You are on page 1of 30

LATAR BELAKANG Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion

parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Auerbachi. 90% kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Hal ini diakibatkan oleh karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk membentuk sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993; Fonkalsrud,1997). Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien seperti terjadinya enterokolitis, perforasi usus serta sepsis yang dapat menyebabkan kematian. Diagnosis kelainan ini dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Rontgen dengan enema barium, pemeriksaan histokimia, pemeriksaan manometri serta pemeriksaan patologi anatomi. Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung terlihat pada neonatus cukup bulan dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang lebih dari 24 jam yang kemudian diikuti dengan kembung dan muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut yang kembung hebat, gambaran usus pada dinding abdomen dan bila dilakukan pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar menyemprot dan gejala tersebut akan segera hilang (Teitelbaum, 2003; Swenson, 1990).

ANALISIS KASUS Barry, 6 bulan, BB 5,1 kg (BB sebelumnya 5,5 kg) dibawa ibunya ke unit gawat darurat karena sulit buang air besar dan muntah-muntah. Menurut ibunya selama ini anak belum diberi makanan lain selain ASI, sehingga ibunya merasa bingung mengapa anaknya bias seperti ini. Sebenarnya anak ini mengalami sulit bab sudah berlangsung sejak lama, bahkan menurut ibunya saat anak ini dilahirkan mekonium beru keluar setelah 2 hari dan itu pun sedikit-sedikit. Selama ini setiap bab selalu dirangsang pencahar dan feses yang keluar kadang-kadang mencret kadang-kadang sedikit-sedikit dengan bentuk gepeng seperti pita. Pada pemeriksaan didapatkan distensi abdomen (+), pada foto abdomen tampak bayangan colon yang membesar (megacolon) pada colon decenden. Pada pemeriksaan darah didapatkan K=3 mEq/L, Na=130 mEq/L, HCO3= 15 mEq/L. klien direncanakan untuk pembedahan korektif dan membicarakannya dengan ibu klien. Ibu klien tampak gelisah, setiapperawat atau dokter mendekati anaknya ia selalu melontarkan pertanyaan yang sama walaupun sudah dijelaskan berkali-kali, sehingga memancing kejengkelan. Pada kali kesekian ibu klien bertanya lagi dan marahlah perawat padanya.

Step 1 : 1. Mekonium ( Tiara A.) : Tinja janin yang pertama (Silvia) 2. Pembedahan korektif (Tiara T.) : pembedahan pada bayi bila terdapat kelainan (Silvia) 3. Colon decenden (Sarah) : usus besar bagian bawah (Melva) 4. Pencahar (Susi) LO 5. Distensi abdomen (Triandini) : Ketegangan pada perut

Step 2 : 1. Diagnosa medis (Tiara T.) 2. Nilai normal pemeriksaan darah (Sarah) 3. Manifestasi penyakit selain di kasus (Susi) 4. Peran perawat/cara memberikan HE (Melva) 5. Aplikasi salah satu aspek legal etis (Triandini) 6. Pemeriksaan diagnostic (Sri Handini) 7. Efek smping pencahar (Tiara R.) 8. Tindakan pre, intra, post pembedahan korektif (Tiara A.) 9. Kriteria mekonium normal (Silvia) 10. Komplikasi penyakit (Siti Annisa) 11. Factor yang mempengaruhi (Tamy) 12. Anatomi fisiologi usus (Sella) 13. Penatalaksanaan medis (Tiara T.) 14. Diagnose banding (Siti Annisa) 15. Tujuan pemeriksaan darah (Melva) 16. Kandungan ASI yang memperberat penyakit (Silvia)

17. Kenapa BB turun sedangkan bab tidak lancar (Tiara R.) 18. Nutrisi untuk klien (Susi) 19. Kemungkinan sembuh tanpa operasi (Tiara R.) 20. Etiologi (Melva) 21. Prevelensi di Indonesia (Tiara R.) 22. Konsep penyakit

