You are on page 1of 25

PENENTUAN JUMLAH ALKOHOL PADA EKSTRAKSI NIKOTIN DARI SAMPEL TEMBAKAU DI LABORATORIUM KIMIA ANALISA PTKI - MEDAN

KARYA ILMIAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Seminar dan Penulisan karya Ilmiah Program Studi Pendidikan Kimia

Oleh: SISKA RAHAYU NINGSIH NIM: 8106142034

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN 2012

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang menghasilkan tembakau. Tembakau merupakan salah satu bahan utama untuk pembuatan rokok. Tembakau juga digunakan sebagai tanaman obat-obatan dan bahan yang digunakan untuk menguatkan nafsu. Hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan merokok masyarakat yang meningkat. Sampai saat ini tidak banyak manusia yang menyadari bahwa tembakau tersebut mengandung nikotin. Dimana nikotin ini sangat berbahaya bagi manusia karena dapat merugikan kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit, seperti paru-paru, jantung, pernapasan, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Selain berbahaya, nikotin juga mempunyai keuntungan, dimana keuntungannya antara lain: 1. Penghasilan devisa negara, dimana Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil tembakau di dunia. 2. Penghasil cukai/pajak, dimana tembakau merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai startegis yang penting. 3. Penyerap tenaga kerja/sumber pendapatan masyarakat di sekitar pabrik. Dengan adanya bahaya nikotin dilakukan beberapa upaya untuk mengurangi banyaknya nikotin yang terkandung di dalam tembakau atau rokok, antara lain: 1. Melengkapi rokok dengan filter. 2. Memasang pipa penyaring. 3. Mengekstraksi nikotin dengan pelarutnya.

Di dalam tembakau kering terdapat nikotin dengan kadar rata-rata 2% - 8%. Hal ini tergantung dari spesies dan cara pengolahan dari tembakau itu sendiri. Nikotin dapat diperoleh dari daun tembakau dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarutnya. Nikotin dapat larut dalam pelarut organik, dimana kadar nikotin yang diperoleh dari ekstraksi dapat dipengaruhi oleh larutan pengekstraksi. Dengan mengacu pada uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan pemisahan nikotin dari tembakau dalam skala laboratorium. Untuk itu penulis mengambil judul: PENENTUAN JUMLAH ALKOHOL PADA EKSTRAKSI NIKOTIN DARI SAMPEL TEMBAKAU DI LABORATORIUM KIMIA ANALISA PTKI - MEDAN

B. PERUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHANNYA 1. Rumusan Masalah Untuk memperoleh nikotin yang diekstraksi dari sampel tembakau dengan hasil yang baik, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk memperoleh nikotin dari sampel tembakau dengan menggunakan pelarut etanol dengan variasi volume. Dari jumlah etanol yang berbeda yag digunakan, berapa ml kah etanol yang baik untuk memperoleh kadar nikotin pada ekstraksi nikotin dari sampel tembakau kering tersebut? 2. Pemecahannya Untuk mewujudkan harapan tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan mengekstraksi nikotin dari sampel tembakau.

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur ekstraksi nikotin dari sampel tembakau dengan menambahkan alkohol serta untuk mengurangi kadar nikotin yang terdapat pada tembakau.

D. MANFAAT PENELITIAN Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti sebagai sumbangan pemikiran terhadap berbagai pihak: 1. Dapat mengetahui kegunaan nikotin dari sampel tembakau dalam dunia industri. 2. Dapat mengetahui bahaya yang ditimbulkan bagi penikmat tembakau (rokok).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN PUSTAKA Untuk memberikan gambaran tentang penelitian ini telah dilakukan kajian pustaka meliputi tembakau, nikotin, ekstraksi, pelarut dan jenisnya, analisa volumetri. 1. Tembakau Sejarah pertembakauan dimulai dari benua Amerika, yang diperkirakan sebagai daerah asal tanaman tembakau (Nicotiana tabacum). Di benua ini tembakau sudah lama dikenal oleh penduduk aslinya, yaitu orang Indian. Pada masa itu fungsi tembakau bukan hanya sekedar bahan penikmat untuk bersantai dan sekedar pengisi waktu, tetapi juga digunakan juga untuk kebutuhan lainnya seperti untuk upacara keagamaan. Salah satu buktinya seperti dikemukakan Benzoni yang berkunjung ke Amerika pada tahun 1541, menemukan kebiasaan atau penggunaan tembakau dalam pengobatan tradisional untuk menyembuhkan orang sakit. Cerita lainnya menyebutkan bahwa orang Indian mempunyai kebiasaan melempar tembakau ke danau atau ke sungai untuk meredakan kekuatan gaib di dasar sungai. Selain itu ditemui pula kebiasaan menggunakan sesaji di tempat suci. Ekspedisi pelayaran yang dipimpin oleh Colombus mendarat di San Salvador pada tahun 1492. Dalam ekspedisi itu Colombus menyaksikan penduduk asli yaitu orang Indian membawa ramuan yang terdiri dari daun kering. Orang Indian itu menggulung lembaran daun kering yang sebenarnya adalah daun tembakau dan menghisapnya. Dengan demikian mereka memperoleh kenikmatan bagi tubuh mereka, dapat mengantuk, mabuk dan dapat juga mengurangi kelelahan. Di Indonesia tanaman tembakau sudah dikenal sejak dua setengah abad yang lalu sebagai komoditas eksport. Hal ini dimulai ketika penguasa kolonial yang kemudian

