You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan terhadap pengetahuan khusus yang akan mendukung profesi yang akan digelutinya tersebut. Dalam melaksanakan tugas-tugas profesi itu, dituntut adanya penguasaan terhadap pengetahuan atau teori dan praktis yang sesuai. Untuk dapat mencapai kesesuaian tersebut terkadang diperlukan kesesuaian antara perkembangan jaman dan kebutuhan yang ada di masyarakat. Berdasarkan pada hal tersebut, maka suatu profesi perlu melakukan pengembangan terhadap profesi tersebut. Pengembangan itu tentunya bertujuan agar profesi tersebut menjadi lebih baik lagi. Bimbingan Konseling sebagai suatu profesi juga perlu melakukan pengembangan. Salah satu hal yang dapat menunjukan pentingnya dilakukan pengembangan terhadap profesi Bimbingan Konseling adalah semakin kompleksnya masalah-masalah yang dihadapi oleh individu dalam kehidupannya serta adanya perbedaan kepribadian pada individu tersebut, berdasarkan pada hal tersebut diperlukan suatu metodemetode baru yang tepat untuk mengentaskan masalah yang semakin kompleks tersebut. Selain pengembangan untuk pelaksanaan tugas konselor,

pengembangan profesi juga perlu untuk masa depan profesi tersebut melihat sekarang ini banyak sekali adanya miskonsepsi tentang profesi Bimbingan Konseling itu sendiri terutama terhadap Guru BK yang terdapat di sekolahsekolah, tugas-tugas yang seharusnya tidak dikerjakan oleh Guru BK justru dikerjakan oleh Guru BK, ini tentunya bertentangan dengan tugas mereka. Hal-hal tersebut adalah sebagian kecil dari masalah yang dihadapi, melihat pada hal tersebutlah diperlukan suatu pengembangan terhadap profesi Bimbingan Konseling itu sendiri. Pengembangan ini selain untuk dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapi atau mungkin akan dihadapi, pengembangan ini juga untuk menjaga eksistensi profesi Bimbingan Konseling itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah. Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana Konsep-konsep profesi bimbingan Konseling? 2. Bagaimana pengembangan profesi Bimbingan Konseling? 3. Bagaimana kualitas personal profesi Bimbingan konseling?

1.3 Tujuan penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat diambil tujuan penulisan ini yaitu sebagai berikut: 1. untuk dapat memahami dan mengetahui konsep-konsep profesi bimbingan konseling. 2. untuk dapat memahami dan mengetahui pengembangan profesi Bimbingan Konseling. 3. untuk dapat memahami dan mengetahui kualitas personal Profesi Bimbingan Konseling. 1.4 Manfaat. Adapun manfaat yang dapat diperoleh penulis dari makalah ini yaitu sebagai berikut : 1. pembaca Dapat mengetahui pengetahuan mengenai konsep-konsep profesi bimbingan konseling. 2. Pembaca dapat mengetahui dan mendapatkan pengetahuan tentang pengembangan profesi BK 3. pembaca dapat mengetahui kualitas personal profesi bimbingan konseling

BAB II PEMBAHASAN 2.1 konsep-konsep profesi bimbingan konseling Profesi adalah suatu kata yang menyangkut suatu pekerjaan. Istilah profesi sampai saat ini masih sangat sering digunakan namun masih memiliki berbagai varian pengertian. Berikut pengertian profesi yang penulis peroleh dari berbagai sumber : Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus, suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk profesi tersebut. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu. Profesi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menafkahi diri dan keluarganya dimana profesi tersebut diatur oleh Etika Profesi dimana Etika Profesi tersebut hanya berlaku sesama Profesi tersebut. DE GEORGE memberikan pengertian profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Dari berbagai uraian di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan profesi adalah suatu pekerjaan namun tidak semua pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu profesi, profesi ini memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pekerjaan yang lainnya. Berikut adalah beberapa ciri-ciri dari profesi namun ciri ini tidak semuanya diterapkan pada setiap profesi :

Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis : Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki 4 keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek. Asosiasi profesional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya. Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis. Pelatihan institutional : Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.

Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. Mengatur diri : Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka

yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. Layanan publik dan altruisme : Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan

masyarakat. Status dan imbalan yang tinggi : Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. 5 Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.

Adapun ciri-ciri lain yang penulis peroleh dari sumber lain adalah sebagai berikut : Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat. Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai

kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Adapun syarat-syarat suatu profesi adalah sebagai berikut : Melibatkan kegiatan intelektual. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. Memerlukan persiapan profesional. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. Memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

2.2 pengembangan profesi bimbingan konseling

Profesi Bimbingan Konseling adalah profesi yang dipercaya mampu memberikan pelayanan kepada pihak yang membutuhkan pelayanan tersebut demi terselesaikannya masalah yang dihadapi pihak tersebut. profesi Bimbingan Konseling adalah profesi yang masih tergolong baru utamanya di Indonesia yang masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : Standarisasi unjuk kerja profesional konselor. Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru. Di Indonesia memang belum ada rumusan tentang unjuk kerja profesional konselor yang standar. Usaha untuk merintis terwujudnya rumusan tentang unjuk kerja itu telah dilakukan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (
6

IPBI ) pada Konvensi Nasional VII IPBI di Denpasar, Bali (1989). Upaya ini lebih dikonkretkan lagi pada Konvensi Nasional VIII di Padang (1991). Walaupun rumusan butir-butir ( sebanyak 225 butir ) itu tampak sudah terinci, namun pengkajian lebih lanjut masih amat perlu dilakukan untuk menguji apakah butir-butir tersebut memang sudah tepat sesuai dengan kebutuhan lapangan, serta cukup praktis dan memberikan arah kepada para konselor bagi pelaksanaan layanan terhadap klien. Hasil pengkajian itu kemungkinan besar akan mengubah, menambah merinci rumusan-rumusan yang sudah ada itu. Standarisasi penyiapan konselor. Tujuan penyiapan konselor ialah agar para ( calon ) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan keterampilan yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan ( seperti penataran ). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, membutuhkan waktu yang cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi. Akreditasi. Akreditasi ini dilaksanakan pada lembaga persiapan atau pengembangan profesi prajabatan. Pada umumnya diterimanya suatu lulusan dari suatu lembaga pencetak tergantung pada akreditasi lembaga tersebut. Akreditasi menunjukan tingkatan kualitas pendidikan yang dilaksanakan pada lembaga tersebut. Lembaga yang memperoleh akreditasi baik seperti A atau B pada umumnya lulusannya akan lebih mudah diterima oleh masyarakat atau pengguna tenaga kerja suatu profesi. Sertifikasi dan lisensi.