Step 3 1. Hirsprung 4. Mencoba memberikan HE pada anggota keluarga lain agar kecemasan ibu berkurang, dari adanya dukungan keluarg 5. Inform concern : segala sesuatu tindakan keperawatan adalah untuk kebaikan 6. endoscopy, biopsy feses (Sella, Melva) 10. Infeksi usus, kanker usus (Tiara R.), obstruksi usus 11. Kongenital 14. konstipasi 16. tidak ada hubungan dengan ASI (Melva) 17. Ada muntah, makanan tidak dapat dicerna dengan baik, penumpukan makanan di colon 18. masih ASI, kalau kurang protein parental 19. harus di operasi karena congenital 3. feses hitam, keras, perut buncit, mekonium terlambat (n= 24-28 jam) 9. kental, hijau 12. asenden, transenden, dan desenden

Step 4

Congenital (gangguan pembentukan saraf pada masa embrio ; 1-3 bln)

Saraf yg membantu ger. Peristaltic & saraf spinkter interna terganggu

Spinkter tidak berelaksasi, aperistaltik

Mekonium terlambat

Feses tertahan di colon

Gangguan eliminasi

megacolon

Distensi abdomen

Step 5 1. Step 1 : no. 4 2. Step 2 : no. 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 20, 21, 22 3. Patofisiologi (Melva) dan Askep (Salas)

Step 7

Anatomi Fisiologi Usus Besar Usus besar terdiri dari :


Kolon asendens (kanan) Kolon transversum Kolon desendens (kiri) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

Usus Besar Usus besar atau disebut juga sebagai kolon adalah sambungan dari usus halus yang dimulai dari katup ileokolik atau ileosaekal yang merupakan tempat lewatnya makanan. Usus besar memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi atas asenden, transversum, desenden, dan sigmoid, dan berakhir di rektum yang panjangnya kira--kira 10 em dari usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Tempat kolon asenden membentuk belokan tajam di abdomen atas bagian bagian kanan disebut fleksura hepatis, sedangkan terrapat knlor transversum membentuk belokan tajam di abdomen atau bagian kiri

disebut fleksura lienalis.

Fungsi utama usus besar adalah mengabsorpsi air (kurang Iebih 90%), elektrolit, vitamin dan sedikit glukosa. Kapasitas ansorbsi air kurang lebih 5000 cc/hari, kemudian flora yang terdapat dalam usus besar berfungsi untuk menyintesis vitamin

Anatomi Anorektal Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior (Yamada,1999; Shafik,2000). Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum keduni luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan (Shafik,2000) .

Gambar 1. Diagram rektum dan saluran anal

Persyarafan

motorik spinkter

ani

interna

berasal dari serabut syaraf

simpatis

(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis) (Yamada,2000; Shafik,2000; Wexner dkk,2000; Neto dkk,2000). Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. 2. 3. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut. (Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990)

Fungsi Saluran Anal Pubo-rectal sling dan tonus spinkter ani eksterna bertanggung jawab atas penutupan saluran anal ketika istirahat. Jika ada peristaltik yang kuat, akan menimbulkan regangan pada sleeve and sling. Untuk menghambat gerakan peristaltik tersebut ( seperti mencegah flatus ) maka diperlukan kontraksi spinkter eksterna dan sling yang kuat secara sadar. Sleeve and sling dapat membedakan antara gas, benda padat, benda cair, maupun gabungan, serta dapat mengeluarkan salah satu tanpa mengeluarkan yang lain (Yamada,1999; Shafik,2000; Wexner,2000). Defekasi dan kontinensia adalah mekanisme yang saling terkait erat. Kontinensia adalah kegiatan pengeluaran isi rektum secara terkontrol pada wakru dan tempat yang diinginkan. Koordinasi pengeluaran isi rektum sangat kompleks, namun dapat dikelompokkan atas 4 tahapan: Tahap I. Tahap awal ini adalah berupa propulsi isi kolon yang lebih proksimal ke rektum, seiring dengan frekwensi peristaltik kolon dan sigmoid (2-3 kali/hari) serta refleks gastrokolik.

