You are on page 1of 22

PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA - BELANDA

Disusun oleh: Ayati Jauharotun N. (XI IA 5/06) Istiana Norita R. (XI IA 5/ 17) Itsnaini Maulidya N. (XI IA 5/ 18) Novi Arizha (XI IA 5/ 26) Novia Karina (XI IA 5/ 27)

PETA KONSEP

Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Perjuangan Diplomasi

Perjuangan Bersenjata

P. Linggarjati

P. Renville

P. Roem-Royen

P. Inter Indonesia

KMB

Upaya mempertahankan kemerdekaan dengan jalan bersenjata, tidak ada artinya apabila tidak mendapat dukungan dunia Internasional. Kepentingan lainnya adalah untuk menekan kedudukan Belanda di Indonesia. Kedua bentuk tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan perjuangan diplomasi antara lain sebagai berikut: 1. Meyakinkan dunia internasional bahwa masalah kembalinya Belanda ke Indonesia adalah masalah internasional, bukan masalah internal Belanda saja. 2. Menarik dukungan banyak negara terhadap Indonesia, baik dalam sidang-sidang PBB ataupun pertemuan internasional lainnya. 3. Berupaya memperoleh dukungan internasional terhadap kedaulatan sekaligus mengundang desakan terhadap Belanda untuk meninggalkan Indonesia.

Perjuangan Menarik Dukungan Internasional Lewat PBB


Bentuk perjuangan untuk mendapatkan dukungan internasional dilakukan dengan cara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan dengan melakukan pendekatan dan hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB.

Secara nyata kegiatan yang sudah dilakukan antara lain: 1. Membina hubungan baik dengan Australia, saat pasukan negara itu terlibat dalam tugas AFNEI. Hal ini menimbulkan simpati dan dukungan terhadap Indonesia yang ditunjukkan dengan kesediaannya menjadi anggota KTN dan Australia dalam sidang-sidang Dewan Kemanan PBB sangat vokal mendesak Belanda agar menghentikan operasi militernya di Indonesia. 2. Membina hubungan baik dengan India yang dimulai dengan mengirimkan bantuan beras sejak bulan Agustus 1946. India berperan sebagai pelopor pengakuan kedaulatan Indonesia, pelopor penyelenggaraan KAA, serta negara yang mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang menekan Belanda.

3. Membina hubungan baik dengan Liga Arab, sehingga pada tahun 1947 negara anggotanya seperti Mesir, Lebanon, Suriah, dan Saudi Arabia mengakui kedaulatan Indonesia. Hal ini turut menggerakkan PBB memperhatikan masalah Indonesia. 4. Mengadakan pendekatan dengan negara anggota Dewan Keamanan PBB, sebagaimana dilakukan Sutan Syahrir dan Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947.

5. Menarik simpati internasional untuk mempupuskan propaganda Belanda yang cenderung merugikan Indonesia.

Perundingan Linggarjati

Perundingan ini dilaksanakan di Linggarjati (selatan Cirebon) dimulai tanggal 10 November 1946. Perantara perundingan adalah Lord Killearn (Inggris). Delegasi Indonesia dipimpim oleh Sutan Syahrir, sedang delegasi Belanda (disebut juga Komisi Jendral) dipimpin oleh Prof. Schermehorn. Hasil perundingan diumumkan tanggal 15 November 1946, sebagai berikut: 1. Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan pemerintah RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera secara de facto. 2. Pemerintah Belanda dan RI bersama-sama menyelenggarakan berdirinya negara federal bernama Negara Indonesia Serikat. 3. Pemerintah Negara Indonesia Serikat akan tetap bekerjasama dengan pemerintah Belanda dengan membentuk Uni Indonesia Belanda.

Hasil perundingan ditandatangani pada tanggal 25 November 1946 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta. Anggota yang menandatangani, delegasi Indonesia (Sutan Syahrir, Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprodjo, dan Dr. AK Gani), dan komisi jenderal (Prof. Schermehorn, Dr. Van Mook, dan Van Poll).

Hasil perundingan Linggarjati menjadi tidak bermakna lagi dengan adanya agresi militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947. Hal itu diawali dari perbedaan penafsiran hasil perundingan Linggarjati. Tanggal 27 Mei 1947 Belanda mengirimkan nota yang harus dijawab pemerintah RI, dan tanggal 20 Juli 1947 Belanda secara sepihak mengumumkan tidak terikat lagi dengan hasil perundingan Linggarjati.

