You are on page 1of 11

Upaya Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia

Air minum dan sanitasi dasar mempunyai peranan yang penting sebagai indikator kemiskinan terutama dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat. MDGs menempatkan terjaminnya persediaan air minum dan sanitasi ke dalam tujuan utama yang harus dicapai pada tahun 2015. Tujuan 7 MDGs memastikan keberlanjutan lingkungan hidup yang mencakup tiga target yaitu memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber yang hilang (target ke-9). Pada tahun 2015 juga harus dipastikan pengurangan setengahnya persentase penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar (target ke 10). Sementara itu juga ditargetkan bahwa pada tahun 2020 kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh mencapai perbaikan yang nyata. Dengan tidak mengesampingkan peranan penting target bidang lingkungan lainnya, pembiayaan untuk penyediaan air minum dan sanitasi dasar menjadi fokus perhitungan pencapaian MDGs saat ini. Alasan-alasan yang melandasi pertimbangan ini adalah; 1. Sebagai tahap awal dalam menghitung pembiayaan pencapaian target MDGs bidang lingkungan, target penyediaan air minum dan sanitasi relatif lebih mudah dikuantifikasi dibandingkan dengan 2 target lainnya, baik besaran capaian (indikator) maupun waktu (timeframe). 2. Dari sisi konsep dan definisi, air minum dan sanitasi dasar tidak terlalu banyak kontroversi. 3. Ketersediaan data historis penyediaan air minum dan sanitasi tersedia di hampir semua wilayah yang memungkinkan tinjauan yang cukup dalam baik secara nasional maupun perbandingan antar wilayah. 4. Sebagai dasar pemerintah untuk mengambil kebijakan prioritas pembangunan maupun dari segi pendanaannya. 5. Penyediaan air minum dan sanitasi mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan MDGs di bidang kesehatan.

Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu pondasi inti dari masyarakat yang sehat, sejahtera dan aman. Hampir 50% rumah tangga di wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia kekurangan layanan-layanan dasar seperti ini. Sistem air bersih dan sanitasi yang baik dan feasible akan menghasilkan manfaat ekonomi, melindungi lingkungan hidup, dan sangat penting artinya bagi kesehatan manusia. Kontradiktif dengan banyaknya manfaat dalam penerapan sistem sanitasi serta air bersih, masyarakat tidak selalu menyadari pentingnya kebersihan serta kesehatan. Praktik-praktik kebersihan yang ada seringkali tidak kondusif bagi kesehatan yang baik, dan kakus tidak dipelihara atau digunakan dengan baik. Tingginya angka kejadian diare, penyakit kulit, penyakit usus dan penyakit-penyakit infeksi lainnya yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya. Persoalan lain yang berasal dari kurangnya akses air bersih dan sanitasi yang baik di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah menjadi halangan yang seringkali terjadi dalam upaya meningkatkan kesehatan anak secara umum. Selain akses yang buruk terhadap air bersih, kegagalan untuk mendorong perubahan perilaku, khususnya di kalangan keluarga berpenghasilan rendah dan penduduk di daerah kumuh telah memperburuk situasi air bersih dan sanitasi di Indonesia. Sebuah studi Bank Dunia yang disebarluaskan bulan Agustus 2008 menemukan bahwa kurangnya akses terhadap sanitasi menyebabkan biaya finansial dan ekonomi yang berat bagi ekonomi Indonesia, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi sektor publik dan perdagangan. Sanitasi yang buruk, termasuk kebersihan yang buruk, menyebabkan sedikitnya 120 juta kasus penyakit dan 50.000 kematian dini setiap tahun, dengan dampak ekonominya senilai lebih dari 3,3 miliar dolar AS per tahun. Sanitasi yang buruk juga menjadi penyumbang signifikan dari polusi air, dimana hal ini menambah pula biaya air yang aman bagi rumah tangga, dan menurunkan produksi perikanan di sungai dan danau. Biaya ekonomi yang terkait dengan polusi air oleh karena sanitasi yang buruk saja telah melampaui 1,5 miliar dolar AS per tahun. Tahun 2006, Indonesia kehilangan 2,3 persen produk domestik bruto yang disebabkan oleh sanitasi dan kebersihan yang buruk.

