You are on page 1of 50

13

BAB II
MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DAN PEMBELAJARAN BERBANTUAN MULTIMEDIA

1. Belajar dan Mengajar A. Definisi Belajar Menurut Gagne ( Komala R, 2008 ), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman yang merupakan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Bell-Gredler (Tn.2009) mendefinisikan belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Dari definisi tersebut, belajar merupakan proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan sebagai akibat interaksi antar individu dengan lingkungannya. Para ahli mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses. Chaplin (Sobur A, 2009:234) menjelaskan proses itu sebagai Any change in any object or organism, particularly a behavioral or psychological change. Jadi, proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan.

14

Rober (Sobur A, 2009:235) mendefinisikan istilah proses belajar sebagai cara-cara atau langkah-langkah yang memungkinkan timbulnya beberapa perubahan serta tercapainya hasil-hasil tertentu. Dengan demikian, jelas bahwa belajar pada dasarnya bukanlah suatu tujuan atau benda, tetapi merupakan suatu proses kegiatan untuk mencapai tujuan. Pengertian proses di sini lebih merupakan cara mencapai tujuan tersebut. Proses dalam belajar merupakan faktor yang paling penting. Proses sebetulnya menekankan kreativitas. Pada umumnya, proses berkenaan dengan cara belajar berkembang, bagaimana siswa bergaul dengan guru, bagaimana siswa terlibat dalam proses itu (Sobur A, 2009:235).

Soepartinah Pakasi (Sobur A, 2009:235) menguraikan beberapa sifat proses belajar sebagai berikut: 1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungan Dari lingkungannya, si anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan suatu lingkungan belajar yang kaya akan stimulus berarti membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Lagi pula, kesanggupan memilih apa yang ia butuhkan dan perlukan, sesuai dengan minat dan kesanggupannya, membawa anak kearah kesanggupan untuk mengarahkan diri. Dikatakan bahwa lingkungan yang tidak dapat mengadakan stimuli, menghambat perkembangan anak.

15

2. Belajar berarti berbuat Belajar adalah suatu kegiatan. Dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat, banyak hal menjadi jelas. Sebab, dengan berbuat, anak menghayati sesuatu dengan segenap indra dan jiwanya. Konsepkonsep menjadi terang dan dipahami oleh anak, sehingga betul-betul menjadi milik anak. Di sini menjadi jelas arti perlengkapan yang ada di dalam dan di luar kelas. 3. Belajar berarti mengalami Perbuatan menjadi semakin efektif apabila dialami secara berulangulang. Teknik menjadi semakin lancar, konsep makin lama makin terang, dan generalisasi semakin mudah disimpulkan. Belajar adalah pertumbuhan dan pertumbuhan memerlukan waktu dan pengalaman. 4. Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan anak karena adanya dorongan akan kesibukan. Dorongan ini membawa anak ketingkat perkembangan yang dibutuhkan untuk memahami lingkungannya, agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan itu. Nyatalah di sini bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan, suatu kegiatan untuk memenuhi kebutuhan. 5. Belajar memerlukan motivasi Pemenuhan kebutuhan merupakan motivasi untuk melakukan suatu kegiatan. Banyak jenis kebutuhan, antara lain kebutuhan untuk mengetahui dan menyelidiki, kebutuhan untuk memperbaiki prestasi,

16

kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan atas hasil pekerjaan. Hal ini berarti untuk merangsang motivasi, kita hendaknya: (a) merencanakan kegiatan belajar dengan memperhitungkan kebutuhan, minat dan kesanggupan murid; (b) menggunakan perencanaan bersama dengan anak-anak. 6. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak Kesiapan ini merupakan keadaan rohaniah (emosional, intelektual, dan sosial). Dalam keadaan ini, anak merasa siap dan sanggup untuk menerima tugas perkembangan atau pelajaran baru. Kesiapan menyatakan bahwa ia sudah matang, sudah menguasai apa yang diperlukan untuk menerima tugas perkembangan atau pelajaran (pengalaman) baru. Dengan kata lain, ia sudah siap, karena telah menguasai tingkat pelajaran yang diperlukan untuk menerima tingkat berikutnya. Kesiapan ini adalah sarat penting untuk kelancaran jalanya proses belajar. 7. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak Belajar merupakan aktivitas yang membawa anak dari tingkat berpikir kongkrit menjadi tingkat berpikir abstrak. Pada suatu saat dalam perkembangannya, anak harus berpikir sacara abstrak. Apabila menetap pada tingkat kongkrit, proses berpikir anak akan terhambat. Lingkungan hidupnya yang makin meluas, memaksanya

meninggalkan tahap kongkrit itu. Lagi pula, pengertian dan konsep adalah hal-hal yang abstrak. Misalnya, tidak mungkin anak terus

17

menerus memerlukan benda-benda dalam konsepnya tentang bilangan 5. Satu kali bilangan itu harus dilepaskan dari keterikatannya pada benda. Demikian pula dengan pengertian lain. 8. Belajar bersifat integratif Sejak dilahirkan, anak merupakan suatu totalitas dalam

perkembangannya. Secara total, ia mengadakan interaksi dengan lingkungannya dan segala sesuatu mempengaruhinya secara total. Demikian juga dengan hasil-hasil belajarnya. Hasil yang diperolehnya itu tidak ditambahkan pada apa yang telah ada di dalam dirinya. Tidak demikian, pengalaman baru itu dijalinkan dalam rangka pengalaman-pengalaman yang sudah ada padanya, pengertianpengertiannya, kecakapan-kecakapannya, sikapnya, dan tingkah lakunya. Dijalinkan artinya disatukan dengan yang sudah ada sehingga menjadi bagian yang organis dari kepribadianya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Alex Sobur (2009:244) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar anak menjadi dua bagian: 1. Faktor endogen atau disebut juga faktor internal, yakni semua faktor yang berada dalam diri individu. Faktor endogen ini meliputi dua faktor, yaitu: a. Faktor Fisik

18

Faktor fisik ini bisa kita kelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok, antara lain faktor kesehatan. Umpamanya anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Selain faktor kesehatan, ada faktor lain yang penting, yaitu cacat-cacat yang dibawa sejak anak berada dalam kandungan. Keadaan cacat ini juga bisa menghambat keberhasilan seseorang. Misalnya orang tersebut bisu, tuli sejak lahir, atau menderita epilepsy bawaan dan geger otak karena jatuh. Keadaan seperti di atas dapat menjadi hambatan dalam perkembangan anak, sehingga anak mengalami kesulitan untuk bereaksi dan berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya b. Faktor Psikis 1. Faktor inteligensi atau kemampuan Pada dasarnya, manusia itu berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan itu adalah dalam hal kemampuan atau intelegensi. Kenyataan menunjukkan, ada orang yang dikaruniai kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu. Ada juga orang yang kemampuannya kurang sehingga sulit baginya untuk mempelajari sesuatu 2. Faktor perhatian dan minat Bagi seorang anak, mempelajari suatu hal yang menarik perhatian akan lebih mudah diterima dari pada mempelajari