digantikan pemodal swasta mengusahakan untuk pasaran Eropa yang sedang kecanduan tanaman tembakau. Pada mulanya tanaman tembakau merupakan tanaman konsumsi kelompok elite. Kemudian secara bertahap berkembang menjadi tanaman yang dikonsumsi masyarakat secara luas. Seiring dengan perkembangan pola konsumsi tembakau di negara Indonesia, berubah pula pola pengusahaan dan perdagangan di kalangan masyarakat kita. a. Deskripsi Tembakau Tanaman tembakau umumnya memiliki batang yang tegak dengan tinggi sekitar 2,5 meter. Namun pada kondisi syarat tumbuhnya baik, tanaman ini bisamencapai tinggi sekitar 4 meter. Batang tanaman ini biasanya memiliki sedikit cabang, atau tidak bercabang sama sekali. Batangnya berwarna hijau dan hampir seluruhnya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih. Di sekitar bulu-bulu tersebut terdapat kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan zat pekat dengan bau menyengat. Daun-daunnya bulat panjang, bertulang sirip, ujungnya runcing dan tepinya melicin. Tembakau akan tumbuh dengan baikdi tanah yang berpasir halus dengan kandungan Nitrogen maupun bahan organik rendah. Keasaman tanah yang paling cocok berkisar 5-6 (asam lemah sampai netral). Biasanya tanah yang terlalu basa mengurangi tersedianya unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu dan Zn. Secara sistematis, klasifikasi tanaman tembakau adalah sebagai berikut: Famili Sub-famili Genus Spesies : Solanaceae : Nicotianae : Nicotiana : Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica Meskipun terdapat lebih dari 50 spesies tembakau yang tergolong genus Nicotiana, namun hanya 2 spesies yang mempunyai arti ekonomi cukup tinggi, yaitu Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica. Perbedaan yang mencolok dari kedua spesies tersebut yaitu kadar

nikotinnya. Nicotiana rustica mengandung kadar nikotin tertinggi yaitu 16% sedangkan Nicotiana tabacum mengandung kadar nikotin terendah yaitu 0,6%. Sehingga Nicotiana rustica banyak digunakan untuk membuat abstrak alkaloid yang akan dipergunakan sebagai insektisida atau semacam tembakau susur yang di negara-negara Eropa dikenal dengan Snuff, Chewing tobacco dan lain-lain. Sedangkan jenis tembakau yang banyak digunakan sekarang berasal dari spesies Nicotiana tabacum. b. Komposisi Kimia Daun Tembakau Kualitas tembakau sebagian besar ditentukan oleh komposisi kimia. Beberapa senyawa kimia belum terdapat dalam jumlah cukup di dalam daun tembakau yang masih segar. Senyawa kimia yang terdapat dalam daun tembakau dapat diklasifikasikan atas tiga golongan, yaitu: a) Senyawa Statis Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok ini relatif tidak mengalami perubahan selama proses pengolahan tembakau. Termasuk dalam golongan ini adalah zat-zat organik dalam bentuk kation dan anion, serat kasar, pentosa, peptin, beberapa senyawa yang larut dalam Eter, Tanin serta asam Oksalat. b) Senyawa Nitrogen Senyawa Nitrogen dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu larut dalam air dan yang tidak larut dalam air. Senyawa yang larut dalam air terdiri dari Amoniak, Asam amino, Nitrat, amina dan alkaloid sejenis nikotin. Dan yang tidak larut dalam air adalah protein dan klorofil. Kandungan klorofil yang tinggi dalam daun tidak dikehendaki karena akan menyebabkan tembakau lebih peka terhadap tekanan selama fermentasi, sehingga lebih banyak menghasilkan minyak tembakau dan pada pembakaran, protein menimbulkan bau tidak enak.

c) Senyawa Dinamis Senyawa yang termasuk kelompok ini paling banyak mengalami perubahan pada proses fermentasi. Termasuk dalam golongan ini adalah karbohidrat, asam-asam organik yang larut dalam eter serta senyawa yang belum teridentifikasi.

