You are on page 1of 26

OPTIMALISASI PERAN BMT DALAM MENGURANGI ANGKA KEMISKINAN Disusun untuk memenuhi tugas Ekonomi Islam Dosen Pengampu

: Arif Pujiyono, SE, M.Si dan Darwanto SE, M.Si

Disusun Oleh :

1. Ayula Candra Dewi MS 2. Fitria Majid 3. Hera Pradipta P 4. Noval Akhmad Huda

C2B008012 C2B008032 C2B008037 C2B008058

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas pembuatan makalah kami yang berjudul Optimalisasi Peran BMT dalam Mengurangi Angka Kemiskinan dapat terselesaikan.

Tak lupa kami ucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Bp. Arif Pujiyono, SE, M.Si dan Bp. Darwanto, SE, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Islam yang telah membimbing dengan baik sehingga ilmu ini dapat bermanfaat, 2. Teman-teman serta pihak-pihak yang terkait dan telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini hingga dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sederhana dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun akan senantiasa dapat penulis terima. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

Semarang , Juli 2010

Tim Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................................ i Daftar Isi ....................................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................................2 1.3 Tujuan .................................................................................................................................2 1.4 Sistimatika Penulisan ..........................................................................................................2

BAB II Kajian Pustaka A. Konsep dan Definisi BMT .................................................................................................4 B. Konsep dan Definisi Kemiskinan ...........................................................6

BAB III Metodologi Penelitian ....................................................................................................9

BAB IV Pembahasan ..................................................................................................................11

BAB V PENUTUP Kesimpulan .............................................................................................................................21

Daftar Pustaka ...............................................................................................................................23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang urgensi karena masalah kemiskinan itu diduga telah ada sejak adanya manusia sehingga usia permasalahan kemiskinan juga diduga sama tuanya seperti usia manusia itu sendiri. Sedangkan di negara sedang berkembang kemiskinan merupakan masalah yang harus diselesaikan karena hal tersebut merupakan indikator pembangunan suatu negara. Di Indonesia, gerakan nasional program penanggulangan kemiskinan dimulai sejak awal orde baru. Program pemerintah Subsidi Langsung Tunai yang dianggap gagal, memperpanjang daftar kegagalan program-program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Program Subsidi Langsung Tunai diibaratkan hanya memberikan ikan, bukan kail agar masyarakat miskin mampu secara mandiri berusaha. Sehingga saat ini kemiskinan masih mewarnai lukisan kehidupan bangsa ini dengan kekayaan alam yang dimilikinya. Pemberdayaan usaha skala mikro di Indonesia dirasa merupakan salah satu alternatif kebijakan yang strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak, terutama dikaitkan dengan arah kebijakan perekonomian yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan serta pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah. Salah satu program kebijakan pemerintah dan atau sebagai lembaga donor yang minimal memberikan dukungan terhadap pemberian penjaman atau pembiayaan kepada usaha skala kecil atau masyarakat miskin, yang dikenal dengan microfinance atau menurut istilah di kalangan perbankan, disebut juga sebagai kredit usaha mikro. Kredit usaha mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro, baik langsung maupun tidak langsung, yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut Bank Indonesia dengan plafon kredit maksimal sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Dalam realitanya di lapangan, masyarakat miskin merupakan golongan masyarakat yang sulit untuk mendapatkan akses permodalan. Dengan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Colateral dan Condition) yang diterapkan perbankan atau lembaga keuangan lainnya, masyarakat miskin selamanya akan tetap dianggap tidak bankable. Sehingga sampai kapanpun masyarakat miskin tidak akan pernah menikmati akses terhadap sumber permodalan.