19

hal yang tidak menarik perhatian. Dalam penyajian pelajaran pun hal ini tidak dapat diabaikan, terutama pada anak kecil. Seseorang yang menaruh minat pada suatu bidang akan lebih mudah mempelajari bidang tersebut. 3. Faktor bakat Bakat setiap orang itu berbeda-beda. Seseorang anak yang berbakat musik akan lebih cepat mempelajari musik tersebut. Orang tua kadang kurang mempertimbangkan faktor bakat ini, sehingga mereka memaksakan

kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada bidang keahlian tertentu tanpa mengetahui terlebih dahulu bakat yang dimiliki anak itu. Pemaksaan kehendak anak tentu saja akan berpengaruh buruk terhadap prestasi anak yang bersangkutan. 4. Faktor motivasi Motivasi adalah keadaan internal organisme yang

mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, sehingga faktor motivasi memegang peranan yang penting pula.

Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang semangatnya anak dalam melakukan proses

20

pembelajaran materi-materi pelajaran, baik di sekolah maupun di rumah. Jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anak-anak, timbullah dalam diri anak-anak itu dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik. Anak bisa menyadari apa gunanya belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu jika ia diberi perangsang, atau motivasi yang baik dan sesuai. 5. Faktor kematangan Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Kematangan atau kesiapan itu sangat

menentukan dalam proses belajar. Oleh karena itu, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersama dengan tingkat kematangan individu. Sebagai contoh, kita tidak akan bisa mengajarkan anak yang berumur lima bulan untuk belajar berjalan atau anak SLTP untuk belajar filsafat. Semua ini disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran tersebut. 6. Faktor keperibadian Faktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar. Orang tua kadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah makluk kecil yang mempunyai

21

kepribadian

sendiri.

Jadi,

faktor

kepribadian

anak

mempengaruhi keadaan anak. Fase perkembangan anak tidak terlalu sama. Dalam proses perkembangan

kepribadian ini, ada fase yang harus dilalui.seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami kesulitan jika jika ia dipaksa melakukan hal-hal yang terjadi pada fase berikutnya. 2. Faktor eksogen atau disebut juga faktor eksternal, yakni semua faktor yang berada di luar diri individu, misalnya orang tua dan guru, atau kondisi lingkungan disekitar individu. Secara garis besar faktor eksogen di bagi dalam tiga faktor. Yaitu: 1. Faktor keluarga Keadaan keluarga akan sangat menentukan berhasil atau

tidaknya anak dalam proses belajarnya. Ada keluarga miskin, ada pula yang kaya. Ada keluarga yang selalu diliputi suasana tentram dan damai, tetapi ada pula yang sebaliknya. Ada keluarga yang mempunyai cita-cita tinggi bagi anaknya, ada pula yang biasa-biasa saja. Kondisi dan suasana keluarga yang bermacam-macam itu, dengan sendirinya turut menentukan bagaimana dan sampai dimana hakikat belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.

22

2. Faktor sekolah Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat mempengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik, dapat menjadi daya dorong yang positif dalam kegiatan belajar. 3. Faktor lingkungan lain Jarak antara rumah dan sekolah, dan aktifitas yang dilakukan anak di luar sekolah juga sangat mempengaruhi proses belajar anak. Jika seorang anak terlalu banyak melakukan aktivitas di luar rumah dan di luar sekolah, sementara ia kurang mampu membagi waktu belajar, dengan sendirinya aktivitas tersebut akan merugikan anak karena kegiatan belajarnya menjadi terganggu.

C. Definisi Mengajar Arifin (Andrian, 2004) mendefinisikan mengajar adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Tyson dan Caroll (Andrian, 2004) mengemukakan bahwa mengajar ialah a way working with students, A process of interaction, the teacher does

23

something to student, the students do something in return. Dari definisi itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif kegiatan. Nasution (Andrian, 2004) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Tardif (Andrian, 2004) mendefinisikan, mengajar adalah any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner) yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hai ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar. Biggs (Andrian, 2004), seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian, yaitu: a. Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebaibaiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung pengajar b. Pengertian institusional yaitu mengajar berarti the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala melakukan

24

kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan kebutuhannya c. Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. Dari definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran tercapai.

2. Belajar Menurut Teori Kontruktivisme Menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Hamzah, 2008)

Sehubungan

dengan

hal

di

atas,

Tasker

(Hamzah,

2008)

mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan

25

dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (Hamzah, 2008) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (Hamzah ,2008) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (Hamzah, 2008)

mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu 1. siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki 2. pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti 3. strategi siswa lebih bernilai

26

4. siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (Hamzah, 2008) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: 1. memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan

gagasannya dengan bahasa sendiri, 2. memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, 3. memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru 4. memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa 5. mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka 6. menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.

27

3. Belajar Sebagai Perubahan Konseptual Menurut Krajcik (Hendri E, 2008) dalam konteks perubahan konseptual pembelajaran adalah Upaya mengintegrasikan pengetehuan personal siswa dengan pengatahuan sekolah. Pengetahuan personal adalah pengetahuan yang dikonstruksi oleh siswa sebagai hasil interaksinya dengan orang lain dan lingkungan seperti orang tua, teman, guru, buku, televisi, film dan adat istiadat. Sedangkan pengetahuan sekolah adalah interpretasi seseorang tentang alam yang merupakan hasil dari pengajaran yang terencana dalam latar sekolah. Pengetahuan inilah yang terdapat dalam berbagai buku teks pelajaran. Harlen & Galton (Hendri E, 2008) mengatakan bahwa Integrasi kedua pengetahuan ini akan membantu siswa mengembangkan perubahan konseptual yang lebih bermakna. Dykstra, et al. (Hendri E, 2008) mengidentifikasi tiga bentuk perubahan konseptual tahap awal (preliminary), yaitu: 1. Pembedaan (differentiation) Perubahan konseptual bentuk pembedaan terjadi bila konsep baru yang lebih spesifik sifatnya muncul dari konsep sebelumnya yang lebih umum. Misalnya, konsep rangkaian listrik seri dan rangkaian listrik paralel muncul dari konsep rangkaian tertutup-rangkaian terbuka yang lebih umum.

