You are on page 1of 7

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN DAN ALAM SEKITAR

Akhlak berasal dari kata akhlaq yang merupakan jama dari khulqu dari bahasa Arab yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (AlAkhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri kita untuk mendekati yang maruf dan menjauhi yang munkar. Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat adil. Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran pada bumi ini.

Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk Al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah dalam arti harus sejalan dengan tujuan- tujuan penciptaan demi kemaslahatan terbesar Apa saja yang kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri di atas pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ..(QS Al-Hasyr [59]: 5). Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apa pun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. "Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfatannya", demikian kandungan penjelasan Nabi saw tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102): 8 yang berbunyi, "Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggungjawabkan nikmat (yang kamu peroleh)."Dengan demikian bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di sekitar manusia. Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang ditentukan
2

(QS Al-Ahqaf [46]: 3). Pernyataan Allah ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu (QS Az-Zukhruf [43]: 13) Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat. Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad saw yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad saw bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. "Nama" memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama. Nabi Muhammad saw telah mengajarkan : "Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik." Di samping prinsip kekhalifahan yang disebutkan di atas, masih ada lagi prinsip taskhir, yang berarti penundukan. Namun dapat juga berarti "perendahan". Firman Allah yang menggunakan akar kata itu dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 11 adalah : Janganlah ada satu kaum yang merendahkan kaum yang lain. (QS. Al-Hujurat ayat 11) Dan Dia (Allah) menundukkan untuk kamu; semua yang ada di langit dan di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya (QS Al-Jatsiyah [45]: 13). Rosulullah bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur. (Diriwayatkan oleh AtTirmidzi).

Qs Surat Ar-Rum ayat: 41-42 Menjaga Kelestarian Lingkungan:

1. .

2.
3. Artinya : Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah). (QS Ar Rum : 41-42)

Isi kandungan Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakanlah sebagai khalifah dimuka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam semesta. Allah telah menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan kesejahteraan semua makhluk Nya, khususnya manusia. Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian mannusia terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir, kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup lainnya. Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali tercermin dalam beberpa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya yang bisa dilakukan, seperti yang terdapat pada amanat GBHN, rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan, tanah dan air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai, wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.

1.

Menurut tafsir al mu'tabar QS AR-RUM ayat 41 menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi tidak lain karena

ulah manusia itu sendiri yaitu melalkukan peperangan di luar koridoridor syariat allah. dalam peperangan itu manusia membunuh manusia yang oleh Allah dilindungi hak hidupnya, bahkan merusak segala tatanan alam yang ada, sedangkan QS AR-RUM ayat 42 menekankan pentingnya kajian sejarah tentangnya perilaku umat-umat terdahulu untuk menjadi pelajaran bagi generasi di belakangnya.
2.

Menurut tafsir kontemporer QS AR-RUM ayat 41-42 bisa menjadi dalil tentang kewajiban tentang melestarikan

lingkungan hidup, sebab terjadinya berbagai macam bencana juga karena ulah manusia yang mengeksploitasi alam tanpa di imbangi dengan upaya pelestarian. Terlebih dahulu dalam QS AR-RUM ayat 40 telah disebutkan bahwa perilaku orang-orang musyrik tidak ada lain adalah bertuhan ganda. perbuatan syirik ini di tuding oleh allah salah satu faktor utama timbulnya kerusakan di muka bumi. maka kedua ayat di atas (QS AR-RUM ayat 41-42) lebih lanjut menjelaskan bahwa tidak sedikit manusia dari kalangan bangsa-bangsa terdahulu menginjak-injak hukum allah dengan malakukan berbagai bentuk perbuatan maksiat. di kalangan mereka telah merajalela kezaliman dan keserakahan, yang kuat merampas hak-hak kaum lemah. karena itu, kepada mereka allah tumpahkan azabnya tanpa satu pun manusia yang mampu mengelaknya. Kedua ayat dimuka merupakan satu paket "ajaran samawi" untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kerusakan tatanan alam dan lingkungan di muka bimi ini pada hakekatnya bersumber dari kerusakan yang terjadi pada diri manusia seperti :
1. kerusakan iman : syirik. 2. kerusakan fitrah : mengabaikan hukum-hukum Allah. 3. kerusakan akal fikiran : menghalalkan segala cara. 4. kerusakan moral : melanggar susila, budaya dan peradab.

