You are on page 1of 21

Pengolahan Air Asin Atau Payau Dengan Sistem Osmosis Balik

Proses mengolah air asin/payau menjadi air tawar atau sering dikenal dengan istilah desalinasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam yaitu 1. Proses destilasi (suling). 2. Proses penukar ion dan 3. Proses filtrasi. Proses destilasi memanfaatkan energi panas untuk menguapkan air asin. Uap air tersebut selanjutnya didinginkan menjadi titik-titik air dan hasil ditampung sebagai air bersih yang tawar. Proses desalinasi menggunakan teknik penukar ion memanfaatkan proses kimiawi untuk memisahkan garam dalam air. Pada proses ini ion garam (Na Cl) ditukar dengan ion seperti Ca+2 dan SO4-2 . Materi penukar ion berasal dari bahan alam atau sintetis. Materi penukar ion alam misalnya zeolit sedangkan yang sintetis resin (resin kation dan resin anion). Proses desalinasi yang ke tiga menggunakan filter semipermeabel untuk memisahkan molekul garam dalam air. Proses ketiga ini lebih dikenal dengan sistem osmose balik (Reverse Osmosis). Keistimewaan dari proses ini adalah mampu nyaring molekul yang lebih besar dari molekul air. Model pengolahan air asin/payau yang diuraikan pada tulisan ini adalah hasil rancangan tim Kelompok Air Bersih dengan kapasitas 7,5 - 10 m3/hari. Unit ini sudah dipasang di Kepulauan Seribu Jakarta Utara (Pulau Tidung, Pramuka dan Kelapa), di Palembang (Unit RO bergerak) dan di Cilacap Jawa Tengah.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Sumber air tersebut ada yang diperoleh dari air tanah, mata air air sungai, danau dan air laut. Sumber air di bumi tersebut berasal dari suatu siklus air dimana tenaga matahari merupakan sumber panas yang mampu menguapkan air. Air baik yang berada di darat maupun laut akan menguap oleh panas matahari. Uap kemudian naik berkumpul menjadi awan. Awan mengalami kondensasi dan pendinginan akan membentuk titik-titik air dan akhirnya akan menjadi hujan. Air hujan jatuh kebumi sebagian meresap kedalam tanah menjadi air tanah dan mata air, sebagian mengalir melalui saluran yang disebut air sungai, sebagian lagi terkumpul dalam danau/rawa dan sebagian lagi kembali ke laut. Manusia sering dihadapkan pada situasi yang sulit dimana sumber air tawar sangat terbatas dan di lain pihak terjadi peningkatan kebutuhan. Bagi masyarakat yang tinggal didaerah pantai, pulau kecil seperti kepulauan seribu air tawar merupakan sumber air yang sangat penting. Sering terdengar ketika musim kemarau mulai datang maka masyarakat yang tinggal di daerah pantai atau pulau kecil-kecil mulai kekurangan air. Air hujan yang merupakan sumber air yang telah disiapkan di bak penampung air hujan (PAH) sering tidak dapat mencukupi kebutuhan pada musim kemarau. Padahal kita mengetahui bahwa sebenarnya sumber air asin itu begitu melimpah, kenyataan menunjukkan bahwa ada banyak daerah pemukiman yang justru berkembang pada daerah pantai. Melihat kenyataan semacam itu manusia telah berupaya untuk mengolah air asin/payau menjadi air tawar mulai dari yang

