You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis)

Oleh : Dara Ayu Wardhani 0706270320

Ruang Cempaka Atas RSU Persahabatan

PROGRAM PROFESI FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2012

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)

A. Definisi PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif non reversible atau revesibel parsial. PPOK merupakan gabungan dari bronkitis kronik, emfisema atau gabungan keduanya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) PPOK adalah sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara ( Price, 2006)

B. Kategori PPOK 1. Bronkitis Kronik Merupakan kelainan saluran nafas yang ditandai dengan batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut tanpa disebabkan penyakit lainnya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) Merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. (Price, Wilson, 2001) 2. Emfisema Suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolarisyang tidak normal serta destruksi dinding alveolar. Emfisema dapat didiagnosa secara tepat dengan CT Scan resolusi tinggi. (Price, Wilson, 2001) Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Secara anatomik emfisema dibagi menjadi: a. Emfisema sentriasinar atau emfisema sentrilobular (CLE), dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru akibat kebiasaan merokok lama. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok. b. Emfisema panasinar atau emfisema panlobuler (PLE), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah

c. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran nafas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.

Gambar 1: Gambaran bronchilitis kronik dan emphysema

C. Faktor Risiko 1. Jenis kelamin laki-laki berisiko 2x lebih banyak dari wanita 2. Kebiasaan merokok (laki-laki diatas 15 tahun 60-70% lebih berisiko). Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan : a. Riwayat merokok Perokok aktif Perokok pasif Bekas perokok b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah ratarata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat : >600 3. Riwayat terpajan polusi udara di tempat kerja atau lingkungan 4. Hipereaktiviti bronkus 5. Riwayat Infeksi saluran nafas bawah berulang

6. Defisiensi antitripsin alfa 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

D. Tanda dan Gejala 1. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Peningkatan RR Penggunaan otot bantu pernafasan Barrel chest Sianosis Distensi vena jugularis Clubbing Finger Edema periperal Pink puffer: gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lipsbreathing Blue bloater: gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed - lips breathing: sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. Palpasi Pada emfisema, fremitus melemah dan sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Pembesaran liver Perkusi dada: hiperresonan Auskultasi Suara napas vesikuler normal, atau melemah Terdapat ronki dan atau wheezing pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa Ekspirasi memanjang Bunyi jantung terdengar jauh

E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan faal paru o Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% o Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil Darah rutin (Hb, Ht, leukosit) Radiologi Pada emfisema terlihat: o Hiperinflasi o Hiperlusen o Ruang retrosternal melebar o Diafragma mendatar Pada bronkitis kronik terlihat o Normal o Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus Pemeriksaan khusus o Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema

Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

o Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

o Uji provokasii bronkus o Uji coba kortikosteroid o AGD Terutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik

o Radiologi CT Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi: mengetahui fungsi respirasi paru o Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. o Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan o Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. o Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

F. Tingkatan keparahan PPOK Klasifikasi Penyakit Ringan Gejala - Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila eksersais - Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi gejala ringan pada latihan sedang (mis : berjalan cepat, naik tangga) - Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi mulai terasa pada latihan / kerja ringan (mis : berpakaian) Gejala sedang pada waktu istirahat Spirometri VEP > 80% prediksi VEP/KVP < 75%

Sedang

Berat

VEP 30 - 80% prediksi VEP/KVP < 75% - Gejala berat pada saat VEP1<30% prediksi istirahat VEP1/KVP < 75% - Tanda-tanda korpulmonal

G. Patofisiologi (terlampir)

H. Daftar Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d mukus berlebih, sekresi di bronki, hiperplasia dinding bronkial 2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidaksesuaian perfusi ventilasi 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi, kelelahan otot pernafasan dan iritan jalan napas 4. Risiko Infeksi 5. Risiko Gangguan Pemenuhan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh 6. Risiko Defisit Volume Cairan

I. Proses Keperawatan 1. Pengkajian a. Informasi Umum Nama : Umur : Jenis Kelamin : Tanggal Masuk RS : Aktivitas/Istirahat Sirkulasi Integritas Ego Eliminasi Makanan/ Cairan Higiene Neurosensori Nyeri/Kenyamanan Pernafasan Keselamatan Seksualitas Interaksi Sosial Penyuluhan/Pembelajaran

b. Analisa Data 2. Diagnosa Keperawatan Prioritas a. Gangguan pertukaran gas b.d ketidaksamaan ventilasi-perfusi b. Pola nafas tidak efektif b.d kelemahan otot pernafasan c. Defisit Volume Cairan Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d intake tidak adekuat 3. Rencana Tindakan Keperawatan 4. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi Tujuan Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam ventilasi perfusi klien membaik: CTR Intervensi Rasional Mengetahui kondisi kesehatan klien untuk dilakukan intervensi lebih lanjut Membuka aliran napas klien

Mandiri : 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan 2. Tinggikan kepala

Hb normal Membran mukosa tidak pucat dan lembab

tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas 3. Kaji kulit dan warna membran mukosa 4. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan 5. Auskultasi bunyi nafas
6. 7. 8.

