You are on page 1of 9

A. Dismenorhoe 1.

Definisi Dismenorrhoe adalah nyeri sewaktu haid yang terasa pada perut bagian bawah dan pinggang yang terasa sebelum dan sesudah haid disminorrhoe adalah suatu rasa nyeri akut yang dirasakan pada saat haid ataupun sebelum dan sesudahnya yang dapat bersifat kolik terus menerus dan diduga karena bersifat spasme. Sedangkan menurut Sarwono. P (1994) dismenorrhoe adalah nyeri haid menjelang dan selama haid sampai membuat wanita tersebut tidak dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri biasanya paling kuat 12 jam setelah mulai timbul keluarnya darah, nyeri cenderung bersifat tajam dan kolik dan biasanya dirasakan di daerah Supra pubis, nyeri sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala. Definisi dari ketiga pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa dismenorrhoe adalah suatu gangguan pada saat sebelum dan sesudah menstruasi yang bersifat nyeri pada perut bagian bawah dan dapat berupa kolik terus menerus dan bersifat spasme disertai dengan rasa mual, sakit kepala.

2. Etiologi Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenorrhoe tetapi patofisiologi belum jelas dapat dimengerti. Ada beberapa faktor memegang peranan sebagai penyebab dismenorrhoe antara lain : a. Faktor Kejiwaan Pada gadis-gadis yang emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapatkan penerangan yang baik tentang proses haid.

b.

Faktor Konstitusi Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor kejiwaan dan dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemis, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorrhoe

c.

Faktor Obstruksi Kanalis Servikalis Teori yang paling tua menerangkan bahwa terjadinya dismenorrhoe adalah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus dalam hyperantefleksi mungkin dapat menyebabkan dismenorrhoe karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan-kelainan tersebut.

d.

Faktor Endokrin Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang terjadi pada dismenorrhoe disebabkan oleh karena kontraksi uterus yang sangat berlebihan dan faktor endokrin ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan soal otot polos dan kontraksi otot usus. Novak dan Reynold melakukan penelitin pada uterus Kelinci, ia berkesimpulan bahwa hormone progesterone sebagai penghambat / pencegahnya. Ada tiga penjelasan lain yang dikemukakan oleh Clitheroe dan Pickles mereka mengatakan bahwa dengan adanya endometrium dalam fase sekresi dam memproduksi prostaglandin F2 yang dapat menyebabkan adanya kontraksi otot polos. Bila jumlah prostaglandin dalam jumlah yang banyak / berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran darah maka akan timbul selain dismenorrhoe akan dijumpai pola efek umum yang lain seperti diare, muntah, pusing, dan sebagainya.

e.

Faktor Vasopresin Penelitian Akerlund pada tahun 1990 mendapatkan bahwa wanita dengan dismenorrhoe ternyata memiliki kadar vasopressin yang sangat tinggi dan sangat berbeda dengan wanita tanpa dismenorrhoe, hal ini menunjukkan bahwa vasopresin dapat berupa faktor etiologi yang penting. Di pihak lain telah diketahui bahwa hormon hipofise anterior (oksitosin) secara fisiologis juga berperan penting dalam merangsang miometrium, namun vasopressin mempunyai kekuatan yang lebih besar dari pada oksitosin dalam merangsang uterus tidak hamil, terutama pada awal terjadinya menstruasi maka dapat disimpulkan bahwa kadar oksitosin yang rendah. Kontraksi uterus pertama akan dipicu oleh vasopressin sehingga dihasilkan kontraksi yang disritmik dan nyeri (Baziad Ali,.1990.)