menggunakan teknologi sederhana seperti menyuling, filtrasi dan ionisasi (pertukaran ion). Sumber air asin/payau yang sifatnya sangat melimpah telah membuat manusia berfikir untuk mengolahnya menjadi air tawar. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tawar manusia telah mengembangkan sistem pengolahan air asin/payau dengan teknologi membran semipermeabel. Membran (selaput) semipermeabel adalah suatu selaput penyaring skala molekul yang dapat ditembus oleh molekul air dengan mudah, akan tetapi tidak dapat atau sulit sekali dilalui oleh molekul lain yang lebih besar dari molekul air. Teknologi pengolahan air asin/payau yang akan dibahas pada tulisan ini terutama yang menggunakan teknologi filtrasi membran semipermeabel. Teknologi pengolahan air asin/payau ini lebih dikenal dengan sistem osmosa balik (Reverse Osmosis disingkat RO). Teknologi ini menerapkan sistem osmosis yang dibalik yaitu dengan memberikan tekanan yang lebih besar dari tekanan osmosis air asin/payau. Air asin/payau tersebut ditekan supaya melewati membran yang bersifat semi permeabel, molekul yang mempunyai diameter lebih besar dari air akan tersaring. Alat pengolah air sistem RO mempunyai fungsi untuk mengolah air asin/payau menjadi air tawar dengan cara filtrasi tingkat molekul, dengan demikian alat ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia. Pemanfaatan teknologi ini akan memberi kemudahan bagi manusia untuk mendapatkan air bersih yang diperoleh dari pengolahan air asin/payau. Manfaat lainnya yang dapat dinikmati oleh manusia dengan diterapkannya pengolah air sistem RO berupa peningkatan mutu kualitas air hasil olahan. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pandual Kualitas Air Hasil Pengolahan Sistem RO

Tabel 2. Paduan Kualitas Air Hasil Uji Coba di Kelapa Gading Jakarta Utara Tekanan Membran :300 Psi, Temperatur Air : 20-28 oC, Laboratorium : PAM Jaya

1.4. Potensi Potensi yang dapat diambil dari penerapan teknologi ini berupa nilai tambah sebagai hasil dari pengembangan dan rekayasa komponen utama unit RO. Adapun macam-macam komponen yang mungkin masih dapat dikembangkan di Indonesia adalah:

Studi membran semipermeable yang mengarah pada produksi lokal. Jantung filter dari sistem RO adalah terletak pada teknologi membran. Saat ini teknologi membran belum dapat diproduksi di Indonesia, hal ini disebabkan karena kita belum menguasai teknologi tersebut terutama untuk skala produksi. Untuk itu perlu segera dilakukan transfer teknologi pembuatan membran semipermeabel dari negara lain. Fabrikasi pretreatmen dan filter. Pretreatment atau pengolahan awal mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengolahan air ini. Air asin sebelum masuk pada unit RO harus diolah terlebih dahulu. Syarat air baku sebelum masuk ke unit utama harus tidak boleh keruh, tidak boleh berwarna, tidak berbau, kandungan zat besi/mangan kurang dari 0.01 ppm. Berdasarkan kriteria tersebut maka pengolahan tingkat awal menjadi hal yang begitu penting, sehingga peranan fabrikasi oleh perusahaan lokan akan menunjang penerapan teknologi ini. Untuk fabrikasi pembuatan pretreatmen dan filter dapat dibuat dengan bahan dari "stainless stell", paralon maupun "fiber glass". Fabrikasi media. Media filter sangat diperlukan sebagai media filter. Media filter biasanya terdiri dari pasir silika, mangan aktif dan karbon aktif. Teknologi untuk mengolah media tersebut sudah dikuasai oleh bangsa Indonesia. Sumber bahan yang dapat diolah menjadi media filter juga banyak terdapat di Indonesia. Industri perakitan. Untuk menghasilkan 1 unit RO maka diperlukan beberapa komponen dasar yang terdiri dari : 1. Casis., 2. Pompa Tekanan tinggi., 3. Modul Membran Tabung., 4. Pipa fleksibel., 5. Panel Listrik., 6. Flow Meter., 7. Valve., 8. Komponen pendukung lain., dirakit dalam suatu industri perakitan. Pada industri semacam itu paling tidak diperlukan beberapa orang ahli yang mengetahui dasar teknik, mesin dan listrik.

1.5. Pohon Komoditi

Gambar 1 menunjukkan pohon komoditi sistem pengolahan air berdasarkan kadar salinitas (kegaraman terlarut) dalam air baku. Batas kelarutan garam dalam air baku untuk standart air minum adalah untuk DHL = 400 - 1250 mmhos dan Cl - =600 ppm. Pembagian kualitas air berdasarkan kadar salinitas air adalah : 1. Air Tawar (DHL < 1250 mmhos). 2. Air Payau (DHL 1250 - 12.000 mhos). dan Air Asin > 12.000 mmhos), sehingga untuk menentukan jenis teknologi yang akan digunakan salah satunya ditentukan oleh kadar salinitas tersebut.