Tahap II. Tahap ini disebut sampling reflex atau rectal-anal inhibitory reflex, yakni upaya anorektal mengenali isi rektum dan merelaksasi spinkter ani interna secara involunter. Tahap III. Tahap ini berupa relaksasi spinkter ani eksternal secara involunter. Relaksasi yang terjadi bukanlah relaksasi aktif, melainkan relaksasi akibat kegagalan kontraksi spinkter itu sendiri. Tahap IV. Tahap terakhir ini berupa peninggian tekanan intra abdominal secara volunter dengan menggunakan diafragma dan otot dinding perut, hingga defekasi dapat terjadi (Fonkalsrud,1997). (Salas, Tiara A.)

Konsep Penyakit Definisi Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer, 2000). (Tamy)

Etiologi Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderung sembelit terus-menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat mendorong kotoran keluar dari anus dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-

otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. (Sri Handini) Klasifikasi Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu: a. Penyakit hirschprung segmen pendek Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan b. Penyakit Hirschprung segmen panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki maupun perempuan.

Hirschprung Disease diklasifikasikan berdasarkan keluasan segmen agangliosinosisnya, yaitu: 1. Hirschprung disesase (HD) klasik (75%), segmen aganglionik tidak melewati bagian atas segmen sigmoid. 2. Long segment HD (20%) 3. Total colonic aganglionosis (3-12%) Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu: 1. Total intestinal aganglionosis 2. Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus (Yoshida, 2004). (Susi, Salas)

Manifestasi Klinis Penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis mulai terlihat : (1). Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman

komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,1993; Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990). bayi yang baru lahir : segera setelah lahir, bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir) diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir perut menggembung Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. diare encer (pada bayi baru lahir) berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi pertumbuhan malabsorbsi.( Tampak malas mengkonsumsi cairan) (II). Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi. Pada anak : Failure to thrive (gagal tumbuh) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) Rektum yang kosong melalui perbaan jari tangan Kolon yang teraba Hipoalbuminemia . Adanya masa difecal dapat dipalpasi . Konstipasi . Tinja seperti pita dan berbau busuk (Silvia, Salas) Kriteria Mekonium Normal

Warna Kuning

Warna kuning diindikasikan sebagai feses yang normal. Warna kuning timbul dari proses pencernaan lemak yang dibantu oleh cairan empedu. Cairan empedu dibuat di dalam hati dan disimpan beberapa waktu di dalam kandung empedu sampai saatnya dikeluarkan. Bila di dalam usus terdapat lemak yang berasal dari makanan, kandung empedu akan berkontraksi (mengecilkan ukurannya) untuk memeras cairannya keluar. Cairan empedu ini akan memecah lemak menjadi zat yang dapat diserap usus. Sedangkan bila yang diminum susu formula, atau ASI dicampur susu formula, warna feses akan menjadi lebih gelap, seperti kuning tua, agak cokelat, cokelat tua, kuning kecoklatan atau cokelat kehijauan. Hijau

Feses berwarna hijau juga termasuk kategori normal. Meskipun begitu, warna ini tidak boleh terus-menerus muncul. Bentuk Feses bayi di dua hari pertama setelah persalinan biasanya berbentuk seperti ter atau aspal lembek. Zat buangan ini berasal dari pencernaan bayi yang dibawa dari kandungan. Setelah itu, feses bayi bisa bergumpal-gumpal seperti jeli, padat, berbiji/seeded dan bisa juga berupa cairan. (Sella, Sarah) Faktor yang Mempengaruhi 1. Jenis Kelamin

Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi, segmen aganglionik yang panjang sering ditemukan pada pasien perempuan. 2. Umur

Saat ini, sekitar 90% pasien dengan penyakit hirschsprung telah dapat didiagnosis pada masa perinatal. (Susi)