Walaupun data terlampir begitu memprihatinkan, kita boleh berbangga hati bahwa banyak lembagalembaga independen yang telah mendedikasikan dirinya dalam hal lingkungan dan kemakmuran bersama. Sepanjang sejarahnya selama 10 tahun di Indonesia, IRD telah berada di garis depan dalam bekerja bersama masyarakat-masyarakat lokal untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur air dan sanitasi, mendidik penduduk mengenai kebersihan yang lebih baik, berkontribusi pada perlindungan lingkungan hidup, dan membantu masyarakat memperoleh pendapatan dari penyediaan layanan-layanan dasar. Baru-baru ini, Program Restorasi Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan memperbaiki status kesehatan jangka panjang dari masyarakat yang terkena dampak tsunami, khususnya perempuan dan anak-anak, di propinsi Aceh melalui kombinasi antara peningkatan akses terhadap air bersih dan sanitasi dan pendidikan mengenai praktik-praktik kesehatan dan kebersihan yang baik. Berkolaborasi dengan UNICEF, pihak berwenang setempat, dan perusahaan penyedia layanan publik, IRD telah bekerja untuk menyediakan air bersih kepada lebih dari 300.000 penduduk. Setiap intervensi oleh IRD dimulai dengan melibatkan pemerintah setempat dan tokoh-tokoh masyarakat untuk membangkitkan minat dan kepercayaan pada program serta pemikiran mengenai keberlanjutan program. Para penerima manfaat dari kegiatan IRD dilibatkan secara aktif dalam keseluruhan proses mulai dari perencanaan dan pembangunan hingga penyuluhan mengenai pengoperasian dan pemeliharaan sistem. Hal ini dicapai melalui pembentukan komite air desa, dimana penduduk memutuskan bagaimana cara menggalang sumbangan dari desa terhadap proyek tersebut. Ini biasanya dilakukan dengan menerapkan iuran bulanan dimana setiap rumah tangga menyumbang sejumlah kecil uang selama empat hingga enam bulan. IRD bekerja bersama komite tersebut untuk mengkaryakan dan mengatur kontraktor-kontraktor serta pekerja-pekerja lokal dan menyediakan pelatihan bagi para pekerja untuk membanguna atau merestorasi sistem pasokan air kecil, koneksi ke rumah-rumah, sistem sanitasi dan pembuangan, serta septic tank yang baik. Sebagian besar pekerjaan tersebut dilakukan secara manual, sehingga mengurangi biaya dan dampak terhadap lingkungan.

Instalasi-instalasai pengolahan air dan jaringan-jaringan distribusi air telah menghubungkan sekolahsekolah dan rumah-rumah ke pasokan air yang berkesinambungan yang sebelumnya tidak ada. Di Aceh, IRD merestorasi dan memperbaiki empat sistem pasokan air besar bagi 197.000 penduduk. Pihak berwenang setempat, PDAM, diberi pelatihan untuk mengoperasikan dan memelihara saranasarana ini dengan baik. IRD juga bekerja bersama masyarakat di 20 desa untuk membangun sarana pasokan air dan sanitasi desa yang baik yang akan dijalankan dan dipelihara oleh masyarakat itu sendiri. Selain itu, sarana sanitasi air di 20 sekolah di desa-desa tersebut juga direhabilitasi. IRD melibatkan siswa dan tokoh masyarakat dalam mempromosikan kebersihan yang baik pada saat infrastruktur yang baru telah berfungsi. Tanpa pemahaman dan kesadaran akan praktik-praktik kebersihan yang baik, perbaikan infrastruktur saja tidak akan cukup untuk memelihara kesehatan dalam jangka panjang. IRD melatih bidan-bidan, baik di puskesmas maupun di tingkat desa, serta kelompok-kelompok perempuan dan komite-komite sanitasi air desa dalam hal metodologi peningkatan kebersihan. IRD melaksanakan program WASH di sekolah-sekolah setempat, melatih guru-guru dan siswa-siswa untuk menjadi pendidik sebaya mengenai prakti-praktik kebersihan yang baik dengan menggunakan metodologi pembelajaran aktif. Seharusnya program yang dilakukan IRD diatas harus pula kita gunakan sebagai acuan dalam penjaminan agar program sanitasi dan air bersih dapat lebih feasible untuk masyarakat atau dalam hal ini masyarakat menengah kebawah. Dalam penyediaan infrastruktur sektor air minum dan penyehatan lingkungan, kaidah-kaidah dasar yang harus dipenuhi adalah: a. Kualitas, air minum yang berkualitas saat ini didefinisikan sebagai air yang memenuhi kondisi parametris yang telah ditetapkan pemerintah (Kepmenkes SK No.907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum) melalui uji laboratoris sehingga air tersebut dinyatakan aman dan sehat. Kualitas fasilitas sanitasi harus memenuhi kaidah buangan air limbah rumah tangga di badan air (sungai dan air tanah) sesuai dengan peraturan pemerintah PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