Sertifikasi adalah standarisasi secara profesional bagi mereka yang kompeten dalam profesi ini dan dikelola oleh organisasi profesi bukan pemerintah. Untuk dapat lulus sertifikasi seorang konselor harus lulus kriteria yang telah ditetapkan sehingga pada akhirnya ia dapat dikatakan profesional. Lisensi adalah izin yang berarti pemiliki izin atau dalam hal ini adalah konselor memiliki izin untuk melakukan praktek bimbingan dan konseling. Untuk memperoleh lisensi ini seorang konselor juga harus lulus beberapa kriteria yang telah ditentukan. Pengembangan organisasi profesi. Organisasi profesi sebagai wadah profesi yang digeluti anggotaanggotanya juga perlu dikembangkan, pengembangan ini tentunya bertujuan agar profesi tersebut semakin lebih baik lagi. Pengembangan yang dilakukan tentunya melihat keadaan yang sedang dihadapi hal ini untuk menjaga eksistensi organisasi profesi tersebut dan dapat menjaga hubungan antara anggota sesama profesi tersebut. 2.3 kualitas personal profesi bimbingan konseling

Di antara kompetensi konselor, yang paling penting adalah kualitas pribadi konselor karena konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti serta membangun hubungan antarpribadi (interpersonal) yang unik dan harmonis, dinamis, persuasif dan kreatif sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, Corey (1986: 358-361), menyatakan alat yang paling penting untuk dipakai dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (our self as a person). Pada bagian dari tulisannya itu, ia tidak ragu-ragu mengatakan bahwa ... para konselor hendaknya mengalami sebagai konseli pada suatu saat, karena pengenalan terhadap diri sendiri bisa meinaikkan tingkat kesadaran (self awarness) konselor.

Brammer (1979: 4) mendeskripsikan kualifikasi konselor sekolah sebagai pribadi memiliki sifat-sifat dan sumber kepribadian seperti memiliki perhatian pada orang lain, bertanggung jawab, empati, sensitivitas dan sebagainnya. Menurut Furqon (2001) ditemukan bahwa konselor sekurang-kurangnya perlu memiliki tiga kompetensi, di samping perlu dukungan kondisi yang kontekstual dan lingkungan, yaitu kompetensi pribadi (personal competencies), kompetensi inti (core competencies), dan kompetensi pendukung (supporting competencies). Kompetensi pribadi (personal competencies) merujuk kepada kualitas pribadi konselor yang berkenaan dengan kemampuan untuk membina hubungan baik antarpribadi (rapport) secara sehat, etos kerja dan komitmen profesional, landasan etik dan moral dalam berperilaku, dorongan dan semangat untuk mengembangkan diri, serta berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah. Pribadi konselor merupakan instrumen yang menentukan bagi adanya hasil yang positif dalam proses konseling. Kondisi ini akan didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan konselinya. Pemaduan secara harmonis dua instrumen ini (pribadi dan keterampilan) akan memperbesar peluang keberhasilan konselor. Untuk dapat melaksanakan peranan profesional yang unik dan terciptanya layanan bimbingan dan konseling secara efektif, sebagaimana adanya tuntutan profesi, konselor harus memiliki kualitas pribadi. Keberhasilan konseling lebih tergantung pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik. Mengenai ini, Tyler (1969) menyatakan: success in counseling depend more upon personal qualities than upon correct use of specified techniques. Pribadi konselor yang amat penting mendukung efektivitas perannya adalah pribadi yang altuistis (rela berkorban) untuk kepentingan konseli. Brammer juga mengakui adanya kesepakatan helper tentang pentingnya pribadi konselor sebagai alat yang mengefektifkan proses konseling, ia mengatakan: A general dictum among people helpers says that if I want to

become more affective I must begun with my self; own personalities thus the principal tools of the helping process ( Brammer, 1979: 25). Pribadi berdasarkan sifat hubungan helping menurut Brammer di antaranya: (1) awareness of self and values, (2) awareness of cultural experience, (3) ability to analyze the helpers own feeling, (4) ability so serve as model and influencer, (5) altruism, (6) strong sense of ethics, (7) responsibility. Pendapat Brammer tentang karakteristik konselor di atas dapat di deskripsikan sebagai berikut. 1. Awareness of self and values, (kesadaran akan diri dan nilai). Konselor memerlukan kesadaran tentang posisi nilai mereka sendiri. Konselor harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan, siapakah saya? Apakah yang penting bagi saya? Apakah signifikansi sosial dari apa yang dilakukan? Mengapa saya mau menjadi konselor?, kesadaran ini membantu konselor membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap konseli mereka dan juga membentuk konselor menghindari memperalat secara bertanggung jawab atau tidak etis terhadap konseli bagi kepentingan pemuasan kebutuhan diri pribadi konselor. 2. Awareness of cultural experience (kesadaran akan pengalaman budaya). Suatu program latihan kesadaran diri yang tearah bagi konselor mencakup pengetahuan tentang populasi khusus konseli. Misal, jika seseorang telah menjalin hubungan dengan konseli dalam masyarakat suku lain dengan latar belakang yang sangat berbeda, konselor dituntut mengetahui lebih banyak lagi tentang perbedaan konselor dan konseli karena hal tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi hubungan helping yang efektif. Konselor professional hendaknya mempelajari cirri-ciri khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok konseli mereka. 3. Ability to analyze the helpers own feeling (kemampuan untuk menganalisis kemampuan konselor sendiri). Observasi terhadap konselor spesialis menunjukkan bahwa mereka perlu berkepala dingin, terlepas dari perasaanperasaan pribadi mereka sendiri. Selain adanya persyaratan bagi konselor efektif, konselor juga harus mempunyai kesadaran dan mengontrol perasaannya sendiri