2. Nikotin Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang terdapat di dalam daun tembakau (Nicotiana tabacum) yang mempunyai rumus molekul C10H14N2 dan berat molekulnya 162,23. Karena nikotin termasuk alkaloid artinya mirip alkali yang pada umumnya berbahaya bagi kesehatan dan mempunyai bau dan panas seperti alkali sehingga nikotin terlarut dalam air dan pelarut organik. Adapun rumus bangun dari nikotin itu sendiri adalah seperti gambar di bawah ini.

Nikotin merupakan alkaloid sederhana tetapi efeknya tidak sederhana. Nikotin merupakan racun yang dapat mematikan apabila dua atau tiga tetes nikotin tertelan akan menyebabkan kematian dalam beberapa menit saja. Selain itu nikotin dengan kadar di atas 16% dapat digunakan sebagai insektisida. Nikotin dalam dosis rendah seperti dalam rokok hanya menyebabkan rangsangan sementara terhadap sistem syaraf, tetapi apabila dosis tersebut disambung lagi maka nikotin dapat menekan sistem syaraf tersebut ke aktifitas di bawah normal. Adapun sifat-sifat nikotin adalah: Rumus molekul Berat molekul Titik beku = C10H14N2 = 162,23 = - 79oC Titik didih Density Indeks bias = 247oC = 1,0097 g/L = - 169o

Nikotin bersifat higroskofis dan mudah membentuk garam dengan asam serta mempuntai bau yang tidak menyenangkan. Dengan Asam klorida (HCl) dapat membentuk garam kristal nikotin dihidroklorida. Reaksi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Untuk mengetahui kadar nikotin dalam tembakau dapat dilakukan dengan metode acid-alkalimetri. Nikotin dalam tembakau diekstraksi terlebih dahulu oleh pelarut organik, nikotin ini bersifat basa tetapi tidak dapat dititrasi langsung dengan Asam klorida (HCl). Oleh sebab itu ditambah terlebih dahulu dengan Natrium hidroksida (NaOH). Asam klorida merupakan larutan baku sekunder, maka perlu ditentukan dahulu konsentrasinya. Pada titrasi ini untuk titik akhir titrasi digunakan indikator metil merah dengan trayek pH 4,2-6,2.

3. Ekstraksi Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Proses ekstraksi dikenal dua cara yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi padat-cair satu atau beberapa komponen yang dapat larut dipisahkan dari bahan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair merupakan suatu cara untuk mengambil suatu zat yang terlarut dalam campuran cairan dengan menggunakan pelarut cair dimana pelarut yang digunakan tidak ikut larut. Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan tahap-tahap berikut ini: 1) Mencampur bahan ekstraksi dengan bantuan pelarut dan membiarkan saling berkontak. 2) Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, kebanyakan dengan cara penjernihan atau filtrasi. 3) Mengisolasi ekstrak darii larutan ekstrak dan mendapatkan kembali pelarut, umumnya dilakukan dengan menguapkan pelarut.

4) Seringkali diperlukan tahap-tahap lainnya. Pada ekstraksi padat-cair misalnya dapat dilakukan pra pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau pengolahan lebih lanjut dari rafinat dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa pelarut.

4. Pelarut dan jenisnya Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: a. Selektifitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan bukan komponen-komponen lain darii bahan ekstraksi. b. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar sehingga pelarut lebih sedikit digunakan. c. Kemampuan tidak saling bercampur Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh larut dalam bahan ekstraksi. d. Kerapatan Terutama pada ekstraksi cair-cair sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. e. Reaktivitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkabn perubahan secara kimia pada komponenkomponen bahan ekstraksi. f. Titik didih Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat. g. Kriteria yang lain Pelarut sedapat mungkin harus:

Murah Tersedia dalam jumlah besar Tidak beracun Tidak mudah terbakar Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara

Tidak korosif Tidak emulsi menyebabkan terbentuknya

Memiliki viskositas yang rendah Stabil secara kimiawi dan termis

Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi persyaratan di atas, maka untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Ada beberapa pelarut yang dapat digunakan dalam ekstraksi nikotin dari sampel tembakau, namun pada percobaan ini digunakan pelarut alkohol saja.

