Professional Documents
Culture Documents
Duwi Cahyadi
Pendahuluan
Analisis volumetri titrimetri
didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan Larutan pereaksi yang digunakan dalam penentuan volumetri ini disebut dengan larutan baku
Cont
Untuk memenuhi persyaratan penentuan secara volumetri, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi :
Reaksi antara larutan baku dan zat yang hendak ditentukan harus berjalan secara kuantitatif dan stokiometrik Reaksi harus berjalan cepat Konsentrasi senyawa dalam larutan baku harus betulbetul diketahui Titik akhir penentuan volumetri harus dapat ditentukan dengan indikator visual atau secara elektrometrik
Analisis Volumetri
Analisis dengan metode ini didasarkan pada reaksi kimia : aA + tT produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul pereaksi T. Pereaksi T disebut titran, ditambahkan secara kontinu, umumnya menggunakan buret dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui
Cont
Larutan pereaksi T Larutan ini disebut larutan standar/baku, dan konsentrasinya ditentukan melalui proses yang disebut dengan standardisasi
Larutan baku primer Larutan baku sekunder
Penambahan titran terus dilakukan sampai jumlah T secara kimia sama dengan A. Selanjutnya akan dicapai yang disebut dengan titik ekivalen titrasi. Untuk mengetahui kapan titrasi dapat dihentikan, maka dapat digunakan bahan kimia yang disebut dengan indikator
Cont
Indikator ini akan bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih, misalnya dengan terjadinya perubahan warna. Perubahan ini dapat terjadi persis pada titik ekivalen, tetapi bisa juga tidak Titik dimana terjadi perubahan warna indikator disebut titik akhir titrasi. Sangat diharapkan titik akhir berada sedekat mungkin dengan titik ekivalen, sehingga pemilihan indikator merupakan suatu aspek yang penting dalam analisis titrimetrik
Reaksi ini merupakan dasar dari metode Liebig untuk penetapan sianida. Pereaksi organik tertentu, seperti asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA), membentuk kompleks stabil dengan sejumlah ion logam dan digunakan secara luas untuk penentuan titrimetrik dari logamlogam ini
Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 10 mg Volume titran : 0,1 1 mL Ketelitian buret : 0,001 mL
Sistem Konsentrasi
Sistem konsentrasi akan menjelaskan metode yang digunakan untuk menyatakan konsentrasi dari suatu larutan, yaitu jumlah relatif dari larutan dan pelarut
Cont
Sistem molaritas dan normalitas paling sering digunakan karena didasarkan pada volume larutan dan besaran yang diukur dalam titrasi Formalitas atau konsentrasi analit digunakan dalam keadaan dimana terjadi peruraian atau pembentukan kompleks Sistem persentase berat digunakan secara umum untuk menyatakan konsentrasi yang diperkirakan dalam reagen laboratorium. Untuk larutan yang amat cair, digunakan bagian per sejuta atau bagian per milyar
Molaritas
Sistem ini didasarkan pada volume larutan yang secara kuantitas diukur. Molaritas = jumlah mol per liter larutan
n M= v
Molalitas ???
normalitas
Merupakan banyaknya ekivalen (ek) zat terlarut (solute) dalam tiap liter larutan
g N= BE V
gn N= BM V
BE =
BM n
g = banyaknya zat terlarut dalam gram n = valensi BM = berat molekul V = volume larutan (Liter)
Cont
Jika 0,100 mol HOAc dilarutkan dalam 1 liter larutan dan terurai menjadi 1,3%, maka larutan tersebut tidak menjadi 0,100 M dalam molekul HOAc, tetapi 0,0987 M dalam molekul HOAc dan 0,0013 M dalam ion OAc- dan H3O+. Istilah formalitas (F) atau konsentrasi analitik (C) banyak digunakan untuk mengindikasikan total konsentrasi spesies yang muncul dalam suatu larutan. Dalam contoh diatas : F = C = [HOAc] + [OAc-] F = C = 0,0987 + 0,0013 = 0,100 M Formalitas didefinisikan sebagai : F =
nf v
Persentase berat
Sistem ini menunjukkan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan (%b/b)atau 100 mL (%b/v) larutan. Contoh: HCl yang dikonsentrasikan (BM 36,5 g/mol)) memiliki kerapatan 1,19 g/mL dan 37% dari berat HCl. Berapa mililiter asam tersebut yang dibutuhkan untuk membuat 1,00 liter larutan 0,100 M?