Komponen Utama Unit RO dibagi menjadi 4 macam yaitu: A. Pengolahan Tingkat Awal

B. Komponen RO

C. Komponen Desinfeksi dan Tangki Penampung Air Minum

D. Pembangkit Listrik

METODOLOGI

Jika air murni dan larutan garam dipisahkan oleh selaput semipermeabel maka akan terjadi aliran yang mengalir dari zat cair dengan konsentrasi rendah menuju ke air garam (larutan air yang mengandung kadar garam tinggi) yang mempunyai konsentrasi tinggi. Aliran air melalui selaput semipermeabel tersebut dapat berlangsung karena adanya tekanan osmosis. Jika tekanan dilakukan sebaliknya yaitu air garam diberikan suatu tekanan buatan yang besarnya sama dengan tekanan osmosis, maka yang terjadi adalah tidak ada aliran dari air ke air garam atau sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tekanan osmosis adalah konsentrasi garam dan suhu air. Air laut umumnya mengandung TDS minimal sebesar 30.000 ppm. Sebagai contoh, untuk air laut dengan TDS 35.000 ppm pada suhu air 25o C, mempunyai tekanan osmose 26,7 kg/cm2, sedangkan yang mengandung 42.000 ppm TDS pada suhu 30o C mempunyai tekanan osmosis 32,7 kg/cm2. Jika tekanan pada sisi air garam (air asin) diberikan tekanan sehingga melampaui tekanan osmosisnya, maka yang terjadi adalah air dipaksa keluar dari larutan garam melalui selaput semipermeabel. Proses memberikan tekanan balik tersebut disebut dengan osmosis balik. Prinsip osmosis balik tersebut diterapkan untuk pengolahan air payau atau air laut menjadi air tawar. Sistem tersebut disebut Reverse Osmosis atau RO. Sistem RO tidak bisa menyaring garam sampai 100 % sehingga air produksi masih sedikit mengandung garam. Untuk mendapatkan air dengan kadar garam yang kecil maka diterapkan sistem dengan dua sampai tiga saluran. Jika ingin membuat air minum yang mengandung kira-kira 300 sampai 600 ppm TDS cukup menggunakan saluran tunggal.

Jika air olahan yang dihasilkan menjadi semakin banyak maka jumlah air baku akan menjadi lebih besar dan sebagai akibatnya tekanan yang dibutuhkan akan menjadi semakin besar. Tekanan buatan (tekanan kerja) tersebut harus lebih besar dari tekanan osmosis pada air baku. Tekanan kerja yang dibutuhkan jika memakai air laut adalah antara 55 sampai 70 kg/cm2. RO mempunyai ciri-ciri yang sangat khusus sebagai model pengolah air asin yaitu: Energi Yang Relatif Hemat yaitu dalam hal pemakaian energinya. Konsumsi energi alat ini relatif rendah untuk instalasi kemasan kecil adalah antara 8-9 kWh/T (TDS 35.000) dan 9-11 kWh untuk TDS 42.000. Hemat Ruangan. Untuk memasang alat RO dibutuhkan ruangan yang cukup hemat. Mudah dalam pengoperasian karena dikendalikan dengan sistem panel dan instrumen dalam sistem pengontrol dan dapat dioperasikan pada suhu kamar. Kemudahan dalam menambah kapasitas. Meskipun alat pengolah air sistem RO tersebut mempunyai banyak keuntungan akan tetapi dalam pengoperasiannya harus memperhatikan petunjuk operasi. Hal ini dimaksudkan agar alat tersebut dapat digunakan secara baik dan awet. Untuk menunjang operasional sistem RO diperlukan biaya perawatan. Biaya tersebut diperlukan antara lain untuk bahan kimia, bahan bakar, penggantian media penyaring, servis dan biaya operator. Sistem pengolahan air sangat bergantung pada kualitas air baku yang akan diolah. Kualitas air baku yang buruk akan membutuhkan sistem pengolahan yang lebih rumit. Apabila kualitas air baku mempunyai kandungan parameter fisik yang buruk (seperti warna dan kekeruhan), maka yang membutuhkan pengolahan secara lebih khusus adalah penghilangan warna, sedangkan proses untuk kekeruhan cukup dengan penjernihan melalui pengendapan dan penyaringan biasa. Tetapi apabila kualitas air baku mempunyai kandungan parameter kimia yang buruk, maka pengolahan yang dibutuhkan akan lebih kompleks lagi.