Baitul Mal wat Tamwil yang begitu marak belakangan ini seiring dengan upaya umat untuk kembali berekonomi sesuai syariah dan berkontribusi menanggulangi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, merupakan lembaga yang tepat guna memberikan akses terhadap permodalan kepada masyarakat miskin apabila dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip islam. Namun Baitul Mal atau BMT ternyata dipahami secara sempit sebagai lembaga ekonomi privat yang mengurusi sebagian aspek ekonomi umat, seperti wadhiah atau mudharabah. Meskipun pertumbuhan BMT dari segi kuantitas cukup pesat, namun dari segi kualitas, lembaga ini secara umum relatif lambat perkembangannya. Tak sedikit pula BMT yang bubar karena kehabisan modal, mismanagement, bahkan pengurusnya ditangkap aparat karena tidak bisa mengembalikan dana nasabah.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah definisi dari Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan definisi dari kemiskinan? 2. Bagaimana peran BMT dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia? 3. Bagaimanakah optimalisasi pemberdayaan BMT dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui konsep dan definisi dari BMT dan kemiskinan. 2. Untuk mendeskripsikan peranan BMT dalam mengurai angka kemiskinan di Indonesia. 3. Untuk mengetahui cara-cara yang dilakukan oleh BMT dalam mengoptimalkan perananya mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. 1.4 Sistematika Penulisan Tugas ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu Bagian Pendahuluan, Bagian Isi, dan Bagian Penutup. 1. Bagian Pendahuluan, terdiri dari Halaman Judul, Kata Pengantar, Daftar Isi. BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah , Tujuan dan Sistematika Penulisan Tugas. BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian teori tentang konsep dan definisi dari BMT dan Kemiskinan.

BAB III METODOLOGI PENULISAN Bab ini memuat tentang metodologi metodologi yang digunakan dalam penyusunan tugas ini.

2. Bagian ini merupakan isi tentang hasil dari makalah . BAB VI PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang Pembahasan makalah. BAB V PENUTUP Bab ini terdiri dari Kesimpulan.

3. Bagian Penutup, terdiri atas Daftar Pustaka.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Definisi Baitul Mal wat Tamwil A. Pengertian Baitul Mal wat Tamwil (BMT) Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokohtokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam : keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.

B. Asas dan Prinsip Dasar Baitulmaal BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Prinsip Dasar BMT, adalah : 1. Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu 'amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salaam : keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. 2. Barokah, artinya berdayaguna, berhasilguna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat. 3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah). 4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif. 5. Keadilan sosial dan kesetaraan jender, non-diskriminatif. 6. Ramah lingkungan. 7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya. 8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal. C. Sifat, Peran, dan Fungsi BMT bersifat terbuka, independen, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.

Peran BMT di masyarakat, adalah sebagai : 1. Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak. 2. Ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah. 3. Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu'afa (miskin). 4. Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang barakah, ahsanu 'amala, dan salaam melalui spiritual communication dengan dzikir qalbiyah ilahiah.

Fungsi BMT di masyarakat, adalah untuk : 1. Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih profesional, salaam (selamat, damai, dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global. 2. Mengorganisir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak. 3. Mengembangkan kesempatan kerja. 4. Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota. 5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak.

Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi yang merujuk pada pendefinisiannya secara bahasa yaitu : Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Baitut Tamwil (Bait = Rumah, at-Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Secara legal formal BMT, badan hukum yang paling mungkin untuk BMT adalah koperasi, baik serba usaha (KSU) maupun simpan-pinjam (KSP). Namun demikian, sangat mungkin untuk dibentuk perundangan tersendiri, mengingat sistem operasional BMT tidak sama

persis dengan perkoperasian, semisal LKM (Lembaga Keuangan Mikro) Syariah, dll. Sistem operasional BMT mengadaptasi sistem perbankan syariah yang menganut sistem bagi hasil. Sebagai rumah harta, lembaga ini dapat mengelola dana yang berasal dari zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Di sinilah sebenarnya letak keunggulan dari BMT dalam hubungannya dengan pemberian pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki persyaratan/jaminan yang cukup. BMT memiliki konsep pinjaman kebajikan (qardhul hasan) yang diambil dari dana ZIS atau dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini, BMT tidak memiliki risiko kerugian dari kredit macet yang mungkin saja terjadi. Jadi, sebenarnya BMT memiliki semacam jaminan/proteksi sosial melalui pengelolaan dana baitul maal berupa dana ZIS ataupun berupa insentif sosial, yakni rasa kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial. Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Dengan demikian, terjadi komunikasi antara dua kelas yang berbeda yang akan memberikan dampak positif kepada kehidupan sosial ekonomi komunitas masyarakat sekitar

