You are on page 1of 41

BAB III PEMBAHASAN

A. Sekilas Wayang Kulit 1. Asal-usul Wayang Kulit Sampai saat ini, belum ada data autentik dan bukti yang jelas mengenai asal-usul wayang kulit. Oleh karena itu, banyak tokoh yang mengemukakan pendapatnya mengenai asal-usul wayang kulit. Berikut beberapa pendapat mengenai asal-usul wayang kulit. Pendapat pertama mengemukakan bahwa wayang kulit berasal dari India. Wayang kulit ini kemudian disebarluaskan sampai ke Asia Tenggara termasuk Indonesia karena pengaruh Hindhu pada masa itu. Pendapat ini diperkuat dengan cerita wayang kulit yang mengadopsi cerita Mahabharata dan Ramayana yang notabene berasal dari India. Selain itu, patung wayang di Kamboja dan Thailand memiliki banyak persamaan dengan patung yang berada di Andhra Pradesh, Orissa, dan Kerala di India. Adapun patung wayang di Malaysia dan Indonesia dianggap menerima pengaruh dari patung wayang golek di India. Di antara para sarjana yang menyokong pendapat ini ialah Sabri East Siyavusgil, Jacques Brunet, dan William Ridghway. Pendapat kedua memaparkan bahwa wayang kulit berasal dari China. Hal ini merujuk pada suatu cerita legenda di zaman Raja Han Wu Ti yang menayangkan bayangan dibalik kelir sebagai ritual pemanggilan roh semangat istri baginda. Pendapat ini diutarakan oleh Berthold Laufer. Pendapat ketiga menegaskan bahwa wayang kulit berasal dari Jawa. Hal ini diperkuat dengan adanya banyak istilah Jawa Kuno yang terdapat dalam wayang purwa yang telah ada sebelum pengaruh Hindhu masuk ke Asia Tenggara. Pendapat ini dikemukakan oleh Hazeu.

Namun sejak tahun 1950, buku-buku pewayangan seolah telah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan bukan merupakan impor dari negara lain. 2. Sejarah Wayang Kulit di Jawa Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, Raja Kahuripan (9761012 M), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmurnya. Di zaman Mataram Hindhu inilah Kitab Ramayana dari India berhasil diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno (kawi) pada masa pemerintahan Raja Darmawangsa (9961042 M). Kitab Mahabharata yang berbahasa Sansekerta 18 parwa dirakit menjadi 19 bahasa Jawa Kuno kemudian disusul Arjuna Wiwaha yang berhasil disusun oleh Mpu Kanwa pada masa pemerintahan Raja Airlangga. Sesampainya di zaman Kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, Mpu Sedah menyusun Serat Bharatayuda yang kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Tak puas sampai disitu, Mpu Panuluh kembali menyusun Serat Hariwangsa dan Serat Gatutkacasraya. Menurut Serat Centhini, sang Jayabayalah yang memerintahkan untuk menuliskan pada rontal (daun lontar, disusun seperti kerai, kemudian disatukan dengan tali). Pada awal zaman Kerajaan Majapahit, wayang dituangkan ke dalam kertas jawi yang telah dilengkapi dengan berbagai hiasan dan pakaian. Awal abad ke-10 merupakan globalisasi tahap pertama di tanah Jawa. Kepercayaan animisme mulai tergoyahkan oleh pengaruh agama Hindhu yang membuat naiknya pamor Dewa yang ditempatkan berada di atas Hyang. Abad ke-12 hingga abad ke-15 merupakan masa sekularisasi wayang tahap satu. Pada masa ini disusun berbagai mitos yang mengagungkan para raja sebagai keturunan langsung para dewa. Pada abad ke-15 dimulailah globalisasi Jawa tahap dua. Saat pengaruh budaya

Islam kian meresap, pada awal abad ke-16 berdirilah Kerajaan Demak (15001550 M). Karena banyaknya kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran Islam, Raden Patah memerintahkan untuk mengubah beberapa aturan wayang yang kemudian dilaksanakan oleh para wali secara gotong-royong. Wayang beber karya Prabangkara pada zaman Majapahit segera digubah dan dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan. Gambar dibuat menyamping, tangan dipanjangkan, kemudian diapit dengan penguat tanduk kerbau. Disamping Sunan Bonang yang sedang menyusun struktur dramatikanya, Sunan Prawata menambahkan beberapa skenario cerita, tokoh raksasa dan kera. Raden Patah turut menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan. Selain itu, Sunan Kalijaga mengubah sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu menjadi terdiri dari batang pisang, blencong, kotak wayang, dan gunungan. Sunan Kudus mendapat mandat untuk mendalang suluk yang masih tetap dipertahankan hingga kini. Kemudian beliau menambahkan greget saut dan adha-adha. Pada masa Sultan Trenggana, bentuk wayang semakin dipermanis dengan tatahan mata, mulut, dan telinga. Susuhunan Ratu Tunggal pengganti Sultan Trenggana pun turut bersaing dengan menciptakan model mata liyepan dan thelengan. Tak hanya wayang purwa, sang Ratu juga memunculkan wayang gedhog yang hanya digelar di lingkungan dalam keraton. Sementara untuk konsumsi rakyat jelata, Sunan Bonang memberikan ciri khas baru dengan menyusun wayang damarwulan. Pada zaman Kerajaan Pajang, wayang gedhog dan wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi (mulai ada lekukan pada tatahan), ditambahkan celana dan kain, serta bentuk wayang semakin ditata yakni raja dan ratu memakai mahkota/topong rambut sedangkan para satria memakai praba. 3. Jenis-jenis Wayang Kulit Adapun jenis-jenis wayang kulit, yakni sebagai berikut : a. Wayang Purwa

10

Wayang purwa diperkirakan mempunyai umur paling tua di antara wayang kulit lainnya. Kata purwa berarti awal (pertama) yang digunakan untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit lainnya. Berkiblatkan cerita Ramayana dan Mahabarata serta terdiri dari beberapa gaya atau gagrak. Terbuat dari bahan kulit kerbau, yang ditatah, diberi warna sesuai dengan kaidah pulasan wayang pedalangan, diberi tangkai dari bahan tanduk kerbau bule yang diolah sedemikian rupa dengan nama cempurit yang terdiri dari tuding dan gapit. b. Wayang Madya Wayang madya adalah wayang kulit yang diciptakan oleh Mangkunegara IV sebagai penyambung (peralihan) cerita wayang purwa dengan wayang gedog. Salah satu cerita wayang madya yang terkenal adalah cerita Anglingdarma. Menceritakan sejak wafatnya Prabu Yudayana sampai Prabu Jayalengkara naik tahta. Cerita ini ditulis oleh R. Ngabehi Tandakusuma dengan judul Pakem Ringgit Madya yang terdiri dari lima jilid, dan tiap jilid berisi 20 cerita atau lakon. Namun wayang jenis ini tidak sempat berkembang di luar lingkungan Pura Mangkunegaran. c. Wayang Gedog Wayang gedog atau wayang panji adalah wayang yang memakai cerita dari serat Panji yakni kisah sejak Sri Gatayu, Putera Prabu Jayalengkara sampai masa Prabu Kuda Laleyan yang muncul pada zaman Kediri dan Majapahit. Sebutan Wayang Gedog diperkirakan berasal dari pertunjukan Wayang Gedog yang mula mula tanpa iringan kecrek (besi), sehingga bunyi suara keprak "dog" sangat dominan. Bentuk wayangnya hampir sama dengan wayang purwa. Dalam pementasannya, wayang gedog memakai gamelan berlaras pelog. d. Wayang Calonarang

11

Wayang calonarang juga sering disebut sebagai wayang leyak, adalah salah satu jenis wayang kulit Bali yang dianggap angker karena dalam pertunjukannya banyak mengungkapkan nilai-nilai magis dan rahasia pangiwa dan panengen. Pagelaran wayang kulit calonarang melibatkan sekitar 12 orang pemain. Kekhasan pertunjukan wayang calonarang terletak pada tarian sisiya-nya dengan teknik permainan ngalinting dan adegan ngundang-ngundang di mana sang dalang membeberkan atau menyebutkan pangiwa. e. Wayang Krucil Wayang krucil pertama kali diciptakan oleh Pangeran Pekik dari Surabaya. Biasa disebut wayang krucil karena terbuat dari bahan kulit dan berukuran kecil. Dalam perkembangannya, digunakan bahan kayu pipih (dua dimensi) yang kemudian dikenal sebagai wayang klithik. Cerita yang dipakai dalam wayang krucil umumnya mengambil dari zaman Panji Kudalaleyan di Pajajaran hingga zaman Prabu Brawijaya di Majapahit. Gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang ini amat sederhana, berlaras slendro dan berirama playon bangomati (srepegan). f. Wayang Parwa Wayang parwa adalah wayang kulit yang membawakan lakon-lakon yang bersumber dari wiracarita Mahabharata yang juga dikenal sebagai Astha Dasa Parwa. Merupakan wayang kulit yang paling populer yang terdapat di seluruh Bali. Dipentaskan pada malam hari dalam kaitannya upacara adat dan agama dengan memakai kelir, lampu blencong, dan diiringi dengan gamelan gender wayang serta didukung oleh sekitar tujuh orang. Pertunjukannya sendiri berfungsi sebagai hiburan nama-nama mereka yang mempraktekkan