Mengetahui kondisi sirkulasi dalam jaringan Mengeluarkan sputum, melegakan saluran napas Mengetahui adanya kelainan pernapasan dan menentukan tindak lanjut intervensi Mengathui pengembangan paru klien Menghemat energi dan menghindari kelelahan akibat pertukaran gas tidak adekuat Mencegah adanya kondisi yang memburuk dan komplikasi pada jantung Mengetahui saturasi oksigen yang masuk dan kondisi pernapasan klien Menambah dan meningkatkan input oksigen

Palpasi fremitus Batasi aktivitas pasien

Awasi tingkat kesadaran, TVV dan irama jantung Kolaborasi : 1. Awasi GDA dan nadi oksimetri 2. Berikan oksigen sesuai indikasi

Diagnosa Keperawatan Pola nafas tidak efektif b.d napas

Tujuan Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam klien menunjukan keefektifan pola nafas dengan kriteria hasil: Tidak ada sianosis dan dispneu Menunjukan jalan nafas yang paten (sesak -, frekuensi nafas < 20x/mnt, tidak ada suara nafas abnormal) TTV dalam rentang normal ( N 60-100, TD11/80 140/90, RR 16-20x/menit)

Intervensi

Rasional Mengetahui kondisi kesehatan klien untuk dilakukan intervensi lebih lanjut Membuka aliran napas klien

pendek, mukus, bronkokontriksi, kelelahan otot pernafasan dan iritan jalan napas

Mandiri : 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan 2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas 3. Kaji kulit dan warna membran mukosa 4. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan 5. Auskultasi bunyi nafas

Mengetahui kondisi sirkulasi dalam jaringan Mengeluarkan sputum, melegakan saluran napas Mengetahui adanya kelainan pernapasan dan menentukan tindak lanjut intervensi Mengathui pengembangan paru klien Menghemat energi dan menghindari kelelahan akibat pertukaran gas tidak

6. 7.

Palpasi fremitus Batasi aktivitas pasien

Awasi tingkat kesadaran, TVV dan irama jantung Kolaborasi : 1. Awasi GDA dan nadi oksimetri 2. Berikan oksigen sesuai indikasi
8.

adekuat Mencegah adanya kondisi yang memburuk dan komplikasi pada jantung Mengetahui saturasi oksigen yang masuk dan kondisi pernapasan klien Menambah dan meningkatkan input oksigen

Diagnosa Keperawatan Defisit Volume Cairan b.d intake yang tidak adekuat

Tujuan Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam ventilasi perfusi klien membaik: CTR Hb normal Membran mukosa tidak pucat dan lembab

Intervensi

Rasional Mengetahui kondisi kesehatan klien untuk dilakukan intervensi lebih lanjut Membuka aliran napas klien Mengetahui kondisi sirkulasi dalam jaringan Mengeluarkan sputum, melegakan saluran napas Mengetahui adanya kelainan pernapasan dan menentukan tindak lanjut intervensi Mengathui pengembangan paru klien Menghemat energi dan menghindari kelelahan akibat pertukaran gas tidak adekuat Mencegah adanya kondisi yang memburuk dan komplikasi pada jantung Mengetahui saturasi oksigen yang masuk dan kondisi pernapasan klien Menambah dan meningkatkan input oksigen

Mandiri : 9. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan alat bantu pernapasan 10. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk bernapas 11. Kaji kulit dan warna membran mukosa 12. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan 13. Auskultasi bunyi nafas
14. Palpasi fremitus 15. Batasi aktivitas pasien

tingkat kesadaran, TVV dan irama jantung Kolaborasi : 3. Awasi GDA dan nadi oksimetri 4. Berikan oksigen sesuai indikasi

16. Awasi

J. Sumber Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC: Jakarta. Moyet, Linda Juall. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia., &Wilson, Lorraine. (2001). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK ) PEDOMAN DIAGNOSIS &PENATALAKSANAAN DI INDONESIA. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf Smeltzer, Suzanne C., et all. (2008). Brunner Suddarths Textbook of Medical-Surgical Nursing. 11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

You might also like