10

guna menghindari proyeksi kebutuhan, harus pula diakui bahwa konselor mempunyai perasaan dari waktu ke waktu. 4. Ability so serve as model and influencer (kemampuan melayani sebagai teladan dan pemimpin atau orang yang berpengaruh). Kemampuan ini penting terutama dengan kredibilitas konselor di mata konselinya. Konselor sebagai teladan atau model dalam kehidupan sehari-hari adalah sangat perlu. Konselor harus tampak beradab, matang dan efektif dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan konselor sebagai pemimpin atau sebagai teladan sangat diperlukan dalam proses konseling. 5. Altruism (altuisme). Pribadi altuis ditandai kesediaan untuk berkorban (waktu, tenaga, dan mungkin materi) untuk kepentingan, kebahagiaan atau kesenangan orang lain (konseli). Konselor merasakan kepuasan tersendiri manakala dapat berperan membantu orang lain dari pada diri sendiri. 6. Strong sense of ethics (penghayatan etik yang kuat). Rasa etik konselor menunjukkan rasa aman konseli dengan ekspektasi masyarakat. Konselor profesional memiliki kode etik untuk dihayati dan dipakai dalam menumbuhkan kepercayaan pengguna jasa layanan konseling. 7. Responsibility (tanggung jawab). Tanggung jawab konselor dalam hal ini khusus berkenaan dengan konteks bantuan khusus yang diberikan kepada konselinya. Salah satu tempat penerapan tanggung jawab konselor adalah dalam menangani kasus di luar bidang kemampuan atau kompetensi mereka. Konselor menyadari keterbatasan mereka, sehingga tidak merencanakan hasil atau tujuan yang tidak realistis. Konselor mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka menyadari keterbatasan diri. Begitu juga dalam menangani suatu kasus, mereka tidak membiarkan kasus-kasus terlunta-lunta tanpa penyelesaian. Kemudian Hobbs menyatakan bahwa: idealnya sebagai seorang konselor adalah memiliki pribadi yang dapat mencerminkan perilakunya dalam mewujudkan kemampuan dalam hubungan membantu konseli tetapi juga mampu menyadari dunia lingkungannya, mau menyadari masalah sosial politiknya, dan

11

dapat berdaya cipta secara luas dan tidak terbatas dalam pandangan profesionalnya, Hanset, et.al. (Benyamin, 1995: 27). Allport (Blocher, 1974: 93-94) menggambarkan hakikat pribadi yang matang secara psikologis adalah sebagai berikut. 1. Memiliki kesadaran yang cukup luas tentang diri sendiri dan orang lain. Maksudnya adalah memilki kasih sayang, mempunyai kecenderungan seks yang sehat, sadar akan kekuatan sendiri, namun juga mempunyai kesadaran untuk tunduk dan menghargai orang lain. 2. Hangat dalam hubungan dengan individu lain. Individu yang matang dapat menciptakan dan memelihara keintiman dan kecintaan terhadap orang lain. Hubungan antar pribadinya ditandai oleh empati dan keharuan. 3. Emosi stabil. Kematangan emosional timbul dari penerimaan dirinya, dengan kematangan emosional seseorang dapat memelihara pandangan yang realistik dan melakukan pengawasan terhadap tata alur sinyal-sinyal perasaan. 4. Realistik dalam persepsi, keterampilan, dan pekerjaan. Tiap individu yang matang dapat berfungsi secara efisien dalam wilayah persepsi dan kognisi, dalam arti memiliki perilaku intelektual yang realistik dan akurat. Di samping itu dapat memfokuskan energinya pada pekerjaan yang cocok dengan perkembangannya. 5. Realistik terhadap diri dan wawasan. Individu yang matang dapat mengerti dirinya. 6. Mempunyai kesatuan pendekatan mengenai kehidupan. Tiap individu yang matang mampu menyusun beberapa kesatuan pendekatan menghadapi kehidupan, sehingga memeberikan konsistensi dan arti bagi tingkah lakunya. Konselor sebagai pribadi harus mampu menampilkan jati dirinya secara utuh, tepat, dan berarti serta mampu membangun hubungan antarpribadi (interpersonal) yang unik dan harmonis, dinamis, persuasif, dan kreatif, sehingga menjadi motor penggerak keberhasilan layanan bimbingan dan konseling. Corey (1986: 358-361) menyatakan bahwa alat yang paling penting untuk dipakai