28

2. Perluasan Kelas (class extension) Perubahan konseptual bentuk perluasan kelas terjadi apabila konsepkonsep yang telah ada dapat diterapkan pada kasus-kasus lain yang mengandung konsep-konsep yang lebih khusus dan komprehensif. Konsep rangkaian tertutup yang semula dipahami sebagai rangkaian yang dapat menyalakan lampu pada batu baterai diperluas pada

setiap rangkaian yang dapat menyalakan alat elektronik. Rangkaian listrik pada sistem penerangan rumah dan rangkaian listrik pada pesawat TV yang sedang menyala adalah contoh perluasan rangkaian tertutup 3. Konseptualisasi Ulang (reconceptualization) Perubahan konseptual bentuk konseptualisasi ulang terjadi apabila pe rubahan yang menyeluruh dialami oleh konsepsi awal siswa karena konsepsi awal ini sama sekali tidak sesuai lagi dengan konsep ilmiah. Misalnya konsep arah arus listrik yang dipersepsi siswa secara tidak ilmiah diganti dengan konsep arah arus listrik yang telah disepakati secara ilmiah. Driver, et al. (Hendri E, 2008) menawarkan beberapa strategi pembelajaran yang dapat menyokong atau mengembangkan perubahan konseptual. Strategi yang dimaksud adalah: Providing opportunities for pupils to make their own ideas explicit, Introduce discrepant events, Socratic questioning, Encouraging the generation of a range of conceptual schemes, Practice in using ideas in range of situations.

29

Realisasi kelima hal tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Pemberian kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan

gagasannya dapat dilakukan dalam kelompok kecil atau diskusi kelas dengan meminta mereka menuliskan menggambarkan atau

mengungkapkan pikiran mereka tentang suatu sistuasi atau peristiwa. b) Mengamati suatu kejadian yang tak terduga dapat merangsang siswa untuk memikirkan peristiwa tersebut. Dengan demikian akan terjadi konflik konseptual yang menghasilkan ketidakpuasan siswa terhadap konsepsi awalnya. c) Pertanyaan dialektik (socratic questioning) dapat membantu siswa dalam menimbang cara berpikirnya yang belum konsisten dan kontradiksi satu sama lain, serta dalam mengkonstruksi kembali gagasan mereka dengan cara yang lebih koheren. Untuk tujuan yang sama dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi gagasan sendiri melalui diskusi dengan temannya dalam kelompok kecil. d) Siswa didorong untuk secara aktif mempertimbangkan penafsiranpenafsiran alternatif bagi berbagai peristiwa dan mendorong mereka menilai penafsiran- penasiran ini. e) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguji atau

memeriksa keterpakaian hasil-hasil percobaan pada situasi baru merupakan hal yang penting. Dengan cara ini siswa dapat

30

memperoleh keyakinan bahwa gagasan atau kon- sepsi baru yang diperolehnya lebih berguna. Bell (Hendri E, 2008) menyimpulkan bahwa perubahan konseptual akan terjadi dalam suatu strategi pembelajaran jika: 1) siswa memperoleh kejelasan dan kesadaran baik terhadap pengetahuan dirinya maupun

pengetahuan orang lain; 2) terdapat penyelesaian terhadap kerancuan kognitif; 3) terjadi pengkonstruksian konsep baru atau penataan kembali konsep yang ada; 4) penerimaan akan konsep- konsep baru; 5) adanya penggunaan konsepkonsep baru dalam situasi/masalah baru.

4. Model Pembelajaran Novick Mengingat pentingnya perubahan konseptual dari pengetahuan awal siswa pada proses pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivist, Novick (1982) mengemukakan bahwa perubahan konseptual terjadi melalui akomodasi kognitif yang berawal dari pengetahuan awal siswa. Untuk menciptakan proses akomodasi kognitif tersebut, Novick mengusulkan tiga tahap strategi yang kemudian tiga tahap ini terangkum dala suatu model pembelajaran, yang dikenal dengan model pembelajaran Novick. Model pembelajaran Novick tersebut mempunyai pola umum seperti bagan berikut :

exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa)

creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual)

encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif)

31

(bagan model pembelajaran novick diadaptasikan dari Osborne 1985:103) (1) Fase pertama, exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa) Terdapat dua hal utama yang perlu dilakukan dalam fase pertama yaitu: a. Mengungkap konsepsi awal siswa. b. Mendiskusikan dan mengevaluasi konsepsi awal siswa. Berikut penjelasan dari masing-masing hal diatas : A. Mengungkap konsepsi awal siswa. Menurut Novick belajar konsep sains melibatkan akomodasi kognitif terhadap konsepsi awal (alternative framework) siswa, tugas guru dalam pembelajaran adalah mengetahui dengan pasti konsepsi awal siswa secara individual terhadap pokok bahasan Fisika yang sedang dipelajari. Bila tidak sesuai dengan konsepsi ilmiah (tidak sesuai dengan konsep yang diterima ilmuwan), maka guru harus berusaha memodifikasinya menuju konsepsi yang sesuai dengan konsep yang diterima oleh ilmuwan pada umumnya. Mengungkap konsepsi awal siswa di dalam mengajar agar terjadi perubahan konseptual adalah kunci gagasan konstructivist yang

memungkinkan siswa mekonstruksi konsepsi baru atas dasar konsepsi yang telah ada. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa bisa benar atau salah, untuk itu langkah paling penting yang harus dilakukan terlebih dahulu di dalam mengajar untuk agar tejadi perubahan konseptual adalah membuat para siswa

32

sadar akan gagasan mereka sendiri tentang topik atau peristiwa yang sedang dipelajari. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengungkap konsepsi awal siswa mengenai pokok bahasan yang sedang dipelajari, diantaranya adalah : 1. Menghadirkan suatu peristiwa. Sajikan suatu fenomena untuk menimbulkan konsepsi para siswa, kemudian instruksikan siswa untuk membongkar / menelaah fenomena tersebut. Membongkar/menelaah fenomena adalah situasi yang

memerlukan para siswa untuk menggunakan konsepsi yang telah ada untuk menginterpretasikan peristiwa itu. Chinn & Brewer (Komala R, 2008) mengatakan bahwa pada saat membongkar/menelaah fenomena mungkin akan ada dua jenis situasi, yaitu, suatu situasi di mana hasil tidaklah dikenal atau hasil dikenal. Dalam kasus yang tidak dikenal, guru meminta para siswa untuk meramalkan apa yang tejadi dengan fenomena tersebut dan menjelaskan hal apa yang mendasari ramalan mereka. Dalam kasus yang dikenal, guru tidak harus meminta para siswa membuat ramalan apapun tetapi siswa harus menjelaskan peristiwa tersebut. 2. Meminta siswa untuk mendeskripsikan atau menampilkan

konsepsinya

33

Para siswa dapat menghadirkan gagasan mereka dengan banyak cara. Mereka dapat menuliskan uraian, menggambarkan ilustrasi, menciptakan model, menggambarkan peta konsep, atau menciptakan banyak kombinasi dari cara tersebut sebagai bukti pemahaman mereka pada konsep tertentu . Jika di sekolah tersedia komputer dan perangkat lunak yang sesuai, para siswa dapat mengembangkan presentasi (menggunakan Power Point atau lain perangkat lunak), menciptakan model atau simulasi, atau membangun peta konsep. Tujuan langkah ini adalah untuk membantu para siswa mengenali dan mulai untuk memperjelas pemahaman dan gagasan mereka sendiri. Ketika konsepsi awal siswa telah terungkap secara eksplisit maka para guru dapat menggunakan hal ini sebagai dasar untuk instruksi lebih lanjut .