12

yang bersifat sekuler. Mengambil lakon dari cerita Bharatayudha atau bagian lain dari cerita Mahabharata. g. Lain-lain Selain yang telah disebutkan di atas, jenis wayang kulit meliputi wayang dupara, wayang wahyu, wayang suluh, wayang kancil, wayang ajen, wayang sasak, dan wayang sadat. 4. Tata Pentas Wayang Kulit Dalam pementasan wayang kulit secara lengkap dibutuhkan kurang lebih sebanyak 18 orang pendukung. Satu orang sebagai dalang, dua orang sebagai waranggana, dan 15 orang sebagai penabuh gamelan merangkap wiraswara. Dalang ialah seorang yang memainkan berbilang peranan, diantaranya sebagai penulis cerita, pengarah lakonan, pengatur pentas, penyusun iringan, pengisah, pemain watak, dan penyanyi. Kesimpulannya, dalang adalah seseorang yang mempunyai kemahiran berbilang disiplin, serta seorang pemimpin dalam pertunjukan dan kumpulannya. Karena dalam bahasa Jawa dalang bermaksud ngudal piwulang, maka dalang dituntut mampu menerangkan ilmu dan memberikan pencerahan kepada para penontonnya. Waranggana adalah seniwati yang melantunkan suara untuk menambah estetis seni karawitan. Seorang waranggana bertugas membantu dalang dalam membawakan syair-syair tembang yang disesuaikan dengan jalan cerita atau lakon wayang. Waranggana juga berperan menghantarkan suasana pergelaran yang bersifat komprehensif seperti suasana sedih, gembira, marah, dan lain-lain. Niyaga atau pengrawit (penabuh gamelan) berperan membantu dalang dalam mengiringi karawitan sehingga jalan pementasannya terasa lebih hidup. Seorang pengrawit dituntut memahami pengertian karawitan secara umum, seluk beluk gamelan, serta memahami irama lagu yang dibawakan. Gamelan yang digunakan meliputi siter, gender,

13

rebab, kethuk, kendang, demung, saron, bonang, bonang penerus, slenthem, dan gong. Pertunjukan wayang kulit memakan waktu kurang lebih tujuh sampai delapan jam dalam semalam, yakni dimulai dari jam 21.00 sampai jam 05.00 pagi. Namun apabila pelaksanaan pentas wayang kulit pada siang hari, biasanya dimulai dari jam 09.00 sampai dengan jam 16.00 sore. Tempat pertunjukan wayang ditata sedemikian rupa dengan menggunakan konsep pentas yang bersifat abstrak. Penataan dalang berada dihadapan kelir, waranggana dan niyaga lengkap dengan gamelan mengikuti di belakang dalang, sedangkan penonton berada di balik kelir. Arena pentas terdiri dari layar berupa kain putih atau biasa disebut kelir dan sebagai sarana teknis pada bagian bawah diletakkan batang pisang atau dalam bahasa Jawa disebut debog. Pada sepanjang batang pisang itulah ditancapkan beberapa wayang atau lakonan dengan formasi berjejer dari wayang yang berukuran besar sampai kecil kemudian diakhiri dengan gunungan atau biasa disebut sampingan. Dalam bentuk aslinya alat penerangan yang dipakai pada pertunjukan wayang kulit adalah blencong, kemudian berkembang menjadi lampu minyak tanah (keceran), petromak, dan sekarang banyak yang memanfaatkan lampu listrik. 5. Sumber Cerita Wayang Kulit Cerita wayang kulit bersumber pada beberapa kitab, yakni : a. Mahabharata Mahabharata dari bahasa Sansekerta adalah sebuah karya sastra kuno yang konon ditulis oleh Begawan Byasa atau Vyasa dari India. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan saudara sepupu mereka sang seratus

14

Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayudha di medan Kurusetra dan pertempuran berlangsung selama delapan belas hari. b. Ramayana Ramayana dari bahasa Sansekerta Rmyaa yang berasal dari kata Rma dan Ayaa yang berarti Perjalanan Rama, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Wiracarita Ramayana terdiri dari tujuh kitab yang disebut Saptakanda. Secara singkat, Ramayana menceritakan perjalanan Rama yang awalnya memenangkan sayembara kemudian memperistri Dewi Sinta hingga kisah pembuangan Dewi Sinta karena mendengar desasdesus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sinta. c. Pustaka Raja Purwa Pustaka raja purwa adalah kumpulan cerita yang dipakai sebagai acuan oleh para dhalang dalam pertunjukan wayang kulit di Pulau Jawa. Kumpulan cerita ini dikumpulkan dan dinyatakan secara tertulis oleh pujangga keraton Surakarta yaitu Raden Ngabehi Rangga Warsita. Walaupun sumber cerita dari pustaka raja purwa ini berasal dari Mahabarata dan Ramayana dari India, namun beberapa isi detailnya telah disesuaikan dengan keadaan di pulau Jawa pada waktu itu. Hal ini ditujukan untuk menghindari kemungkinan timbulnya konflik sosial. Dianggap penting karena di Pulau Jawa, cerita wayang dipakai sebagai petuah, contoh dan pedoman hidup kebanyakan masyarakat pada waktu itu. d. Lain-lain Selain yang disebutkan di atas, cerita wayang kulit dapat bersumber dari Purwakanda, Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling, dan lain-lain.

15

6.

Lakon Wayang Kulit a. Lakon Pakem Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang, sehingga tidak terdapat suatu improvisasi cerita dari sang dalang. b. Lakon Carangan Lakon carangan memiliki cerita yang bergaris besar pada sumber perpustakaan wayang, sehingga sang dalang berimprovisasi terhadap cerita wayang yang dibawakannya tanpa keluar dari garis besar sumber cerita yang digunakan. c. Lakon Gubahan Lakon gubahan memiliki cerita yang tidak bersumber pada cerita pewayangan namun hanya memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sehingga sang dalang berimprovisasi terhadap cerita wayang yang dibawakannya dengan wayang. d. Lakon Karangan Lakon karangan memiliki cerita yang sepenuhnya bersifat lepas artinya sang dalang hanya bermodal improvisasi atas cerita yang dibawakannya tanpa bersumber pada perpustakaan wayang. menyesuaikan tempat-tempat pada perpustakaan

Ragam lakon menurut isi cerita terbagi menjadi empat kategori, yakni :

Ragam Lakon menurut jenis terbagi menjadi empat kategori, yakni : a. Lakon Lahiran Lakon lahiran mengisahkan tentang lahirnya seorang tokoh dalam pewayangan, sebagai contoh lahirnya Dasamuka, lahirnya Wisanggeni, lahirnya Gatotkaca, dan sebagainya. b. Lakon Raben

16

Lakon raben mengisahkan tentang seorang ksatria yang menyunting seorang putri untuk dijadikan istrinya. Lakon raben yang paling terkenal adalah Rabine Premadi. c. Lakon Gugur Lakon gugur menceritakan wafatnya seorang tokoh wayang, misalnya Salya Gugur, Bisma Gugur, Duryodana Gugur, dan sebagainya. d. Lakon Wahyu Lakon wahyu menceritakan mengenai keberuntungan seorang ksatria yang mendapatkan anugerah dari dewata karena kesucian hatinya dalam memaknai setiap cita-citanya. Lakon wahyu yang paling terkenal yakni Wahyu Makutharama. Lakon wahyu ini sangat banyak dan tergolong paling disukai masyarakat penggemar wayang. Karena sifatnya yang ringan, banyak humor, berpetuah, dan ramai dalam sajian, serta diyakini akan membawa berkah kebaikan pada penanggap pasca mengadakan pergelaran wayang. B. Eksistensi Dalang di Blantika Wayang Kulit 1. Dalang Lokal Saya mulai melatih anak-anak sejak tahun 1985, Pak Mudji membuka cerita. Beliau mengawali kegiatan melatih anak-anak dengan menjadi pelatih karawitan di sekolah-sekolah dasar di wilayah Surakarta. Lelaki lulusan ASTI Surakarta Jurusan Karawitan tahun 1984 ini belum secara khusus melatih mendalang. Hanya saja, pada tahun 1985 itu, salah seorang kakaknya menitipkan anaknya kepada Pak Mudji untuk dilatih mendalang dan karawitan. Inilah yang kemudian menjadi langkah paling dini untuk merintis keseluruhan perjalanannya melatih para dalang belia hingga hari ini. Menurut pak Mudji, pada mulanya, mendalang pada usia belia hanya menjadi wilayah bermain bagi anak-anak keturunan dalang.