12

dalam pekerjaan seorang konselor adalah dirinya sendiri sebagai pribadi (your self as a person). Bahkan pada bagian lain dari tulisannya itu ia tidak ragu-ragu mengatakan bahwa: para konselor hendaknya mengalami sebagai konseli pada suatu saat, karena pengenalan terhadap diri sendiri dapat menaikkan tingkat kesadaran diri (self awareness). Apabila konselor hanya menjadi reflektor perasaan, pengamat netral yang membuat penafsiran atau sebagai pribadi yang bersembunyi dibalik keamanan dari peran yang dimainkannya, konselor tidak mungkin mengharapkan konseli untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Konselor harus membuka topengnya dan menampilkan jati dirinya dengan segala keotentikannya. Konselor bertindak dan sekaligus sebagai model bagi konselinya. Konselor menampilkan dirinya apa adanya, terbuka dan terlibat dalam penyingkapan diri yang layak dan fasilitatif sehingga dapat mendorong konseli menyatukan sifatsifat yang sama ke dalam dirinya. Menurut Willis (2004), yang dimaksud kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan efektif. Salah satu kualitas konselor yang dimaksud di atas adalah kualitas pribadi konselor. Adapun yang dimaksud kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek kepibadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika disbandingkan dengan pendidikan dan latihan yang diperolehnya (Willis, 2004: 79). Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Truax & Carkhuff, Waren, Virginia Satir (Willis 2004: 79) membuktikan bahwa keefektifan konselor banyak ditentukan oleh kualitas pribadinya. Bahkan Rogers mengatakan bahwa kepribadian konselor lebih dari pada teknik konseling itu sendiri. Lebih lanjut diungkapkan bahwa hasil penelitian masing-masing sebagai berikut. Virginia Satir (Willis, 2004: 79) mengemukakan beberapa karakteristik konselor sehubungan dengan pribadinya yang membuat konseling berjalan efektif.

13

Karakteristik-karakteristik tersebut adalah: (1) resource person, artinya konselor adalah orang yang banyak mempunyai informasi dan senang memberikan dan menjelaskan informasinya. Konselor bukanlah pribadi yang maha kuasa yang tidak mau berbagi dengan orang lain; (2) model of communication, yaitu bagus dalam berkomunikasi, mampu menjadi pendengar yang baik dan komunikator yang terampil. Konselor bukan orang yang sok pintar dan mengejar pamor sendiri. Konselor mampu menghargai orang lain dan dapat bertindak sesuai dengan realitas yang ada baik pada diri maupun di lingkungannya. Jay Haley (Willis, 2004: 80) mengemukakan kualitas pribadi konselor sesuai dengan penelitiannya yaitu: (1) fleksibilitas, yaitu mampu mengubah pandangan secara realistik dan bukan mengubah kenyataan; (2) tidak memaksakan pendapat, mau mendengarkan dengan sabar terhadap orang lain. Munson & Mills (Willis, 2004: 80) mengemukakan dua karakteristik penting yang menentukan kualitas pribadi konselor yaitu: (1) seorang yang memiliki kebutuhan untuk menjadi pemelihara (to be nurturant); (2) harus memiliki intuisi dan penetrasi psikologis yang baik (intuitive and psychological parenting), artinya dalam menghadapi konseli konselor mampu dengan cepat menangkap makna yang tersirat dari perilaku konseli yang tampak dan terselubung, misalnya makna suatu gerakan kepala, getaran suara, getaran bahu, cara duduk, dan sebagainya, dapat ditangkap makna maknanya dengan cepat oleh konselor segingga mampu memberikan keterampilan teknik yang antisipatif dan bermakna dalam membantu perkembangan konseli. Dengan kata lain, konselor memahami bahasa verbal maupun non verbal konseli. Menne (Willis, 2004: 80) mengungkapkan karakteristik konselor yang didapat dari hasil penelitiannya yang menunjang kualitas pribadi konselor yaitu: (1) memahami dan melaksanakan etika professional; (2) mempunyai rasa kesadaran diri mengenai kompetensi, nilai-nilai dan sikap; (3) memiliki karakteristik diri yakni respect terhadap orang lain, kematangan pribadi, memiliki kemampuan intuitif, fleksibel dalam pandangan dan emosional stabil; (4) kemampuan dan kesabaran untuk mendengarkan orang lain, dan kemampuan berkomunikasi.

14

Shertzer & Stone (Murad: 2005) menyatakan: "A key element in any counseling relationship is the person of the counselor". Menurut Brammer (1979) menguraikan karekteristik-karekteristik pribadi tertentu yang seyogianya dimiliki oleh konselor sebagai berikut: sebagai helper, konselor perlu memiliki karekteristik pribadi berikut: (1) sadar akan diri dan nilai-nilai, (2) sadar akan pengalaman-pengalaman kultural, (3) mampu menganalisis pengalaman diri sendiri, (4) mampu berperan sebagai model dan pemberi pengaruh, (5) peduli terhadap kepentingan orang lain (altuisme), (6) memiliki rasa etik yang kuat dan (7) bertanggung jawab. Sebagai seorang peneliti, konselor seharusnya dapat berfikir dan berbuat seperti ahli behavioristik serta memiliki komitmen yang kuat terhadap upaya belajar sepanjang hayat. Sebagai fasilitator pertumbuhan, konselor hendaknya memiliki kualitas pribadi sebagai berikut: (1) empati, (2) hangat dan peduli, (3) terbuka, (3) menghargai orang lain secara positif, (4) konkret dan spesifik dalam berbicara, (5) terampil berkomunikasi, dan (6) memiliki daya intensionalitas yang tinggi (kemampuan memilih respon yang tepat dalam berinteraksi dengan konseli). Paparan mengenai kualitas dan karakteristik pribadi konselor yang sangat ideal di atas, tidak dapat dipenuhi oleh seorang konselor secara utuh keseluruhan. Namun, konselor tetap harus berupaya memenuhinya sebanyak mungkin dengan tetap memiliki ciri pribadi sendiri yang khas (unik). Seorang konselor tidak dilahirkan dan juga bukan karena pendidikan dan latihan profesionalnya semata-mata. Menjadi konselor berkembang melalui proses yang panjang dimulai dengan mempelajari berbagai teori dan latihan sert a berusaha belajar dari pengalaman praktik konselingnya (Nelson & Jones, 1997: 9). Dalam proses tersebut peran keinginan atau cita-cita tidak dapat diabaikan, sebab penentuan pilihan bidang ilmu yang akan digeluti didasari oleh tujuan atau alasan pemilihan tersebut. Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal diri sendiri, mengenal konseli, memahami maksud dan tujuan konseling, serta menguasai proses konseling. Membangun hubungan konseling (counseling relationship) sangat penting dan menentukan dalam melakukan konseling.