B. Mendiskusikan dan mengevaluasi konsepsi awal siswa. Tujuan langkah ini adalah untuk memperjelas dan meninjau kembali konsepsi asli para siswa melalui kelompok dan diskusi kelas. Jika ini adalah pengalaman pertama guru dalam menjalankan pembelajaran yang berdasar pada perubahan konseptual pelaksanaan diskusi kelas dapat dimulai dengan menghadirkan diskusi kelas yang dibimbing guru untuk mengevaluasi proses tersebut sebelum para siswa mengevaluasi gagasannya satu sama lain di dalam kelompok kecil.

34

Hal pertama yang dapat dilakukan guru adalah dengan bertanya pada siswa tentang uraian konsepsi mereka. Setelah semua konsepsi siswa diungkapkan guru mempimpin kelas itu untuk mengevaluasi masing-masing konsepsi yang diajaukan beradasarkan kejelasannya atau kemengertiannya (intelligible); dapat masuk akal (plausible); dan peluang keberhasilan (fruitfull) dalam menjelaskan peristiwa yang dihadirkan. Nussbaum dan Novick ( 1982) menyatakan bahwa pada langkah ini guru harus menerima semua penyajian dan menahan diri untuk tidak memberikan penilaian salah atau benar. Pada saat memimpin diskusi guru bisa memulai diskusi dengan memberikan pertanyaan, misal : siapa yang berpikir gambar Nina adalah benar?. Setelah diskusi kelas, para siswa dengan konsepsi yang berbeda bekerja berkelompok untuk mengevaluasi gagasan mereka satu sama lain. Masing-Masing kelompok memilih satu konsepsi berdasarkan hasil kesepakatan, dan menampilkannya pada teman-teman sekelas. Motivasi Siswa dapat meningkat dengan membiarkan para siswa untuk memilih konsepsi yang mereka pikir terbaik untuk menjelaskan atau membongkar peristiwa tersebut.

(2) Fase kedua, creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual) Menciptakan konflik konseptual atau biasa juga disebut konflik kognitif dalam fikiran siswa adalah suatu tahap yang penting dalam pembelajaran, sebab hanya dengan adanya konflik tersebut siswa merasa

35

tertantang untuk belajar, dengan kata lain mereka merasa tidak puas terhadap kenyataan yang sedang dihadapinya. Setelah para siswa menjadi sadar akan konsepsi mereka sendiri dengan menyampaikannya pada orang lain dan telah dievaluasi melalui diskusi kelas , para siswa akan menjadi tidak puas dengan gagasan mereka sendiri. Pada saat ini konflik konseptual mulai dibangun. Dengan mengenali kekurangan konsepsi mereka, para siswa menjadi lebih terbuka untuk mengubah konsepsinya. Untuk dapat menciptakan konflik lebih besar, guru menciptakan suatu keanehan atau situasi ganjil (discrepant event). Keanehan atau situasi ganjil (discrepant event). Adalah suatu peristiwa atau situasi yang tidak bisa diterangkan oleh konsepsi siswa sekarang tetapi dapat diterangkan oleh konsep yang sedang dipelajari. Menurut Piaget (Sagala, 2003:24) belajar adalah pengaturan diri (self regulation), yang dilakukan seseorang dalam mengatasi konflik kognitif. Konflik kognitif timbul pada saat terjadi ketidakseimbangan

(disequilibration) antara informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Menurut pandangan konstruktivisme, konflik atau kontradiksi merupakan hal yang penting dalam memfasilitasi perubahan konsep yang terjadi pada siswa Champagne, et al (Komala R, 2008) menyatakan bahwa strategi pembelajaran yang diharapkan dapat memfasilitasi proses belajar pada diri siswa adalah dengan menciptakan konflik yaitu menghadapkan siswa pada situasi ganjil (discrepant event) dan gagasan atau ide yang bertentangan

36

(ideational confrontation) dengan konsep yang ada pada struktur kognitifnya, sehingga memicu terjadinya perubahan konsep. Strike dan Posner (Komala R, 2008) menyatakan bahwa, peristiwa atau pengalaman ganjil (discrepant event) merupakan salah satu cara utama untuk membangkitkan ketidakpuasan terhadap konsepsi lama, sehingga memacu proses akomodasi dalam struktur kognitif seseorang. Berdasarkan pernyataan tersebut, jika siswa dihadapkan pada situasi atau gagasan baru yang terasa ganjil, maka dalam struktur kognitif akan terjadi konflik dan tertantang untuk mengubah konsep-konsep atau pengetahuan sebelumnya sesuai dengan situasi atau gagasan baru. yang disebut Anomali akan menghasilkan ketidakpuasan dengan konsepsi yanga ada pada diri siswa, jika: a. siswa mengetahui mengapa temuan percobaan mengambarkan anomali. b. siswa percaya bahwa hal itu diperlukan untuk menerima kembali temuan sesuai dengan konsep yang dimiliki. c. siswa melakukan pengurangan ketidaksesuaian antara keyakinan yang mereka pegang. d. usaha tidak menerima kesimpulan/temuan percobaan ke dalam konsepsinya mereka anggap tidak berhasil. Dalam proses konflik konseptual, guru menciptakan situasi anomali, yaitu situasi yang bertentangan dengan pengetahuan awal siswa. Situasi anomali dapat diciptakan melalui demonstrasi yang bertentangan dengan prediksi siswa sebelumnya. Pada tahap ini diamati respon siswa terhadap

37

situasi anomali yang diberikan. Pengakuan terhadap situasi anomali dapat berupa ketertarikan ataupun kecemasan. Fase inilah yang disebut fase konflik. Dimana siswa mengalami pertentangan dalam struktur kognitifnya atas apa yang mereka ketahui sebelumnya dan fakta apa yang mereka lihat melalui demonstrasi atau percobaan yang mereka lakukan. Kemudian pada fase penyelesaian, siswa akan berusaha menyelesaikan konflik dalam struktur kognitifnya dengan berbagai cara. Untuk menciptakan konflik konseptual, Niaz (Partono, 2003) memberikan contoh beberapa situasi yang sekaligus menjadi indikator terjadinya konflik konseptual dalam diri siswa antara lain : 1) Kejutan (surprise) yang ditimbulkan oleh munculnya dugaan seseorang yang kontradiksi dengan persepsinya, atau dihasilkan dari timbulnya kegelisahan. 2) Pengetahuan yang penuh teka-teki, merasa gelisah, atau sebuah keingintahuan intelektualnya. 3) Kekosongan akan pengalaman kognitif, seperti jika seseorang sadar bahwa sesuatu dalam struktur kognitifnya telah hilang. 4) Ketidakseimbangan kognitif, dimana pertanyaan atau perasaan kosong muncul pada situasi yang diberikan. Penciptaan konflik konseptual dalam pembelajaran dapat dilakukan oleh guru dengan berbagai cara, diantaranya: mengajak siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, memberikan kegiatan kepada siswa (misalnya melakukan percobaan yang hasilnya membantah konsepsi

38

siswa yang tidak ilmiah). Peran guru dalam pembelajaran, jika salah satu dari kedua cara tersebut digunakan adalah membantu siswa mendeskripsikan ideidenya, membantu siswa menjelaskan ide-idenya kepada siswa yang lain yang terlibat dalam diskusi. Membimbing siswa melakukan percobaan dan mengarahkan interpretasi siswa terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan.