Patofisiologi

Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit

Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas : 1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi; 2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi; 3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993). Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid (Kartono,1993, Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990). Pemeriksaan patologi anatomi Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa (Meissner). Disamping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut syaraf (parasimpatis). Akurasi pemeriksaan akan semakin tinggi jika menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada serabut syaraf parasimpatis, dibandingkan dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin eosin. Disamping memakai asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-100, metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan interpretasi yang berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Cilley dkk,2001). Swenson pada tahun 1955 mempelopori pemeriksaan histopatologi dengan eksisi seluruh tebal dinding otot rektum, untuk mendapatkan gambaran pleksus mienterik. Secara tekhnis, metode ini sulit dilakukan sebab memerlukan anastesi umum, dapat menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan ikat yang mempersulit tindakan bedah definitif. Noblett tahun 1969 mempelopori tekhnik biopsi hisap dengan

menggunakan alat khusus, untuk mendapatkan jaringan mukosa dan sub-mukosa sehingga dapat melihat keberadaan pleksus Meissner. Metode ini kini telah menggantikan metode biopsi eksisi sebab tidak memerlukan anastesi dan akurasi pemeriksaan mencapai 100% (Junis dkk, Andrassy dkk). Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat : 2,3,dan 5 cm proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, barulah dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya, Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan komplikasi (Kartono,1993; Swenson dkk,1990; Swenson,2002). Manometri anorektal Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000). Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah : 1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi; 2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik; 3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000). Biopsi otot rectum : Yaitu pengambilan lapisan otot rektum Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 ) Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 ) Pemeriksaan colok anus Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan. (Tamy, Tiara A.)

Nilai Normal Pemeriksaan Darah Nilai normal Na sekitar 135-145 mEq/ L (mmol/L) Nilai normal Kalium sekitar 3,5 5 mEq/L Nilai normal HCO3 sekitar 25 29 mEq/ L (mmol/L) (Triandini) Tujuan Pemeriksaan Darah a. Sodium (Natrium/ Na+) Adalah elektrolit paling banyak terdapat pada cairan ekstraseluler. Natrium berfungsi mempertahankan keseimbangan air, pengatur utama volume cairan ekstraseluler, mempengaruhi volume cairan intraseluler, sebagai hantaran impuls saraf dan kontraksi otot, sebagai dasar elektrolit pada pompa Natrium Kalium. Natrium diatur oleh intake garam, aldosteron dan pengeluaran urin. Nilai normal sekitar 135-145 mEq/ L (mmol/L). Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.

b. Potassium (Kalium) Adalah kation yang paling banyak pada intraseluler Kalium berfungsi sebagai pengatur aktivitas enzim sel dan komponen dari cairan sel. Berperan vital pada proses transmisi dari impuls listrik dan kontraksi syaraf, jantung, otot, intestinal, dan jaringan paru; metabolisme protein dan karbohidrat.Membantu pada pengaturan keseimbangan asam basa karena ion K dapat diubah menjadi ion hydrogen. Pengaturan ion K oleh pompa Natrium, sekresi aldosteron merangsang ekskresi K dalam urin. Nilai normal Kalium sekitar 3,5 5 mEq/L. Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat

berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. c.Bikarbonat Bikarbonat merupakan molekul anion. Berfungsi pada keseimbangan asam basa. Di atur oleh ginjal. Nilai normal sekitar 25 29 mEq/ L (mmol/L). (Silvia)

Diagnosa Banding 1. Meconium plug syndrome Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirscprung pada neonatus, tapi setelah colok dubur dan mekonium bisa keluar, defekasi selanjutnya normal. 2. Akalasia recti Keadaan dimana sfingter tidak bisa relaksasi sehingga gejalanya mirip dengan Hirschprung tetapi pada pemeriksaan mikroskopis tampak adanya ganglion Meissner dan Aurbach. 3. Konstipasi psikogenik Pada anak-anak berusia 4-5 tahun dimana mereka malas defekasi (sering 1 minggu sekali) sehingga perut tampak kembung dan pertumbuhan tubuh buruk. Biasanya pada anak-anak ini ada sebabnya, misalnya ketakutan, tidak puas, merasa terasing, dan lain-lain. (Siti Annisa, Melva) Komplikasi Penyakit Enterokolitis nekrotikans Pneumatosis usus Abses perikolon Perforasi Septikemia Obstruksi usus Konstipasi Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ) (Tiara A., Tiara T., Tiara R.)