15

Seorang konselor tidak dapat membangun hubungan konseling jika tidak mengenal diri maupun konseli, tidak memahami maksud dan tujuan konseling serta tidak menguasai proses konseling. Menurut Combs (Pudjiastuti, 2003: 8) ada perbedaan yang jelas antara ciriciri konselor efektif yang diyakini konselor tentang empati, diri, naluri manusia, dan tujuan konselor itu sendiri. Kajian-kajian yang menyiratkan adanya keyakinan tersebut berkaitan erat dengan kesuksesan untuk menjadi konselor yang efektif, terutama dalam kesediaan konselor dalam menggunakan kepribadiannya dalam melakukan konseling. Perlu disadari bahwa perkembangan diri konselor sebagai pribadi berkaitan erat dengan keefektifan dalam membantu konseli yang dapat dimaknai bahwa pribadi dan profesional merupakan satu kesatuan yang erat. Kepercayaan (beliefe), nilai (value), dan karakteristik pribadi konselor akan mempengaruhi terhadap pengembangan konseli di masa depan. Kepercayaan ini adalah perasaan tentang sesuatu yang dianggap nyata dan benar. Sebagian besar yang menjadi dasar dan pusat kepercayaan konselor adalah bahwa konselor memiliki nilai-nilai tinggi serta mempunyai karakter. Karakter sering dihubungkan dengan integritas, yang dalam pengertian sehari-hari merupakan: "satunya kata dengan perbuatan" atau tidak munafik. Karakter adalah kualitas manusia yang berkaitan dengan etika moral, kejujuran, dan keberanian (untuk mengatakan "tidak" terhadap hal yang dapat merusak intergritas pribadi. Karakter ini merupakan kualitas manusia yang dapat dikembangkan sepanjang hidupnya (Pudjiastuti, 2003: 13). Konselor efektif, perlu memiliki pandangan atau pikiran yang jelas tentang maksud dan tujuan-tujaun konseling. Beberapa tujuan konseling adalah membantu konseli lebih baik, membantu konseli menjadi percaya diri (self reliant) dan memperoleh keterampilan-keterampilan untuk menghadapi situasi pada saat ini dan di kemudian hari dalam cara-cara yang konstruktif. Agar harapan dan kebutuhan konseli dapat terpenuhi oleh konselor, maka pedekatan yang dapat dilakukan adalah pembahasan tujuan konseling secara terbuka. Atas dasar hasil pembahasan tersebut dilakukan penyusunan program

16

konseling yang disepakati bersama oleh konselor dan konseli (Nelson & Jones, 1997). Aspek kunci lainnya dalam konseling yang efektif adalah hubungan konseling, yaitu kualitas hubungan antara konselor dengan konseli. Konsep Carl Rogers tentang hubungan konseling merupakan konsep yang kuat dan berguna, dan perlu dipahami oleh calon konselor. Jika pola konseling Rogerian telah dikembangkan, keterampilan lainnya dapat ditambahkan dan disatupadukan dalam khasanah konseling masing-masing konselor. Roger menyebutkan tiga kualitas utama yang diperlukan seorang konselor agar konselingnya efektif, yaitu kongruensi, empati, dan perhatian positif tanapa syarat pada konseli. Konselor yang memiliki kualitas kongruen, yaitu seorang konselor yang dalam perilaku hidupnya menunjukkan sebagai dirinya sendiri yang asli, utuh, dan menyeluruh, baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan profesionalnya. Konselor tidak pura-pura atau memakai kedok untuk menyembunyikan keaslian dirinya. Konselor yang memiliki kualitas empati, dapat merasakan pikiran dan perasaan orang lain dan ada rasa kebersamaan dengan konseli. Konselor memahami jalur jalan dan liku-liku yang dilalui konseli dan bersimpati padanya, berjalan bersama dengannya sebagai teman sejalan. Dengan demikian, jika digambarkan, konselor tidak selalu memimpin dan tidak pula selalu mengikuti keinginan konseli. Tiap saat konselor dapat memimpin dan setiap saat ia dapat menjadi pengikut, tergantung pada perkembangan konseling yang diharapkan. Dengan demikian, dapat terbentuk kepercayaan konseli kepada konselor, sehingga tidak ragu-ragu untuk mengungkapkan semua perasaan, harapan dan masalah yang dihadapinya. Kualitas ketiga, konselor yang baik atau efektif adalah memberikan perhatian kepada konseli. Konselor memberikan perhatian positif tanpa syarat. Konselor dapat menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala kelemahan dan kekuatannya, sikap dan keyakinannya, termasuk perilakunya yang mungkin memuakkan bagi orang lain. Hal ini tidak mudah untuk dicapai. Oleh karena itu

17

diperlukan pengalaman dan kesabaran, serta pengenalan diri sendiri terlebih dahulu. Konselor yang efektif memiliki kualitas pribadi yang spesifik dan mampu memodelkan kualitas tersebut kepada orang yang dibantu. Sebagaimana dikemukakan oleh Okun (Capuzzi & Gross, 1991: 46), terdapat sejumlah bukti yang mendukung konsep bahwa helpers are only as effective as they are self aware and able to use themselves as vehicles of change. Comb (1986) merangkum 13 studi yang menunjukan para konselor dalam berbagai setting. Studi-studi tersebut mendukung pandangan bahwa terdapat perbedaan-perbedaan keyakinan para konselor efektif maupun kurang efektif yang berpusat pada diri. Pietrofesa et al. (1978: 38) menyatakan bahwa konselor yang efektif akan memandang konseli sebagai individu yang. 1. Memiliki kemampuan. Koselor memandang bahwa konseli memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Konselor memiliki keyakinan bahwa konseli mampu mencari jalan keluar terbaik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. 2. Dapat diandalkan. Konselor menghargai konseli sebagsi individu yang bisa diandalkan. Konselor memandang konseli sebagai individu yang memiliki kepercayaan diri baik dalam hal kestabilan emosi maupun maupun individu yang bisa dipercaya sehingga konselor tidak perlu menaruh curiga kepada konseli. 3. Ramah. Konselor memandang konseli sebagai individu yang ramah. Konselor tidak memandang konseli sebagai sesuatu yang mengancam tapi konselor memandang konseli sebagia seorang yang ramah dan harus diperlakukan secara baik. 4. Berharga. Konselor memandang konseli sebagai individu yang berharga. Konselor memandang konseli sebagai individu yang memiliki harga diri dan integritas (kejujuran) yang harus dihormati 5. Berguna. Konselor memandang konseli sebagai individu yang berguna dan memiliki potensi.

