You are on page 1of 22

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

July 30, 2011


ramlannarie info ASKEP, ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) Leave a comment
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ). Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain : 1). Dihydrotestosteron Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi . 2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen testoteron Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma. 3). Interaksi stroma epitel Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel. 4). Berkurangnya sel yang mati Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. 5). Teori sel stem Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ). 4. Gejala Benigna Prostat Hiperplasia Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu : 1. Gejala Obstruktif yaitu : a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing. d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra. e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari. c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. 1. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain 1). Anamnesa Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria. 2) Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok septik. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu : a). Derajat I = beratnya 20 gram. b). Derajat II = beratnya antara 20 40 gram. c). Derajat III = beratnya > 40 gram. 3) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan. 4) Pemeriksaan Uroflowmetri Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian : a). Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif. b). Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line. c). Flow rate maksimal 100 ml. c). Klien dengan penyulit. d). Terapi medikamentosa tidak berhasil. e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif. Pembedahan dapat dilakukan dengan : a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 95 % ) b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy c). Perianal Prostatectomy d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy 4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .

B. Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut : Pre Operasi : 1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat. 2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.. 4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah 5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi Post Operasi : 1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P 2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. 3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. 5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan B. Rencana Asuhan Keperawatan 1. Sebelum Operasi a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat. 1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi 3) Kriteria hasil : Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih 4) Rencana tindakan dan rasional 1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan. R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih 2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi 3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal 4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung. R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri 5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik) R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria. 1). Tujuan Nyeri hilang / terkontrol. 2). Kriteria hasil Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik

sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat. 3). Rencana tindakan dan rasional a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 10 ). R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ). b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan. R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli buli. c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut. d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik. R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik R / Menghilangkan spasme c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis. 1). Tujuan Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara. 2). Kriteria hasil Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/. R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal. b). Pantau masukan dan haluaran cairan. R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian. c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat, R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi. g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah, d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah. 1). Tujuan Pasien tampak rileks. 2). Kriteria hasil Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya

R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan. c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan. R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi 1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya. 2). Kriteria hasil Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan. 3). Rencana tindakan dan rasional a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian. R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan. b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi. II. Sesudah operasi 1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang. - Ekspresi wajah klien tenang. - Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi. - Klien akan tidur / istirahat dengan tepat. - Tanda tanda vital dalam batas normal. Rencana tindakan : 1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih. R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih. 2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala gejala dini dari spasmus kandung kemih. R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat obatan bisa diberikan 3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam. R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer. 4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter. R/ Mengurang kemungkinan spasmus. 5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P. R / Mengurangi tekanan pada luka insisi 6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi. R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang. R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme. 8. Observasi tanda tanda vital R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut. 9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat obatan (analgesik atau anti spasmodik ) R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering. Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda tanda infeksi . Kriteria hasil: - Klien tidak mengalami infeksi. - Dapat mencapai waktu penyembuhan. - Tanda tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda tanda shock. Rencana tindakan: 1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril. R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi. R/ Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. Pertahankan posisi urobag dibawah. R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih. 3. Observasi tanda tanda vital, laporkan tanda tanda shock dan demam. R/ Mencegah sebelum terjadi shock. 4. Observasi urine: warna, jumlah, bau. R/ Mengidentifikasi adanya infeksi. 5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik. R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan. 3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan . Tujuan: Tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: - Klien tidak menunjukkan tanda tanda perdarahan . - Tanda tanda vital dalam batas normal . - Urine lancar lewat kateter . Rencana tindakan: 1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda tanda perdarahan . R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda tanda perdarahan 2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih 3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi . R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan . 4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang kurangnya satu minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat . 5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas . R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 6 jam setelah pembedahan . 6. Observasi: Tanda tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen . 4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P. Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan Kriteria hasil: - Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .

- Klien menyatakan pemahaman situasi individual . - Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah . - Klien mengerti tentang pengaruh TUR P pada seksual. Rencana tindakan : 1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR P terhadap seksual . R/ Untuk mengetahui masalah klien . 2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu) R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual 3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi . R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan 4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan . R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik. 5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil: - Klien akan melakukan perubahan perilaku. - Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. - Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan . Rencana tindakan: 1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu . R/ Dapat menimbulkan perdarahan . 2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan. R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB 3. Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari. R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah . 4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi . 5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh . R/ Untuk membantu proses penyembuhan . 6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi. Kriteria hasil: - Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. - Klien mengungkapan sudah bisa tidur . - Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur . Rencana tindakan: 1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan . 2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan . R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat 3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur. R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan

4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ). R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup . DAFTAR PUSTAKA Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

A. DEFINISI BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai. B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin. Faktor umur / usia lanjut. Unknown / tidak diketahui secara pasti. C. ANATOMI FISIOLOGI Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: - Kapsul anatomis

- Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone o Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada lakilaki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. D. PATOFISIOLOGI Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahanlahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah

prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas E. PATHWAY Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entre mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH F. MANIFESTASI KLINIS Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan: 1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin 2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat

pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. 4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis I. FOKUS PENGKAJIAN Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi: a) Data subyektif : o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. b) Data Obyektif: o Terdapat luka insisi o Takikardi o Gelisah o Tekanan darah meningkat o Ekspresi w ajah ketakutan o Terpasang kateter J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. K. RENCANA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang

b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi : a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan : Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil : Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. Intervensi : a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual

e. Beri penjelasan penting tentang: f. Impoten terjadi pada prosedur radikal g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. 4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi : a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang: o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)


Handika Tinarso Subekti E/KP/VI 04082100 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH) A. DEFINISI BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang

mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai. B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.o Ketidakseimbangan endokrin. Faktor umur / usia lanjut. Unknown / tidak diketahui secara pasti. C. ANATOMI FISIOLOGI Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran ratarata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buahSelama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: - Kapsul anatomis - Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: o Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya o Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone o Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abuabuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. D. PATOFISIOLOGI Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih.

Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas E. PATHWAY Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomiKompensasi otot destrusorSpasme otot spincterMerangsang nociseptorHipotalamusDekompensasi otot destrusorPotensi urinTek intravesikalRefluk urin ke ginjalTek ureter & ginjal meningkatGagal ginjalRetensi urinPort de entre mikroorganismekateterisasiLuka insisiResiko disfungsi seksualNyeriResti infeksiResiko kekurangan vol cairanResiko perdarahan: resiko syok hipovolemikHilangnya fungsi tbhPerub pola eliminasiKurang informasi ttg penyakitnyaKurang pengetahuanHyperplasia periuretralUsia lanjutKetidakseimbangan endokrinBPH F. MANIFESTASI KLINIS Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejalagejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a. Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencingc. Miksi yang tidak puasd. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)g. Massa pada abdomen bagian bawahh. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm. AnemiaKadangkadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan: 1. LaboratoriumMeliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin 2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. H. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf. Sistitis dan Pielonefritis I. FOKUS PENGKAJIAN Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi: a) Data subyektif : o Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. o Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. o Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan o Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. b) Data Obyektif: o Terdapat luka insisi o Takikardi o Gelisah o Tekanan darah meningkat o Ekspresi wajah ketakutan o Terpasang kateter J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre mikroorganisme melalui kateterisasi 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. K. RENCANA KEPERAWATAN 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: a. Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang b. Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: c. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. d. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) e. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah f. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) g. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.

Intervensi : a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan : Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil : Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. Intervensi : a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual e. Beri penjelasan penting tentang: f. Impoten terjadi pada prosedur radikal g. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal h. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. 4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entre ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi : a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang: o Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter o Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi

BPH (benigna prostat hiperplasia) BAB I KONSEP MEDIS A. Defenisi BPH (benigna Prostat Hiperplasia) adalah pembentukan jaringan yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Jinak). Yang sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun. B. Etiologi Penyebab dari BPH belum diketahui dengan pasti , namun lebih banyak ditemukan pada orang yang produksi testisnya berlebihan yaitu terjadinya akumulasi dehydroxytosteron (DHT) dan proses penuaan dianggap berperan dalam terjadinya BPH. Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah : 1. Adanya prubahan keseimbangan antara hormone testosterone dan estrogen pada usia lanjut. 2. Peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. 3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena kekurangan sel mati. 4. Teori sel system menerangkan bahwa terjadi poliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan. C. Patofisiologi Proses penuaan dan adanya sirkulasi androgen menimbulkan perkembangan BPH Pembesaran jaringan prostat yang berlebihan, merupakan tonjolan jaringan (hyperplasia) yang biasanya terdapat pada lobus lateral dan lobus medialis, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari kelenjar prostat. Pembesaran prostat akan menghambat aliran urine (uretra). Keadaan ini menyebabkan kandung kemih menjadi lebih bekerja keras untuk mengeluarkan urine. Tonjolan ini menekan uretra menyerupai celah atau menekan dari bagian tengah uretra, kadangkadang tonjolan tersebut membentuk kapsul menyerupai polip, yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen uretra, akibatnya buang air kecil tidak lancar, pancaran urine lemah, urine tersisa dalam kandung kemih dan akhirnya akan menimbulkan infeksi aluran kemih. Akibat adanya hambatan aliran urin (obstruksi), yang lama dapat menyebabkan tegangan dinding kandung kemih yang tinggi akan diteruskan keseluruh bagian kandung kemih tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tegangan pada kedua muara ureter ini akan menimbulkan aliran balik urine dari kandung kemih ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Jika keadaan ini berlangsung terus, dapat mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Pohon masalah BPH berdasarkan penyimpangan KDM Perubahan kelenjar prostat berhubungan Dengan proses ketuaan Aktivitas seksual menurun Nyeri Produksi kelenjar prostat meningkat Reseptor nyeri terangsang Hiperplasia Prostat Regangan VU meningkat Jaringan uretra tertekan Distensi VU Obstruksi lumen pada uretra Volume residu meningkat Statis urin Aliran urine keluar terhambat Akumulasi urin dalam VU meningkat

Retensi urin D. Gambaran Klinis 1. Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab tekanan kandung kemih dapat mengalami kompensasi untuk mengatasi retensi uretra. 2. Gejala yang disebabkan oleh aliran urine tersumbat ( Obstruksi) meliputi : a. Hesitansi dan mengejan saat berkemih b. Penurunan ukuran dan kekuatan aliran urine c. Adanya perasaan berkemih tidak tuntas d. Retensi urin 3. Gejala karena metastasis meliputi : a. Nyeri pada area lumbosakral yang menyebar ke panggul dan turun ke kaki (dari metastatis tulang) b. Ketidaknyamanan perineal dan rectal c. Anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual, oliguria (karena uremia) 4. Pemeriksaan rectal untuk mendekteai nodul-nodul pada prostat. 5. Stadium BPH meliputi a. Stadium I : Ada obstruksi, tetapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis. b. Stadium II : Ada retensio urine, tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kurang lebih 50-150- cc Ada rasa tidak enak pada saat buang air kecil /disuria Nokturia c. Stadium III : Setiap buang air kecil urine selalu tersisa 150 cc atau lebih d. Stadium IV : Retensio urine total, buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secara periodic (over flow incontinentia) E. Pemeriksaan diagnostic 1. DRE ( digital rectal examination) Test ini biasanya merupakan test pertama yang dilakukan dengan memasukkan jari ke rectum(rectal toucher) dan merasakan Prostat dekat rectum. Test ini memberikan opini bagi pemeriksa tentang ukuran dan kondisi Prostat. 2. Pemeriksaan Laboratorium : a. Prostate-Specific Antigen (PSA) Blood Test Test ini untuk mendeteksi ada tidaknya kanker BPH. b. Urin analisa : Hematuria dan Infeksi c. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal 3. Pemeriksaan Radiologi : a. Cystouretroscopy : Test ini untuk mengamati uretra, kandung kemih dan ukuran prostat. b. USG. F. Penatalaksanaan 1. Indewiling Cateter 2. Dilatasi balon pada uretra prostat dalam waktu singkat dapat menghilangkan gejala. 3. Bedah laser 4. Pengobatan dengan menggunakan hormon 5. Bedah TURP atau open prostat.

BAB II PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian a. Pengumpulan data Klien mengeluh setiap buang air kecil sedikit dan hanya menetes. Klien mengeluh sakit pada saat berkemih Klien tampak meringis. Distensi kandung kemih KLien mengeluh sakit pada bagian perut bagian bawah Klien mengeluh tidak puas pada saat buang air kecil Urine sedikit. Urine Nampak keluar menetes. b. Klasifikasi data Data Obyektif Data Subyektif Klien tampak mringis Distensi kandung kemih Urine sedikit Kien mengeluh setiap buang air kecil sedikit dan hanya menetes Urine tampak keluar menetes KLien mengeluh sakit pada saat berkemih KLien mengeluh sakit pada bagian perut bagian bawah Klien mengeluh tidak puas pada saat buang air kecil c. Analisa data Symptom Etiologi Problem Ds : KLien mengeluh setiap buang air kecil sedikit dan hanya menetes Klien mengeluh tidak puas pada saat buang air kecil Do : Urine sedikit Urine tampak keluar menetes. Jaringan uretra tertekan Obstruksi lumen pada uretra Aliran urine keluar terhambat Retensio urin Retensio urin Ds : Klien mengeluh sakit pada saat berkemih KLien mengeluh sakit pada bagian perut bagian bawah