17

Minat itu muncul karena dalam keluarga dalang biasanya lingkungan yang mendorong para bocah menyukai wayang terbangun sangat kuat. Perlahan, muncul perkembangan. Dunia pedalangan mulai dilirik para bocah yang bahkan lahir dalam keluarga yang sama sekali tidak terkait dengan kesenimanan. Angka peminatnya pun kian meningkat. Bagi suami Endang Supatma ini, ketertarikan yang besar dari para belia itu kemudian menjadi semacam panggilan. Naluri gurunya tak bisa mendiamkan para bocah dengan kemauan besar untuk belajar. Satu hal yang diyakininya adalah bahwa melatih mendalang ini tidak bisa hanya menjadi sampingan. Ini sebuah wilayah kerja yang harus ditangani sungguh-sungguh. Melatih mendalang harus memperoleh perhatian dan dukungan penuh. Dari sisi si bocah dan orang tuanya, pilihan belajar mendalang tidak bisa menjadi sekadar sebuah pilihan alternatif, ketika si bocah hanya bermain tanpa tujuan. Belajar mendalang tidak bisa hanya sebagai pilihan untuk memanfaatkan waktu luang. Keyakinan inilah yang ditekankan Pak Mudji kepada para muridnya sekaligus para orang tua yang menitipkan anaknya untuk berlatih di bawah asuhannya. Tahun 1993, Sanggar Sarotama resmi berdiri. Namun, tidak langsung didaftarkan ke Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dispora). Alasannya, Saya tidak mau saya sudah terlanjur mendaftarkan nama sanggar, tapi pada kenyataannya belum ada kegiatan yang berkelanjutan. Setelah setahun berdiri, dan kegiatan belajar memang benar-benar telah berjalan, saya mendaftarkan Sanggar Sarotama ke Dispora, ujar lelaki kelahiran Malang, 10 April 1954 ini. Pada tahun 1987 1989, Pak Mudji sempat membatasi hanya melatih para remaja. Tetapi, dia kemudian menyadari, ternyata itu jauh lebih sulit. Menjadi dalang ternyata perlu kesungguhan sejak dini. Ketika seseorang telah memasuki masa remaja, cukup sulit untuk meminta perhatian dan konsistensi mereka dalam berlatih. Dari dua tahun melatih remaja ini, dia melihat, bahwa anak usia lebih dini lebih

18

bisa memusatkan diri, meski diakuinya bahwa membuat bocah-bocah itu lebih terfokus juga bukan hal yang mudah. Pak Mudji pun memutuskan untuk memusatkan diri melatih anak-anak. Dalam mengelola sanggar Pak Mudji tidak bekerja sendirian. Beberapa personil juga terlibat untuk melatih tari dan karawitan. Misal, sambil berbincang saya melihat di salah satu sudut ruang sanggar, Mas Rasina sedang melatih titi laras dengan menggunakan gender. Mas Rasina adalah pelatih vokal dan karawitan. Mengenai melatih mendalang sendiri, lelaki dengan lima putra ini menjelaskan bahwa dia sengaja tidak membuat satu kurikulum yang baku lagi kaku, seperti halnya di sekolah. Mendidik anak itu harus lentur. Tidak setiap anak bisa diperlakukan sama. Saya harus melihat kapasitas anak juga. Ada anak yang dalam waktu sebulan sudah terampil memainkan wayang sekaligus dengan titi laras yang tepat. Ada anak yang bahkan empat bulan atau lebih masih terus berlatih titi laras, Pak Mudji menerangkan strateginya dalam mendidik para cantrik. Pak Mudji mencontohkan hal yang terjadi dengan salah seorang siswa didiknya yang beberapa minggu tidak bisa melanjutkan latihan karena pindah rumah. Ketika si anak kembali datang untuk berlatih, kemampuan vokalnya mulai terganggu. Kemampuan si anak untuk menyesuaikan suaranya dengan laras gamelan menjadi berkurang. Mas Rasina perlu mengulang dari awal lagi membangun kemampuan si anak. Hal semacam ini kerap terjadi. Namun tidak lantas membuat Pak Mudji putus asa dan merasa kelelahan. Justru baginya, ini adalah tantangan. Satu hal yang sangat disukainya dari para anak didiknya adalah bahwa mereka rajin dan konsisten berlatih. Pak Mudji merasakan kemauan yang sangat besar dalam diri mereka dan dia tak ingin kemauan besar ini lepas terbengkalai begitu saja. Penampilan Magistra Yoga Utama pada Festival Dalang Bocah 2009 juga tidak bisa dilepaskan dari peran Pak Mudji. Berkat kerja keras dan tangan dingin Pak Mudji dalam menggarap pementasan wayang

19

kancil untuk festival tersebut, Yoga berhasil menggondol gelar penyaji terbaik. Lantas mengapa wayang kancil? Wayang kancil sesungguhnya wayang yang paling tepat untuk diperkenalkan kepada dalang bocah. Bukan saja tentang ceritanya yang sesuai dengan karakter bocah, melainkan dari aspek cerita, wayang kancil memberi ruang keleluasaan yang jauh lebih besar untuk menampung kreativitas bocah, dibandingkan cerita wayang purwa yang telah memiliki pakemnya. Cerita dalam wayang kancil bisa digagas dengan melibatkan pendapat maupun nalar bocah serta lebih terbuka terhadap banyak perubahan. Mungkin ke depan, kami juga akan lebih banyak mengembangkan wayang kancil, Pak Mudji menjawab. Memang sedikit disayangkan bahwa keberadaan wayang kancil justru terkesampingkan dalam dunia pedalangan bocah. Menurutnya, wayang kancil perlu memperoleh lebih banyak ruang dalam dunia pewayangan kita, terlebih ketika melibatkan para dalang bocah. Mengenai perkembangan dunia pedalangan bocah, pak Mudji menyampaikan bahwa sekarang dunia pedalangan sudah cukup diminati dibanding ketika di awal dia mendirikan sanggar. Namun, masih banyak hal perlu dibenahi maupun diperhatikan. Bagi Pak Mudji, pedalangan bocah perlu memperoleh perhatian khusus dari Pepadi sebagai salah satu usaha merawat keberlanjutan tradisi. Misal, dengan membuat kalender tetap pementasan bagi para dalang cilik, atau membuat sebuah agenda kegiatan yang bisa memberi kesempatan bagi para bocah pendalang ini saling bertukar pikiran, pengalaman dan bermain bersama, misal lokakarya untuk dalang bocah. Dengan demikian, para dalang bocah tidak hanya berjumpa untuk semata-mata berlomba. Bercermin dari pengalaman Pak Mudji, bisa dilihat bahwa bagaimanapun dunia pedalangan bocah memiliki keunikannya sendiri. Oleh karenanya, sudah semestinya kita memberi wadah yang tepat untuk mereka tetap berkembang.

20

2. Dalang Perempuan Dalang merupakan tokoh sentral dalam pertunjukan wayang, karena ia harus bertanggungjawab atas keseluruhan pertunjukan. Ia harus memimpin musik, sebagai sutradara, sebagai penyaji, sebagai juru penerang, juru pendidik, penghibur, pemimpin artistik, dan sebagainya. Berhasil tidaknya suatu pertunjukan wayang kulit, sangat ditentukan oleh kemampuan sang dalang. Dengan demikian seorang dalang dituntut tidak hanya menguasai teknis pedalangan, tetapi juga harus memahami bidang lain seperti masalah kerohanian, falsafah hidup, kesusastraan dan sebagainya. Mengingat beratnya tugas seorang seniman dalang, hingga sekarang profesi ini cenderung didominasi oleh kaum laki-laki. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa profesi dalang hanya bisa dilakukan oleh kaum laki-laki. Pendapat umum ini jelas tidak sepenuhnya benar. Kenyataan menunjukkan bahwa di tengah dominasi kaum pria, pada setiap generasi muncul perempuan-perempuan dalang, meski dari segi kuantitas cenderung minoritas. Sampai sekarang, generasi dalang wanita masih tetap ada dan bermunculan di berbagai daerah. Ini membuktikan bahwa dalang wanita tidak pernah punah dan selalu terjaga regenerasinya. Secara kuantitas, minimnya jumlah perempuan dalang disebabkan karena beratnya persyaratan menjadi dalang. Dalang harus menguasai hal-hal yang berhubungan dengan pakeliran seperti sabet, catur, iringan berikut gendhing karawitan, lakon dan sebagainya. Di samping mahir memainkan wayang, pandai bertutur bahasa, mengenal titi larasan gendhing, dalang juga dituntut menguasai secara faktual bidang lain, seperti pendidikan, kesehatan, pemerintahan, ekonomi, pertanian, politik dan sebagainya. Semakin luas pengalaman dalang, akan memudahkan ia berbicara dalam pakelirannya. Sebaliknya, minimnya pengetahuan akan membuat dalang kesulitan membuat bahan pembicaraan, sehingga

21

dalam pakeliran bisa saja sering terjadi kevakuman suasana. Dalang yang kurang menguasai pakeliran biasanya akan kesulitan menciptakan suasana dan pakeliranpun kurang berbobot karena yang disajikan hanya berisi hura-hura dan sekedar kelakar yang kurang bermakna. Dalam konteks perempuan dalang, tak bisa dipungkiri memang terdapat beberapa sisi lemah. Menurut Nyi Kenik Asmarawati, S.Sn, M.Hum, perempuan dalang asal Karanganyar, Jawa Tengah, sisi lemah tersebut di antaranya dalam hal sabetan dan suara. Kebanyakan sabetan dalang perempuan tidak seterampil dalang pria. Gerakannya sederhana dan terkesan lemah, ujar Kenik. Dikatakan Kenik, dalam hal suara, sudah merupakan pembawaan bahwa wanita memiliki suara dasar yang berbeda dengan suara pria, sehingga dalam antawecana kadang yang terdengar seperti suara tokoh wanita semua. Ketika vokal tembang, sulukan atau kombangan, kebanyakan suara perempuan dalang terdengar seperti suara sindhen, baik dalam teknik penyuaraan maupun cengkok, jelasnya. Menurutnya, dasar suara yang cenderung tinggi ini menyebabkan jarang ada dalang perempuan yang memiliki suara kung. Kendala yang lain, di antaranya terletak pada kondisi fisik. Kondisi fisik dan mental seorang perempuan biasanya tidak setangguh pria. Secara fisik, laki-laki lebih kuat dibanding perempuan. Kalaupun perempuan dalang bisa menampilkan sajian seperti laki-laki, biasanya tidak tahan lama, karena kondisinya akan cepat lelah. Untuk mengantisipasinya, perempuan dalang cenderung menampilan lakonlakon yang tidak banyak sabetnya, dan menyajikan lakon-lakon yang lebih banyak caturnya (percakapannya). Di luar keterbatasannya, perempuan dalang masih dituntut memiliki pengetahuan dan pengalaman luas, sehingga mengerti, paham dan bisa membetulkan setiap terjadi kesalahan-kesalahan yang berhubungan dengan persiapan, penataan dan di saat pentas.