2.2 Konsep dan Definisi Kemiskinan Saat ini kemiskinan menjadi problematika ekonomi terbesar yang bersifat multi dimesi, karena menyangkut aspek sosial, budaya, dan bahkan agama. Oleh karena itu banyak negara mengupayakan pemberantasan kemiskinan, karena kemiskinan erat kaitannya dengan pemerataan pendapatan dan pendapatan perkapita. Sesungguhnya kemiskinan dapat diukur, sehingga dapat diketahui tingkat kemiskinan suatu wilayah atau derah. Terdapat dua konsep pengukuran kemiskinan, yaitu sebagai berikut: 1. Kemiskinan Absolut, merupakan kemiskinan yang disebabkan karena seseorang tidak mampu memenuhi keperluan hidup sehari hari. 2. Kemiskinan Relatif, merupakan kemiskinan yang berhubungan dengan posisi seseorang terhadap orang lain dalam kurun waktu tertentu. Kemiskinan terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa penyebab diantaranya sebagai berikut: 1. Kemiskinan Alamiah (natural) Kemiskinan yang disebabkan oleh faktor alam. Misalnya karena memang asalnya seseorang tersebut sudah miskin dari keturunan keturunannya.

2. Kemiskinan Budaya (cultural) Terjadi karena adanya pengaruh budaya, adat istiadat, kebiasaan serta gaya hidup. 3. Kemiskinan Struktural Disebabkan karena adanya ketimpangan dalam pembangunan baik antar sektor, antar golongan maupun antar daerah. Kemiskinan merupakan topik pembahasan yang tidak akan pernah ada habisnya, karena kemiskinan murupakan momok masalah perekonomo=ian dalam setiap wilayah, daerah, bahkan negara sekalipun. Dengan kondisi yang demikianlah maka banyak pengertian dan definisi mengenai kemiskinan, yaitu yang akan dijelaskan dibawah ini: 1. Menurut Mudrajat Kuncoro Kemiskinan merupakan ketidakmampuan untuk memenuhi standar hisup minimum. 2. Menurut Pengertian Islam, Ahmad Sabiq bin Lathif Abu Yusuf Kemiskinan dijelaskan dalam dua hal, yaitu fakir dan miskin. Di mana fakir merupakan orang yang tidak memiliki harta juga pekerjaan yang bisa untuk memenuhi kebutuhannya dan dia tidak memiliki keluarga yang mampu menafkahinya. Sedangkan definisi dari miskin adalah orang yang mampu bekerja untuk sedikit memenuhhi kebutuhannya baik untuk makan, pakaian maupun tempat tinggal. 3. Menurut Bappenas Adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki laki atau perempuan, tidak mampu memenuhi hak hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dari definisi tersebut menurut Bappenas kemiskinan memiliki empat pendekatan, yaitu sebagai berikut: a. Pendekatan Kebutuhan Dasar Pemdekatan ini melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. b. Pendekatan Pendapatan Kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset yang akan berpengaruh terhadap pendapatan c. Pendekatan Kemampuan Dasar

Kemiskinan dinilai sebagai suatu keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis yang mana bergunan untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. d. Pendekatan Objektif dan Subjektif Pendekatan objektif/ pendeketan kesejahteraan, menekan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi. Pendekatan subjektif, menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan terhadap kemiskinan itu sendiri 4. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.