18

6.

Memiliki motivasi. Konselor memandang konseli sebagai individu yang memiliki dorongan dari dalam dirinya. Konselor tidak memandang konseli sebagai individu yang memiliki dorongan dari luar yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan. Konseli dipandang sebagai individu yang kreatif dan dinamis. Sedangkan dalam memandang dirinya sendiri, konselor efektif akan memandang dirinya sebagai individu yang.

1.

Dikenal oleh orang lain daripada menjauhkan diri dari orang lain. Konselor memandang dirinya sebagai bagian dari orang lain. Konselor mampu berinteraksi dengan orang lain. Konselor tidak menarik diri atau mengasingkan diri dari orang lain

2.

Memiliki kemampuan. Konselor memandang dirinya memiliki kemampuan baik untuk memecahkan masalahnya sendiri maupun membantu memecahkan masalah orang lain. Konselor tidak memandang dirinya sebagai individu yang tidak memiliki kemampuan dalam mengatasi suatu masalah.

3.

Berharga. Konselor memandang dirinya sebagai individu yang memiliki harga diri, integritas dan kehormatan.

4.

Dapat dipercaya. Konselor memandang dirinya sebagai individu yang bisa diandalkan dan memiliki potensi dalam menghadapi suatu masalah (Pietrofesa, et al. 1978: 38) Rogers (Boy & Pine, 1968: 67) menyatakan bahwa ada beberapa kompetensi konselor yang dapat memberikan perubahan langsung terhadap konseli pada saat melakukan proses konseling diantaranya yaitu: (1) Ketulusan, (2) Penerimaan. menghargai konseli sebagai individu yang berharga, (3) Empati yaitu suatu kemampuan untuk menempatkan diri, jiwa, dan perasaan dari konselor ke dalam jiwa, dan perasaan konseli. Beberapa perubahan ini diantaranya konseli akan menjadi: (1) lebih realistis dalam memandang dirinya sendiri, (2) lebih percaya diri dan memiliki kemampuan dalam mengarahkan diri, (3) lebih positif dalam menilai diri sendiri, (4) lebih dewasa, (5) mampu mengatasi stress yang dihadapinya, (6) lebih memiliki struktur kepribadian yang sehat.

19

Paterson (Capuzzi & Gross, 1991: 46) untuk menjelaskan suatu konstelasi karakteristik-karakteristik yang dimiliki konselor efektif, seperti sadar diri, penerimaan diri, menyadari lingkungan dan berinteraksi degan lingkungan secara realistik. Dalam hidup, mereka bersikap terbuka terhadap berbagai pengalaman dan perasaan, spontanitas, dan memiliki rasa humor. Ketika berinteraksi dengan orang lain, mereka mampu terlibat setidak-tidaknya tetap dalam konteks. Bersikap empatik, terharu dan percaya pada dunia konseli, percaya kepada orang lain, otentik, dan orang-orang yang etik. Charkuff & Barenson (1967) dua keterampilan atau sifat-sifat konselor yang harus dimiliki diantaranya adalah hormat dan konkret. Sementara Surya (2003: 45-46) mengemukakan bahwa dimensi kompetensikompetensi intrapribadi merupakan kekuatan yang diperlukan dalam menghadapi tuntutan yang berasal dari dalam diri konselor sendiri. Makin besar daya dalam menghadapi dirinya sendiri, makin efektif perilaku individu dalam interaksi dengan lingkungannya, sehingga mencapai kebermaknaan dan kebahagiaan hidupnya. Sebaliknya semakin kecil daya yang dimiliki dalam menghadapi dirinya sendiri, maka semakin besar kemungkinan timbulnya konflik dan frustasi sehingga dapat mengganggu proses kehidupannya. Cavanagh, 1982 (Yusuf, 2009: 37) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan karakteristik sebagai berikut. A. Pemahaman Diri Self awareness berarti bahwa konselor memehami dirinya dengan baik, memahami secara pasti apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan, dan masalah apa yang harus diselesaikan. Pentingnya pemahaman diri bagi konselor diantaranya sebagai berikut. 1. Konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat tentang orang lain 2. Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil memahami orang lain

20

3.

Konselor yang memahami dirinya akan mampu mengajarkan cara memahami diri kepada orang lain

4.

Pemahaman tentang diri memungkinkan konselor untuk dapat merasa dan berkomunikasi secara jujur dengan konseli pada saat proses konseling berlangsung. B. Kompeten (Competence) Kompeten diartikan bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, social, dan moral sebagai pribadi yang berguna. C. Kesehatan Psikologis Konselor yang memiliki kesehatan psikologis yang baik memiliki kualitas sebagai berikut.

1. 2. 3. 4.

Memperoleh pemuasan kebutuhan rasa aman, cinta, kekuatan dan seks Dapat menghadapi masalah-masalah pribadi yang dimilki Menyadari kelemahan, atau keterbatasan kemampuan diri Menciptakan kehidupan yang lebih baik. Konselor dapat menikmati kehidupan secara nyaman. D. Dapat Dipercaya Kualitas pribadi konselor yang dapat dipercaya sangat penting karena alasan sebagai berikut.

a.