KEWAJIBAN MENANAM POHON Kewajiban Menanam Tanaman dan Larangan Memusnahkannya Nabi Muhammad SAW mengimbau kepada umat Islam agar senang menanan tanaman atau pohon untuk berbagai kepentingan: baik untuk kepentingan konsumsi (pangan), kepentingan penanggulangan lahan kritis ( ,) maupun untuk kepentingan lainnya. Hadis Nabi SAW:

) )
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, tiadalah seseorang dari kalangan orang Islam yang menanam tanaman atau menanam (menabur) benih tanaman, kemudian burung ataupun binatang ternak memakan (buah) tanaman itu, kecuali baginya memperoleh pahala sedekah (H.R. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, dari Anas). Pada hadis lain disebutkan:

) )
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, tiadalah seseorang dari kalangan orang Islam yang menanam tanaman, kecuali dia mendapat pahala sedekah atas hasil tanaman yang telah dimakannya. Apa yang telah dicuri (oleh orang) dari tanaman itu, maka dia (si penanam) mendapat pahala sedekah. Apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman itu, maka dia (si penanam) juga mendapat pahala sedekah, dan apa yang dimakan oleh burung dari tanaman itu, maka dia (si penanam) mendapat pahala sedekah. Dan tidaklah seseorang dapat mengambilnya, terkecuali bahwa si penanam tetap mendapat pahala sedekah (H. R. Muslim, dari Jabir). Berkenaan dengan kewajiban menanam ini, kiranya perlu dikemukakan sebuah hadis yang selama ini banyak disebut, yaitu bahwa kewajiban menanam itu bukan hanya anjuran, tetapi tuntutan, yang memfaedahkan hukum wajib.
6

Nabi SAW bersabda :

) )
Artinya : Rasulullah SAW bersabda, sekiranya kiamat datang, sedang di tanganmu ada anak pohon kurma, maka jika dapat (terjadi) untuk tidak berlangsung kiamat itu sehingga selesai menanam tanaman, maka hendaklah dikerjakan (pekerjaan menanam itu) (H. R. Ahmad, dari Anas bin Malik). Hadis tersebut memberi petunjuk, bahwa sekiranya akan terjadi kiamat, dan masih sempat menanam tanaman, maka Nabi menyuruh agar tanaman itu segera ditanam. Ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan tanam menanam pepohonan atau tetumbuhan. Dalam hubungan ini menarik untuk dikemukakan komentar Muhammad Quthb terhadap hadis ini, seperti yang dikutip Zainal Abidin Ahmad, bahwa sangatlah mengesankan perintah menanam bibit kurma yang umurnya memakan waktu tahunan, padahal kiamat sudah berada di ambang pintu. Dikatakannya : Ya Tuhan ! Harus ditanamkannya? Dan apakah yang mesti ditanam itu? Bibit kurma yang baru menghasilkan buah setelah bertahun lamanya, padahal kehancuran dunia (kiamat) sudah pasti dengan yakin akan terjadi. Ya Allah ! Hanya Nabi Islam, penutup dari segala Nabi, yang akan berhak mengatakan ini. Islam satu-satunya agama yang mungkin menggerakkan hati manusia untuk berbuat ini, dan hanyalah Nabi Islam satu-satunya yang mungkin membawa petunjuk demikian dan akan memimpin manusia lainnya. Inilah sejarah dunia seluruhnya. Tiada contoh bandingan inti ajaran sebagai ajaran Rasulullah SAW ini.

You might also like