BAB III METODOLOGI PENULISAN

Hasrat untuk tahu yang merupakan suatu hasrat alamiah dari makhluk manusia, adalah pangkal dari segala ilmu pengetahuan. Untuk itu manusia harus dengan sengaja menangkap gejala-gejala alam atau masyarakat untuk tumbuhnya ilmu pengetahuan dengan cara berdisiplin menurut suatu sistem dan metode tertentu. Sistem dan metode ketat untuk mengatur tentang gejala-gejala alam dan masyarakat disebut metodelogi ilmiah. Oleh karena itu sebelum melakukan penulisan makalah harus dapat menentukan dan mengambil metode atau cara apa yang digunakan dalam melakukan penulisan. Karena pada dasarnya research adalah suatu usaha menentukan pengembangan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Sehubungan dengan hal ini metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah berdasarkan langkah langkah sebagai berikut : a. Rancangan Penulisan Makalah Rancangan penulisan yang digunakan merupakan penulisan makalah dengan pendekatan deskriptif. Dimana rancangan penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang konsep dan definisi dari BMT dan kemiskinan, serta bagaimana peranannya dalam mengurangi angka kemiskinan. b. Metode Pengumpulan Data Pada setiap penulisan makalah, baik yang bersifat terbuka ataupun dipublikasikan maupun yang rahasia tertutup untuk kalangan yang terbatas selalu digunakan alat alat pengumpulan data yang tersusun baik, serta disesuaikan dengan tujuan penulisan. Tujuan dari pengumpulan data adalah untuk mendapatkan data yang dapat menjelaskan atau menjawab permasalahan yang bersangkutan secara obyektif dan metode dalam ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai suatu cara. Dalam penulisan makalah ini terdapat cara cara untuk mengumpulkan data, mengelompokkan data yang diperoleh, kemudian merumuskan kesimpulan dari hasil penulisan makalah. Penulis menyadari bahwa setiap metode pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu penulis tidak hanya menggunakan satu metode saja, akan

tetapi lebih dari satu metode. Maka penulis menggunakan beberapa metode antara lain adalah sebagai berikut : 1. Metode Penggunaan bahan Dokumen Penulisan makalah menggunakan bahan dokumen yang didapat dari jurnal dan makalah yang digunakan sebagai acuan. 2. Sumber Media Elektronik Penulis melakukan browsing melalui internet terkait dengan data, artikel, jurnal yang berhubungan dengan BMT dan kemiskinan, serta peranan BMT untuk mengurangi angka kemiskinan tersebut.

Teknik Analisa Data Untuk menggambarkan atau mendapatkan kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya pada penulisan makalah mengenai BMT dan kemiskinan, serta peranannya dalam mengurangi angka kemiskinan, maka analisa data yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif eksploratif.

BAB IV PEMBAHASAN

Sebagai lembaga keuangan dalam sistem ekonomi islam, BMT mempunyai salah satu peranan yang secara tidak langsung dapat mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia. Untuk membiayai hal tersebut, BMT mempunyai sumber-sumber yang dapat memberi bantuan dalam pemberian dana. Sumber dana bagi Baitul Mal tersebut ada yang bersifat tetap seperti : fai', ghanimah/anfal, kharaj, jizyah, pemasukan dari harta milik umum, pemasukan dari harta milik negara, usyuur, khumus dari rikaz, tambang, serta harta zakat. Sumber lain yang didapat oleh Baitul Mal adalah infaq atau sedekah sunah. Seperti disebutkan dalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 261 yang artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh orang adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dari ayat tersebut telah dijelaskan bahwa sedekah di jalan Allah (kebaikan) akan mendapatkan ganjaran tujuh ratus dari harta yang disedahkan, bahkan Allah akan melipatgandakan bagi yang dikehendaki-Nya. Selain sumber-sumber tetap dan infaq seperti yang telah disebutkan diatas, sumber BMT yang lain adalah tabungan atau simpanan yang berupa wadiah atau deposito. Dimana tabungan dan simpanan tersebut merupakan titipan murni dari orang atau badan usaha yang diberikan kepada Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Jenis- jenis tabungan tersebut meliputi : tabungan pendidikan, tabungan persiapan melahirkan, tabungan persiapan untuk naik haji/umroh, tabungan untuk persiapan pernikahan, dan tabungan untuk persiapan qurban. Sedangkan jenis-jenis simpanan meliputi : simpanan sukarela, simpanann hari tua, simpanan untuk melahirkan , dan simpanan hari tua. Seperti yang telah kita ketahui, yang menjadi masalah terbesar adalah masalah kemiskinan yang bersifat multidimensi karena meliputi beberapa aspek yaitu aspek social, budaya bahkan agama. Kemiskinan juga erat kaitannya dengan pemerataan pendapatan. Peranan BMT dalam mengurangi angka kemiskinan mempunyai tujuan agar dapat menolong masyarakat yang terpinggirkan, yang mempunyai keinginan untuk berusaha dan bangkit dari kemiskinan , namun masih belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensial, yang terjadi terutama didaerah pendesaan. Banyak masyarakat Indonesia yang telah mempunyai inisiatif untuk