3. Klasifikasi Tanda dan Gejala Dismenorrhoe diklasifikasi menjadi beberapa tipe menurut (Purnawan Junaidi 1982): a. Dismenorrhoe Spasmodik Primer Pada awal menarche nyeri haid tidak ada kelainan dari alat kandungan dan nyeri dapat dihilangkan dengan terapi hosmonsiklik. Adapun tanda-tandanya adalah : 1. Dismenorrhoe pertama nampak 6 -24 bulan setelah menarche 2. Nyeri dirasa pada hari pertama haid 3. Nyeri berakhir dalam beberapa jam dan jarang melampaui 48 jam 4. Nyeri bersifat spasmodik 5. Nyeri sangat berat dan tak tertahankan

6. Nyeri terasa pada abdomen bawah 7. Nyeri menyebar ke belakang sepanjang paha 8. Dapat disertai pusing, lemah, mual, dan muntah b. Dismenorrhoe Spasmodik Sekunder Biasanya terjadi kemudian dan dapat terjadi karena adanya kelainan. Gejala yang tampak mempunyai hubungan dengan satu dan keadaan-keadaan berikut ini : 1. Adanya suatu mioma uteri mukosa yang kemudian menjadi polip fibroid sebelum uterus berhasil melepaskan mioma tersebut. Area yang menjadi sumber pendarahan sudah sedemikian luas, maka dismenorrhoe didahului dengan menorhagia beberapa bulan atau beberapa tahun. Sesudah polip tersebut menonjol ke dalam vagina maka dismenorrhoe akan timbul dan disertai dengan pengeluaran darah dari vagina yang tidak teratur. 2. Menorea dengan pasasea bekuan darah. Biasanya dismenorrhoe dirasakan sebelum bekuan darah tersebut dapat dikeluarkan. 3. Dismenorrhoe membranosa, endometrium terlepas dalam potongan-potongan yang besar. c. Dismenorrhoe Kongestif Gejala kongestif pelvis yang disebabkan oleh traktus genilatis atau lesi ekstra uterin. Dismenorrhoe kongestif mempunyai tanda dan gejala sebagai berikut : 1. Dismenorrhoe tampak beberapa tahun setelah menarche 2. Nyeri biasanya timbul 2 3 atau 4 hari sebelum menstruasi 3. Nyeri biasanya berlangsung beberapa hari dan sering menetap sampai sesudah tiga hari menstruasi

4. Nyeri bersifat konstan dan sering digambarkan sebagai perasaan yang berat 5. Jenis nyeri berbeda antara pasien yang satu dengan pasien yang lain 6. Nyeri terasa pada perut bagian bawah dan kadang-kadang lebih berat pada satu sisi. 7. Nyeri dapat pula dirasakan di belakang.

d. Dismenorrhoe Obstruktif Ini merupakan gejala hematokolpos dapat merupakan kelainan kongenital) juga merupakan gejala endometritis dengan tanda-tanda karakteristik sebagai berikut : 1. Nyeri biasanya dimulai pada hari ketiga dan keempat menstruasi 2. Nyeri biasanya menetap sampai 3 hari berikutnya atau 4 5 hari sesudah menstruasi berhenti 3. Nyeri bersifat spasmodik 4. Nyeri sangat berat dirasakan 5. Pada kasus hematometra nyeri akan menyebar sepanjang satu atau kedua belah paha 6. Gejala tambahan tergantung lesi sesungguhnya

4. Penatalaksanaan a. Penerangan dan nasehat

Kita harus menerangkan dengan baik, benar dan mudah dimengerti oleh penderita bahwa dismenorhoe adalah suatu gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan dan dijelaskan pula mengenai cara hidup, bekerja dan lingkungan pekerjaan, nasehat lain yang perlu diberikan seperti makanan yang sehat(banyak makan makanan yang mengandung protein dan buah-buahan). istirahat harus cukup, berolahraga ringan secara teratur, mengurangi makanan yang terlalu manis, menghindari minum kopi, dan kadang-kadang perlu dilakukan psikotherapi b. Pengobatan segera Kita harus memberikan analgetik seperti antalgin, paracetamol, asam mefenamat, anti spasmodik dan dilarang sekali diberikan narkotik dalam bentuk apapun. c. Pengobatan umum Obat analgetik yang sering diberikn adalah preparat kombinasi aspirin. Fenasetin dan kafein dan obat-obatan paten dapat diberikan tetapi yang sedang beredar di pasaran antara lain novalgin, ponstan, Acetaminofen, dsb. Jika terasa nyerinya dapat diperlukan istirahat di tempat tidur, mengatur posisi tidur, telungkup dan mengompres panas pada perut bagian bawah untuk mengurangi rasa nyeri. d. Terapi hormonal Tujuan dari therapi hormonal adalah untuk penekanan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenorrhoe atau membantu penderita bekerja tanpa gangguan haid. Tujuan ini dapat tercapai bila dilakukan pemberian salah satu :

