominan adalah Fe, O dan S. Komposisi tersebut me nip ak an komposisi umum yang dimiliki ferro sulfat anhidrat. Dari tiga kali pengukuran diperoleh data pada Tabel 1. Temuan penting dari analisis SEM-EDS (DL 1-2 mikron) adalah tidak ditemukannya logam-logam berat berbahaya seperti As ( 3 bpj), Pb ( 10 bpj), Hg ( 3 bpj). Sedangkan standar mutu ferro sulfat dalam Farmakope Indonesia Edisi IV sediaan farmasi karena memenuhi syarat mutu
Tabel 1. Kandungan unsur dalam ferro sulfat dari limbah besi berdasarkan analisis SEM-EDS.
Unsur O SK FeK Jumlah I 33,55 11,99 54,46 100 % massa II 39,02 10,95 50,03 100 III 35,60 12,05 52,35 100 Rata-Rata SD 36,06 2,76 11,66 0,62 52,28 2,22

Gambar 6. Citra SEM ferro sulfat dari limbah besi

TEKNIS Vol. 7, No.1, April 2012 : 1 - 7

Tabel 2. Standar mutu ferro sulfat menurut FI Edisi IV

Unsur/Senyawa Ferro sulfat Arsen Timbal

Kadar 99,5 % - 104,5 % 3 bpj 10 bpj

Hal ini menunjukkan bahwa ferrosulfat dari limbah besi dapat digunakan sebagai bahan sediaan farmasi. Pengaruh Variasi Jenis Diffuser Terhadap Pemisahan Logam Besi. Pengaruh jenis diffuser ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar tersebut menunjukkan bahwa persentase pemisahan logam besi dengan berbagai jenis diffuser yang dibandingkan, tidak berbeda secara signifikan. Semua jenis diffuser memberikan persentase pemisahan di atas 90%. Hal ini karena sifat besi yang sangat mudah teroksidasi, bahkan dengan oksidator yang paling lemah sekalipun seperti udara, dan oksidasi besi makin dipercepat dengan adanya pengadukan. Namun secara umum terlihat bahwa diffuser udara/ozon menunjukkan kinerja terbaik dengan persentase pemisahan sebesar 99,7%; baik untuk ozon yang berasal dari udara maupun dari oksigen.

ozon untuk mengoksidasi besi lebih tinggi dari oksigen, sehingga oksidasi besi oleh ozon di tangki flotasi lebih besar dari oksidasi besi oleh oksigen. Keunggulan penggunaan ozon sebagai diffuser perlu juga dievaluasi dalam hal fungsinya sebagai disinfektan yang pada penelitian ini belum dilakukan. P engaruh jenis diffuser juga terlihat pada parameter kualitas air seperti pH dan oksigen terlarut (DO) seperti terlihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10. Perfoandingan Nilai pH Larutan Akhir Flotasi Antar Difftiscr

Gambar 11. Perbandingan Niiat DO Larutan Akhir Flotasi Antar Dif'fuser Gambar 10 memperlihatkan bahwa dengan menggunakan diffuser yang berbeda maka pH larutan keluaran tangki flotasi juga akan berbeda, hanya saja range pH yang dihasilkan masih berada dibawah pH normal (pH=7), hal ini menandakan bahwa larutan keluaran tangki flotasi untuk semua jenis diffuser bersifat asam. Sifat keasaman ini disebabkan, senyawa besi yang teroksidasi dalam air akan menghasilkan ion asam, baik tunggal (H+) maupun bersenyawa dengan sisa asam. Pada penelitian ini, oksidasi besi akan menghasilkan ion asam yang bersenyawa dengan Sulfat (S042). Dari grafik juga terlihat bahwa semakin besar atau kuat kadar oksidator (oksigen atau ozon), nilai pH larutan semakin kecil. Semakin banyak atau semakin kuat oksidator yang terlarut dalam air, semakin banyak senyawa besi yang teroksidasi dan semakin banyak ion asam yang dihasilkan. Akibatnya, pH larutan semakin kecil.