22

Selain faktor internal, ada juga faktor eksternal yang berpotensi menjadi hambatan bagi eksistensi dalang perempuan. Potensi hambatan itu justru datang dari masyarakat sendiri. Hingga saat ini, tak sedikit masyarakat yang skeptis dan meragukan kemampuan perempuan dalang. Ada sebagian masyarakat yang merasa kurang puas nanggap dalang wanita, karena dianggap tidak bisa melebihi kemampuan dalang pria. Mereka lebih suka menghadirkan dalang pria yang sudah punya nama atau kondang. Perhatian khusus dari Pemerintah sangat diperlukan untuk menjaga eksistensi dan juga proses regenerasi, kemajuan dan perkembangan perempuan dalang. Pemerintah seyogyanya memberikan kesempatan pada dalang perempuan untuk berkarya. Tanpa dukungan pemerintah, dalang perempuan kurang mendapatkan tempat atau porsi yang layak di masyarakat. Selain itu, selama ini eksistensi perempuan dalang masih belum banyak terpublikasi di tengah masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat kurang memahami bahkan kurang mengakrabi sosok perempuan dalang. Stigma masyarakat bahwa perempuan adalah sosok lemah yang tidak mampu berkarya di dunia pedalangan, sangat merugikan. Banyak yang beranggapan, sebagus-bagusnya sajian perempuan dalang tidak akan melebihi tampilan dalang laki-laki. Anggapan ini tentu saja tidak sepenuhnya benar. Kenyataan menunjukkan, tidak sedikit perempuan dalang yang memiliki kemampuan setara dengan pria, bahkan tak jarang melebihinya. Sejarah mencatat nama-nama perempuan dalang yang mencapai keemasan pada jamannya. Nama Nyi Panjang Mas, istri Ki Panjang Mas, abdi dalem dalang di Mataram, merupakan salah satunya. Konon, ketika terjadi pemberontakan Trunajaya, sepasang suami-istri ini terpisah. Ki Panjang Mas mengikuti Sri Susuhunan Amangkurat Agung menyingkir ke daerah Kedu sampai Cirebon, sedangkan Nyi Panjang Mas beserta wayang dan seperangkat gamelan dibawa Trunajaya ke

23

daerah Jawa Timur. Dalam perjalanannya di setiap tempat yang disinggahi oleh Nyi Panjang Mas dipergelarkan wayang kulit purwa dan dia mengajarkan pedalangan kepada para dalang di daerah tersebut. Setelah era Nyi Panjang Mas, muncul perempuan dalang dari Kartasura bernama Nyi Kenyacarita yang diangkat oleh PB X sebagai abdi dalem Kraton Surakarta. Di alam kemerdekaan, sekitar tahun 1960 bermunculan namanama besar dalang perempuan, seperti Nyi Bardiyati, Nyi Supadmi, Nyi Suwanti, Nyi Susilah. Generasi berikutnya adalah Nyi Rumiyati Anjang Mas, Nyi Sulansih, Nyi Sumiyati Sabdhasih, Nyi Sabdharini, Nyi Suwati. Nyi Suharni Sabdhawati yang kental dengan gaya Nartosabda, muncul pada tahun 1970. Tahun 1988 muncul perempuan dalang dari Sukoharjo, Nyi Dharsini dan Nyi Sri Utomo. Dalang wanita muncul kembali pada tahun 1996 ketika diadakan Pesona Dalang Wanita di Pendapa Ageng Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta. Kegiatan yang dilaksanakan guna menjaring kualitas masing-masing dalang dengan keterbatasan, kelebihan dan kekurangannya itu mampu menyerap dalang wanita dari berbagai daerah. Dalang wanita yang muncul pada acara tersebut di antaranya adalah Nyi Suparsih, Nyi Giyah Supanggah, Nyi Sofiah, Nyi Cempluk Suprihastutik, dan Nyi Sri Wulan Panjang Mas. Event Pesona Dalang Wanita ternyata mampu menggugah semangat dan minat para kaum hawa untuk belajar mendalang. Hal ini terbukti dengan munculnya kembali bibit-bibit muda perempuan dalang, seperti Nyi Sujiati, Ni Kenik Asmorowati, dan Ni Paksi Rukmawati. Dari sekian generasi tersebut memang sebagian sudah tidak begitu aktif di dunia pedalangan. Hal ini disebabkan faktor usia, sepinya tanggapan untuk mendalang, bahkan ada yang kemudian beralih profesi. Meskipun kondisi demikian, di ISI Surakarta Jurusan Pedalangan masih tercatat 5 mahasiswi dari semester II sampai semester akhir. Hal ini membuktikan bahwa generasi perempuan dalang masih terus

24

berlangsung, meskipun jumlahnya relatif sedikit dibanding dalang lakilaki. Tahun 2008 lalu, pihak Pemprop Jawa Tengah bekerja sama dengan PEPADI Komda Jateng berusaha menjaring lagi dalang-dalang perempuan dengan mengadakan Festival Dalang Wanita se-Jawa Tengah, yang berlangsung di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Surakarta. Dalam acara itu tampil 6 dalang perempuan sebagai wakil dari 6 karesidenan di Jawa Tengah. Menurut Ni Kenik Asmorowati, S.Sn, M.Hum, satu-satunya perempuan juri pada festival itu, fenomena ini sangat membanggakan. Ternyata perempuan dalang masih ada regenerasi. Yang mengharukan, banyak calon peserta Festival dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang akhirnya urung tampil, karena keterbatasan biaya. Padahal, bila mereka diberi kesempatan dan mau terus berlatih, pastilah dalang perempuan akan semakin maju dan mendapatkan tempat di hati masyarakat, kata Kenik. 3. Dalang Bule Jauh dari negeri Ratu Elizabeth, Inggris, Dr. Matthew Isaac Cohen pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1988. Sejak itulah, staf pengajar di Departemen Drama dan Teater Universitas Royal Holloway London ini tertarik dengan seni pewayangan, khususnya pedalangan. Cohen mengaku, ketertarikannya menjadi dalang berawal dari cerita pewayangan yang mampu menghadirkan mitos yang ada sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai dalang, seseorang benar-benar dituntut menjadi master yang tidak semua orang bisa melakoninya. Selain itu, seorang dalang harus mampu menjadi narator sekaligus aktor dalam lakon pewayangan tersebut. Ki Matthew Cohen mendalami budaya Indonesia terutama wayang sejak pertengahan tahun 1980, ketika dirinya menjadi

25

mahasiswa

Harvard

University

program

undergraduate

dengan

konsentrasi jurusan kebudayaan Asia. Dirinya mengaku tertarik mendalami kantung-kantung budaya di Asia Tenggara terutama Indonesia yang begitu kaya dan beragam. Kemudian oleh dosen pembimbingnya yang juga seorang etnomusikologi, Ki Matthew Cohen diminta untuk belajar gamelan. Belakangan di masa akhir kuliahnya, dirinya bermain bersama kelompok gamelan The Boston Village Gamelan. Setelah lulus, Cohen mengajukan beasiswa Fullbright untuk belajar gamelan lebih dalam di Institut Seni Indonesia Surakarta. Karena aplikasi yang diajukannya diterima, Matthew pun hijrah ke Solo sejak tahun 1988 hingga tahun 1990. Kecintaannya terhadap gamelan dan wayang semakin bertambah seiring dirinya mulai belajar mendalang selama kuliah. Akhirnya Matthew memutuskan mengambil program Doktor Antropologi Budaya Yale University dengan daerah penelitian di Cirebon, Jawa Barat. Ki Matthew Cohen mengaku belajar banyak dari para senimanseniman setempat untuk menggali pengetahuannya dalam seni wayang. Tak heran, Ki Matthew Cohen bukan hanya mengerti pakem wayang tetapi juga paham akan filosofi wayang. Menurut Cohen, masalah utama dalam mendalang ialah gaya pewayangan yang berbeda pada tiap daerah di Indonesia. Di samping itu, keprakan adalah salah satu teknik yang menurutnya paling sulit untuk dilakukan. Dengan berbekal kemampuannya dalam mendalang, Cohen yang kini masih tinggal di London, Inggris ini mengaku akan membantu melestarikan dan mempopulerkan wayang di luar negeri khususnya di negerinya, Inggris. Di negerinya tersebut, Cohen telah beberapa kali manggung dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. 3. Dalang Bocah

26

Ibarat pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Nampaknya cocok bila mengungkapkan kisah hidup dalang cilik Pandu Gandang Sasongko, yang merupakan putra dari penabuh kendang beken asal Sragen Bagong Sugiyanto. Meski baru genap 12 tahun, namun berbagai prestasi telah ditorehkan Pandu dalam dunia seni, khususnya seni pedalangan. Diantaranya saat Festival Dalang Bocah tingkat Provinsi Jawa tengah tahun 2007, ia berhasil meraih predikat dodogan dan keprakan terbaik, predikat lainnya yang berhasil digondolnya dalam event itu yakni kekompakan karawitan terbaik. Selain itu, Pandu pernah menyabet juara 2 dalam Festival Dalang Cilik se-eksKaresidenan Surakarta tahun 2005, partisipan dalam lomba dalang cilik saat peringatan HUT RI ke 63 di Taman Dayu Sragen. Penghargaan lainnya ialah dalam Festival Dalang Bocah tingkat nasional tahun 2008 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, dan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam Festival Dalang Bocah 2005. Pandu juga pernah dipercaya sebagai dalang bocah dalam Pagelaran Wayang Kulit Kirab Dalang Bocah pada Hari Anak Nasional tahun 2008 yang disiarkan oleh RRI Jakarta. Ia juga sering dipercaya sebagai dalang pembuka oleh para dalang-dalang terkenal. Bukan itu saja, Pandu sering didaulat unjuk kebolehannya sebagai pengisi hiburan ketika ada kenalan atau saudaranya yang punya hajat. Saya mengidolakan Ki Manteb Sudarsono untuk alur cerita dan sabetan wayang, sedangkan Ki Narto Sabdo untuk suara dan dialog, ungkap Pandu yang ditemui di kediamannya di Mojo Wetan, Sragen. Untuk goro-goro biasanya spontanitas saja, jadi ada lucunya, tambah cowok pemalu yang selalu mendapat ranking 10 besar ini. Siswa SDN Mojo Sragen ini juga mempunyai kelihaian memainkan alat musik gitar, drum dan tentunya kendang. Kebisaannya inilah yang membuatnya selalu menjadi pengisi acara musik di sekolahnya.