Penatalaksanaan Medis Pembedahan: Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan). Konservatif Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara. Tindakan bedah sementara Hal ini dilakukan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal. (Tiara R., Melva) Pencahar Pencahar perangsang secara langsung merangsang dinding usus besar untuk berkontraksi dan mengeluarkan isinya. Obat ini mengandung substansi yang dapat mengiritasi seperti senna, kaskara, fenolftalein, bisakodil atau minyak kastor. Obat ini bekerja setelah 6-8 jam dan menghasilkan tinja setengah padat, tapi sering menyebabkan kram perut. Dalam bentuk supositoria (obat yang dimasukkan melalui lubang dubur), akan bekerja setelah 15-60 menit. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada usus besar, juga seseorang bisa menjadi tergantung pada obat ini sehingga usus menjadi malas berkontraksi (Lazy Bowel Syndromes). Pencahar ini sering digunakan untuk mengosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan untuk mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat yang memperlambat kontraksi usus besar (misalnya narkotik). (Siti Annisa) Efek Samping Pencahar Rasa tidak enak pada perut, diare, kelemahan, muntah, lemas, kehilangan elektrolit, penurunan fungsi usus, dan kelainan lainnya. (Sarah, Sri Handini)

Tindakan Pra, Intra, dan Post Pembedahan Korektif Perencanaan Tujuan efisien. Tingkat Perencanaan : - Perencanaan Strategis - Perencanaan Taktis - Perencanaan Operasional Perencanaan Strategis : - Berkaitan dengan keseluruhan tujuan perusahaan - Bersifat jangka panjang (beberapa tahun) - Menjadi tanggungjawab manajemen senior. - Melibatkan manajer DP, dan Manajer Operasi harus mengetahuinya. : Mendiskripsikan jenis rencana supaya operasi berjalan

Manajer Operasi harus : - Berpartisipasi dalam perencanaan jangka panjang - Mempunyai waktu yang cukup untuk menjaga keuptodate-nya dengan pengembangan teknis. - Menyepakati rencana jangka menengah ( 1 - 5 tahun dengan manajer DP) Perencanaan Taktis : - Berkaitan dengan penggunaan sumber daya secara efektif guna mencapai rencana strategis. - Bersifat jangka menengah ( beberapa bulan ) - Menjadi tanggung jawab manajemen menengah. Manejer Operasi harus : - Bekerja sama dengan supervisor untuk membahas rencana jangka menengah. - Menyepakatinya

Supervisor harus : - Berpartisipasi - Menjaga pemutakhiran rencana tersebut - Berkonsultasi mengenai design sistem - Meninjau pemasok dan produknya Perencanaan. Operasional : - Berkaitan dengan pelaksanaan tugas tertentu yang ditetapkan oleh rencana taktis. - Bersifat jangka pendek (mingguan/harian) - Menjadi tanggung jawab menajemen yunior (supervisor) untuk 1 - 13 minggu dalam area masingmasing.

Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang biasanya membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya, penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat colostomy dan ketika anak bertum buh dan memiliki berat lebih dari 10 kg, operasi definitif dapat dilakukan. Standar penatalaksanaan ini dikembangkan pada tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan tanpa membuat colostomy semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur tunggal ini adalah dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi, malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat. Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsi frozen-section. Baik loop atau end-stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah. Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil

yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting. Prosedur Swenson 1. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk menangani penyakit Hirschsprung 2. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal Prosedur Duhamel 1. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson 2. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan 3. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa Prosedur Soave 1. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum aganglionik. 2. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus. Myomectomy anorectal 1. Untuk anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang sedikit bagian midline posterior rektal merupakan alternatif operasi lainnya 2. Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektal ekstramukosal yang bermula sekitar proksimal garis dentate. 3. Mukosa dan submukosa dipertahankan dan ditutup. Pendekatan laparaskopik sebagai penatalaksanaan penyakit Hirschsprung pertama kali dideskripsikan pada tahun 1999 oleh Georgeson. Zona transisi ditentukan awalnya ditentukan secara laparaskopik, diikuti dengan mobilisasi rektum dibawah peritoneal. Mukosa transanal

diseksi dilakukan, diikuti dengan mengeluarkan rektum melalui anus dan anastomosis. Hasil fungsional sepertinya sama dengan teknik terbuka berdasarkan hasil jangka pendek. (Silvia, Susi, Melva)

Prevelensi di Indonesia Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta (Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk,1990). (Silvia)

Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Hirsprung PENGKAJIAN a. Pengumpulan Data Data biografi Nama Umur : Barry :6 bulan

Jenis kelamin :Laki-laki Anamnesa Keluhan utama : sulit buang air besar

Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarang : klien sulit buang air besar dan muntah-muntah, selama ini selama bab selalu dirangsang pencahar dengan feses yg kadang mencret kadang keluar sedikit-sedikit dengan bentuk gepeng seperti pita. Riwayat Kehamilan dan Persalinan a. Prenatal :b. Natal :c. Post Natal saat dilahirkan mekonium baru keluar setelah 2 hari dan sedikit-sedikit d. Neonatus Riwayat kesehatan dulu : BB sebelumnya 5,5 kg

Riwayat kesehatan keluarga :-

b.

Pola-pola fungsi kesehatan Pola nutrisi dan metabolisme

: klien mengalami muntah maka status nutrisi dan metabolisme mengalami gangguan

Pola eliminasi Pola tidur dan istirahat Pola hubungan dan peran

: klien mengalami sulit buang air besar, :: ibu klien merasa cemas pada keadaan anaknya

c. Pemeriksaan fisik Inspeksi : colon yang membesar, megacolon Auskultasi : Palpasi : terdapat distensi abdomen (+) Perkusi :d. Pemeriksaan diagnostic a. Foto abdomen : tampak bayangan colon yang membesar (megacolon) pada colon decenden b. Pemeriksaan darah : K = 3 mEq/L, Na = 130 mEq/L, dan HCO3 = 15 mEq/L e. Psikoso-sosio-spiritual-cultural : Psikologis

Stres emosional Dilakukan perencanaan pembedahan korektif membuat ibu klien cemas, hal tersebut dapat mempengaruhi klien yang masih bayi. Konsep Diri Hubungan Sosial Tidak teridentifikasi. Copping Pattern Tidak teridentifikasi. Mengingat klien masih bayi, namun ibu klien menujukkan kecemasan melihat keadaan anaknya, ia tampak gelisah saat perawat atau dokter mendekati anaknya dan terus melontarkan pertanyaan yang sama.

ANALISA DATA Data subjektif: 1. Klien sulit buang air besar dan muntah-muntah 2. Menurut ibunya, saat dilahirkan , mekonium baru keluar setelah 2 hari 3. Setiap bab selalu dirangsang pencahar dan feses yang keluar kadang mencret kadang berbentuk gepeng seperti pita Data objektif: 1. Pada pemeriksaan didapat distensi abdomen (+) 2. Foto abdomen menunjukkan bayangan colon yang membesar (megacolon) pada colon decenden 3. Pemeriksaan darah menunjukan: K = 3 mEq/L, Na = 130 mEq/L, dan HCO3 = 15 mEq/L 4. Berat badan klien turun 5. Ibu klien terlihat gelisah

Data menyimpang Ds: klien muntah-muntah Do: -Pemeriksaan darah menunjukan: K = 3 mEq/L, Na = 130 mEq/L, dan HCO3 = 15 mEq/L (kurang dari normal) - distensi abdomen (+)

Ds: Do: Berat badan klien turun

Ds: Do: Ibu klien terlihat gelisah

Ds: Do:-

etiologi Feses terkumpul di usus Obstruksi Segmen proksimal dilatasi distensi abdomen menekan lambung menekan saraf muntah refluks muntah K, Na, HCO3 Gangguan cairan dan elektrolit Feses terkumpul di usus Obstruksi Segmen proksimal dilatasi distensi abdomen menekan lambung parasimpatis menekan pusat lapar anoreksia BB Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Feses terkumpul di usus Obstruksi Segmen proksimal dilatasi perencanaan pembedahan korektif ansietas Feses terkumpul di usus Obstruksi Hospitalisasi Efek hospitalisasi resiko gangguan tumbuh kembang

masalah Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ; kurang

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Ansietas

Resiko gangguan tumbuh kembang

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit ; kurang berhubungan dengan muntah Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan berat badan klien menurun. 3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prognosis penyakit dan rencana pembedahan ditandai dengan ibu klien yang Nampak gelisah dan selalu melontarkan pertnyaan yang sama walaupun sudah dijelaskan berkali-kali 4. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi dan prognosis penyakit