Esensi tujuan konseling adalah mendorong konseli untuk mengmukakan masalah dirinya yang paling dalam

b. c.

Konseli dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi konselor. Konseli yang mendapat penerimaan dan kepercayaan dari konselor, maka akan berkrmbang dalam dirinya sikap percaya diri.

21

Konselor yang dapat dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut. a) b) c) d) Memiliki pribadi yang konsisten Dapat dipercaya oleh orang lain, baik ucapan maupun perbuatan Tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal Bertanggung jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak inkar janji, dan mau membantu secara penuh. E. Jujur Jujur yang dimaksud adalah konselor bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). F. Kekuatan (Strength) Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu konseli akan merasa aman. Konseli memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong konseli untuk mengatasi masalah, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi. Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut. a. Dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling b. Besifat fleksibel c. Memiliki identitas diri yang jelas. G. Bersikap Hangat Bersikap hangat adalah konselor besikap penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Dengan rasa hangat tersebut mendorong konseli untuk mendapat kehangatan dan melakukan sharing (bercerita) dengan konselor.

22

H.

Actives Responsiveness Respon aktif yang dimaksud adalah konselor dapat mengkomunikasikan

perhatian dirinya terhadap kebutuhan konseli. I. Sabar Sikap sabar konselor dalam konseling dapat membantu konseli untuk mengembangkan diri secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri konseli dari pada hasilnya. J. Kepekaan Konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri konseli maupun dirinya sendiri. Kepekaan ini penting karena konseli yang datang untuk meminta bantuan kepada konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya dihadapi. Bahka ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah. Konselor yang memiliki kepekaan memiliki kualitas perilaku sebagai berikut. a. Sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri b. Mengetahui kapan, dimana, dan berapa lama mengungkap masalah konseli c. Mengajukan pertanyaan tentang persepsi konseli tentang masalah yang dihadapinya d. Sensitif terhadap sifat-sifat yang mudah membuat tersinggung. K. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness) Pendekatan holistic dalam konseling berarti bahwa konselor memahami konseli secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. http://ujangkhiyarusoleh.blogspot.com/2011/03/kualitas-pribadi-konselor.html

23

Pengertian Profesionalitas Profesionalitas adalah Derajat pengetahuan dan keahlian serta sikap anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya.Profesionalitas merupakan wujud keprofesionalan dari seorang petugas profesi.Bagaimanapun kondisinya guru bimbingan dan konseling diharapkan mampu mampu melaksanakan tugas profesinya dengan baik. Profesi merupakan pekerjaan, dapat juga berupa jabatan dalam suatu hirarki birokrasi, yang menuntut keahlian tertentu serta menuntut etika khusus untuk jabatan tersebut. Seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kompetensi dan sikap sesuai dengan profesinya. Seorang professional

menjalankan pekerjaannya berdasarkan profesionalisme. Pengetahuan dan kemampuan dan keterampilan yang mampu dilaksanakan pembimbing sekolah mencakup semua aspek kehidupan.B. Kemampuan yang dituntut dari seorang guru BK Kemampuan yang dituntut guru BK cukup tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Harus mempunyai kemauan yang cukup kuat untuk bekerja keras, ingin menyelesaikan tugas tetap pada waktunya, mempunyai semangat bersaing yang tidak terlalu tinggi, berani menghadapi kegagalan dan ingin melakukan tugastugas baru di sekolahnya. Petugas bimbingan sekolah harus melakukan berbagai kegiatan bimbingan yang terdapat disekolah, antara lain; penyusunan program bimbingan, pengadministrasian kegiatan bimbingan, pengumpulan data,pemberian informasi, penempatan siswa, bimbingan kelompok belajar, diagnostik kesulitan belajar dan pengajaran perbaikan, konseling dan berbagai inventori untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi siswa, kepribadian dan kemampuan siswa; beberapa jenis layanan bimbingan; serta organisasi dan administrasi bimbingan, cara menyiapkan sarana penunjang pelayanan bimbingan dan konseling, pengkajian faktor-faktor penunjang dan penghambat program, wawasan bimbingan, prinsip bimbingan, cara memotivasi siswa, cara

menempatkan siswa dalam kelompok belajar, orientasi siswa baru, dan bimbingan karir sesuai dengan paket yang tersedia.Memperhatikan karakteristik pekerjaan guru, ia adalah profesi. Guru adalah pekerjaan professional dalam pendidikan. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan atau situasi interaksi belajar mengajar yang kondusif. Siswa diharapkan dapat berperilaku dalam pembelajaran

24

dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku antara guru dengan siswa. Disamping itu guru BK diharapkan mampu memahami kondisi siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.

C. Cara Mengembangkan profesionalitas Guru BKMemperhatikan peran guru BK seperti tersebut di atas, berarti profesi guru BK harus terus menerus dikembangkan. Kemajuan teknologi yang cepat menuntut pengembangan profesi yang terus menerus. Profesi yang bermutu ditentukan oleh kemampuan anggotanya. Apabila kemampuan anggotanya rendah, maka profesi tersebut tidak akan mempunyai pasaran. Apabila profesi guru tidak berkembang, ia tidak akan dipercaya oleh masyarakat. Akibatnya profesi tersebut tidak akan diminati oleh putra putra terbaik dari masyarakat. Dengan kata lain, saat ini dan masa yang akan datang profesi guru pembimbng (BK) harus dapat bersaing dengan profesi-profesi lainnya.Pengembangan Profesionalitas guru BK harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Untuk mengembangkan profesionalitas guru pembimbing, banyak cara bisa dikerjakan, baik itu melalui program preservice education, inservice education, inservice training. 1. Program preservice education adalah program pendidikan yang dilakukan pada pendidikan sekolah sebelum peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. 2. Program inservice education adalah program pendidikan yang mengacu pada kemampuan akademik maupun profesional, sesudah peserta didik mendapat tugas tertentu dalam suatu jabatan. 3. Program inservice training adalah suatu usaha pelatihan yang memberi kesempatan kepada orang yang mendapat tugas jabatan tertentu, dalam hal tersebut adalah guru, untuk mendapat pengembangan kinerja.

