You are on page 1of 6

1

Nama Kelas No. Absen Jenis Sumber

: Gilang Bintang Ramadhan : IX/C : 14 : Artikel Pendidikan. : kabar-pendidikan.blogspot.com

ARTIKEL PENDIDIKAN KARAKTER


Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari hari para siswa. Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul. Pengertian Pendidikan Karakter Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Konsep Pendidikan Karakter Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya

tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilainilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat

dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut. Kofigurasi Karakter Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi. Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,

perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

====== ###=======

Nama

: Gilang Bintang Ramadhan

Kelas No. Absen Jenis Sumber

: IX/C : 14 : Artikel Kesehatan. : kabar-pendidikan.blogspot.com


Dr. Kathleen H. Liwidjaja Kuntaraf, M.P.H

CELEBRATIONS
SEKILAS PANDANG
Sebuah majalah Success Magazine melaporkan hasil penelitian terhadap apa yang masyarakat anggap sebagai simbol kesuksesan: kesehatan yang baik (58%), pekerjaan yang menyenangkan (49%), keluarga bahagia (45%), kedamaian pikiran (34%), sahabat-sahabat yang baik (25%), intelelegensia (15%), uang yang tak terbatas (11%), talenta (7%), nasib baik (6%), mobil mewah (2%), rumah mahal (1%). Dari hasil penelitian ini, ternyata bahwa memiliki kesehatan yang baik adalah lambang sukses dengan persentase yang tertinggi yang dinilai masyarakat. Jadi jelas bahwa tidak ada artinya memiliki rumah mahal atau mobil mewah kalau kita sakit-sakitan, bukan? Secara umum hanya ada dua faktor yang memotivasi kita untuk hidup, yaitu: (1) kerinduan untuk hidup berbahagia, dan (2) kerinduan untuk menghindari penderitaan. Kita akan coba berikan sekilas pandang bagaimana caranya kita dapat memiliki kedua faktor yang memotivasi kita untuk hidup ini. Saya teringat akan kehidupan dari Nenek Clemmons yang berusia 94 tahun. Selain adalah seorang pekerja yang rajin, ia juga mengasihi Allah, mengasihi hidupnya, mengasihi keluarganya, dan mengasihi pekerjaannya. Suatu hari pada pukul 11 pagi saat ia sedang mencuci jendela-jendela di rumahnya, ia merasa seperti waktunya telah tiba di mana ia akan meninggal dunia. Pada siang hari itu, ia memanggil keluarganya berkumpul bersama untuk memberikan pesanan terakhir kepada mereka dan pada pukul 3 sore ia meninggal dunia dengan sangat anggun. Nenek Clemmons tidak mengalami penderitaan maupun penyakit yang berkepanjangan. Setiap orang ingin menjadi sehat dan meninggal dengan sangat anggun seperti Nenek Clemmons. Nah, pertanyaan yang perlu kita tanyakan kepada diri kita masing-masing, Apakah ada resep untuk gaya hidup yang sehat? Departemen Kesehatan General Conference Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) telah mengumpulkan beberapa gaya hidup sehat yang telah dibuktikan secara ilmiah, yang menjamin kesehatan yang optimal bila seseorang itu menghidupkan prinsip-prinsip kesehatan tersebut secara keseluruhannya. Untuk memudahkan mengingat resep kesehatan tersebut, maka digunakan akronim CELEBRATIONS. Seluruh unsurunsur akronim ini yang membuat konsep kesehatan sebuah kesuksesan! Alphabet akronim ini mempunyai arti tertentu, di mana huruf C untuk Choices (pilihan), E untuk Exercise (olahraga), L untuk Liquids (cairan), E untuk Environment (lingkungan), B untuk Belief (kepercayaan), R untuk Rest (istirahat), A untuk Air (udara), T untuk Temperance (pertarakan), I untuk Integrity (integritas), O untuk Optimism (optimis), N untuk Nutrition (nutrisi), dan S untuk Social Support & Services (pelayanan dan dukungan sosial). Prinsip-prinsip CELEBRATIONS ini perlu dihidupkan secara keseluruhan sebagai suatu paket resep! Kita tidak dapat mengatakan: Baiklah, kita akan menjadi penganut vegetarian yang ketat, tetapi kita tidak ingin merubah kebiasaan gaya hidup buruk lainnya seperti tidak memiliki istirahat yang cukup. Orang yang kurang tidur tidak bisa menghadapi stres dengan akal sehat malah jadi suka marah, sehingga kita akan dikenal sebagai seorang vegetarian yang pemarah! Nah, adakah manfaatnya jika seseorang mengikuti resep kesehatan ini? Sejak tahun 1950-an sudah lebih dari 320 publikasi dalam literatur ilmiah yang disebarkan dalam berbagai jurnal, di mana semuanya berhubungan dengan riset kesehatan di kalangan anggota Gereja MAHK.
Hasil Penemuan-Penemuan:

Belanda Negara A sa l

Norwegia

Polandia

Calif, AS

tambahan tahun hidup di atas umur ratarata 8.9 thn Pria Wanit a 3.7 thn 1.9 thn 4.5 thn 4.2 thn 9.5 thn 9.4 thn 6.2 thn

Gary Fraser, M.D., Ph.D., mengatakan: We have now established, for men and women separately, that modifiable health habits such as diet, exercise, past smoking, obesity, use of postmenopausal estrogens (in women), together account for a 12-year difference in longevity on average. To enjoy the maximum benefit, individuals must change their dietary and exercise habits by about age 30, however, health benefits can be gained by changing at any age, but not in so marked a way. Pernyataan ini dikeluarkan tentunya sebelum ditemukan dampak negatip dari Hormone Replacement Therapy yang juga pada akhirnya mengfokuskan ke gaya hidup sehat bagi orang yang sehat, sebelum melewati masa menopause. Hasil penemuanpenemuan ilmiah ini sangat dikenal di kalangan masyarakat ilmiah dan mendapat tanggapan yang positip. Dr. T. Oberlin dari Harvard University berpendapat: Such an increase in life expectancy at these adult ages is greater than all of the gains in life expectancy made in the past 60 years Sidney Katz (Canadian Official) di tahun 1980 mengatakan: I have got some advice on how to improve the health of Canadians, and at the same time, cut billions of dollars off our annual health costs. I think we should study the lifestyle of the adherents of the Seventh-day Adventist Church and then explore ways and means of persuading the public to emulate the Adventist in at least some ways. Marilah kita menghidupkan seluruh prinsip-prinsip CELEBRATIONS sebagai satu paket resep kesehatan, sehingga dengan demikian kita dapat mengatakan, Ia akan memenuhi kehidupan kita dengan pesta perayaan, CELEBRATIONS!

You might also like