Do : Klien tampak meringis Volume residu meningkat Distensi VU Regangan VU meningkat Reseptor nyeri terangsang Nyeri akut Ds : Do : - Akumulasi urin dalam VU meningkat Volume residu meningkat Statis urine Menjadi media berkembangnya kuman Resiko terhadap infeksi B. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan pola eliminasi urin : Retensio urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada uretra akibat pembesaran kelenjar prostat. b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan regangan kandung kemih akibat obstruksi aliran urine. c. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter C. Intervensi keperawatan Gangguan pola eliminasi urin : Retensio urin berhubungan dengan obstruksi mekanik pada uretra akibat pembesaran kelenjar prostat ditandai dengan : Berkemih tidak lancar serta urine menetes Distensi kandung kemih Rasa sakit bila berkemih Tujuan : Klien dapat berkemih secara normal dengan criteria : Rasa puas saat berkemih Tidak mengalami rasa sakit bila berkemih Tidak ada distensi kandung kemih Tindakan keperawatan : 1. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam Rasional : Meminimalkan retensi urin berlebihan pada kandun kemih 2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan. Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi. 3. Awasi dan catat waktu dan jam tiap berkemih, perhatikan penurunan pengeluaran urine dan perubahan berat jenis urin. Rasional : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan bagian atas, yang dapat mempengaruhi ginjal. 4. Perkusi area suprapubik untuk menentukan adanya distensi Rasional : Distensi abdomen dapat dirasakan didaerah suprapubik. 5. Anjurkan untuk minum 3000 ml/hari Rasional : Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dan pertumbuhan bakteri. 6. Awasi tanda-tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema, perubahan mental

Rasional : Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksis dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal. 7. Lakukan kateterisasi dan perawatan perineal Rasional : Menurunkan resiko infeksi asenden 8. Berikan rendam duduk sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, meningkatkan upaya berkemih. 9. Kolaborasi tim medis pemberian : Antispasmodik (untuk menghilangkan spasme kandung kemih) Antibiotik Fenoksibenzamin (merelaksasikan otot poros prostat dan menurunkan tahanan terhadap urine. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan regangan kandung kemih akibat obstruksi aliran urine.Ditandai dengan : Keluhan Nyeri Ekspresi wajah meringis Tujuan : Klien menunjukan nyerinya berkurang atau hilang Tindakan keperawatan : 1. Observasi tingkat nyeri dengan skala 0 10 Rasional : membantu informasi dalam keefektifan intervensi 2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal retetnsi urin akut, namun ambulasi napas dalam dapat memperbaiki pola berkemih normal. 3. Anjurkan menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum. Rasional : Meningkkatkan relaksasi otot 4. Kolaborasi dalam pemberian : Obat analgetik bahkan narkotik misalnya pethidin untuk menghilangkan nyeri berat dan relaksasi mental dan fisik. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter. Intervensi keperawatan : 1. Kaji aliran urine melalui kateter. Rasional : Ketidak lancaran aliran urine melalui kateter sebagai akibat adanya sumbatan 2. Lakukan irigasi kandung kemih melalui kateter Rasional : Irigasi akan mempertahankan aliran urin lanccar dan membersihkan kandung kemih dari kuman. 3. Berikan informasi kepada klien tentang pemasangan kateter Rasional : Kurangnya pengetahuan klien tentang tindakan yang kan dilakukan akan memungkinkan klien menarik atau memegang kateter. 4. Pertahankan tehnik aseptic terutama saat perawatan kateter. Rasional : Untuk mencegah terkontaminasi dengan mikroorganisme 5. Anjurkan klien selama pemasangan kateter harus banyak minum Rasional : Untuk mempertahankan status hidrasi klien. DAFTAR PUSTAKA

www. Catatan perawat.Byethost15.com Corwin Elizabet J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC akarta Smeltzer Suzane C & Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Sudarth Ed. 8 Vol. 1. : EGC Jakarta

http://www.scribd.com/doc/77629959/Asuhan-Keperawatan-Benigna-Prostat-Hipertropi

You might also like