mendirikan lapangan usaha, walaupun bentuk usaha tersebut masih kecil, seperti UMK maupun UMKM , dimana hal tersebut dapat menjadi solusi yang baik untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan. Peran strategis BMT dalam mengurangi kemiskinan dapat terlihat dari kegiatan ekonomi yang mempunyai kegiatan social dan kegiatan bisnis. Kegiatan tersebut tercermin dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BMT seperti adanya gerakan zakat, infaq sedekah dan waqaf , dan menggunakan dana ZISWAF untuk melakukan produk pinjaman kebajikan. Peran BMT dalam kegiatan social dapat dilihat dari proteksi social yang dilakukannya untuk menjamin distribusi kesejahteraan dari masyarakat yang kurang mampu kepada masyarakat yang mampu. Seperti pemberian pinjaman social, dimana dengan hal ini BMT tidak memiliki resiko kerugian karena kredit macet yang diberikan kepada masyarakat miskin , karena sifatnya yang non profit oriented. Sedangkan dalam kegiatan BMT yang bersifat kegiatan bisnis, ia mempunyai sifat profit oriented , dimana dalam menjalankan fungsinya, BMT memberikan pembiayaan dengan konsep syariah antara mudharabah dan musyarakah (bagi hasil) , jual beli (murabah, salam, istisna) , ijarah (sewa), rahn (gadai), dsb Selain itu, kegiatan bisnis yang dijalankan BMT jauh lebih unggul dari BPR (Bank Perkreditan Rakyat), karena BMT tidak saja bergerak dalam usaha simpan pinjam di sektor finansial, tetapi juga dapat menjalankan usaha sektor riil secara langsung, sehingga BMT dapat menjadi sebuah institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia terutama didaerah pendesaan . Selain itu dari sisi pengelolaan dana , ia berjalan secara beriringan antara Baitul Mal dan Baitul Tamwil , sehingga apabila apabila salah satu konsep tidak tidak ada, maka dapat menimbulkan kepincangan , sehingga kelangsungan BMT harus tetap dibangun, dikembangkan hingga ke pelosok pendesaan.

Selain sumber-sumber dana yang dapat diperoleh dalam pendanaan BMT, pendistribusian dana tersebut juga harus tepat sasaran, agar peran BMT dalam mengurangi angka kemiskinan dapat terlaksana dengan baik. Harta zakat diletakkan pada kas khusus Baitul Mal, dan diberikan untuk delapan ashnaf yang telah disebutkan di dalam Al Qur'an dan tidak sedikitpun harta zakat tersebut boleh diberikan untuk urusan negara maupun urusan umat. Imam (Khalifah) boleh saja memberikan harta zakat tersebut berdasarkan pendapat dan ijtihadnya kepada siapa saja dari kalangan delapan ashnaf tersebut, selain itu juga berhak untuk memberikan harta tersebut kepada

satu ashnaf atau lebih, atau membagikannya kepada mereka semuanya. Begitu pula pemasukan harta dari hak milik umum. Harta itu diletakkan pada Diwan khusus Baitul Mal, dan tidak boleh dicampuradukkan dengan yang lain. Sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslimin, yang diberikan oleh Khalifah sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin yang menjadi pandangan dan ijtihadnya berdasarkan hukum-hukum syara'. Sedangkan harta-harta yang lain, yang merupakan hak Baitul Mal, diletakkan secara bercampur pada Baitul Mal dengan harta yang lain, serta dibelanjakan untuk urusan negara dan urusan umat, juga delapan ashnaf, dan apa saja yang penting menurut pandangan negara. Apabila hak-hak Baitul Mal tersebut lebih untuk membayar tanggungannya, misalnya harta yang ada melebihi belanja yang dituntut dari Baitul Mal, maka harus diteliti terlebih dahulu. Untuk menjalankan fungsi wa tamwil, BMT juga memiliki produk pembiayaan. Pola pembiayaan BMT terdiri dari sebagai berikut : (1). Bagi Hasil Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas: Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing. Mudharabah adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan. Manakala rugi, shahib al amal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung. Murabahah adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar. Muzaraah adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari hasil panen. Wusaqot adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.