27

Menurut cowok kalem ini awal minatnya pada dunia dalang muncul, saat ayahnya sering menitipkannya pada dalang Ki Sutarno. Bergulat dengan wayang menjadi kegiatan kesehariannya, bahkan alur cerita wayang dan nama-nama tokoh sudah dihafalkannya sedari duduk di Taman Kanak-kanak. Lingkungan kerja ayahnya yang merupakan seniman, turut menumbuhkan benih untuk melestarikan kesenian Jawa di jiwa Pandu. Bahkan mata pelajaran yang sangat diminatinya hingga saat ini adalah pelajaran Bahasa jawa. Pandu yang tergabung dalam Sanggar Sukowati ini mengaku meski sangat menyukai kesenian Jawa tapi juga senang bermain seperti anak-anak pada umumnya. Bermain game play station dan berenang merupakan hobinya sehari-hari. Ayah sangat mendukung dalam setiap aktifitas, ketika tahu saya berminat wayang. Ayah sering membelikan oleh-oleh mainan wayang dan CD rekaman para dalang terkenal. Saat masih TK saya gemar sekali menonton wayang pakeliran yang disiarkan televisi pada malam minggu, ayah yang sering menemani menonton meski acaranya baru mulai pukul 01.00 WIB, kenang Pandu. Kini untuk mengasah kemampuannya ia berguru pada dalang terkenal Ki Medot dan Pak Purboasmoro, Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta untuk teknik pegang wayang. Pandu berharap pemerintah Kabupaten Sragen terus memperhatikan dunia seni khususnya seniman asal kabupaten Sragen sendiri. Ia meminta apabila pemerintah memiliki event untuk melibatkan seniman yang berdomisili Sragen, khususnya para seniman cilik. Saya bercita-cita untuk terus mendalami seni pedalangan, sehingga saat lulus SMP akan melanjutkan ke SMKI Surakarta dan meneruskan ke jurusan pedalangan ISI Surakarta, ungkap penyuka nasi goreng ini. C. Remaja dan Game Online

28

1. Minat Remaja Terhadap Game Online Sebagaimana yang kita tahu, di setiap warung internet yang kita jumpai selalu menyuguhkan game online. Dan di tempat itu pula, banyak remaja dengan asyik menghadap layar komputer sembari tangan yang sibuk menekan tombol keyboard. Tak ada biaya dan waktu yang membebani pikiran mereka. Hanya semata-mata karena hobi dan kecanduannya bermain game di dunia maya. Dari 30 orang responden remaja yang penulis rahasiakan identitasnya, 70% diantaranya lebih memilih berkutat dengan game online. Banyak alasan yang menjadikan mereka rela untuk menguras ongkos hanya untuk bermain game online. Alasan dari responden yang penulis dengar yakni karena hobi, tertantang akan alur game, tertarik dengan interaksi secara online dengan pemain-pemain lain, mengisi waktu senggang, hingga untuk lahan mencari uang dengan menjual character berlevel tinggi. Jika ditelaah lebih dalam, hobi bermain game merupakan suatu kebiasaan yang salah dan dapat membawa dampak buruk bagi para pecandunya. Namun bagi para peminat game online, pepatah tak mengikuti modernisasi berarti tak gaul ini mampu mematahkan segala perspeksi negatif yang terhujam kepada diri mereka. Bahkan banyak diantaranya yang tak peduli lagi akan pendidikan yang harus mereka emban di sekolah. Akibatnya, banyak diantara mereka yang di skors dan bahkan di drop out dari sekolah mereka. Terlihat ironis memang, namun inilah kenyataannya di lapangan. 2. Karakteristik Kecanduan Game Online Sekitar 11% orang yang terhubung internet menjadi kompulsif atau kecanduan. Tidak mengherankan jika kecanduan internet telah menjadi masalah tingkah laku yang serius dan dianggap sebagai salah satu masalah kejiwaan. Oleh Cornelius Plantinga, Jr., kecanduan didefinisikan sebagai kelekatan yang kompleks, progresif, berbahaya, dan sering juga

29

melumpuhkan terhadap zat psikoaktif (alkohol, heroin, zat adiktif lainnya) atau perilaku (seks, kerja, judi) yang dengannya individu secara kompulsif mencari perubahan perasaan. Akhir-akhir ini daftar mengenai kecanduan juga semakin bertambah panjang, mencakup kecanduan cinta dan roman, belanja, agama, olah raga, video games, uang, dan pergi ke bioskop. Definisi ini memberi indikasi bahwa kecanduan terhadap berbagai hal memiliki kemiripan gejala, hanya berbeda dalam hal objek kecanduan. Karena itu, pola kecanduan internet nampak mirip dengan gejala kecanduan pada zat psikoaktif, misalnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kecanduan internet merupakan pola kecanduan yang sudah dikenal sejak lama dengan objek yang lebih modern. Secara khusus, sejumlah gejala pola perilaku telah dicantumkan oleh Kimberley Young, seorang peneliti tentang kecanduan internet, untuk menentukan apakah seseorang sudah digolongkan sebagai pecandu. Gejala itu adalah sebagai berikut : 1. Pikiran pecandu game online terus-menerus tertuju pada aktivitas bermain game online dan sulit untuk dibelokkan ke arah lain. 2. Adanya kecenderungan penggunaan waktu bermain game online yang terus bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang sama dengan yang pernah dirasakan sebelumnya. 3. Yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau menghentikan penggunaan game online. 4. Adanya perasaan tidak nyaman, murung, atau cepat tersinggung ketika yang bersangkutan berusaha menghentikan penggunaan game online. 5. Adanya kecenderungan untuk tetap online melebihi dari waktu yang ditargetkan. 6. Penggunaan game online itu telah membawa risiko hilangnya relasi yang berarti, pekerjaan, kesempatan studi, dan karier.

30

7. Penggunaan membohongi online.

game

online terapis,

menyebabkan dan orang

pengguna lain untuk

keluarga,

menyembunyikan keterlibatannya yang berlebihan dengan game 8. Game online digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, kecemasan, depresi, dan sebagainya. Seorang pengguna sudah dapat digolongkan sebagai pecandu game online bila ia memenuhi sedikitnya lima dari delapan kriteria yang disebutkan Young ini. Dari gambaran yang diajukan oleh Young ini, nampak bahwa kecanduan pada game online memberi dampak kerusakan pada tiga fungsi utama kepribadian, yakni fungsi pengendalian perasaan, fungsi akademis dan pekerjaan, dan fungsi relasi. Dengan kata lain, kecanduan game online berpotensi melumpuhkan kepribadian individu. Bila perkiraan 11% pengguna adalah pecandu game online merupakan perkiraan yang cukup akurat, dapat dibayangkan bagaimana hebatnya dampak kerusakan yang terjadi pada lingkup nasional bila pengguna game online di Indonesia telah melebihi 25 juta orang. 3. Dampak Game Online Kecanduan pada internet memberi dampak negatif yang besar pada sisi spiritual. Pertama, menjadi pecandu game online berarti menyerahkan hidup kepada game online untuk mengontrol diri kita. Ini berarti bahwa kita telah menjadi hamba dari game online. Padahal kita diminta untuk menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, menghambakan diri selain kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan suatu perbuatan yang menyimpang dari tauhid dalam ajaran agama. Kedua, pecandu game online sering mengawali proses kecanduan dan menggulirkan kecanduannya itu dengan kebohongan.