b. Kuantitas, setiap orang membutuhkan air untuk minum per hari sekitar 2-3 liter/hari sehingga memenuhi standar kesehatan yang telah dibuktikan keabsahannya. Selain itu untuk mendukung kegiatan lainnya seperti kegiatan memasak, mandi, buang air besar, serta perikehidupan lainnya, manusia membutuhkan sekitar 60 liter/orang/hari. Amanat jumlah kuantitas ini tertuang dalam PP No. 16 tahun 2004, disebutkan jumlah air minum per hari harus mampu mendukung tingkat kesehatan dan produktivitas masyarakat. c. Kontinuitas, air minum yang berkualitas serta pelayanan sanitasi dasar yang memadai diharapkan tersedia secara kontinyu, yaitu 1 hari-24 jam, 7 hari-seminggu, 365 hari-setahun. Artinya ketersediaan air minum ada pada tingkat kualitas dan kuantitas yang konsisten sepanjang waktu harian maupun tahunan tanpa terpengaruh musim, perbaikan pipa, maupun gangguan-gangguan lainnya. Hal ini demi menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. d. Terjangkau (affordable), pelayanan air minum dan sanitasi haruslah mampu dijangkau masyarakat. Sebab pada dasarnya, air minum adalah benda sosial non substitutif. Kualitas dan kuantitas pelayanan air minum untuk kebutuhan dasar, terjangkau baik harga, jarak tempuh, waktu tempuh, serta kemudahan mendapatkannya. Selain itu, dengan mekanisme harga, dapat dilakukan pembatasan pemakaian air minum. e. Kehandalan (reliable), kualitas sarana dan prasarana air minum dan sanitasi dasar itu sendiri dapat dihandalkan dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi kebutuhan sesuai kuantitas dan kualitas air minum sesuai desain konstruksi yang direncanakan. Selain itu juga, infrastruktur tersebut mudah dalam mendapatkan suku cadang dan jasa pelayanan pemeliharaan jika ada kerusakan. f. Mudah penggunaannya (user friendly), unsur terakhir dari suatu infrastruktur adalah memenuhi kaidah kemudahan dalam pemakaian. Infrastruktur harus sesuai dengan kemampuan dan perilaku masyarakat dalam menggunakan sarana-prasarana tersebut, dengan demikian dapat digunakan optimal sesuai tujuan pelayanan air minum dan sanitasi baik kualitas maupun kuantitas. Unsur-unsur di atas itulah sebenarnya yang menjadi bahan indikator dalam perencanaan, pembangunan, dan pengawasan air minum dan sanitasi. Dengan unsur di atas, gambaran potret air