(2). Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan) Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin/mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah: Bai Bitsaman Ajil adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian. Bai As Salam adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian. Al Istishna adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang tertentu. Ijarah (Sewa) adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama. Bai Ut Takjiri adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap barang secara berangsur. Musyarakah Mustanaqisah adalah kombinasi antara musyawarah dengan ijarah (dalam kontrak ini kedua belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing). 3). Pembiayaan Non Profit Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dan pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak seperti bentukbentuk pembiayaan lainnya. Disisi lain dalam perkembangannya Baitul Mal wa Tamwil secara kuantitas berkembang sangat cepat tetapi tidak diiringi dengan perkembangan secara kualitas. Menurut Muhammad Antonio Syafii, permasalahan mendasar BMT di antaranya adalah minim modal, Sumber Daya Manusia yang tidak memadai dan lemahnya sistem operasional.

Sehingga untuk menyelesaikan masalah tersebut dapat dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Konsolidasi Finansial Peran BMT sebagai baitul mal yang tidak hanya menerima harta dalam bentuk simpanan tetapi juga tempat untuk menghimpun dana sosial (zakat, infak, dan shodaqah), sehingga BMT menjadi satu-satunya lembaga keuangan yang dapat memberikan pembiayaan kepada golongan masyarakat yang dianggap tidak bankable. Hal ini disebabkan adanya dana sosial (ZIS) yang dapat dijadikan pengganti resiko dan memang harus didistribusikan paling utama pada delapan ashnaf . Dalam melakukan penghimpunan ZIS, BMT dapat dapat mengadopsi atau bahkan melakukan kerjasama dengan Lembaga Amil Zakat/badan Amil Zakat (LAZ/BAZ). Sehingga dana yang dihimpun dapat merubah mustahiq menjadi muzzaki dan diharapkan nantinya mampu menjadi mudharib di BMT. 2. Pelatihan Pelatihan dilakukan baik bagi pihak nasabah maupun pihak internal BMT melalui pelatihan kewirausahaan dan training motivasi. Dengan hal tersebut diharapkan SDM yang terlibat dengan BMT semakin kompeten. Selain itu untuk memperkuat internal BMT, pelatihan kerja atau training motivasi bagi pengurus dan karyawan BMT sangat diperlukan untuk menjaga perkembangan BMT ke arah positif. Sebagai lembaga keuangan berbasis syariah, pihak internal BMT sudah seharusnya melakukan penyiraman akidah untuk menjaga prinsip operasional yang dijalankan oleh pengurus dan karyawan BMT. 3. Penguatan Sistem Operasional Sistem operasional BMT juga tidak terlepas dari kualitas kelembagaan dan kesehatan keuangan. Kualitas kelembagaan meliputi peran serta masyarakat dalam BMT, tingkat kemandirian BMT, keaktifan pengurus dan kualitas pengelola. Sedangkan kesehatan keuangan dapat dilihat dari struktur permodalan, kualitas aktiva produktif, likuiditas, rentabilitas dan efisiensi. Pemberdayaan masyarakat merupakan perwujudan pengembangan kapasitas masyarakat yang bernuansa pada pemberdayaan sumber daya manusia agar dapat memahami hak dan kewajibannya sesuai dengan status dan perannya di masyarakat. Realitanya mencakup interaksi aktif dua pelaku, yaitu pihak pemberdaya dan diberdaya. Dalam peningkatkan kesejahteraan dan

semangat berikut:

berusaha masyarakat fakir dan miskin diperlukan strategi pemberdayaan sebagai

revitalisasi kelembagaan Zakat, Infak, Shadaqah (ZIS) dan BMT sistim distribusi dan pengelolaan ZIS secara efektif dan efisien pengembangan lembaga keuangan alternatif, dalam hal ini adalah BMT yang concern terhadap pemberdayaan fakir dan miskin ketahanan pangan (basic needs) bagi fakir dan miskin pelatihan kewirausahawan muslim penjaringan pengusaha muslim yang concern terhadap pemberdayaan fakir dan miskin yang tentunya berbasis ekonomi islam, sebagai sebuah wadah pelatihan dan praktik di bidang kewirausahawan