31

Dari data yang bisa diperoleh, terlihat bahwa kira-kira 50% orang berbohong mengenai usianya, bobot tubuhnya, pekerjaannya, status pernikahannya, dan juga jenis kelaminnya. Ketika menjadi pecandu, kemungkinan berbohong semakin meluas karena mereka harus menyembunyikan kegagalan menyelesaikan tugas dan kewajibannya akibat bermain game online. Selain membohongi orang lain, pecandu juga kerap mendustai diri dengan mengatakan bahwa game online tidak berbahaya, dan apa yang dilakukannya tidak mencederai siapa pun. Ketiga, akibat kecanduan game online adalah kerusakan pada diri dan hubungan dengan Tuhan. Keinginan untuk bermain game online menyebabkan orang mengesampingkan perhatian kepada diri secara sehat dan mengalihkan perhatian sehingga menjauh dari hal-hal rohani. Kecanduan dapat membuat seseorang mengembangkan sifat buruk, misalnya kemalasan, kebiasaan menghindar dari masalah, berfantasi, tidak peduli dan kurang bertanggung jawab. Kepribadian bisa bertambah buruk karena kecanduan game online. Relasi dengan Tuhan pun semakin terhambat. Keempat, meskipun game online tidak disebutkan dalam AlQuran, gejala kecanduan internet sangatlah mirip dengan gambaran mengenai kecanduan alkohol. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa segala sesuatu yang memabukkan adalah khamr dan khamr tersebut hukumnya haram untuk dikonsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa kecanduan game online merupakan hal yang dibenci Tuhan, apalagi bila hal itu melibatkan pornografi, judi online, pemuasan nafsu, amarah dan kebencian, serta pengejaran popularitas dan kepentingan diri semata. Kelima, game online merupakan media bagi para pecandu untuk mengobarkan fantasi yang tunduk kepada hawa nafsu kedagingan dan pemujaan diri sendiri. Beberapa orang sulit menahan diri dari keterlibatan berdosa dengan permainan di game online atau perselingkuhan. Beberapa lainnya terobsesi terhadap dirinya sendiri sehingga menjadikan game online sebagai menara. Game online

32

membantu pecandu membentuk identitas diri sebagaimana yang diinginkannya dan yang kemudian juga dipujanya sendiri. Keenam, kecanduan pada game online bertentangan dengan aspek buah roh, yakni pengendalian diri. Pada pecandu, kendali diri seolah tidak lagi berada di tangannya sendiri. Betapapun kuatnya ia berusaha, siklus kegagalan dan keberhasilan mengontrol diri menjadi rutin dengan tingkat kekambuhan yang tinggi. Ketujuh, kecanduan membuat relasi pecandu dengan orang lain menjadi buruk. Perhatian pecandu yang semata-mata tertuju pada kesenangan diri dan game online membuatnya kurang peduli dengan kebutuhan orang lain. Ia cenderung asyik dengan dunianya sendiri. Selain itu menurut Edward T. Welch, salah satu ciri utama pecandu adalah menyalahkan orang lain. Sudah pasti pecandu tidak dapat memenuhi perintah untuk mengasihi karena kecanduannya. Menurut Margaretha Soleman, M.Si, Psi, dampak yang diperoleh pecandu game online yakni : Secara sosial : hubungan dengan teman, keluarga menjadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan hanya sebatas di game online saja, sehingga membuat para pecandu game online menjadi terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Keterampilan sosial berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku menjadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang dilihat dan dimainkannya di dalam game online. Secara psikis : pikiran menjadi terus-menerus memikirkan game yang sedang dimainkan. Pecandu menjadi sulit konsentrasi terhadap studi, pekerjaan, sering membolos atau menghindari pekerjaan. Hal tersebut membuatnya menjadi terkesan cuek, acuh tak acuh, dan kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Selain itu pecandu cenderung melakukan apa pun demi bisa bermain game, seperti berbohong, mencuri uang, dll. Pecandu terbiasa hanya berinteraksi satu

33

arah

dengan

komputer

membuatnya

menjadi

tertutup,

sulit

mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan nyata. Secara fisik : terkena paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak. Kesehatan jantung menurun akibat begadang 24 jam bermain game online. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk, kurang minum, lupa makan karena keasyikan bermain. Berat badan menurun karena lupa makan, atau bisa juga bertambah karena terlalu banyak ngemil dan kurangnya olahraga. Mudah lelah ketika melakukan aktivitas fisik, kesehatan tubuh menurun akibat kurangnya olahraga. mengakibatkan kematian. Dampak umum yang terlihat dari seorang pecandu game online ialah sebagai berikut : a. Dampak buruk game online yang paling ringan yakni mata merah dan lelah karena radiasi monitor. b. Pemain game online beresiko terserang penyakit TBC karena pola hidup yang tidak sehat, seperti bermain game berhari-hari bahkan tanpa tidur, merokok, makan mie instant tiap kali berhijrah ke game center, dan lain-lain yang dikerjakan secara berulang-ulang. c. Game online berdampak buruk pada kemerosotan akademis bagi para pecandunya. Karena pecandu game online disinyalir menggunakan sekitar 60%-80% dari otaknya untuk memikirkan perkembangan character game online yang ia mainkan, sedangkan sisanya untuk memikirkan kekasih, cara mendapat uang untuk membeli voucher, dan untuk mempersiapkan pledoi (pembelaan diri) dalam menghadapi amarah orang tua yang disebabkan turunnya nilai akademis. d. Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan dalam konferensi psikolog Inggris tahunan di Dublin mengungkapkan bahwa kebiasaan menekan tombol keyboard dan berlama-lama Yang paling parah adalah dapat

34

duduk di depan komputer dihubungkan dengan gangguan kepribadian, yaitu autisme. Hal ini diperkuat dengan adanya kepribadian introvert, percaya diri rendah, ketakutan, dan kecemasan dalam diri pecandu game dimana kepribadian tersebut banyak ditemui pada penderita sindrom asperger, salah satu bentuk dari autisme yang mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, berinteraksi sosial, dan berkomunikasi. e. Game online memberikan dampak buruk pada pengaruh jalan pikiran, kemampuan mengontrol emosi, kurangnya jadwal tidur, penurunan kemampuan penciuman, berpikir statis untuk menambah lamanya waktu bermain, dan adanya kebahagiaan dari bermain game. f. Bagi pria yang telah menikah, kebiasaan bermain game akan mempengaruhi kehidupan pernikahan yang telah dibangun. Mereka beresiko mengalami perceraian akibat pola hidup yang terkesan berantakan. g. Pecandu game online juga beresiko mengalami obesitas (kelebihan berat badan) karena pola makan yang tidak teratur, terlalu banyak mengkonsumsi camilan, overeating, dan latihan fisik/olahraga yang kurang. h. Pecandu game yang obesitas riskan terhadap penyakit jantung yakni penyumbatan pembuluh darah pada jantung dan gagal jantung. i. Bahkan tersiar berita dari beberapa negara bahwa pemain game online yang kebanyakan dari kalangan remaja beresiko mati muda di depan komputer karena bermain game online berhari-hari tanpa henti. 4. Penanggulangan Pecandu Game Online

35

Sebagian pecandu internet mulai dapat menguasai dirinya setelah suatu masa lepas kendali. Di antara pecandu, ada yang dapat melepaskan dirinya setelah yang bersangkutan dihadapkan pada pilihan yang sulit, antara memilih game online atau memilih pasangan dan keluarganya. Namun kebanyakan pecandu tetap tidak bisa melepaskan diri dari kecanduannya dalam kurun waktu yang panjang. Pada umumnya pecandu game online justru memilih bermain game online dan mengorbankan hal lainnya, termasuk karier, keluarga, atau studinya. Karena kompleksnya permasalahan kecanduan game online, pemutusan siklus kecanduan perlu pendekatan yang bersifat multidimensional dan penanganan secara terpadu. Ada lima area pecandu yang perlu digarap, yakni aspek spiritual, pola pikir, perasaan, perilaku atau kebiasaan, dan relasi. Berikut adalah prinsip pelayanan bagi pecandu internet : Pertama, langkah awal penanganan kasus kecanduan game online harus dimulai dari pengakuan, kerelaan, niat, kebulatan tekad, dan kontrol diri pecandu untuk melepaskan kebiasaannya tersebut. Usaha apa pun yang kita lakukan niscaya akan menemui kegagalan bila pecandu internet tidak mengakui persoalannya yang berat. Untuk itu, konselor atau psikolog perlu melakukan pendekatan empatik dan penuh penerimaan terhadap kesulitan dan persoalan yang membelit pecandu tanpa bersikap menyalahkan. Kedua, harus ada semacam ikatan kontrak dengan pecandu agar dalam suatu jangka waktu, misalnya selama empat puluh hari, untuk tidak bersentuhan dengan game online sama sekali. Sebagai gantinya, kita melatih mereka untuk memperoleh hobi dan kebiasaan baru. Pecandu tidak boleh dibiarkan menganggur selama mereka tidak beraktivitas dengan game online agar mereka belajar mengisi waktu luang dengan cara yang baik. Kegagalan dan pelanggaran terhadap komitmen diberi ganjaran sanksi yang telah disepakati bersama, misalnya dengan memperpanjang masa puasa bermain game online. Sebaliknya, keberhasilan diberi

36

hadiah berupa aktivitas yang mereka sukai, namun yang tidak terkait dengan dunia game online. Langkah drastis dengan mencegah pecandu mengakses game online adalah untuk menghilangkan tolerance effect dan withdrawal syndrome. Dalam hal ini, harus ada ketegasan agar efek kecanduan ini bisa lenyap setelah mereka tidak menggunakan game online dalam jangka waktu tertentu. Yang perlu dirancang juga adalah sisi pengawasan terhadap pelanggaran atau ketaatan terhadap komitmen, karena menghentikan kebohongan karena penggunaan game online juga merupakan bagian dari penanganan terhadap pecandu game online. Alasan lain dari pemutusan total yang bersifat sementara dengan game online adalah agar pecandu ditolong untuk menyerahkan kontrol sementara kepada kita untuk kemudian kita alihkan kontrol diri mereka kepada kuasa Tuhan. Di sini sekali lagi penolong harus membantu pecandu untuk berdoa dan berelasi dengan Tuhan secara pribadi. Ketiga, konseling pribadi dan konseling kelompok harus diberikan secara rutin sampai pecandu benar-benar terlepas dari kecanduannya. Konseling pribadi bermanfaat untuk menolong pecandu mengenali kecenderungan dan asal mula perasaan dan pikiran yang menjerumuskan mereka ke dalam siklus kecanduan, mengatasi pikiran dan perasaan itu, serta memperoleh pola pikir dan pengendalian perasaan yang lebih baik. Konseling kelompok diperlukan agar mereka mempelajari kembali cara berelasi yang sehat, untuk menghadapi rasa sakit akibat gesekan dalam relasi, serta untuk memberi dukungan dan saling menguatkan antar pecandu di bawah bimbingan dari seorang konselor atau terapis. Juga diperlukan layanan konseling keluarga, karena perilaku pecandu memberi dampak kepada seluruh keluarga. Kemungkinan juga ada sumbangsih dari keluarga dalam persoalan pecandu game online. Dengan demikian, pengakuan akan kesalahan serta perbaikan dapat dilakukan antar anggota keluarga.