Etanol Etanol (etil alkohol) mungkin dikenal orang sejak awal peradaban manusia. Secara tidak sengaja bahan ini dihasilkan dari peragian spontan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat dan berangsur-angsur orang berusaha mengendalikan peragian tersebut sehingga diproleh miniman alkohol. Alkohol ini mempunyai titik didih 78,6oC. Alkohol ini dikenal dalam berbagai tingkat kemurnian, yaitu: Alkohol teknis, dipergunakan untuk industri dan pelarut sebagai bahan bakar ataupun diolah kembali menjadi bahan lain. Spritus, bahan ini merupakan alkohol terdenaturasi yang diberi warna, umumnya digunakan untuk pemanasan dan penerangan. Alkohol murni, alkohol yang lebih murni digunakan terutama untuk kebutuhan farmasi, minuman keras dan kosmetika. Alkohol absolute atau alkohol anhidrat. Tidak mengandung air sama sekli dan digunakan untuk kepentingan farmasi.

5. Analisa volumetri Analisa volumetri merupakan salah satu bagian utama dari kimia analitik yang bertujuan untuk menganalisa mengenai pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui yang diperlukan untuk bereaksi secara analitik. a. Klasifikasi Analisa Volumetri Sesuai dengan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan suatu titrasi maka analisa volumetri dikelompokkan dalam 4 (empat) jenis, yaitu: 1) Metode Netralisasi (Asam-Basa) Yaitu suatu titrasii berdasarkan atas reaksi antara asam dan basa. Metode ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: Acidimetri yaitu untuk menentukan banyaknya suatu asam dalam suatu larutan basa. Alkalimetri yaitu untuk menentukan banyaknya suatu basa dalam larutan asam.

2) Metode Oksidimetri Yaitu titrasi yang didasarkan atas adanya reaksi oksidasi reduksi. Metode ini terbagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu: Permanganometri yaitu titrasi dengan KMnO4 Iodometri yaitu titrasi dengan menggunakan I2 Kromatometri yaitu titrasi dengan menggunakan K2CrO4

3) Metode Pengendapan Metode ini berdasarkan pengendapan garam-garam halogenida dengan AgNO3. 4) Metode Pembentukan Garam Kompleks Berdasarkan reaksi terbentuknya garam-garam kompleks, biasanya menggunakan larutan EDTA (Etilene Diamina Tetra Acetic Acide). Dalam analisa ini penulis menggunakan metode netralisasi yaitu acidimetri dengan menggunakan indikator methyl red (metil merah) untuk mengetahui titik akhir titrasi.

b. Syarat-syarat yang Digunakan dalam Analisa Volumetri Reaksi yang terjadi pada analisa volumetri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu: 1. Reaksi harus berlangsung sesuai persamaan reaksi tertentu. 2. Tidak memiliki reaksi samping. 3. Reaksi harus berlangsung sampai benar-benar lengkap pada titik ekivalen. 4. Beberapa cara harus tersedia untuk menentukan apabila titik ekivalen telah tercapai. 5. Reaksi harus berlangsung cepat.

c. Standarisasi Larutan Reaksi antar titran dan zat terpilih sebagai standar primer herus memenuhi persyaratan analisa volumetri. Larutan standar primer harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: 1. Harus mudah didapat dalam bentuk murni. Pada umumnya jumlah zat pengotor tidak boleh melebihi 0.01% - 0.02%. 2. Zat harus tetap, harus mudah dikeringkan dan bersifat hidroskopis sehingga menyerap air waktu ditimbang. 3. Mempunyai titik ekivalen yang cukup tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Neraca analitik Pipet volume Beaker glass Erlenmeyer Buret Water bath Kaca arloji Corong Batang pengaduk Gelas ukur

Dan bahan-bahan yang digunakan adalah : Tembakau Etanol 98% Aquadest Asam asetat Kloroform NH4OH NaOH 20% HCl 0.01 N Boraks Indikator metil merah

B. Prosedur Kerja 1. Pembuatan larutan pereaksi, yaitu: HCl 0.01 N sebanyak 1000 mL Pipet 0.83 mL HCl 37%, encerkan pada labu ukur 1000 mL dengan aquadest samapai tanda garis. Kocok sampai homogen.