Cont
Cont
Perhitungan Stoikiometrik
Suatu larutan yang konsentrasinya telah ditentukan secara tepat dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu sampel yang tidak diketahui. Perhitungan yang digunakan, disebut stoikiometrik, didasarkan pada hubungan mol dan massa antar elemen dan komponen seperti yang dinyatakan dalam suatu rumus kimia.
Standardisasi larutan
Standardisasi merupakan penentuan konsentrasi larutan secara akurat Hal yang umum dilakukan adalah melakukan standardisasi larutan melalui titrasi, dimana larutan tersebut akan bereaksi sengan sejumlah standar primer yang telah ditimbang secara akurat.
Cont
Reaksi antara titran dengan standar primer harus memenuhi beberapa persyaratan analisa titrimetrik. Syarat yang harus dipenuhi antara lain : Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam tingkat kemurnian yang diketahui. Harus stabil, mudah dikeringkan dan tidak terlalu higroskopis sehingga tidak banyak menyerap air selama penimbangan. Mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi agar dapat meminimalisasi galat pada saat penimbangan.
Cont
Untuk titrasi asam-basa, dipersiapkan larutan asam dan basa dengan konsentrasi yang diinginkan, kemudian dilakukan standardisasi salah satunya dengan menggunakan standar primer. Larutan yang telah distandardisasi digunakan sebagai standar sekunder, untuk mendapatkan konsentrasi dari sampel yang akan diuji. Untuk pengendapan dan pembentukan kompleks, umumnya digunakan garam murni sebagai standar primer.
Cont
Contoh : sebuah sampel natrium oksalat murni, Na2C2O4 dengan berat 0,2856 g dilarutkan dalam air, ditambahkan asam sulfat dan dititrasi pada 70oC, membutuhkan 45,12 mL KmnO4. Titik akhir terlampaui dan dilakukan titrasi ulang menggunakan 1,74 mL larutan asam oksalat 0,0516 M. Hitung molaritas larutan KMnO4. Reaksi ditulis secara ionik :
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
Cont
Alikuot
Dalam suatu analisis, ditimbang sejumlah sampel dari standar primer kemudian melarutkannya dalam volume tertentu pelarut. Sebagian larutan kemudian diambil dengan pipet terukur untuk kemudian digunakan dalam analisis lebih lanjut. Bagian ini disebut dengan alikuot. Contoh : sebuah sampel murni (BM 100,09) mempunyai berat 0,4148g dilarutkan dalam asam klorida 1:1. Larutan ini diencerkan menjadi 500,0 mL. 50,0 mL alikuot diambil dan diletakkan dalam labu erlenmeyer kemudian dititrasi dengan 40,34 mL titran. Hitunglah molaritas larutan titran tersebut. mmol titran = mmol sampel
Cont
Persentase kemurnian
Untuk menganalisis sebuah sampel dengan kemurnian yang tidak diketahui, harus dilakukan penimbangan secara akurat, pelarutan yang baik dan titrasi dengan larutan standar. Jika reaksi titrasi yang terjadi adalah : aA + tT produk dimana a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul titran, T, maka pada titik ekivalen :
Cont
Jika V dan M adalah volume dan molaritas titran dan BMA adalah berat molekul analit, maka :
Berat ekivalen
Berat ekivalen zat yang terlibat dalam reaksi dan dipakai sebagai dasar dalam titrasi didefinisikan sebagai berikut :
Asam-basa. Berat ekivalen adalah berat dalam gram dari suatu zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi dengan satu mol (1,008 g) H+. Pengendapan dan pembentukan kompleks. Berat ekivalen adalah berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalen, mol kation divalen, kation trivalen dan seterusnya. Oksidasi-reduksi. Berat ekivalen adalah berat dalam gram dari zat yang diperlukan untuk menyediakan atau bereaksi dengan 1 mol elektron.
Cont
Berat ekivalen (BE) suatu zat disebut ekivalen (ek), seperti halnya berat molekular (BM) disebut mol. Hubungan antara BE dan BM adalah :
BE = BM n
dengan n adalah jumlah mol ion hidrogen, elektron atau kation univalen yang disediakan atau dikombinasikan dengannya oleh zat yang bereaksi.
Cont