37

Keempat, pecandu yang telah terbebas harus menyadari bahwa mereka tetap memiliki area sensitif terkait dengan penggunaan game online. Dengan demikian, mantan pecandu perlu dibekali dengan teknik penolakan dan penghindaran terhadap keterlibatan terhadap dosa dan kebiasaan buruk mereka yang dahulu. Mereka juga perlu terus belajar untuk hidup dalam kontrol kuasa Tuhan sehingga tidak tersandung lagi. Untuk itu, penolong perlu mendorong dan membimbing mantan pecandu untuk mengembangkan iman, kebajikan, pengetahuan akan firman Tuhan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, dan kasih. Mantan pecandu perlu pula ditolong untuk mengembangkan talenta dan karunia yang mereka miliki sehingga tidak lagi terhisap ke dalam pola pikir dan kebiasaan lama mereka. D. Remaja dan Wayang Kulit 1. Minat Remaja Terhadap Wayang Kulit Sebagaimana yang kita tahu, minat remaja terhadap pelestarian wayang kulit kian hari kian tergerus oleh lunturnya mental budaya dan gelombang arus modernisasi yang semakin bombastis. Bahkan akhirakhir ini semakin langka kita jumpai adanya pergelaran wayang kulit. Hanya segelintir orang saja yang masih peduli terhadap eksistensi wayang kulit. Dan kebanyakan dari mereka adalah usia dewasa bahkan lanjut usia. Dari 30 orang responden yang penulis rahasiakan identitasnya hanya sekitar 30% saja remaja yang memilih untuk menonton pergelaran wayang kulit jika dibandingkan dengan bermain game online. Alasan mereka memang sangat logis, yakni sebagai upaya melestarikan budaya Jawa yang kian luntur. Selain itu, menurut mereka bermain game online hanya membuang-buang waktu, pikiran, tenaga, dan biaya. Hasil yang didapatkan pun hanya lelah dan ongkos terkuras. Kebanyakan responden yang memilih untuk menonton wayang kulit dibandingkan dengan bermain game online adalah para remaja putri.

38

Karena sebagaimana yang penulis amati di setiap warung game online lebih dari 70% penggunanya adalah kaum laki-laki. Hanya minoritas kaum perempuan saja yang menjadi pengguna game online ini. 2. Aspek dan Nilai Moral Wayang Kulit Nilai moral memberikan bingkai bagaimana seyogyanya manusia bersikap dan berperilaku ketika berhubungan dengan Tuhan, alam, dan manusia lainnya. Karena itu wayang bukan sekedar tontonan, akan tetapi juga sebuah tatanan dan tuntunan, begitulah tutur dosen mata kuliah wayang di Institut Seni Indonesia, Ki Purbo. Oleh sebab itu, masyarakat di suatu daerah memanfaatkan cerita wayang tersebut sebagai bahan renungan, pedoman, dan bahkan ideologi hidup mereka. Selain moral, di dalam wayang juga terkandung lima aspek, yaitu widya (filsafat dan pendidikan), drama (pentas dan musik karawitan), gatra (pahat dan seni lukis), ripta (sangit dan sastra), dan cipta (konsepsi dan ciptaan-ciptaan baru). Maka tak berlebihan bila seniman barat menilai wayang sebagai the most complex and sophisticated theatrical form in the world. 3. Nilai Positif Wayang Kulit Pada umumnya pedalangan wayang kulit purwa bukan hanya sekedar pertunjukan hiburan, tetapi lebih bersifat kejiwaan. Hal tersebut memberikan predikat sebagai bentuk seni klasik tradisional. Bahkan ada yang memberikan predikat berlebihan sebagai suatu seni klasik tradisional adiluhung, yaitu suatu nilai budaya yang dihayati dan dijunjung tinggi sepanjang masa oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Predikat tersebut memberikan pengertian bahwa wayang adalah suatu bentuk seni pentas tradisi yang berdimensi dan berfungsi ganda, yang masing-masing dimensi di dalam pedalangan disebut unsur

39

pendukung daripada nilai pedalangan secara seutuhnya. Adapun unsurunsur dan nilai yang terkandung adalah sebagai berikut : a. Nilai Hiburan Wayang kulit mendapat tempat dalam hati rakyat Indonesia khususnya di Pulau Jawa dan digemari hingga saat ini. Wayang juga merupakan hiburan rakyat yang paling ringan, apalagi wayang kulit yang berbentuk orang. Hal ini dapat dilihat dari perhatian para penonton di setiap pertunjukan wayang kulit. Di seluruh lapisan masyarakat hampir 80% dari mereka yang hadir tetap duduk semalam suntuk (kurang lebih 9 jam). Bagi para penggemar wayang kulit, duduk sambil mengantuk semalam suntuk melihat pertunjukan wayang adalah dirasakan sebagai suatu kenikmatan. b. Nilai Seni Seni pedalangan mencakup beberapa sub unsur seni, sehingga apabila hanya dilihat dari segi seni saja, maka wayang merupakan suatu ramuan dan paduan seni yang harmonis menjadi satu kesatuan drama yang sangat mengesankan. Wayang purwa disebut juga saptamuka karena terdiri dari beberapa unsur : o Seni Drama Pada hakekatnya wayang kulit adalah seni drama dan tiap lakon wayang kulit selalu mengandung paling sedikit motif pokok sebagai inti dari drama yang semuanya ini sangat menarik para ahli filsafat dan ahli kebatinan. o Seni Lukis/Rupa Sunggiringan dan tatawarna pada kulit yang tersusun sedemikian rupa dan harmonisnya adalah ciri keindahan dan teknik lukis pada wayang. o Seni Pahat

40

Bentuk dan wujud wayang dibuat dari kulit kerbau yang sudah mengalami proses pengeringan seperlunya, kemudian ditatah jilimet sedemikian rupa sehingga mewujudkan tokoh wayang yang dimaksud. o Seni Sastra Sastra yang ada pada wayang terlihat dari bahasa pedalangan yang indah layaknya mendongeng. Lalu, cerita wayangnya juga merupakan bagian nilai sastra pada wayang. o Sastra Suara Suara dalang, nyanyian swarawati, dan bunyi gamelan adalah paduan suara dan menjadi kenikmatan serta nilai tersendiri yang mengesankan di mata penggemar. o Seni Karawitan Gending-gending mempunyai sifat luhur, luwes, wingit, regu, gembira, bagus, dan memberikan rasa semangat serta nikmat pendidikan jiwa untuk menikmati estetis, bersama dengan lakon merupakan ilustrasi mistik. o Seni Gerak Gerak wayang yang dibuat dari selembar kulit dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga seperti sungguh-sungguh hidup dan menggambarkan gerak yang dimaksud. Semua cabang kesenian di atas di dalam pewayangan masing-masing tidak menonjol dan berdiri sendiri, tetapi bersatu sehingga merupakan korelasi dan kesatuan yang indah dan selaras. Masing-masing unsur tersebut dalam penampilan tidak diperkenankan untuk menonjol, tetapi harus seimbang sehingga menjadi serasi dan padu. Makna kesatuan yang bulat itulah yang

41

menjadikan wayang sebagai seni yang indah dan adiluhung karena adanya banyak unsur yang tergabung di dalamnya. c. Nilai Pendidikan dan Penerangan Wayang kulit purwa adalah suatu kesenian yang masih hidup mendarah daging di hati rakyat Indonesia terutama suku Jawa dan mempunyai resonansi dalam masyarakat terutama masyarakat desa. Unsur-unsur pendidikan dan ajaran batin (estetiks) serta ajaran lahir (etis) yang sesuai dengan peradaban, kesusilaan, politik, dan kepahlawanan, seperti nyata terlihat dalam lakon-lakon Harjuna Sasrabahu, Ramayana. Dr. Hazim Amir dalam penelitian menemukan 20 nilai etis yang terkandung dalam wayang : o Kesempurnaan sejati o Kesatuan sejati o Kebenaran sejati o Kesucian sejati o Keadilan sejati o Keagungan sejati o Kemercusuruan sejati o Keabadian sejati o Keteraturan mikrokosmos sejati o Kebijaksanaan sejati o Kebijaksanaan makrokosmos sejati o Realita dan pengetahuan sejati o Kesadaran dan keyakinan sejati o Kekasihsayangan sejati o Ketanggungjawaban sejati o Kehendak, niat, dan tekad sejati o Keberanian, semangat, dan pengabdian sejati o Kekuatan sejati