Gambar 9. Perbandingan Persentase Pemisahan antar Diffuser Gambar 9 menunjukkan bahwa pemisahan besi dengan diffuser udara lebih kecil dibandingkan pemisahan dengan diffuser oksigen. Perbedaan ini dikarenakan oksigen disampmg sebagai pendorong juga mampu mengoksidasi besi di tangki flotasi sehingga persen pemisahannya akan meningkat sekitar 5%. Flotasi dengan diffuser udara-ozon, baik ozon yang berasal dari udara maupun dari oksigen memiliki persen pemisahan yang lebih tinggi dari diffuser oksigen, hanya saja perbedaannya tidak begitu signifikan. Perbedaan ini dikarenakan ozon lebih bersifat oksidator dari oksigen, artinya kemampuan

PENGGUNAAN FERRO SULFAT DALAM PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ( Hadi Wibowo)

Dari Gambar 11 terlihat bahwa untuk semua jenis diffuser, jumlah oksigen terlarut sebelum dan sesudah flotasi cenderung meningkat dan peningkatannya cukup tajam, yakni berkisar antara 0,6 ppm sampai 6,4 ppm. Peningkatan yang cukup tajam ini, disebabkan oleh adanya udara, oksigen dan ozon yang terurai atau terlarut dalam air dan menghasilkan oksigen, sehingga jumlah oksigen yang terlarut dalam larutan akan meningkat setelah flotasi dilakukan. Dari grafik, peningkatan jumlah oksigen terlarut untuk diffuser udara-oksigen memiliki nilai peningkatan paling besar, hal ini karena oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi besi di tangki flotasi jumlahnya sangat kecif, sehingga sebagian besar oksfgen yang dialirkan ke tangki flotasi digunakan untuk mendorong flok besi. Kelarutan ozon yang lebih besar serta sifat oksidasinya yang lebih kuat dari oksigen membuat ozon lebih mudah mengoksidasi besi, terlihat dari persentase pemisahan yang lebih besar daripada oksigen. Dengan demikian, ozon (yang segera akan terurai menjadi oksigen) yang tertinggal di dafam larutan menjadi lebih kecil. Pengaruh Variasi Konsentrasi Zeolit Terhadap Persentase Pemisahan Logam. Untuk melihat pengaruh konsentrasi zeolit terhadap persentase pemisahan logam, sampel masing masing logam diperlakukan pada kondisi yang sama. Surfaktan yang digunakan adalah Sodium Lauryl Sulfat dengan dosis 0,4gr/L. Dosis koagulan Poly Aluminum Chloride (PAC) sebesar 0,133 gr/L. pH larutan umpan dikontrol dan dijaga dengan penambahan larutan NaOH 3 M, yaitu 7 untuk logam Fe dan Cu serta 9 untuk Ni. Sedangkan dosis zeolit divariasikan 0; 1; 1,5 dan 2 gr per liter larutan limbah sintetik. Flotasi berlangsung selama 25 menit

Gambar 12 menunjukkan bahwa secara umum, makin besar konsentrasi zeolit, persentase pemisahan logam makin besar. Makin besar dosis zeolit, semakin banyak ion yang dapat dipertukarkan, dan semakin besar luas permukaan zeolit yang dapat mengadsorpsi partikel-partikel flok yang terbentuk. Pengaruh dosis zeolit juga dapat diamati terhadap beberapa parameter kualitas air, seperti kadar oksigen terlarut (DO) dan COD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar oksegen terlarut relatif tidak dipengaruhi okh konsentrasi zeolit. Sedangkan pengaruh dosis zeolit terhadap COD dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengaruh konsentrasi terhadap kadar COD akhir

zeolit

Gambar 13 memperlihatkan bahwa keberadaan zeolit memberikan pengaruh yang berbeda-beda untuk setiap jenis logam. Untuk logam besi yang sangat mudah teroksidasi, kadar COD relatif tidak terpengaruh oleh perubahan kadar zeolit di dalam larutan dan kadarnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan logam lainnya. Sementara untuk logamlogam lainnya memberikan pengaruh yang berlawanan. Pada logam tembaga, makin besar dosis zeolit, kadar COD semakin kecil sementara untuk logam nikel justru sebaliknya. Kadar COD di dalam larutan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi surfaktan yang merupakan senyawa organik. Pada suasana netral zeolit dapat berfungsi sebagai katalis bagi reaksi penguraian senyawa pembantuk COD. Untuk logam besi yang sangat mudah teroksidasi, surfaktan di dalam larutan sangat berperan dalam mengikat dan mengambangkan senyawa Fe(OH)3 yang terbentuk sehingga kadar COD akhir relatif lebih kecil dibandingkan dengan COD akhir untuk logam lainnya.