Boraks 0.01 N sebanyak 100 mL Timbang boraks sebanyak 0.1929 g, encerkan pada labu ukur 100 mL dengan aquadest sampai tanda garis. Kocok samapi homogen. Standarisasi larutan HCl 0.01 N Pipet 10 mL boraks ke dalam erlenmeyer, bubuhi 4-5 tetes indikator metil merah. Titrasi dengan larutan HCl 0.01 N hingga berwarna merah jingga. Penetapan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, catat volume HCl yang diperoleh. Larutan NaOH 20% Timbang pelet NaOH sebanyak 20 g dan larutkan menjadi 100 mL dengan aquadest. 2. Pemeriksaan kualitatif nikotin Timbang 1 g sampel tembakau yang sudah dihaluskan. Masukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, tambahkan 20 mL Asam asetat 10% dan 8 mL kloroform. Panaskan di atas penangas air selama 5 menit. Biarkan sebentar agar dingin kemudian saring. Kemudian teliti filtrat tersebut dengan NH4OH. Bila terjadi endapan berwarna coklat agak hitam menunjukkan adanya nikotin. 3. Pemeriksaan kuantitatif nikotin Masukkan 1 g tembakau kering yang sudah dihaluskan (berupa tepung) ke dalam erlenmeyer dan bubuhkan 1 mL larutan NaOH 20% dengan menggunakan pipet volume. Aduk sampai rata dengan batang pengaduk. Tambahkan etanol dan tutup rapat. Kemudian kocok sampai merata dan tekan tutupnya agar tidak melompat. Diamkan selama 2 jam hingga bagian atas jernih.

Kemudian pipet 10 mL cairan jernih (bagian atas) dengan alat penghisap dan pindahkan ke dalam erlenmeyer lain yang bersih. Uapkan pelarutnyya di atas penangas air sampai cairan kira-kira tinggal 2 mL. Tambahkan 10 mL aquadest dan 4-5 tetes indikator metil merah. Titrasi dengan 0.01 N HCl dimana warna hijau kekuningan berubah menjadi merah muda.

1 mL HCl 0.01 N ~ 1.6223 mg nikotin

Adapun skema ekstraksi nikotin dari sampel tembakau adalah seperti gambar 3.1 berikut ini: Tembakau Kering

Penghalusan

Penimbangan

Pelarutan

Larutan NaOH 20%

Pengekstraksian

Larutan Etanol

Pengendapan

Pemipetan

Penguapan

Aquadest

Penitrasian dengan HCl 0.01 N

Indikator Metil merah

C. Perhitungan Pembuatan Larutan Pereaksi 1. Larutan Boraks 0,01 N Sebanyak 100 mL Berat Boraks = N x V x BE = 0.01 N x 0.1 L x 190 g/mol = 0.19 g 2. Larutan HCl 0,01 N Sebanyak 1000 mL N HCl 37% =

= 12.0630 N

V1 N1

V2N2

1000 mL x 0.01 N= V2 x 12.0630 N V2 = 0.8290 mL

3. Standarisasi Larutan HCl 0,01 N Volume HCl 0.01 N yang dipakai: V1 = 8.60 mL; V2 = 8.50 mL; V3 = 8.45 mL __ V = 8.52 mL

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Dari penelitian yang dilaksanakan, maka diperoleh data hasil penelitian sebagai berikut: 1. Sampel yang digunakan Tembakau kering berwarna coklat (bahan baku rokok gulung) Tembakau kering berwarna kuning (bahan campuran sirih) 2. Pelarut yang digunakan Etanol 98% 3. Hasil pengamatan volume titrasi HCl 0.0119N dengan menggunakan pelarut etanol untuk sampel tembakau berwarna coklat (bahan baku rokok): Tabel 4.1. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 10 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 10 10 10 V Titran HCl 0.0119N (mL) 14.50 14.52 14.55 V Rata-rata (mL) 14.52

Tabel 4.2. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 15 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 15 15 15 V Titran HCl 0.0119N (mL) 20.35 20.37 20.39 V Rata-rata (mL) 20.37

Tabel 4.3. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 20 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 20 20 20 V Titran HCl 0.0119N (mL) 35.34 35.36 35.38 V Rata-rata (mL) 35.36

Tabel 4.4. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 25 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 25 25 25 V Titran HCl 0.0119N (mL) 35.25 35.26 35.27 V Rata-rata (mL) 35.26