(3) Fase

Ketiga,

encouraging

cognitive

accommodation

(mengupayakan

terjadinya akomodasi kognitif) Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-

39

equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa dalam pembelajaran perlu dilakukan agar fikiran mereka kembali ke kondisi equilibrium. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menyediakan suatu pengalaman belajar misalnya percobaan yang lebih meyakinkan mereka bahwa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai pada tahap meyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang sifatnya menggali konsepsi siswa misalnya : Apa yang anda maksud dengan...., mengapa ..bisa terjadi, Bagaimana hasilnya jika.... dsb. Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang ia hadapi. Strike dan Posner (Partono, 2003) menyatakan bahwa syarat terjadinya akomodasi, adalah sebagai berikut: 1. Harus ada ketidakpuasan (dissatisfaction) terhadap konsepsi lama yang telah ada dalam struktur kognitif; 2. Ada konsepsi baru yang lebih bisa dimengerti (intelligible); 3. Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal (plausible); dan 4. Ada konsepsi baru yang menyajikan peluang keberhasilan (fruitfull).

5. Multimedia Pembelajaran A. Definisi Multimedia Multimedia menurut Reddy (Mishra S, 2005) didefinisikan sebagai berikut:

40

Multimedia can be defined as an integration of multiple media element (audio, video, graphic, text, animation, etc) into one synergetic and symbiotic whole that result in more benafits for the and user than anyone of media elements can provide individually.
Menurut Gayeski, D.M. (Emen, 2009). "Multimedia ialah satu sistem hubungan komunikasi interaktif melalui komputer yang mampu mencipta, menyimpan, memindahkan, dan mencapai kembali data dan informasi dalam bentuk teks, grafik, animasi, dan sistem audio". Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa multimedia adalah

media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi dalam suatu hubungan komunikasi interaktif melalui computer. Sedangkan definisi pembelajaran menurut Miarso (Kholid, 2009) adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain.Usaha ini dilakukan oleh seseorang atau tim yang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam merancang dan mengembangkan sumber belajar yang diperlukan Definisi lain dikemukakan oleh Ariasdi (2008), pembelajaran adalah proses penciptaan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Jadi dalam pembelajaran yang utama adalah bagaimana siswa belajar. Belajar dalam pengertian aktifitas mental siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan perilaku yang bersifat relatif konstan. Dengan demikian aspek yang menjadi penting dalam aktifitas belajar adalah lingkungan. Bagaimana lingkungan ini diciptakan dengan

41

menata

unsur-unsurnya

sehingga

dapat

mengubah

perilaku

siswa.

Berdasarkan definisi multimedia dan pembelajaran di atas, pengertian multimedia pembelajaran adalah penggunaan multimedia dalam proses pembelajaran, untuk menyalurkan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar sehingga secara sengaja proses belajar terjadi.

B. Karekteristik Media dalam Multimedia Pembelajaran Promono G. (2008:7) menyebutkan beberapa karekteristik media di dalam multimedia sebagai berikut: 1. Text Ketika internet masih bernama ARPANET di awal tahun 1970 an text merupakan satunya-satunya media. Kini ketika perkembangan teknologi komputer telah demikian maju text bukan lagi media yang dominan, namun demikian ada beberapa kelebihan text di dalam penggunaannya di dalam multimedia pembelajaran: Text dapat digunakan untuk menyampaikan informasi yang padat (condensed). Text dapat digunakan untuk materi yang rumit dan komplek seperti rumus-rumus matematika atau penjelasan suatu proses yang panjang. Teknologi untuk menampilkan text pada layar komputer relatif lebih sederhana dibandingkan teknologi untuk

42

menampilkan media lain. Konsekuensinya media ini juga lebih murah bila dibandingkan media-media lain. Sangat cocok sebagai media input maupun umpan balik (feedback). Adapun kelemahan dari text adalah: Kurang kuat bila digunakan sebagai media untuk

memberikan motivasi. Mata cepat lelah ketika harus menyerap materi melalui text yang panjang dan padat pada layar komputer.
2. Audio

Socrates pernah berujar bahwa suara adalah imitasi terbaik bagi pikiran maka suara adalah media terbaik untuk menyampaikan informasi. Bagi Socrates text adalah imitasi dari suara, dengan demikian sebagai penyampai pikiran text bukanlah media yang ideal karena ia hanyalah imitasi dari suatu imitasi. Pendapat Socrates mungkin ada benarnya karena suara adalah media yang secara natural telah dimiliki oleh manusia sehingga suara adalah media yang paling alami. Guru di kelas pun lebih banyak mengandalkan suara baik ketika memberikan materi atau melakukan motivasi bagi siswa-siswanya. Jika untuk percakapan secara langsung audio adalah media yang simpel dan alami maka tidak demikian halnya ketika digunakan di dalam komputer.

43

Penggunaan suara di dalam komputer berlangsung belakangan sesudah penggunaan text. Kelebihan suara di dalam multimedia: sangat cocok bila digunakan sebagai media untuk

memberikan motivasi. Untuk materi- materi tertentu suara sangat cocok karena mendekati keadaan asli dari materi (misal pelajaran mengenai mengenal suara-suara binatang) Membantu pembelajar fokus pada materi yang dipelajari karena pembelajar cukup mendengarkan tanpa melakukan aktivitas lain yang menuntut konsentrasi . Bandingkan dengan pembelajar yang melihat teks di layar komputer. Dalam hal ini pembelajar melakukan multiaktivitas yakni: membaca teks pada layar (yang tidak semudah membaca pada buku), mencari kata-kata kunci (keyword) dari materi, dan menggerakkan tangan, seperti melakukan klik mouse untuk menggulung layar saat ingin melihat bagian teks yang tak terlihat pada layar. Kelemahan audio: Memerlukan tempat penyimpanan yang besar di dalam komputer.