Diagnosa Keperawatan Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit;kurang b.d muntah

Tujuan

Intervensi

Rasional

Gangguan kebutuhan nutrisi ;kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan anoreksia ditandai dengan BB klien menurun dan muntah

Klien memiliki a. Observasi tanda a. Dengan keseimbangan cairan dan gejala mengetahui tanda elektrolit, dan asamhipokalemia hipokalemia, basa dalam waktu 48 (vertigo, perawat dapat jam. hipotensi menentukan ariotmia, mual, langkah Kriteria Hasil: muntah, diare, selanjutnya. Klien menjelaskan distensi abdomen, diet yang sesuai penurunan untuk peristaltis). mempertahankan b. Catat asupan dan b. Poliuria dapat kadar kalium dalam haluaran. menyebabkan batas normal. pengeluaran kalium secara berlebihan. Gangguan a. Monitor perubahan Menjadi data fokus pemenuhan status nutrisi antara untuk menentukan kebutuhan nutrisi lain turgor kulit, rencana selanjutnya teratasi,dengan asupan Kriteria hasil: Intake nutrisi klien Dilakukan sesuai b. Lakukan meningkat, muntah dengan kondisi klien. pemberian nutrisi tidak ada. parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan c. Timbang berat badan setiap hari Untuk mengetahui peningkatan berat badan klien dan rencana tindakan selanjutnya

d. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.

Untuk mengetahui jumlah nutrisi yang dibutuhkan klien yang dikondisikan dengan umur dan berat badan klien

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prognosis penyakit dan rencana pembedahan ditandai dengan ibu klien yang Nampak gelisah dan selalu melontarkan pertnyaan yang sama walaupun sudah dijelaskan berkali-kali

ibu klien dapat menunjukkan rileks , menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat menerimanya, serta tidak berulang kali menanyakan tentang penyakit anaknya.

1. Catat petunjuk perilaku yang menunjukkan ansietas 2. Dorong untuk menyatak perasaan dan berika umpan balik

1. Indicator derajat ansietas

2. Membantu hubungan terapeutik. Membantu si ibu (orang terdekat klien) mengidentifikas i masalah yang menyebabkan stress 3. Keterlibatan si ibu (orang terdekat klien) dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas Menunjang kebutuhan nutrisi pada masa pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan daya tahan tubuh. Sebagai monitor terhadap keadaan pertumbuhan dan keadaan gizi pasien selama dirawat. Menurunkan tingkat kecemasan anak, sehingga tindakan medis dan tindakan keperwatan bisa dilakukan dengan baik

3. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang penyakit si anak dan apa yang harus dilakukan

Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi dan prognosis penyakit

Pertumbuhan dan perembangan dapat mengikuti kurca tumbuh kembang sesuai dengan usia. Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sesuia dengan usia, pasien terbebas dari isolasi social.

a. Sediakan kebutuhan nutrisi adekuat.

b. Monitor BB/TB, buat catatan khusus sebagai monitor.

c. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan.

d. lakukan observasi Dilakukan agar dapat tumbuh kembang pasien diberi tindakan anak sesuai dengan lainnya usia e. Berikan stimulasi tumbuh kembang, sesuai kondisi dan usia anak. Menghindari gangguan tumbuh kembang yang mungkin terjadi

KESIMPULAN

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi 3 Kg, lebih banyak laki laki dari padaaterm dengan berat lahir perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit hirschsprung itu sendiri adalah kelaian congenital yang menyebabkan obstruksi usus sehingga sulit untuk mengeluarkan feses. Masalah keperawatan yang dapat diambil dari klien dengan Hirsprung ini adalah gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, ansietas, dan resiko gangguan tumbuh kembang anak.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9. Jakarta: EGC.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke6. Jakarta: EGC.

Robins, Stanley dan Kumar, vinay. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta:EGC

Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC

http://www.scribd.com/doc/20949986/Penyakit-Hirschprung http://www.medicastore.com/apotik_online/obat_pencernaan/obat_sembelit.html

You might also like