1. Estrogen Dietilstibestrol 0,5 mg/hari selama 14 hari/oral, mulai hari pertama haid yang gunanya utnuk mensupresi ovulasi dan dapat diulangi dalam beberapa kali 2. Pil kombinasi kontrasepsi (estrogen progesteron) 3. Androgen Metillestoteron 5 mg/oral 3X sehari sejak hari ke lima haid sampai ke sepuluh dan dilanjutkan untuk 2 -3 bulan, cara ini tidak menghambat rasa nyeri sering kali berkurang setelah menggunakannya e. Terapi dengan obat-obat non steroid anti prostaglandin Therapi memegang peranan yang sangat penting terhadap dismenorrhoe primer, termasuk disini indometasin, ibuprofen, nafroksen, degan 70 % penderita dapat disembuhkan / mengalami perbaikan, pengobatan diberikan dimulai 1 2 hari sebelum haid dan pada hari pertama haid ( Sarwono. 2002.) f. Psikoterapi Penderita diberikan pengertian bahwa kelainan ini dapat diatasi dengan pengobatan yang sederhana dan sering kali keluhannya dapat berkurang. Setelah melahirkan anak pertama atau pada dismenorrhoe pada wanita mudah sembuh spontan baik melalui perubahan suasana, penemuan kausal, atau setelah pencapaian pematangan psikoseksual. Selain itu perlu diberitahukan bahwa gangguan ini bersifat jinak (ali Baziad, 1990.) g. Dilatasi kanalis servikaslis

Dapat memberi keringanan karena memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di dalamnya. Neuroktomi prasakral ditambah dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat syaraf sensorik yang ada di ligamentum infendibuloh) merupakan tindakan terakhir apabila usaha-usaha lain gagal. Setiap siswi yang mengalami dismenorrhoe primer sebaiknya : 1. Memeriksa diri lebih dini ke petugas kesehatan dan mengetahui informasi lebih dini tentang nyeri haid akan mengurangi terjadinya penyakit yang lebih lanjut seperti menanyakan kepada petugas kesehatan dan pengalaman ibu, saudara perempuan atau teman dekat juga dengan mengikuti seminar atau diskusi. 2. Jika emosi tidak stabil ditanggulangi dengan berolahraga 3. Mengetahui faktor resiko dan nyeri haid agar dapat menghindari dan meminimalkan faktor-faktor tersebut. Tindakan yang harus dilakukan oleh seorang siswi jika mengalami dismenorrhoe yaitu : a. Berobat ke tenaga kesehatan b. Berolahraga c. Kompres panas pada perut bagian bawah dan punggung bawah belakang Jika seorang remaja stres karena mengalami nyeri haid sebaiknya : a. Mendapatkan penerangan yang baik atau psikotherapi tentang nyeri haid b. Berekreasi c. Berolahraga Saat nyeri haid timbul, remaja putri tidak bisa sekolah dan melakukan aktivitas, sebaiknya tindakan yang dilakukan adalah tidur atau istirahat yang

cukup dan berekreasi seperti menonton TV dan mendengarkan musik. (Sarwono 1992).

Patofisiologi Mekanisme terjadinya nyeri pada dysmenorrhea primer diterangkan sebagai berikut : Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini akan mengakibatkan labilisasi membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase ini A2 akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium; menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan dysmenorrhea primer didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap rangsang fisik dan kimia (Sunaryo, 1989).

You might also like