Tabel 4.5. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 30 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 30 30 30 V Titran HCl 0.0119N (mL) 35.16 35.16 35.16 V Rata-rata (mL) 35.16

4. Hasil pengamatan volume titrasi HCl 0.0119N dengan menggunakan pelarut etanol untuk sampel tembakau berwarna kuning (bahan campuran sirih): Tabel 4.6. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 10 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 10 10 10 V Titran HCl 0.0119N (mL) 14.50 14.52 14.55 V Rata-rata (mL) 20.52

Tabel 4.7. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 15 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 15 15 15 V Titran HCl 0.0119N (mL) 20.35 20.37 20.39 V Rata-rata (mL) 29.32

Tabel 4.8. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 20 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 20 20 20 V Titran HCl 0.0119N (mL) 40.45 40.47 40.49 V Rata-rata (mL) 40.47

Tabel 4.9. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 25 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 25 25 25 V Titran HCl 0.0119N (mL) 40.34 40.36 40.38 V Rata-rata (mL) 40.36

Tabel 4.10. Data pengamatan volume titrasi HCl 0.0119 N untuk pelarut Etanol 30 mL Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 V Etanol (mL) 30 30 30 V Titran HCl 0.0119N (mL) 40.22 40.24 40.26 V Rata-rata (mL) 40.24

B. Pembahasan Untuk menghitung kandungan nikotin dalam sampel tembakau digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: X = kadar nikotin (%) V = Volume HCl 0.0119 N (mL) N = Normalitas HCl G = Berat sampel (g) 1 mL HCl 0.01 N ~ 1.6223 mg nikotin Sedangkan untuk menghitung kadar nikotin yang terdapat dalam tembakau digunakan rumus:

Keterangan: B = berat nikotin (g) X = Kadar nikotin (%)

1. Pada percobaan ekstraksi nikotin pada sampel tembakau coklat (bahan baku rokok) dengan menggunakan Etanol 10 ml adalah:

X = 2.78%

2. Untuk menghitung kadar nikotin yang terdapat sampel tembakau coklat (bahan baku rokok) adalah :

Dengan cara yang sama, maka diperoleh kadar nikotin untuk percobaan selanjutnya sebagai berikut: a. Untuk sampel tembakau kering berwarna coklat (bahan baku rokok) Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 V Etanol V rata-rata Titran Kadar Kadar Kadar (mL) HCl 0.0119 N Nikotin Nikotin Rata-rata (mL) (%) (g) (%) 10 14.52 2.78 0.0278 15 20.37 3.91 0.0391 5.4 20 35.36 6.79 0.0679 25 35.26 6.77 0.0677 30 35.16 6.75 0.0675

b. Untuk sampel tembakau kering berwarna kuning (bahan campuran sirih) Berat sampel (g) 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 V Etanol V rata-rata Titran Kadar Kadar Kadar (mL) HCl 0.0119 N Nikotin Nikotin Rata-rata (mL) (%) (g) (%) 10 20.52 3.94 0.0394 15 29.32 5.63 0.0563 6.54 20 40.47 7.77 0.0777 25 40.36 7.75 0.0775 30 40.24 7.73 0.0773

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ekstraksi nikotin, maka diperoleh kesimpulan bahwa: Pada sampel tembakau kering berwarna coklat diperoleh rata-rata kadar nikotin sebesar 5.4%. Pada sampel tembakau kering berwarna kuning diperoleh rata-rata kadar nikotin sebesar 6.54%. Kadar nikotin tertinggi diperoleh pada penambahan pelarut etanol sebanyak 20 mL pada setiap sampel tembakau. Kadar nikotin tertinggi terdapat pada tembakau kering berwarna coklat yang sering dikonsumsi masyarakat untuk bahan campuran tembakau.

B. Saran Diharapkan di masa yang akan datang dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jenis pelarut yang berbeda dengan volume yang bervariasi pula untuk memperoleh pelarut yang terbaik untuk menghasilkan kadar nikotin tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Achmad dan Soedarmanto, (1982), Budidaya Tembakau, CV. Yasaguna, Jakarta.

Fessenden, (1995), Kimia Organik (II), Erlangga, Jakarta.

Sudarmadji, Slamet, (1984), Prosedur analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian (III), Liberti, Yogyakarta.

Warren L. Mc. Cabe, (1999), Operasi Teknik Kimia (II), Erlangga, Jakarta.

You might also like