Untuk daerah pesisir pantai dan kepulauan kecil, air baku utama yang digunakan pada umumnya adalah air tanah (dangkal atau dalam). Kualitas air tanah ini sangat bergantung dari curah hujan. Jadi bila pada musim kemarau panjang, air tawar yang berasal dari air hujan sudah tidak tersedia lagi, sehingga air tanah tersebut dengan mudah akan terkontaminasi oleh air laut. Ciri adanya intrusi air laut adalah air yang terasa payau atau mengandung kadar garam khlorida dan TDS yang tinggi. Air baku yang buruk, seperti adanya kandungan khlorida dan TDS yang tinggi, membutuhkan pengolahan dengan sistem Reverse Osmosis (RO). Sistem RO menggunakan penyaringan skala mikro (molekul), yaitu yang dilakukan melalui suatu elemen yang disebut membrane. Dengan sistem RO ini, khlorida dan TDS yang tinggi dapat diturunkan atau dihilangkan sama sekali. Syarat penting yang harus diperhatikan adalah kualitas air yang masuk ke dalam elemen membrane harus bebas dari besi, manganese dan zat organik (warna organik). Dengan demikian sistem RO pada umumnya selalu dilengkapi dengan pretreatment yang memadai untuk menghilangkan unsur-unsur pengotor, seperti besi, manganese dan zat warna organik.

Sistem pretreatment yang mendukung sistem RO umumnya terdiri dari tangki pencampur (mixing tank), saringan pasir cepat (rapid sand filter), saringan untuk besi dan mangan (Iron & manganese filter) dan yang terakhir adalah sistem penghilang warna (colour removal). Gambar skema unit pengolah air sistem RO dapat dilihat pada gambar 3

Metode pemurnian air dapat dilakukan dengan menggunakan membran secara reverse osmosis, menggunakan mikroorganisme, destilasi, elektrolisis, maupun ion exchange. Metode yang lain yaitu dengan menggunakan metode kombinasi reverse osmosis dan ion exchange. Metode kombinasi reverse osmosis dan ion exchange Osmosis merupakan proses perpindahan air dari larutan yang konsentrasinya rendah menuju larutan yang konsentrasinya tinggi dikarenakan adanya tekanan osmosis. Proses perpindahan ini melalui membran semipermeabel, dimana proses perpindahan air akan berhenti setelah konsentrasi kedua larutan sama. RO membutuhkan tekanan hidrostatik lebih besar daripada perbedaan tekanan osmotiknya sehingga air bisa mengalir dari larutan yang konsentrasinya lebih tinggi melalui membran semipermeabel. Sistem RO umumnya terdiri dari 4 proses, yaitu : 1. Pengolahan Awal (pretreatment) Air umpan terlebih dahulu diolah agar sesuai dengan kondisi membran dengan menghilangkan padatan tersuspensi, menyesuaikan pH operasi dan