42

o Kekuasaan, kemandirian sejati o Kebahagiaan sejati d. Nilai Ilmu Pengetahuan Pada permulaan abad XIX pedalangan wayang kulit purwa telah banyak menarik perhatian para sarjana Indonesia pada umumnya dan sarjana barat pada khususnya. Para sarjana tersebut telah menyoroti salah satu dimensi, misalnya ilmu pengetahuan sehingga tidak mengherankan bahwa mulai abad XIX wayang juga menjadi objek ilmu pengetahuan dalam bidang sastra budaya. Wayang kulit menjadi ilham atau seni pedalangan bagi cendekia dan para ahli merupakan sumber ilham dan diantaranya ilmu sejarah, etnologi, filsafat, antropologi, bahasa kesusastraan dan lain sebagainya. e. Nilai Filsafat, Simbolik, dan Rohani Pergelaran wayang sebagai obyek kajian filsafat adalah simbol kehidupan manusia di jagad raya ini. Di dalamnya penuh dengan hasil perenungan filsafat yang mengetengahkan pandangan hidup terhadap kebenaran dan realita. Yang mudah dipahami adalah aspek estetikanya yaitu keindahan seni multidimensional yang digelar, selanjutnya dapat disimak kandungan nilai-nilai moral dalam semua aspek kehidupan, selanjutnya baru bisa mencapai kandungan falsafahnya yaitu makna dan tujuan pergelaran wayang. Falsafah inilah yang sebenarnya menumbuhkan nilai-nilai moral untuk seterusnya nilai-nilai ini menjiwai dan mewarnai estetikanya, sehingga wayang bisa menjadi sajian seni yang indah. Manusia memahami jati dirinya, sebagai hamba Allah yang pandai bersyukur, sehingga hidupnya tenteram dan bahagia. Filsafat wayang diharapkan dapat memberi jawaban atas pandangan-

43

pandangan mendasar tentang kebenaran dan realita yang mengarah pada pencapaian kesempurnaan hidup. 4. Peran dalam Pelestarian Wayang Kulit Peran pemuda khususnya remaja bagi pelestarian budaya di masa depan sangat penting dan karena itu mereka perlu diberi wawasan kebudayaan. Begitulah tutur Dirjen Sejarah dan Purbakala, Departemen Budaya dan Pariwisata Dr. Hari Untoro Drajat di sela-sela Asean University Student Conference di Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Bandung. Dalam pelestarian budaya ini pasti ada hulu lestari, dan terbuka banyak hilir untuk jalan ke depannya, kata Hari yang juga selaku Ketua Sub-comittee on Culture Indonesia (SOMCA). Isi budaya perlu diberikan pada para pemuda khususnya remaja, yaitu pemahaman mengenai proses pelestarian dari hulu sampai hilir tersebut. Selanjutnya implikasi ke depannya bisa melalui berbagai cara. Hari mengambil contoh Singapura yang sukses menampilkan peninggalan-peninggalan sejarahnya melalui berbagai proses kreatif. Misalnya, HTV (Heritage TV) yaitu stasiun televisi nasional yang fokus memuat isi budaya lokal. Selain itu, penggunaan teknologi seperti blog, facebook, youtube, atau media jaring (online) lain pun dibangun, dan hasilnya terbuka sebuah jaringan ekonomi kreatif yang berbasis budaya (culture industry). Mereka tidak memiliki warisan budaya, namun mengambil peninggalan-peninggalan dari Jepang, Cina, dan beberapa negara lainnya kemudian mengemasnya menjadi suatu kajian menarik, dan ini merupakan proses kreativitas bermuatan lokal yang perlu diisi oleh para pemuda kita, ujar Hari. Ide-ide inovatif diperlukan dalam proses pelestarian yang sifatnya dinamis seiring perkembangan zaman. Dalam suatu usaha pelestarian budaya, ada yang terlihat dan yang tidak terlihat, diantaranya terdapat proses berperilaku, yaitu bagaimana seseorang menghormati

44

dan mengadopsi nilai-nilai lama. Menurut beliau, Indonesia baru sampai tahapan pelestarian secara fisik. Pelestarian fisik yang terlihat ini sudah dijalankan. Namun, yang sifatnya perilaku ini masih perlu diingatkan kembali, kalau tidak akan hilang, kata Hari. Upaya pemerintah sendiri masih sebatas pemberian masukan-masukan pada pendidikan, maka perlu aktivitas atau kegiatan pendukung seperti pertemuan antar pemuda baik tingkat nasional maupun internasional yang mampu mendorong lahirnya pemikiran-pemikiran inovatif. 5. Tindakan Kontrol Sikap Adanya globalisasi seperti maraknya game online menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah seperti halnya wayang kulit, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilainilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa. Kemajuan globalisasi memiliki dampak positif maupun negatif, maka perlu adanya tindak lanjut dalam menyikapi globalisasi tersebut. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut : a. Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa khususnya wayang kulit di sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. b. Menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru seperti game online, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negatif. c. Mengadakan berbagai pertunjukan kebudayaan. d. Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap budaya asing. E. Media Pelestarian Wayang Kulit

45

1.

Wayang Kulit Online Kini, pelestarian wayang kulit tak hanya menggunakan media

klasik seperti halnya pergelaran wayang klasik. Seiring tuntutan zaman, pelestarian wayang kulit dikemas dalam suatu media yang lebih modern, salah satunya yakni wayang kulit berbasis online. Banyak situs yang menyuguhkan artikel tentang wayang kulit yang setiap beberapa pekan selalu mengalami pembaharuan secara online. Salah satu situs wayang kulit yakni situs milik Ki Demang yang merupakan situs sutresna Jawa. Alamat situsnya yakni http://ki-demang.com yang menyuguhkan berbagai budaya Jawa seperti wayang kulit, gamelan, dan sebagainya yang bertujuan untuk memuaskan hasrat para sutresna Jawa (penggemar atau penikmat Jawa) akan budaya Jawa. Selain itu media pelestarian wayang kulit juga merambah pada game online wayang kulit. Salah satu contohnya yakni game kurusetra yang merupakan game strategi online multiplayer berbasis web dan wap pertama di Indonesia yang dikembangkan oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung pada tahun 2000. Tema dan latar belakang yang diambil adalah kisah perang Bharatayuddha pada kisah Mahabharata. Selain itu beberapa tokohnya diambil dari kisah-kisah pada kebudayaan Hindu-Jawa, seperti Jatayu dalam kisah Ramayana. Ceritanya pun diambil dari kisah pewayangan. Namun game ini telah offline sejak Lebaran tahun 2006 lalu. 2. Prangko Wayang Kulit Perancangan sosialisasi wayang kulit ini adalah perancangan prangko dan benda-benda filateli lainnya dengan menggunakan desain dan tema wayang kulit. Tujuan utama dari perancangan prangko ini adalah untuk mensosialisasikan kembali budaya wayang kulit purwa, yang juga telah banyak dilupakan masyarakat, terutama generasi muda. Selain itu, perancangan prangko ini juga untuk meningkatkan hobi serta kegiatan berfilateli di Indonesia secara umum, yang akhir-akhir ini

46

sudah mulai berkurang peminatnya karena perkembangan jaman dan teknologi. Melalui perancangan prangko sosialisasi wayang kulit purwa ini diharapkan masyarakat dapat mengenal kembali dua kebudayaan tersebut, sehingga keberadaannya tidak dilupakan dan dapat dilestarikan. Selain itu, diharapkan pula kegiatan ini dapat menarik minat masyarakat luas serta para filatelis baik dalam maupun luar negeri untuk membeli, menggunakan, bahkan mengoleksi benda-benda filateli tersebut. 3. Festival Dalang Festival dalang yakni sebuah ajang unjuk bakat dan kebolehan dalam meliukkan wayang di belakang kelir. Melalui media inilah banyak tokoh dalang dari berbagai usia mulai dikenal oleh masyarakat luas. Diantara festival dalang yang pernah digelar yakni Festival Dalang Cilik Se-Indonesia. Juli tahun lalu, telah digelar Festival Dalang Ciliki Se-Indonesia di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Surakarta. Dalam ajang tersebut puluhan dalang bocah beradu kepiawaian berolah pakeliran. Ajang tersebut dimaksudkan untuk memperkenalkan sejak dini wayang sebagai budaya bangsa kepada anak. Sasaran yang dituju memanglah anak-anak yang usianya sekitar 16 tahun ke bawah. Karena generasi wayang sebagai budaya bangsa berada di tangan penerus bangsa yang tak lain tak bukan yakni anak bangsa. Pemerintah pun turut memperhatikan kelestarian wayang dengan mengupayakan ajang serupa secara berkelanjutan sebagai bentuk pelestarian terhadap budaya bangsa yang telah tertanam di benak kawula muda Kota Bengawan. 4. Media Komunikasi Visual Desain komunikasi visual adalah media yang digunakan dalam menciptakan strategi kreatif dalam mempromosikan kesenian wayang kulit dan mengenalkan kembali kesenian wayang kulit ke masyarakat luas yang meliputi media lini atas (above the line) dan media lini bawah

47

(bellow the line). Dengan melakukan promosi kesenian wayang kulit diharapkan mampu menumbuhkan rasa kecintaan masyarakat luas terhadap kesenian wayang kulit dan menjadi upaya menjaga dan melestarikan kesenian wayang kulit. Contoh riil dari pelestarian wayang kulit melalui media komunikasi visual yakni televisi. Televisi sebagai media publik mempunyai daya tarik yang kuat yang memiliki unsur-unsur kata-kata, musik dan sound effect, serta unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukanlah gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Sesuai fungsinya, media massa (termasuk televisi), selain menghibur, ada tiga fungsi lainnya yang cukup penting. Harold Laswell dan Charles Wright (1959) membagi menjadi empat fungsi media (tiga dicetuskan oleh Laswell dan yang ke empat oleh Wright). Keempat fungsi media tersebut adalah : a. Pengawasan (Surveillance) b. Korelasi (Correlation) c. Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage) d. Hiburan (Entertainment)

48

You might also like