Sucipto (1998) memberikan uraian bahwa. Pengembangan profesionalitas guru pembimbing dapat dilakukan baik masih dalam pendidikan pra jabatan maupun setelah bertugas.

25

1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Pra jabatan Dalam pendidikan prajabatan , calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap danketrampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru Pembimbing selalu menjadi panutan bagi siswanya dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat. Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannnya sebagai calon guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh aplikasi dan penerapan ilmu, ketrampilan dan kepribadian bahkan sikap professional dirancang didilakukan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Misalnya : Sikap teliti dan disiplin terbentuk sebagai sampingan dari keuletan dalam suatu pekerjaan. Oleh karena itu lembaga pendidikan yang menghasilkan calon guru harus memenuhi standar standar tertentu (Sutjipto, 2003). Standar standar tersebut adalah: 1. Pendidikan guru harus didasarkan pada visi, bahwa guru harus responsive terhadap tuntutan mutu yang selalu meningkat. Oleh karena itu lembaga ini harus mampu menciptakan guru profesional yang handal dan responsive sesuai dengan tuntutan mutu , baik secara nasional maupun internasional. Oleh karena itu, selain menguasai ilmu yang diajarkan guru harus mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu pendidikan, sehingga pengajaran yang diberikan dapat sekaligus mengembangkan aspek kepribadian murid. Disinilah pentingnya lembaga ini menyiapkan calon guru yang memiliki kepribadian yang unggul. 2. b. Perlunya lembaga pendidikan guru menerapkan standar internasional yang meliputi kelembagaan pendidikan guru baik prajabatan maupun dalam jabatan. 3. c. Lembaga pendidikan guru harus mampu menawarkan program-program yang berkualitas dan bermutu tinggi. Pengelolaan program harus memungkinkan terjadinya proses interaksi yang saling memperkaya diantara program, pelaku dan pemanfaatan fasilitas.

26

4. d. Di dalam rancangan dan praksis, kurikulum harus terjadi integrasi antara teori dan praktek yang menghasilkan pengalaman yang menyublim. Oleh karena itu, kurikulum harus meliputi kelompok pengalaman yang mengembangkan kepribadian, wawasan profesi, penguasaan bidang ilmu, penguasaan ilmu pendidikan dan praksisnya. 5. e. Lembaga pendidikan guru harus dibatasi kepada yang benar-benar dapat menjamin kualitas keluarannya. Sebaiknya pendidikan guru hanya dilakukan oleh pemerintah bersama lembaga swasta yang sangat selektif dan memenuhi kriteria. 6. f. Pelaksanaan pendidikan guru profesional harus ditunjang dengan manajemen yang profesional pula. 7. g. Lembaga yang berkualitas diberi kewenangan yang luas dalam membuka dan menutup program studi. 8. h. Pengalaman lapangan merupakan bagian dari pendidikan calon guru yang sangat esensial. 9. Dosen dan tenaga penunjang pendidikan lainnya harus mempunyai kualitas yang tinggi dan berdasarkan kebutuhan. 10. j. Pengembangan staf melalui pertemuan profesional, pendidikan lanjut harus selalu dilakukan. 11. k. Lembaga pendidikan harus mempunyai fasilitas yang lengkap, fasilitas penunjang dan fasilitas pembentukan kepribadian yang mantap. 2. Pengembangan Sikap Selama dalam jabatanPengembangan sikap professional tidak terhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan professional guru pada masa pengabdiannya sebagai seorang guru. Baik itu dengan kegiatan formal, yaitu dengan cara mengikuti penataran, lokakarya, seminar, kegiatankegiatan ilmiah lainnya. Ataupun secara informal, yaitu melalui media massa, televisi, radio, Koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain

27

dapat meningkatkan ketrampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional guru.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPILAN


Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, maka kami dapat menarik kesimpulan yaitu profesi adalah suatu pekerjaan yang mana setiap anggotanya dipersiapkan melalui suatu pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi agar ia siap untuk menjalankan profesi tersebut. Suatu profesi dapat dikatakan profesional apabila profesi tersebut memiliki etika yang berlaku di dalam profesi yang dimaksud. Etika yang berlaku di suatu profesi biasanya disebut dengan kode etik. Untuk tetap dapat menjaga eksistensi suatu profesi, maka pengembangan terhadap profesi tersebut perlu dilakukan. Pengembangan profesi BK selain melibatkan pihak-pihak atau anggota profesi tersebut, organisasi profesi juga turut berperan serta dalam pengembangan profesi.

3.2 SARAN-SARAN Dari penulisan makalah ini, kami mengharapkan agar nantinya pembaca mampu dan mengetahui apa itu konsep profesi bimbingan konseling bagaimana pengembangan dan bagaimana kualitas personal profesi bimbingan konseling. Bagi calon konselor nantinya supaya dapat memahami makalah ini untuk dapat digunakan untuk bahan ajar dan berguna bagi masyarakat

28

DAFTAR PUSTAKA http://eko13.wordpress.com/?s=pengertian+konseling http://sobatbaru.blogspot.com/2009/01/pengertian-bimbingan-dan-konseling.html http://www.google.co.id/search?q=pengertian+bimbingan+dan+konseling&ie=utf -8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a http://konselingindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3 &Itemid=30 http://fitribk05unsri.blogspot.com/2009/11/makalah-pengembanganprofesionalitas.html http://ujangkhiyarusoleh.blogspot.com/2011/03/kualitas-pribadi-konselor.html

29

You might also like