Perundingan Renville

Tanggal 18 September 1947 Dewan Keamanan PBB membentuk Committee of Good Offices yang kemudian dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN) yang anggotanya terdiri dari Richard Kirby (Australia) atas permintaan Indonesia, Paul Van Zeeland (Belgia) atas permintaan Belanda, dan Frank Grahan (Amerika Serikat) atas permintaan Australia dan Belgia. Tugas pokok KTN adalah mencari penyelesaian damai terhadap masalah perselisihan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan berlangsung di kapal Renville yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Abdulkadir Wijoyoatmojo.

Perundingan yang berlangsung alot itu berhasil disepakati dan ditandatangani pada 17 Januari 1948, sebagai berikut: 1. Penghentian tembak menembak.

2. Daerah-daerah di belakang garis Van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI. 3. Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerahdaerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu. 4. Dalam Uni Indonesia-Belanda, Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan Kerajaan Belanda. Akibat perundingan Renville wilayah Indonesia yang diakui semakin sempit. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan para politisi serta menyebabkan jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin.

Perundingan Roem-Royen

Untuk menjamin terlaksananya penghentian agresi militer Belanda II, PBB membentuk united Nations Comission for Indonesia (UNCI) atau Komisi PBB untuk Indonesia. Komisi ini berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda. Perundingan dimulai pertengahan April 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Moh. Roem, sedang Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen, serta tokoh UNCI Merle Cohran (Amerika Serikat). Kesepakatan perundingan terjadi pada awal Mei 1949, sebagai berikut: Pernyataan Indonesia: 1. Perintah kepada TNI untuk menghentikan perang gerilya. 2. Bekerjasama mengendalikan perdamaian, ketertiban, dan keamanan. 3. Turut serta dalam KMB di Den Haag untuk pengakuan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat secara lengkap tanpa syarat.

Pernyataan Belanda: 1. Menyetujui pemulihan pemerintahan RI di Yogyakarta. 2. Menjamin penghentian operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik. 3. Menyetujui RI sebagai negara bagian dalam Negara Indonesia Serikat. 4. Berusaha sungguh-sungguh menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Perundingan Inter-Indonesia

Menjelang KMB, pada tanggal 19-22 Juli 1949 berlangsung Konferensi Inter-Indonesia di Yogyakarta, yang dilanjutkan tanggal 30 Juli - 2 Agustus 1949 di Jakarta yang dihadiri utusan pemerintah RI dan para pemimpin BFO. Hasil Konferensi Inter-Indonesia adalah: 1. BFO mendukung tuntutan Ri agar pengakuan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik ataupun ekonomi. 2. RI dan BFO membentuk komite persiapan nasional untuk mengkoordinasikan kegiatan sebelum dan sesudah KMB. 3. Negara Indonesia Serikat akan berubah nama menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan bendera kebangsaan Merah Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa nasional Bahasa Indonesia, dan tanggal 17 Agustus 1945 sebagai Hari Nasional. 4. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah angkatan perang nasional, dengan berintikan TNI.

Konferensi Meja Bundar (KMB)

KMB dibuka secara resmi tanggal 23 Agustus 1949 di Ridderzaal, Den Haag (Belanda) yang diikuti oleh delegasi RI, BFO, Belanda, dan UNCI. Delegasi RI dipimpin oleh Hatta, BFO dipimpin oleh sultan Hamid II, dan Belanda dipimpin oleh Van Maarseveen. Sedang anggota UNCI yang hadir adalah Herremans, Merle Cohran, dan Chritchley.Setelah melalui perdebatan yang alot KMB mencapai hasil dan kesepakatan pada tanggal 2 November 1949 berupa Piagam Pengakuan Kedaulatan.

Hasil kesepakatan KMB adalah: 1. Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat. Pengakuan kedaulatan akan dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949. 2. RIS terdiri atas RI dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatur menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung. 3. RIS dan Kerajaan Belanda akan membentuk UNI Indonesia-Belanda dibawah pimpinan Ratu Belanda. Uni itu merupakan badan konsultasi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.

4. Pasukan Belanda akan ditarik mundur dari Indonesia, sedangkan KNIL akan dibubarkan dengan catatan bahwa anggotanya boleh masuk dalam jajaran TNI. 5. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian setelah penyerahan kedaulatan RIS. Pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Yuliana menandatangani piagam kedaulatan Republik Indonesia Serikat di Amsterdam. Pada saat yang sama di Jakarta bertempat di Istana Merdeka, berlangsung penandatanganan pengakuan kedaulatan dari Wali Tinggi Mahkota Belanda Lovink kepada wakil pemerintah RIS Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

You might also like