minum dan sanitasi dasar dapat ditangkap dengan utuh. Namun demikian ketersediaan data atas unsur tersebut di atas masih terbatas. Untuk itu, perlu dikembangkan indikator pendekatan sebagai acuan umum. Untuk memotret kondisi tersebut, dalam Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) Indonesia Tahun 2004 (Bappenas dan PBB, 2004) disebutkan tiga definisi pendekatan (proxy) air minum. Definisi ini lebih menjelaskan air dalam arti sumber air yang terlindungi (improved water source) dan dapat dirujuk sebagai sumber air untuk air minum. Sumber air minum pada dasarnya adalah sumber yang terlindungi yang mempertimbangkan konstruksi bangunannya serta jarak dari tempat pembuangan tinja terdekat. Jarak yang layak antara sumber air dan tempat pembuangan tinja terdekat adalah lebih dari 10 meter. Sumber-sumber air tersebut meliputi air perpipaan, air pompa, air dari sumur atau mata air yang dilindungi, dan air hujan. (Bappenas. Laporan MDGs 2007. Jakarta. 2007) Air perpipaan, yaitu air dengan kualitas yang dapat diandalkan (reliable) dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya. Sementara itu, air dengan sumber yang tidak terlindungi adalah apabila sumber air tersebut berjarak kurang dari 10 meter dari tempat pembuangan tinja yang kemungkinan besar akan terkontaminasi limbah tinja. (Bappenas. Laporan MDGs 2007. Jakarta. 2007) Konsep dan definsi sanitasi dasar adalah proporsi rumah tangga yang menggunakan tangki septik/SPAL (Sistem Pembuangan Air Limbah) dan lubang tanah sebagai tempat terakhir pembuangan tinja. Yang disebut sebagai tangki septik adalah tempat pembuangan akhir yang berupa bak penampungan, biasanya terbuat dari pasangan bata/batu atau beton baik mempunyai bak resapan maupun tidak, termasuk disini daerah permukiman yang mempunyai SPAL terpadu yang dikelola oleh pemerintah kota. Sedangkan lubang tanah didefinisikan bila limbahnya dibuang ke dalam lubang tanah yang tidak diberi pembatas/tembok (tidak kedap air). Dalam perkembangannya, pelaksanaan program air bersih dan sanitasi ini juga tak hanya mempertimbangkan dalam hal aspek standarisasi saja yang terus diubah agar sesuai dengan konteks masalah yang makin lama makin kompleks (rumit). Pengaruh atau infuence yang diakibatkan oleh

program ini juga dianalisa secara lebih mendalam agar dapat terakomodir mengenai sisi positif maupun negatif dari tiap-tiap kebijakan yang diambil. Sehingga diharapkan nantinya output program dapat lebih optimal dan terarah. Selama lebih dari satu dasawarsa terakhir ini, para analis telah mencoba untuk menemukan buktibukti pengaruh air minum dan sanitasi terhadap kesehatan. Beberapa jenis penyakit bisa diklasifikasikan menurut jalur penularan sebagai berikut: (a) water-borne: kolera, tipus; (b)waterwashed: trakoma; (c)water-based: schistosomiasis; (d)water-related vector borne: malaria, filariasis; (e)water-disperesed infections: legionellosis. Namun demikian, jalur penyakit yang diduga sangat dipengaruhi oleh kondisi cakupan air minum, sanitasi, dan higiene yang rendah adalah water-borne dan water washed. Penyakit melalui jalur water-borne dan water-washed ini seperti kolera,

salmonellosis, shigellosis, amoebiasis, dan infeksi oleh protozoa dan virus lainnya. Penyakit ini ditularkan melalui jalur air, kontak personal, kontak binatang-manusia, dan makanan. Secara statistik, peningkatan pelayanan air minum dan sanitasi dasar akan berpengaruh pada: Penurunan angka kejadian (jumlah kejadian per tahun) Penurunan angka kematian (jumlah kematian per tahun)

Selain itu, ada keuntungan non-kesehatan lainnya akibat dari peningkatan pelayanan air minum dan sanitasi dasar. Secara umum, ditabulasikan sebagai berikut :