menambahkan inhibitor untuk control scaling yang disebabkan konstituenkonstituen seperti kalsium sulfat. 2. Pemberian Tekanan Air umpan yang sudah diolah dinaikkan tekanannya dengan pompa sampai tekanan operasi yang diinginkan agar sesuai dengan membran dan kadar garam air umpan. 3. Separasi Membran Membran semipermeabel menghambat jalannya air umpan yang melewatinya. Air hasil keluaran dari membran berupa air bersih yang disebut permeate, dan yang tertahan pada membran disebut concentrate. Namun, karena tidak ada membran yang dapat bekerja 100% sempurna, maka ada sebagian kecil garam yang masih dapat melewati membran. 4. Stabilisasi Air hasil keluaran membran (air produk) biasanya disesuaikan pHnya terlebih dahulu sebelum ditransfer ke sistem distribusi. Kelebihan dan kekurangan sistem RO, yaitu : Kelebihan Proses RO tergolong mudah Biaya instalasi rendah Tanpa material non-metalik dalam konstruksi Energi yang digunakan untuk mengolah air payau antara 1-3 kWh tiap 1 m3air produk Dapat menghasilkan rasio kapasitas produksi yang besar, antara 25.000 60.000 liter per hari per m2 Teknologi RO dapat digunakan untuk menghilangkan kontaminankontaminan organik maupun inorganik Tidak mempunyai dampak terhadap lingkungan

Kekurangan Membran sensitif atau tidak efisien bila digunakan berlebihan Air umpan harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan partikulatpartikulat Operasi RO membutuhkan material dan alat dengan kualitas standar yang tinggi Ada kemungkinan terjadi pertumbuhan bakteri pada membran itu sendiri

Ion exchange merupakan suatu proses dimana ion-ion dari suatu larutan elektrolit diikat pada permukaan bahan padat. Sebagai pengganti ion-ion tersebut, ion-ion dari bahan padat diberikan ke dalam larutan. Pertukaran hanya dapat terjadi di antara ion-ion yang sejenis dan berlangsung dalam waktu yang singkat, yaitu pada saat terjadi kontak antara larutan dengan penukar ion.

Karakteristik Air Payau Secara kualitatif, beberapa karakteristik air payau diantaranya memiliki kandungan garam yang cukup tinggi (2000-5000 ppm), memiliki kesadahan yang cukup tinggi, dan kemungkinan mengandung padatan tersuspensi [Sagle dan Benny. 2006]. Kandungan garam yang mencapai 5.000 mg/L ini menjadikan air payau tidak baik dikonsumsi langsung sebagai air minum.

Pengolahan air payau dengan teknologi membran Teknologi membran merupakan teknologi pengolahan air yang sedang berkembang dewasa ini. Teknologi ini telah tumbuh dan berkembang secara dinamis sejak pertama kali dikomersialkan oleh Sartorius-Werke di Jerman pada tahun 1927, khususnya untuk membran mikrofiltrasi [Dep. Teknik Kimia ITB. 2006]. Beberapa keunggulan teknologi ini terletak pada kebutuhan energi yang

rendah, permasalahan korosi peralatan yang minimum dan penggantian dan penginstalasian alat yang mudah berintegrasi dengan sistem yang ada.

Teknologi membran yang dapat digunakan dalam pengolahan air adalah RO, ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF) dan mikrofiltrasi (MF). Prinsip kerja membran adalah memisahkan zat terlarut dengan berat molekul kecil dan memisahkan larutan cair yang mengandung zat organik dalam jumlah yang kecil. Pada proses ini, membran akan permeable terhadap air tetapi tidak terhadap garam dan senyawa dengan berat molekul besar. Akibatnya membran hanya dilalui oleh pelarut, sedangkan zat terlarut berupa garam maupun zat organik akan ditolak [Scott. 1995].

Membran RO Membran RO umumnya digunakan untuk memisahkan bahan-bahan dengan berat molekul rendah atau garam-garam organik dari larutan. Teknologi membran RO merupakan teknologi desalinasi yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan lahan yang luas. Contoh penerapan RO dapat dilihat pada desalinasi air laut. Pada proses ini, membran RO akan menahan komponen-komponen lain selain pelarut. Atau dengan kata lain,membran ini bersifat permeabel terhadap air, tetapi tidak untuk garam dan senyawa yang memiliki beratmolekul yang lebih besar. Skema proses RO dapat dilihat pada Gambar 1.