penerapan pasca pelatihan melalui kewirausahawan Pemberdayaan BMT tidak terlepas dari optimalisasi distribusi sumber dana yang

dihimpun oleh lembaga tersebut. Dalam melakukan pendistribusian, BMT harus memperhatikan sasaran atau target yang ingin dicapai. Secara sederhana alur distribusi yang ideal untuk pemberdayaan masyarakat secara umum dan masyarakat miskin secara khusus dapat disajikan sebagai berikut: (1) Pemenuhan basic need (Miskin absolut) Sumber dana berasal dari ZIS (2) Kewirausahaan (Mustahiq mampu secara fisik) (3) Pembiayaan Al-Qardh (Mustahiq yang memiliki potensi ) (4) Al-Mudharabah (5) Al-Musyarakah

Baitul Mal wa Tamwil

Sumber dana berasal dari Simpanan

Gambar 1: Alur Distribusi Dana BMT

Alur distribusi pada di gambar atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pemenuhan basic needs Dalam tahapan awal zakat didistribusikan kepada masyarakat fakir dan miskin guna pemenuhan basic needs, seperti kebutuhan pangan, dan kebutuhan akan kesehatan. 2. Pelatihan Kewirausahawan Setelah pemenuhan akan basic needs terpenuhi, setidaknya si fakir dan si miskin tidak khawatir akan kebutuhan setiap harinya. Tentu bagi mustahiq yang mampu (secara fisik baik) diperlukan adanya pelatihan akan kewirausahawan. Pada tahap ini dana berasal dari infaq dan shadaqah. memfasilitasi kegiatan pendidikan dan pelatihan melalui kerjasama dengan instansi pendidikan atau LSM. 3. Pola Pembiayaan BMT Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Fakir dan Miskin al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan . al-Qardh cocok bagi pemula, karena pendanaan akan bersifat hibah tanpa ada pengembalian (dana infak dan sedekah, bukan zakat1). Gambar 2. Skema Al-Qardh
Perjanjian Qardh Lembaga Keuangan Mikro Syariah Tenaga Kerja Proyek Usaha Modal 100 %

Pelaku Usaha (Fakir dan Msikin)

100 %

Keuntungan

Sumber: Dikembangkan dari (Antonio Syafii, 2001)

4. Al-Mudharabah Al-Mudharabah secara teknis adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak (nisbah), sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. al-Mudharabah cocok bagi pelaku usaha yang telah mandiri, karena dengan mudharabah pelaku usaha yang telah mandiri dapat mengembangkan usahanya lebih luas dengan modal yang lebih besar. Pemberian modal dari dana simpanan yang dihimpun oleh BMT (bukan dana sosial). Gambar 3. Skema Al-Mudharabah

Perjanjian Bagi Hasil

Pelaku Usaha (Fakir dan Miskin) Mudharib

Keahlian/ Keterampilan

Modal 100%

Lembaga Keuangan Mikro /Perbankan Shahibul Maal

Proyek Usaha

Nisbah X% Pembagian Keuntungan

Nisbah Y%

Pengembalian Modal Pokok Modal

Sumber: Dikembangkan dari (Antonio Syafii, 2001)

5. Musyarakah, Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing. AlMusyarakah sangat cocok bagi usaha mandiri yang masih membutuhkan modal lebih besar untuk mengembangkan usahanya.

