Professional Documents
Culture Documents
koperasi di mana laba dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagian akan dibagikan kepada para anggota koperasi pada Rapat Anggota Tahunan (RAT), sedang sebagian SHU lainnya akan digunakan sebagai dana cadangan yang dapat digunakan, misalnya untuk menutupi kerugian usaha koperasi atau menambah permodalan koperasi. Prinsip yang sama berlaku pula untuk perusahaan perseorangan yang tidak berbadan hukum, di manakeuntungan usaha yang diperoleh dapat digunakan oleh pengusaha yang bersangkutan untuk memperbesar modal usaha dan sebagian lagi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi pengusaha melalui mekanisme pengambilan pribadi (prive). Badan Usaha ebagai wadah untuk melakukan kegiatan usaha (business) sebagian besar didirikan untuk tujuan mencari keuntungan (profit oriented organizations). Tetapi selain badan usaha yang didirikan untuk mencari keuntungan, terdapat pula badan usaha yang didirikan dengantujuan tidak untuk mencari keuntungan (nonprofit organizations), misalnya yayasan. Bidang kegiatan yayasan dibatasi kepada bidang kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan, maka yayasan sebagai badan hukum yang bergerak dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan diperbolehkan mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan (Pasal 7). Selain itu, yayasan dapat melakukan penyertaan pada usaha-usaha prospektif yang sesuia dengan tujuan dan anggaran dasar yayasan, di mana penyertaan yayasan tersebut paling banyak sebesar 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan. Hasil kegiatan usaha digunakan untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuan yayasan (Pasal 3). Kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan harus sejalan dengan bidang kegiatan yayasan yang mencakup tiga bidang kegiatan, yaitu: 1. Bidang Sosial Yang termasuk kegiatan ini, misalnya menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal, panti asuhan, panti jompo, panti wreda, rumah sakit, poliklinik, dan lain-lain. (Tunggal, 2005: vi). Bidang Keagamaan Mencakup: mendirikan sarana ibadah, mendirikan pondok pesantren dan madrasah, menerima dan menyalurkan amal zakat, infak, dan sedekah, meningkatkan pemahaman keagamaan dan lain-lain. Bidang kemanusiaan Mencakup: memberi bantuan pada korban bencana alam, memberi bantuan kepada tunawisma, fakir miskin, gelandangan, mendirikan dan menyelengggarakan rumah singgah, dan lain-lain. Dengan demikian, yayasan yang melakukan pembentukan badan usaha komersial dapa dipandang sebagaimana halnya badan usaha yang lain, hanya saja bidang kegiatannya mencakup bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Perbedaan yang sangat fundamental antara yayasan dengan badan usaha lainnya adalah bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No. 16 Tahun 2001, yayasan dilarang untuk melakukan pengalihan atau pembagian secara langsung maupun tidak langsung kekayaan yayasan baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat diniai dengan uang kepada Pembina, pengurus (kecuali pengurus yang bukan pendiri yayasan), dan pengawas yayasan. Sehingga apabila yayasan melakukan kegiatan usaha maupun penyertaan pada usaha yang prospekif, maka keuntungan yang diperoleh tetap harus digunakan untuk menunjang pencapaian tujuan yayasan. Hal ini berbeda dengan badan usaha berbentuk perseroan maupun persekutuan, di mana keuntungan yang diperoleh perusahaan dapat dibagikan kepada pemilik perusahaan. Oleh: Uswa Nafisah
2.
3.
Sumber: Pengantar Bisnis (Pengenalan Praktis & Studi Kasus) By Ismail Solihin, S. E.
BISNIS SYARIAH Oleh: Mamat Rohimat Sekarang, sudah menjadi trend bisnis terutama institusi keuangan & bank untuk membuka usaha syariah (bisnis syariah). Hal ini karena bisnis syariah dinilai mampu bertahan dari badai krisis baik krisis Asia 1997 maupun krisis global 2008. Tak heran jika bermunculan perusahaan-perusahaan dengan nama di belakangnya: Syariah sebagai trademark kalau perusahaan tersebut menjalankan Bisnis Syariah.
Terdapat suatu pertanyaan: apakah perusahaan yang nama di belakangnya mengandung kata Syariah pasti menjalankan bisnis sesuai syariah? Apakah perusahaan yang di belakang namanya tidak mengandung kata Syariah pasti bukan institusi syariah sehingga pasti menjalankan bisnis yang non-syariah?
Untuk menjawab kedua pertanyaan itu, kita harus mengetahui kriteria-kriteria suatu perusahaan yang menjalankan bisnis sesuai syariah (Bisnis Syariah). Suatu perusahaan diyakini menjalankan Bisnis Syariah hanya dan hanya jika memenuhi dua kriteria: 1. didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah; 2. beroperasi tidak melanggar ketentuan hukum-hukum Islam (Syariat Islam/Syariah).
Mengapa suatu Bisnis Syariah harus didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah? Hal ini karena dalam konsepsi Syariah (Islam), setiap kegiatan termasuk kegiatan bisnis, tidak bisa terlepas dari suatu system Islam secara keseluruhan. Tujuan utama Islam adalah untuk beribadah hanya kepada dan hanya karena Allah. Dengan begitu, tujuan dari kegiatan bisnis tersebut harus sejalan dengan tujuan utama Islam yaitu untuk mendapatkan ridha Allah.
Tidak bolehkah suatu bisnis didirikan untuk mendapatkan keuntungan? Tentu saja boleh, karena bisnis adalah profit motive organization. Namun, suatu Bisnis Syariah harus didirikan dengan tujuan untuk mendapatkan ridha Allah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Walaupun demikian, Bisnis Syariah tersebut tetap boleh memiliki tujuan untuk mencari keuntungan dan Insya Allah, Allah akan ridha asalkan bisnis tersebut dijalankan sesuai dengan Syariah.
Dalam Syariat Islam, setiap bisnis (kegiatan muamalat) pada dasarnya diperbolehkan, kecuali secara jelas dilarang menurut hukum syariat Islam. Atas dasar hal tersebut, kita telah menetapkan kriteria kedua dari Bisnis Syariah adalah harus beroperasi dengan
tidak melanggar ketentuan hukum Syara (Syariat Islam). Berikut adalah beberapa kegiatan bisnis yang dilarang menurut ketentuan Syariah Islam: 1. melakukan kegiatan bisnis (jual beli) atas barang-barang yang menurut hukum syara dilarang: khamr, najis, pelacuran, perdukunan, bangkai, anjing, dan babi. 2. melakukan penjualan atas barang yang tidak dimiliki. Dalam istilah pasar, melakukan short selling. 3. melakukan bisnis yang berhubungan dengan kegiatan ribawi. 4. melakukan bisnis yang didalamnya mengandung unsur penipuan (ghoror), dharar (merugikan orang lain), judi, kemaksiatan, dan kedzaliman. 5. melakukan kegiatan bisnis dengan menghalangi orang mengetahui informasi (harga) di pasar, sehingga terjadi asymmetric information. 6. melakukan kegiatan bisnis dengan melakukan penimbunan atas barang pokok yang dibutuhkan masyarakat, dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang berlimpah. 7. melakukan kegiatan bisnis lainnya (yang tidak dibahas di sini), yang menurut syariat islam dilarang.