44

Memerlukan software dan hardware yang spesifik (dan mungkin mahal) agar suara dapat disampaikan melalui komputer. 3. Gambar
A picture is worth a thousand words. Peribahasa ini menunjukkan

bahwa penggunaan gambar di dalam pembelajaran mampu menjelaskan banyak hal bila dibandingkan dengan media text. Kelebihan media gambar : lebih mudah dalam mengidentifikasi obyek-obyek. Lebih mudah dalam mengklasifikasikan obyek. Mampu menunjukkan hubungan spatial dari suatu obyek. Membantu menjelaskan konsep abstrak menjadi konkret. 1. Animasi
Animasi adalah salah satu daya tarik utama di dalam suatu program multimedia interaktif. Bukan saja mampu menjelaskan suatu konsep atau proses yang sukar dijelaskan dengan media lain, animasi juga memiliki daya tarik estetika sehingga tampilan yang menarik dan eye-catching akan memotivasi pengguna untuk terlibat di dalam proses pembelajaran. Kelebihan dari animasi:

Menunjukkan obyek dengan idea (misal efek gravitasi pada suatu obyek) Menjelaskan konsep yang sulit (misal penyerapan makanan kedalam aliran darah atau bagaimana elektron bergerak untuk menghasilkan arus listrik)

45

Menjelaskan konsep yang abstrak menjadi konkrit (misal menjelaskan tegangan arus bolak balik dengan bantuan animasi garfik sinus yang bergerak). Menunjukkan dengan jelas suatu langkah prosedural (misal cara melukis suatu segitiga sama sisi dengan bantuan jangka). 2. Simulasi Media simulasi mirip dengan animasi, tetapi ada satu perbedaan yang menonjol. Bila dalam animasi kontrol dari pengguna hanyalah sebatas memutar ulang maka di dalam simulasi kontrol pengguna lebih luas lagi. Pengguna bisa memasukkan variabel-varibel tertentu untuk melihat bagaimana besarnya variabel berpengaruh terhadap proses yang tengah dipelajari. Sebagai contoh pada simulasi pembentukan bayangan oleh suatu lensa, pengguna dapat mengubah sendiri nilai indeks bias dan kelengkungan lensa sehingga pengguna dapat melihat secara langsung bagaimana variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap pembentukan bayangan. Kelebihan dari simulasi: Menyediakan suatu tiruan yang bila dilakukan pada peralatan yang sesungguhnya terlalu mahal atau berbahaya (misal simulasi melihat bentuk tegangan listrik dengan simulasi oscilloscope atau melakukan praktek menerbangkan pesawat dengan simulasi penerbangan).

46

Menunjukkan suatu proses abstrak di mana pengguna ingin melihat pengaruh perubahan suatu variabel terhadap proses tersebut (misal perubahan frekwensi tegangan listrik bolak balik yang melewati suatu kapasitor atau induktor) 3. Video Kelebihan-kelebihan video di dalam multimedia adalah: Memaparkan keadaan riel dari suatu proses, fenomena atau kejadian Sebagai bagian terintegrasi dengan media lain seperti teks atau gambar, video dapat memperkaya pemaparan. Pengguna dapat melakukan replay pada bagian-bagian tertentu untuk melihat gambaran yang lebih fokus. Hal ini sulit diwujudkan bila video disampaikan melalui media seperti televisi. Sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. Kombinasi video dan audio dapat lebih efektif dan lebih cepat menyampaikan pesan dibandingkan media text. Menunjukkan dengan jelas suatu langkah prosedural (misal cara melukis suatu segitiga sama sisi dengan bantuan jangka).

47

Kelemahan video: Video mungkin saja kehilangan detil dalam pemaparan materi karena siswa harus mampu mengingat detil dari scene ke scene. Umumnya pengguna menganggap belajar melalui video lebih mudah dibandingkan melalui text sehingga pengguna kurang terdorong untuk lebih aktif di dalam berinteraksi dengan materi.

C. Pemanfaatan Multimedia Pembelajaran Promono G (2008:10) membagi 3 tipe pemanfaatan multimedia pembelajaran, yaitu: Pertama, multimedia digunakan sebagai salah satu unsur pembelajaran di kelas. Misal jika guru menjelaskan suatu materi melalui pengajaran di kelas atau berdasarkan suatu buku acuan, maka multimedia digunakan sebagai media pelengkap untuk menjelaskan materi yang diajarkan di depan kelas. Kedua, multimedia digunakan sebagai materi pembelajaran mandiri. Pada tipe kedua ini multimedia mungkin saja dapat mendukung pembelajaran di kelas mungkin juga tidak. Berbeda dengan tipe pertama, pada tipe kedua seluruh kebutuhan instruksional dari pengguna dipenuhi seluruhnya di dalam paket multimedia. Artinya seluruh fasilitas bagi pembelajaran, termasuk latihan, feedback dan tes yang mendukung tujuan pembelajaran disediakan di dalam paket.

48

Ketiga, multimedia digunakan sebagai media satu-satunya di dalam pembelajaran. Dengan demikian seluruh fasilitas pembelajaran yang mendukung tujuan pembelajaran juga telah disediakan di dalam paket ini. Paket semacam ini, sering disebut CBL (Computer Based Learning).

D. Pemanfaatan Multimedia dalam Pengajaran Sains Materi yang berhubungan dengan sains adalah materi yang sangat cocok untuk dijelaskan melalui multimedia. Hal ini berkaitan dengan sifat dari materi sains sendiri yang banyak berhubungan dengan penjelasan suatu fenomena, proses, dan hal-hal lain yang dinamis. Beberapa persepsi guru dan siswa di dalam pemanfaatan multimedia dalam pengajaran sains diberikan oleh Barton (Promono G, 2008) di bawah ini : Manfaat dari visualisasi : Membuat yang tak terlihat menjadi terlihat Menghadirkan reaksi yang tak nampak di dalam lab Animasi menambah pemahaman Gambar menambah pemahaman suatu konsep abstrak Memungkinkan visualisasi yang terlalu kecil, terlalu cepat, terlalu lamban atau terlalu berbahaya Perbedaan yang muncul bila dibandingkan pemanfaatan media yang lain: Memberikan pengayaan bagi siswa yang mahir Memberikan support dan motivasi bagi siswa yang belum mahir