Berdasarkan konsep dan definisi operasional tersebut, kondisi capaian saat ini adalah seperti ditunjukkan dalam tabel berikut dibawah. Saat ini pelayanan air minum terlindungi (total) baru mencapai 57,2 persen dan 18,4 persen pelayanan air perpipaan. Sementara itu pelayanan air minum

terlindungi dan air perpipaan harus mencapai masing-masing 69,1 persen dan 57,4 persen untuk memenuhi target MDGs. Dengan demikian terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara target dan kondisi nyata pelayanan air perpipaan. Di lain pihak, pelayanan air minum terlindungi sudah hampir mencapai target yang telah ditetapkan. (Bappenas. Laporan MDGs 2007. Jakarta. 2007) Dibanding air minum, sekilas sanitasi dasar memperlihatkan kondisi yang jauh lebih cerah. Ilustrasi di bawah ini memperlihatkan bahwa terdapat sekitar 81,8 persen proporsi rumah tangga dengan akses fasilitas sanitasi layak di perkotaan dan 60 persen di pedesaan. Hal ini berarti bahwa target MDG sudah tercapai beberapa tahun yang lampau. Namun demikian, apabila dicermati kondisi kualitas prasarana yang ada maka angka akses terhadap prasarana yang layak akan turun secara signifikan. Tantangan berikutnya adalah meningkatkan pelayanan sanitasi di pedesaan yang pelayanannya cenderung jauh lebih rendah dibandingkan di perkotaan.

Melihat kondisi dan target yang telah diuraikan, tantangan Penyediaan Air Minum, dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Cakupan pembangunan yang sangat besar. Sebaran penduduk yang tidak merata, serta beragamnya wilayah Indonesia (yang meliputi pantai-pegunungan-pedalaman-bantaran sungai-kota-desa), menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan terutama dalam hal akses pemeliharaan infrastruktur dan pilihan teknologi yang digunakan. 2. Keterbatasan sumber pendanaan. Kemampuan pendanaan dari sumber pemerintah yang terbatas. 3. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber air baku. Hal ini disebabkan oleh perubahan tata guna lahan yang mengurangi daerah tutupan tanah sehingga menyebabkan daya dukung hutan terhadap sistem siklus air semakin menurun. 4. Jumlah kepadatan penduduk di kawasan perkotaan lebih tinggi. 5. Problema kemiskinan yang diderita penduduk turut menjadi penyebab rendahnya kemampuan penduduk untuk mengakses air minum yang layak. 6. Lemahnya kemampuan manajerial operator air minum.

Sedangkan permasalahan dan tantangan dalam penyediaan sanitasi dasar dapat dirumuskan sebagai berikut:

pengetahuan, yaitu masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi dan dampaknya terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, perilaku, yaitu perilaku masyarakat belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat ekonomi, yaitu keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat yang menyebabkan mereka tidak mampu sama sekali membeli atau membangun fasilitas sanitasi. kerangka kebijakan, yaitu masih rendahnya kepedulian dan wawasan pemerintah, politisi, bahkan dunia usaha terhadap persoalan sanitasi yang menyebabkan kebijakan sanitasi selalu berada dalam prioritas bawah, persepsi, yaitu persepsi keliru yang menyatakan bahwa persoalan sanitasi adalah persoalan individu bukan persoalan masyarakat padahal dengan melihat dampaknya maka sanitasi merupakan tanggungjawab bersama masyarakat bukan tanggungjawab individu, gender, yaitu adanya kesenjangan gender dalam proses pengambilan keputusan selalu menempatkan sanitasi pada urutan bawah dalam kebijakan publik, teknologi, yaitu beragamnya teknologi dalam sanitasi yang kadangkala menyebabkan munculnya ketidak-cocokkan antara kebutuhan masyarakat dengan yang disediakan oleh pemerintah, selain itu varian teknologi tertinggi (yang ideal) masih cukup mahal untuk diterapkan di Indonesia. Program air bersih dan sanitasi yang dilakukan pemerintah melalui berbagai macam sub program merupakan salah satu kegiatan yang terintegrasi secara penuh dalam hal pengentasan kemiskinan yang dituangkan dalam program pelaksanaan MDGs yaitu melalui pelaksanaan pembangunan sistem air minum dan sanitasi. Dengan semua kesiapan data dan analisa yang cukup mumpuni, semoga melalui program air bersih dan sanitasi ini menuntun kepada pengurangan angka kemiskinan seperti yang diharapkan dalam tujuan pembangunan millenium bangsa dan bukan sebuah pepesan kosong semata.

You might also like