Proses RO dikenal juga sebagai proses hiperfiltrasi, sebab tekanan yang dibutuhkan untuk melewatkan umpan lebih besar dari tekanan osmosis umpan sebelum umpan dilewatkan melalui membran. Umumnya tekanan operasi yang diperlukan minimal tiga kali lipat dari tekanan osmosis larutannya, yakni berkisar antara 10-100 bar dengan batasan fluks sebesar 0,05-1,4 L/m2 jam [Mulder.1996]. Membran ini memiliki suatu lapisan tidak berpori yang tidak terdeteksi oleh SEM. Dengan kata lain struktur model membran yang digunakan bersifat dense skin layer. Modul membran Spiral Wound Membran dengan modul spiral wound terdiri dari dua lembar membran datar, penjarak umpan dan bahan berpori pengumpul permeat yang digulung membentuk silinder. Pada bagian tengah silinder terdapat pipa pengumpul permeat yang berfungsi untuk menampung aliran permeat dan mengalirkannya sebagai produk. Penjarak umpan merupakan suatu ayakan yang berfungsi untuk meningkatkan turbulensi aliran umpan pada permukaan membran. Dua lembar membran dan bahan berpori pengumpul permeat disatukan dengan lem, sedangkan penjarak umpan dibiarkan terbuka agar aliran umpan dapat masuk. Larutan umpan mengalir aksial sepanjang modul dalam celah yang terbentuk antara spacer dan membran. Skematik modul lilit spiral dapat dilihat pada Gambar 2 [Morales dan Maria. 2002].

Sebagai larutan umpan air payau sintetis digunakan serbuk natrium klorida (NaCl) p.a yang dilarutkan dalam akuades. Larutan NaCl dibuat pada konsentrasi 2.000, 2.250, 2.500, 2.750 dan 3.000 mg/L. Percobaan dilakukan dengan menggunakan seperangkat unit RO, beaker glass 2 L, gelas ukur 50 mL, stopwatch dan tabung penyimpanan sampel. Unit RO yang digunakan terdiri dari sebuah modul membran spiral wound, sebuah pompa, dua buah pressure gauge, sebuah retentate throttle valve yang berfungsi untuk mengatur beda tekanan dalam membran, speed control dan satu unit alat pengukur konduktivitas tipe Orion 125 Aplus. Membran RO yang digunakan merk Filmtec USA model TW30- 1812-100. Bahan membran adalah Polyamide Thin- Film Composite dengan luas penampang 5,5 ft2. Skema rangkaian unit RO ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada umpan air payau sintetis dilakukan analisa awal yaitu analisa Total Dissolved Solid (TDS), salinitas dan konduktivitas. Sebelum melakukan percobaan utama, terlebih dahulu dilakukan forward flushing dengan menggunakan akuades pada membran. Setelah forward flushing selama 30 menit, maka percobaan utama dapat dilakukan. Umpan larutan NaCl dilewatkan melalui membran, dengan variasi konsentrasi 2.000, 2.250, 2.500, 2.750 dan 3.000 mg/L dan variasi tekanan 0,5-7 bar. Fluks untuk masing-masing tekanan diukur setiap sepuluh menit percobaan. Permeat yang dihasilkan kemudian dianalisa.Penelitian dengan menggunakan membran RO tekanan rendah ini dilakukan pada skala

laboratorium. Umpan larutan sintetis NaCl yang digunakan dianggap dapat mewakili karakteristik air payau. Metode analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode curve fitting, yang meliputi grafik antara tekanan terhadap fluks permeat dan faktor rejeksi membran.

Pengaruh tekanan terhadap fluks permeat RO adalah salah satu operasi membran yang menggunakan tekanan sebagai gaya dorong (driving force). Adanya perbedaan tekanan adalah syarat mutlak bagi berlangsungnya operasi ini. Pengaruh tekanan terhadap fluks permeat dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan adanya peningkatan fluks seiring dengan peningkatan tekanan operasi. Pada umpan dengan konsentrasi NaCl 2.000 ppm dan tekanan operasi 0,5 bar diperoleh fluks sebesar 4,78 L/m2 jam. Sedangkan pada konsentrasi yang sama dengan tekanan operasi 7 bar diperoleh fluks 44,08 L/m2 jam. Fenomena yang sama juga ditemui oleh Winduwati dkk (2000). Dengan menggunakan variabel tekanan 40 sampai 120 psi dan konsentrasi NaCl 20 hingga 100 mg/L, didapatkan adanya kenaikan fluks permeat akibat dari kenaikan tekanan operasi. Fluks merupakan laju volume fluida yang melewati penampang membran [Cheryan, 1986]. Fluks ini diukur dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk menampung permeat dalam volume tertentu. Secara matematis fluks dirumuskan sebagai [Mulder, 1996]:

dengan J adalah fluks (L/m2jam), V adalah volume permeat (mL), A adalah luas permukaan membran (m2), dan t adalah waktu (jam). Fluks permeat disepanjang membran memilikihubungan langsung dengan tekanan umpan, dimana fluks akan meningkat seiring dengan adanya peningkatan tekanan [Kaliappan, dkk, 2005]. Semakin besar tekanan yang diberikan, maka volum fluida yang dapat melewati membran akan meningkat, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Peningkatan fluks

akibat adanya peningkatan tekanan juga telah dirumuskan oleh Darcy pada persamaan 2 yang menghubungkan fluks (jv) dengan pressure drop (P), koefisien rejeksi Staverman (), perbedaan tekanan osmotik (), konstanta permeabilitas (k), dan viskositas ().

Pengaruh tekanan terhadap rejeksi. Rejeksi adalah ukuran kemampuan membran untuk menahan atau melewatkan padatan terlarut [Cheryan, 1986]. Secara matematis rejeksi dinyatakan dengan [Mulder, 1996]:

dengan R adalah koefisien rejeksi (%) dan Cp serta Cf adalah konsentrasi zat terlarut dalam permeat dan Umpan Pengaruh tekanan operasi terhadap faktor rejeksi ditunjukkan pada Gambar 6 dan 7. Pada gambar tersebut, terlihat adanya peningkatan rejeksi seiring dengan peningkatan tekanan operasi. Gambar 6 menunjukkan pengaruh tekanan umpan terhadap rejeksi garam. Pada umpan dengan konsentrasi NaCl 2.000 ppm dan tekanan 0,5 bar diperoleh rejeksi NaCl sebesar 83%. Sedangkan pada umpan dengan konsentrasi yang sama dan tekanan 7 bar diperoleh rejeksi 92%. Pada umpan dengan 2.250 ppm hingga 3.000 ppm

terjadi penurunan rejeksi setelah tekanan 6,5 bar. Rejeksi maksimum rata-rata membran pada range tekanan 0,5 bar hingga 7 bar diperoleh pada larutan umpan dengan konsentrasi 2.000 mg/L yaitu sebesar 90%. Peningkatan tekanan umpan menyebabkan rejeksi garam meningkat. Namun terdapat batasan tertentu bagi jumlah garam yang dapat direjeksi untuk tekanan umpan yang digunakan. Semakin tinggi tekanan yang diberikan mengakibatkan garam yang melewati membran semakin banyak. Hal ini terjadi karena umpan didorong melalui membran pada kecepatan tinggi sehingga garam yang berada pada permukaan membran ikut menembus membran bersama umpan [Kaliappan, dkk, 2005]. Hal yang sama juga terjadi pada rejeksi TDS di dalam umpan seperti yang terlihat pada Gambar 7. Pada umpan dengan konsentrasi 2.000 mg/L, terjadi peningkatan rejeksi dari 0,66 pada tekanan 0,5 bar menjadi 0,82 pada tekanan 5 bar. Pengaruh tekanan terhadap kualitas produk Kualitas produk yang dihasilkan pada penelitian ini dilihat dari jumlah NaCl yang ada pada permeat. Pengaruh dari tekanan terhadap jumlah NaCl dalam permeat dapat dilihat pada Gambar 8. Pada Gambar 8, peningkatan tekanan mengakibatkan penurunan konsentrasi NaCl dalam permeat. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan dapat meningkatkan rejeksi garam terlarut di dalam umpan. Namun, sama halnya dengan rejeksi, pada titik tertentu tekanan tidak lagi berpengaruh pada konsentrasi NaCl dalam permeat. Tekanan yang tinggi memaksa garam terlarut melewati pori-pori membran sehingga pada kondisi tersebut, banyaknya NaCl di dalam permeat menjadi konstan.

You might also like