49

Memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kemampuannya Mudah bagi siswa untuk mengulang-ulang suatu proses Memungkinkan interaksi yang lebih luas antara guru-siswa Motivasi yang muncul: Menimbulkan antusiasme, ketertarikan, dan keterlibatan Mendorong siswa untuk mendapatkan jawaban atas ketertarikan mereka Siswa merasakan suasana menyenangkan (fun) Mendorong siswa untuk tetap fokus pada materi Suatu tool pembelajaran untuk menghadirkan ide-ide yang sukar Kita lihat bahwa banyak hal-hal positif dari pemanfaatan multimedia untuk pengajaran sains. Sekalipun demikian, ada hal penting yang mesti kita antisipasi. Pramono G (2008:11) mengatakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam penggunaan multimedia dalam pengajaran. Salah satunya adalah munculnya miskonsepsi dan menurunnya motivasi pada praktikum yang sessungguhnya. Di dalam multimedia animasi dan simulasi hanyalah suatu bagaimanapun tiruan dari keadaan juga tidak akan yang sebenarnya. mendekati Tiruan ini yang

mampu

keadaan

sesungguhnya. Keadaan tiruan inilah yang memunculkan miskonsepsi. Sebagai contoh animasi yang menunjukkan kerja suatu rangkaian tegangan bolak balik yang dihadirkan dengan gelombang berbentuk grafik sinus dapat

50

saja menimbulkan miskonsepsi bagi siswa bahwa elektron bergerak naik turun sperti halnya gerak gelombang sinus. Melakukan praktikum dengan multimedia dan praktikum

sesungguhnya di lab jelas sangat berbeda. Praktikum dengan multimedia berlangsung dalam kondisi yang ideal atau kendala-kendala yang ada sengaja dihilangkan. Praktikum sesungguhnya di lab penuh dengan

ketidaksempurnaan dan error. Mungkin kita ingat kala melakukan praktikum mengukur percepatan gravitasi bumi dengan pendulum. Berapa banyak diantara kita yang mendapatkan nilai g di atas 9.8 m/s2 di akhir praktikum? Kondisi-kondisi yang tak ideal semacam ini yang menyebabkan siswa enggan untuk melakukan praktikum sesungguhnya dan beralih ke praktikum dengan multimedia. Siswa yang kurang mahir atau yang memiliki kemampuan paspasan akan enggan melakukan praktikum sesungguhnya dengan serius karena kesalahan-kesalahan di dalam praktikum hanya semakin menunjukkan ketidak mampuan mereka. Hal semacam inilah yang ingin dihindari banyak siswa. Melihat kendala-kendala di atas maka peran guru dalam menjelaskan keterbatasan dan perbedaan suatu praktikum dengan multimedia dan praktikum sesungguhnya sangat penting. Praktikum dengan multimedia bukan tidak memiliki nilai positif akan tetapi perlu ditekankan bahwa praktikum dengan multimedia lebih menekankan pada penjelasan proses yang rumit atau konsep yang abstrak agar siswa mendapatkan gambaran umum dari suatu proses atau konsep. Sementara praktikum sesungguhnya adalah

51

latihan bagi siswa untuk mencoba menguji teori-teori yang ada pada keadaan yang nyata dengan berbagai kendala yang ada.

6. Model Pembelajaran Novick Berbantuan Multimedia Dari uraian mengenai model pembelajaran Novick dan multimedia pembelajaran di atas, penulis mencoba untuk menggabungkan antara model pembelajaran Novick dengan penggunaan multimedia dalam setiap fase dari model pembelajaran novick tersebut. Adapun sintak model pembelajaran novick berbantuan multimedia adalah sebagai berikut:

exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa dengan menggunakan bantuan multimedia)

creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual dengan menggunakan bantuan multimedia)

encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif dengan bantuan multimedia)

Penggunaan multimedia dalam pembelajaran ini sangat penting karena untuk menunjukkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang abstrak yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata (Promono G, 2008). Hal ini juga sangat perlu dilakukan untuk memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam bentuk visualisasi berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari Martin (Herlanti E, 2005) menyatakan bahwa imagery refers to the mental representations of objects or action that are not physically present. Secara kognitif pembelajaran dengan menggunakan metal imagery atau multimedia

52

akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran yang ada. Penggunaaan multimedia dalam pembelajaran ini juga

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Dale (Rosita D, 2003) mengatakan bahwa Pengalaman belajar seseorang 75% diperoleh melalui indra mata, 13% melalui indra dengar dan selebihnya melalui indra lain. Dalam penelitian ini media yang digunakan oleh penulis adalah media simulasi virtual, animasi, video dan teks yang penulis dapat dari beberapa situs yang menyediakannya secara gratis dan media berupa animasi yang dibuat oleh penulis sendiri dengan menggunakan softwere adobe flash CS3. Berikut ini adalah contoh media yang digunakan oleh penulis: A. Simulasi lab virtual Media simulasi lab virtual ini penulis dapat dari situs Pheat universitas Colorado.com dan menggunakan softwere igas201 Gambar 1.1

Simulasi Pheat universitas Colorado

53

Gambar 1.2

Simulasi dari Softwere igas201 B. Animasi dan teks Media animasi dan teks ini penulis dapat pada situs edukasi.net dan dari situs pengembangan multimedia milik depdiknas, serta animasi yang dibuat sendiri oleh penulis dengan menggunakan softwere adobe flash CS3. Gambar 1.3

Animasi edukasi .net

54

Gambar 1.4

Animasi depdiknas Gambar 1.5

Animasi yang dibuat dengan Adobe Flash CS3

55

7. Konsep Konsep menurut Rosser (Komala R, 2008) abstraksi yang mewakili satu kelas konsep adalah suatu kejadian-kejadian,

obyek-obyek,

kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Konsep didefenisikan sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep disebut dengan konsepsi. Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep berhubungan dengan konsep lain. Setiap anak yang datang ke kelas untuk mempelajari Fisika dapat mempunyai konsepsi awal atau penafsiran terhadap fenomena-fenomena yang sedang dipelajari. Konsepsi atau penafsiran tersebut merupakan hasil dari pengalamannya sehari-hari pada berbagai aspek kehidupannya (Driver dalam Natsir, 1997) misalnya melalui pembicaraan dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan melalui media (seperti surat kabar, TV radio dan sebagainya).

8. Pemahaman (Comprehension) Konsep Ratna Wilis Dahar (Komala R, 2008) mengungkapkan bahwa pentingnya pemahaman konsep didasarkan pada kenyataaan bahwa keadaan di alam ini sangatlah kompleks, sehingga perlu adanya pengelompokkan atas dasar keragaman objek, peristiwa, sifat, proses dan sebagainya.

56

Pemahaman berasal dari kata paham dalam kamus bahasa Indonesia diartikan menjadi benar. Seseorang dikatakan paham terhadap sesuatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskannya. Selain itu pemahaman dapat diartikan sebagai pengertian yang mendalam tentang sesuatu masalah dan mampu menafsirkan arti yang tersirat dari apa yang dipahami tersebut. Istilah pemahaman sering dihubungkan dengan bacaan, misalnya pemahaman bacaan (reading comprehension). Namun pemahaman yang

dimaksudkan di sini mencakup ruang yang lebih luas, yaitu berkaitan dengan berbagai komunikasi (Bloom dalam Komala R, 2008). Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan

menghubungkannya dengan hal lain-lain. Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian (Suke dalam Komala R, 2008). Kemampuan ini dapat dibagi menjadi 3 tipe pemahaman (Bloom dalam Komala R, 2008) yaitu : A. Menerjemahkan (Translation) Kemampuan menerjemahkan menduduki satu tempat di antara kemampuan yang dikelaskan dalam kategori pengetahuan dan jenis-jenis kemampuan yang diuraikan di bawah kemampuan interpretasi , ekstrapolasi, analisis, sintesis, aplikasi dan evaluasi.