Gambar 12. Pengaruh terhadap logam

konsentrasi zeolit persentase pemisahan

TEKNIS Vol. 7, No.1, April 2012 : 1 - 7

Untuk logam tembaga, penunman nilai COD cukup signifikan. Hal ini karena zeolit lebih banyak berperan sebagai katalis bagi reaksi penyisihan senyawa pembentuk COD, ketimbang berperan dalam pemisahan logam tembaga. Fenomena ini didukung dari hasil persentase pemisahan logam tembaga, yang relatif lebih kecil dibandingkan persentase pemisahan logam lain. Proses flotasi nikel berlangsung pada pH basa (pH=9). Pada kondisi ini zeolit tidak berfungsi sebagai katalis bagi reaksi penguraian senyawa pembantuk COD, sehingga penambahan zeolit pada flotasi nikel tidak dapat menurunkan nilai COD. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Ferro sulfat dari limbah besi memiliki kandungan rata-rata unsur Fe sebesar 52,28 %, O sebesar 36,06 % dan S sebesar 11,66 % dan tidak mengandung unsur-unsur logam berat berbahaya. Ferro sulfat dari limbah besi dapat digunakan sebagai bahan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV. Ozon efektif digunakan sebagai diffuser untuk proses flotasi. Pemisahan logam besi dipengaruhi oleh jenis diffuser yang digunakan, dengan persentase pemisahan: Dengan diffuser udara sebesar 90,8% Dengan diffuser udara-oksigen sebesar 95,7% Dengan diffuser udara-ozon (dari udara) sebesar 99,7% Pemisahan besi dengan diffuser udara-ozon (dari oksigen) sebesar 99,7% Zeolit efektif diguanakan untuk proses flotasi logam besi, tembaga dan nikel, dengan konsentrasi optimum sebesar 2 gr/liter, dengan persentase pemisahan: Logam besi sebesar 99,70% Logam tembaga sebesar 88,98% Logam nikel sebesar 98,46%

Ucapan Terima Kasih Terimakasih penulis ucapkan kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penehtian ini sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Nomor : 078/SP2H/PP/ DP2M/ TV/2009 Tanggal 23 April 2009 melalui Penelitian Hibah Bersaing 2009 sehingga terselesaikan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Fairbanks V.F., and Beutler E., 1998, Iron deficiency, In ; Beutlher E, MA Lichtman, BS Coller and TJ Kipps., editors, William Hematology. 6th ed, New York: Mc Graw-Hili inc;: 447-464. Ferreira, MU., Nunes, Md.S., Bertolino, CN., and Malafronte, RS., 2007. Anemia and Iron deficiency in School Chlidren, Adolescent, and Adults: A ComunityBased Study in Rural Amazonia. American Journal of Public Health; February 2007; Vol 97, No. 2. Paesano, R., Torcia, F., Berlutti, F., Ebano, V., Moscarini, M., and Valenti, P., 2006. Oral administration of lactoferrin increases hemoglobin and total serum iron in pregnant women. Biochemistry and Cell Biology. June 2006; Vol. 84, No. 3. Setijo Bismo, Eva Fathul Karamah, dan Hotdi M. Simbolon. Pengaruh Dosis Koagulasi PAC Dan Surfaktan SLS Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah Cair Yang Mengandung Limbah Besi (Fe), Tembaga (Cu), Dan Nikel (Ni) Dengan Flotasi Ozon. Peneliti Fakultas Teknik Universitas Indonesia Sunardi, dan Petrus Darmawan, 2007, Pengolahan Limbah Besi Bengkel Bubut Menjadi Ferro sulfat, Laporan Penelitian Dosen Muda 2007, Lembaga Penelitian Universitas Setia Budi.

PENGGUNAAN FERRO SULFAT DALAM PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR ( Hadi Wibowo)

You might also like