Gambar 4. Skema Al-Musyarakah

Perjanjian Bagi Hasil Pelaku Usaha 1 (masyarakat umum atau fakir/miskin) Pelaku Usaha 2 (Lembaga Keuangan/BMT)

Modal 50%

Modal 50%

Proyek Usaha

Nisbah X%

Pembagian Keuntungan

Nisbah Y%

Sumber: Dikembangkan dari (Antonio Syafii, 2004)

Dengan 5 (lima) alur distribusi yang dikembangkan oleh BMT, dana yang dihimpun BMT akan dapat mencapai sasaran atau target yang sesuai. Selain memberdayakan masyarakat fakir dan miskin melalui pembiayaan Al-Qardh, BMT juga dapat melakukan pembiayaan kepada pelaku usaha terutama UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menegah) melalui pembiayaan AlMudharabah dan Al-Musyarakah. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa bahwa yang menjadi problem kemiskinan yang melanda sebagian masyarakat kita saat ini dapat teratasi dengan hadirnya BMT ini karna dengan program pembiayan dan pelatihan yang di berikan BMT ini masyaratak dapat terbantu dari segi permodalan untuk memulai usahanya dan dapat terbantu dari segi pelatihan dan pembimbingan untuk membantu mengembangkan usahanya. BMT dapat bertindak lebih baik dan lebih banyak daripada bank umum maupun bank perkreditan rakyat karena dengan system syariah dan berdasarkan sariat alquran yang di bawanya BMT memiliki keunggulan disbanding bank umum lainnya, namun dengan tidak mengesampingkan fungsi bank umum sebagai penyimpan dana dan lembaga intermediasi. Sebagai badan independen yang bertujuan membantu dan meningkatkan taraf hidup bagi masyarakat, Baitulmaal wa tamwil dapat membantu masyarakat dengan berbagai program dan produk pembiayaan yang bersifat produktif yang telah kami sebutkan diatas, dengan berbagai

produk dan program yang telah di buat oleh BMT tersebut di harapkan masyarakat dapat terbantu dan kesejahteraannya pun dapat meningkat dan dalam jangka panjang di harapkan seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari adanya BMT ini sehingga kegiatan perekonomian dapat berjalan dengan baik dengan tidak terlalu tergantung dari dana pinjaman bank yang terkadang bunganya dirasa berat.

BAB V PENUTUP

KESIMPULAN

1. Kelebihan BMT Terdapat beberapa keuntungan yang dapat diambil dengan adanya BMT, yaitu sebagai berikut: a. BMT dapat mengelola dana ZIS (Zakat, Infaq, dan Shadaqah) dengan cara pemberian pinjaman dengan konsep pinjaman kebajikan, sehingga BMT tidak memiliki resiko kerugian dari kredit macet. b. BMT memiliki jaminan/ proteksi sosial melalui pengelolaan dana baik dari dana ZIS ataupun berupa insentif sosial, yaitu rasa kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan pinjam ataupun kelompok yang berorientasi sosial, sehingga menghapuskan adanya tingkatan sosial. c. Dapat meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, melalui sistem bagi hasil dan dengan mengupayakan pemberdayaan anggota agar dapat mandiri atas usahanya sendiri. 2. Kelemahan BMT Meskipun BMT memiliki kelebihan baik dari segi ekonominya maupun syariahnya, namun masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut: a. Konsep pinjaman kebajikan jika tidak dikelola dengan pengawasan yang benar benar maka dapat terjadi penyalahgunaan dana pinjaman tersebut, yang mana dana yang diberikan itu seharusnya digunakan sebagai modal untuk mendirikan usaha mikro kecil yang mandiri, namun jika tidak dikeloloa dengan baik dan pengawasan yang ketat, dana tersebut digunakan hanya untuk pemenuhan kebutuhannya saja, sehingga terkesan hanya sia sia dan tujuan dari adanya BMT untuk menyejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dengan usaha mansdiri dapat tidak tercapai.

b. Dengan

adanya

pinjaman

kebajikan

kemungkinan

dapat

terjadinya

sikap

menyepelekan terhadap dana yang ada, sehingga terkesan mudah untuk memberi pinjaman tanpa adanya jaminan/ perjanjian yang dapat memperkuat hubungan.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Dalam jurnal Optimalisasi Peran Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai Lembaga Penyedia Dana Untuk Pemberdayaan Masyarakat Miskin . Semarang : Fakultas Ekonomi UNDIP Fakhri, Faisal.2006. Dalam makalah : Peran BMT dalam Pengentasan Kemiskinan. Semarang : UNDIP

You might also like