57

Umumnya

kemampuan

pemahaman

jenis

menerjemahkan

(translation) ini bergantung kepada penguasaan pengetahuan terdahulu yang berkaitan. Pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan

(translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, tetapi dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan ke dalam kata-kata ke dalam grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menerjemahkan (translation), diantaranya ialah : (a) Menerjemahkan suatu abstraksi kepada abstraksi yang lain. Kemampuan ini meliputi : Kemampuan menerjemahkan suatu masalah menggunakan bahasa sendiri. Kemampuan menerjemahkan suatu uraian panjang menjadi suatu laporan singkat.

Kemampuan menerjemahkan suatu prinsip umum dengan memberikan ilustrasi atau contoh. (b) Menerjemahan suatu bentuk simbolik ke satu bentuk lain atau sebaliknya. Kemampuan ini meliputi :

Kemampuan menerjemahkan hubungan yang digambarkan dalam bentuk simbol, peta, tabel, diagram, grafik, formula dan persamaan matematis ke dalam bahasa verbal atau sebaliknya.

58

Kemampuan menerjemahkan konsep kedalam suatu tampilan visual. Kemampuan untuk menyiapkan tampilan grafik dari fenomena fisika atau data hasil observasi. B. Menafsirkan (Interpretation) Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. Misalnya: diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar-gambar lainnya dalam pelajaran Fisika dan minta ditafsirkan. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses menafsirkan (Interpretation) diantaranya ialah (Bloom dalam Komala R, 2008): Kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan berbagai bacaan secara dalam dan jelas. Kemampuan untuk membedakan pembenaran atau penyangkalan suatu kesimpulan yang digambarkan oleh suatu data. Kemampuan untuk menafsirkan berbagai data sosial. Kemampuan untuk membuat batasan (Qualification) yang tepat ketika menafsirkan suatu data. C. Mengekstrapolasi (Extrapolation) Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini berbeda dengan kedua jenis pemahamn lainnya, dan lebih tinggi sifatnya. Kemampuan pemahaman jenis ekstrapolasi ini menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi, misalnya membuat perkiraan tentang kemungkinan apa yang akan berlaku.

59

Ada juga yang bentuknya mirip dengan ekstrapolasi, yaitu intrapolasi. Jika siswa diminta untuk meramalkan kecenderungan dari suatu data, maka interpolasi berarti meramalkan kecenderungan yang hanya terdapat dalam data tersebut, lain halnya dengan ekstrapolasi, pemahaman ekstrapolasi menuntut kemampuan untuk meramalkan kecenderungan suatu data dari data yang telah diketahui sebelumnya. Terdapat beberapa kemampuan dalam proses mengekstrapolasi (extrapolation) diantaranya ialah (Bloom dalam Komala R, 2008)) : Kemampuan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan yang eksplisit. Kemampuan menggambarkan kesimpulan dan menyatakannya secara efektif (mengenali batas data tersebut, memformulasikan kesimpulan yang akurat dan mempertahankan hypotesis) Kemampuan menyisipkan satu data dalam sekumpulan data dilihat dari kecenderungannya. Kemampuan untuk memperkirakan konsekuensi dari suatu bentuk komunikasi yang digambarkan. Kemampuan untuk membedakan konsekuensi yang mempunyai peluang kebenaran rendah dan tinggi. Kemampuan membedakan nilai pertimbangan dari suatu prediksi.

60

9. Penelitian Yang Relevan Penelitian penerapan model pembelajaran Novick pada pembelajaran Fisika telah dilakukan oleh: 1 Osborne dalam Van den Berg (1991:63) yang dilakukan pada tingkat Elementary School di Amerika 2 Muhammad Natsir (1997) pada tesis dengan judul Strategi Penggunaan model pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Pemahaman Siswa Tentang Listrik dalam

Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar. 3 Arie Wahyuni (2005) pada skripsi dengan judul Penggunaan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Zat Dan Wujudnya. 4 Wawan Kurniawan (2006) pada skripsi dengan judul

Pengemabnagan Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick Untuk meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Fisika di SMA. 5 Iwan Permana surwana (2005) dalam tesisnya yang berjudul Model pembelajaran Hipermedia Listrik Dinamis Untuk menigkatkan Keterampilan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses sains Siswa SMP 6 Ratih Komala (2008) dalam skripsinya dengan judul Implementasi Model Pembelajaran Novick Terhadap Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMKN Kelas XI Di Bandung

61

Berikut

laporan

dari

masing-masing

hasil

penelitian

setelah

model

pembelajaran Novick diterapkan pada pembelajaran Fisika : 1. Penelitian Osborne melaporkan : Konsepsi awal siswa berubah dari yang tidak ilmiah menjadi konsepsi yang ilmiah. 2. Penelitian Muhammad Natsir melaporkan: Keseluruhan konsepsi awal siswa dapat terungkap dengan baik melalui jawaban mereka secara tertulis maupun secara lisan. Konsepsi awal siswa yang tidak ilmiah mengenai rangkaian listrik, arah dan kuat arus listrik dapat diubah atau diperbaiki menjadi konsepsi yang sesuai dengan konsepsi ilmuwan. Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA dapat ditingkatkan, hal ini terlihat dari turunnya rata-rata jumlah siswa yang berprilaku menyimpang pada tiap-tiap pembelajaran. Kesulitan guru dalam pembelajaran adalah sulit

mengkondisikan kelas menjadi kondusif untuk kegiatan pembelajaran saat terjadi peralihan kegiatan dan sulit memfokuskan perhatian siswa diakhir pembelajaran. 3. Penelitian Arie Wahyuni melaporkan : Keaktifan siswa meningkat dalam proses pembelajaran Pemahaman siswa mengenai konsep yang diajarkan mengalami peningkatan.

62

4. Penelitian Wawan Kurniawan melaporkan : Efektifitas pembelajaran fisika di SMA meningkat setelah diimplementasikan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick. 5. Penelitian Iwan purnama melaporkan: Menigkatnya kemampuan berpikir kreatif dan keterampilan proses sains pada siswa SMP setelah diterapkannya Model pembelajaran Hipermedia 6. Penelitian Ratih Komala melaporkan: Meningkatnya pemahaman konsep fisika siswa pada materi pembiasan cahaya pada salah satu SMK di kota bandung setelah diterapkannya model pembelajaran novick

You might also like