You are on page 1of 11

Pemecahan Dormansi pada Biji Saga (Abrus precatorius) yang Bertipe Biji Keras dengan Perlakuan Fisik (diamplas)

dan Perlakuan Kimia (direndam Asam Sulfat Air).


Aisyah Maulida Hanum
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institus Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

ABSTRAK Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (plumula dan radikula). Kelangsungan daya hidup benih ditunjukan oleh persentase benih yang akan menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir yanga menyelesaikan perkecambahannya. Salah satu yang mempengaruhi faktor perkecambahan ialah dormansi. Benih dikatakan dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi

perkecambahan. Untuk itulah dilakukan percobaan dormansi ini yang bertujuan untuk mengetahui daya penyerapan air dan untuk mematahkan dormansi biji berkulit keras dengan perlakuan fisik dan kimia, yakni dengan menggosok dengan amplas dan perendaman dengan asam sulfat dan air. Biji-biji yang telah disiapkan dibagi menjadi 5 perlakuan, yaitu 5 biji pertama untuk perlakuan pertama, 5 biji pertama untuk perlakuan kedua, 5 biji ketiga untuk perlakuan ketiga, 5 biji keempat untuk perlakuan keempat, dan 5 biji kelima untuk perlakuan kelima. Kemudian ditanam dalam pot dan diamati pertumbuhan dan perkembangannya, selama 14 hari. Hasil yang diperoleh dari percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tipe biji keras seperti biji saga, pematahan dormansi yang cocok ialah dengan metode fisik yakni mengamplas, karena dari semua biji yang ditanam dengan perlakuan kimia (direndam air dan direndam asam sulfat), tidak ada yang menunjukkan hasil yang menunjukkan perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. ABSTRACT Metabolic process of seed germination must be capable of generating the growth of the outbreaks (plumula and radicle) component. Viability of the viability of the seed shows the percentage of seed germination, the speed of germination and vigour finished final yanga perkecambahannya complete. One of the factors affecting germination is latency. Seeds of latency if the seed is said to live (viable) actually, but they not germinate even if it is placed in circumstances that meet the requirements for germination. Because of the reason, dormancy experiment aims to determine the absorption of water and electricity for seed dormancy break encrusted with physical and chemical treatment, namely by rubbing with sandpaper and soaking in sulfuric acid and water. The seeds that had been prepared was 1|Page

divided into 5 treatment, the first 5 seeds for the first treatment, 5 of the first seed for seed treatment, the second 5 third for the treatment of the third, fifth seeded fourth for the treatment of the seeded fourth, fifth and fifth for the fifth treatment. Then planted in pots and observing the growth and development, for 14 days. The results of the experiments that have been made, show that this type of hard seeds such as beans, peace saga that fits with physical methods, i.e. sand, because all the seeds sown by chemical treatment (soaked in water and soaked sulfuric acid), no one has shown the results showed that germination and plant growth.

Keywords : dormancy, germination seeds, Saga seeds (Arbus precatorius).

PENDAHULUAN Perkecambahan perkembangan suatu merupakan tumbuhan, tahap awal Percobaan ini bertujuan untuk mematahkan dormansi biji berkulit keras dengan perlakuan fisik dan kimia, diantaranya ialah dengan mengamplas atau menggosok biji hingga lapisan lilin

khususnya

tumbuhan berbiji. Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dari dapat

menghasilkan

pertumbuhan

komponen

mengelupas, dan perendaman dengan air dan asam sulfat untuk perlakuan kimia. Menurut para ahli fisiologi tumbuhan, tahap perkecambahan dibagi menjadi empat, yaitu : 1. Hidrasi atau imbibisi, Yaitu proses masuknya air ke dalam embrio dan membasahi protein atau kolid lain di dalamnya, hal tersebut terjadi selama dua periode. 2. Pembentukan atau pengaktifan enzim, Pembentukan atau pengaktifan enzim ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas metabolik. 3. Pemanjangan sel radikel, Diikuti dengan munculnya radikel dari kulit biji (perkecambahan yang sebenarnya). 4. Pertumbuhan kecambah, Pertumbuhan kecambah yakni melalui

kecambah (plumula dan radikula). Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah (Li. et al, 2007). Kelangsungan daya hidup benih ditunjukan oleh persentase benih yang akan menyelesaikan perkecambahan, kecepatan perkecambahan dan vigor akhir yanga menyelesaikan perkecambahannya. Proses perkecambahan suatu benih, memerlukan kondisi lingkungan yang baik,

viabilitas benih yang tinggi dan pada beberapa jenis tanaman tergantung pada upaya pemecahan dormansinya. Daya kecambah (viabilitas) dan vigor benih dapat menjadi informasi penting untuk

pembelahan, perbesaran, differensiasi sel-sel meristem. (Salisbury, 1992) 2|Page

mengetahui kemampuan tumbuh normal dalam kondisi optimal dan sub optimal.

Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung. Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak. Pengetahuan tentang hal ini dipakai oleh para ahli agronomi untuk memperkirakan

b. Ukuran benih Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi Berat embrio benih pada saat

perkecambahan.

berpengaruh

terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih menentukan besarnya

kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat dipanen (Sutopo, 2002). c. Dormansi Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak

kedalaman tanam (Li. et al, 2007). Faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji dikelompokkan menjadi dua faktor, yakni faktor dalam dan faktor luar, yang juga terdiri dari beberapa faktor diantaranya, 1) Faktor Dalam Faktor dalam yang mempengaruhi

berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk

perkecambahan benih antara lain : a. Tingkat kemasakan benih Benih kemasakan yang dipanen sebelum tercapai tingkat tidak

berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai (Russel, 1978). d. Penghambat perkecambahan Menurut Kuswanto (1996), penghambat

fisiologisnya

mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum (vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih mempunyai mutu tertinggi (Kamil, 1979)

perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.

2) Faktor Luar Faktor luar utama yang mempengaruhi perkecambahan diantaranya :

3|Page

a. Air Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979). Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002). Menurut Kamil (1979), kira-kira 70 persen berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain: 1. Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi pengembangan embrio dan endosperm. 2. Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji. 3. Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat

ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi gibberallin. c. Oksigen Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat pengambilan disertai oksigen dengan dan benih, cahaya dan zat tumbuh

meningkatnya

pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju

respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikroorganisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996). Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang

mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman,

perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80 persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen. d. Cahaya Kebutuhan benih akan cahaya untuk

perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan

mengaktifkan berbagai fungsinya. 4. Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru. b. Suhu Suhu optimal adalah yang paling

tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979).

Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk mempercepat

menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan

perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat perkecambahan, serta golongan 4|Page

dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap maupun ada cahaya. e. Medium Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah. Perkecambahan biji tumbuhan liar sering terhambat oleh situasi dari dalam, tapi

Dormansi benih diturunkan secara genetik, dan merupakan cara tanaman agar dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan

lingkungannya. Intensitas dormansi dipengaruhi oleh lingkungan selama perkembangan benih. Lamanya (persistensi) dormansi dan mekanisme dormansi berbeda antar spesies, dan antar varietas. Dormansi pada spesies tertentu

mengakibatkan benih tidak berkecambah di dalam tanah selama beberapa tahun. Hal ini menjelaskan keberadaan tanaman yang tidak diinginkan

(gulma) di lahan pertanian yang ditanami secara rutin (Ilyas, 2008). Perbedaan persistensi dormansi benih

perkecambahan biji tanaman budidaya mungkin hanya terhambat oleh kurangnya kelembapan dan atau suhu yang hangat. Untuk membedakan kedua keadaan yang berlainan tersebut, ahli fisiologi benih menggunakan dua istilah, yakni kuisen dan dormansi. 1. Kuisen atau disebut endodormansi, merupakan kondisi biji saat tidak mampu berkecambah hanya karena kondisi-luarnya yang tidak sesuai (pengaruh suhu, kelembapan, atmosfer),

bergantung pada beberapa faktor antara lain spesies, varietas, musim tanam, lokasi panen, dan tahap perkembangan benih (Come et al., 1988). Nugraha dan Soejadi (1991) melaporkan bahwa persistensi dormansi benih dapat mempengaruhi metode pematahan dormansi yang digunakan. Menurut Sutopo ( 1988 ), tipe tipe dormansi terbagi atas 4 bagian yaitu : 1. Impermeabilitas kulit biji terhadap air, 2. Mekanisme kulit biji terhadap pertumbuhan, 3. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas gas, dan 4. Immaturity embrio.

misalnya biji terlalu kering atau terlalu dingin. 2. Dormansi merupakan atau disebut biji ekodormansi, yang gagal

kondisi

berkecambah karena kondisi-dalam, walaupun kondisi luar telah sesuai. (Salisbury, 1992) Benih dikatakan dormansi apabila benih itu sebenarnya berkecambah hidup (viable) tetapi tidak pada

Cara

cara

mematahkan

dormansi

diantaranya yaitu sebagai berikut : - Perlakuan mekanis Perlakuan mekanis umum digunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit perkecambah yang terdapat pada kulit biji 5|Page

walaupun

diletakkan

keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau tahunan tergantung pada tipe dormansinya (Sutopo, 2002).

- Perlakuan kimia Perlakuan dengan menggunakan bahanbahan kimia sering pula dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah

jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari. (Sutopo, 1988). Beberapa mekanisme dormansi terjadi pada benih baik fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder. 1. Dormansi Primer diberi Dormansi primer merupakan bentuk

menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. - Perlakuan perendaman dengan air Beberapa jenis benih terkadang

perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Perendaman yang baik pada biji , tergantung jenis bijinya. Perendaman pada suhu tertentu yang cukup tinggi, bertujuan untuk meningkatkan suatu perkecambahan dan memudahkan penyerapan air oleh benih. - Perendaman dengan air panas Perlakuan perendaman di dalam air panas merupakan salah satu cara memecahkan masa dormansi benih. HCL adalah salah satu bahan kimia yang dapat mengatasi masalah dormansi pada benih. - Perlakuan dengan suhu. Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat

dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal

berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan

mungkin tidak tersedia. Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu: (1) Skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan,

pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis; (2)

perkecambahan atau terjadi pembentukan bahanbahan yang merangsang pertumbuhan.

Skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang

Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili. - Perlakuan dengan cahaya. Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam

mengandung senyawa tak larut air yang menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut dapat organik seperti alkohol dan aseton digunakan untuk melarutkan dan

memindahkan senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah. Dormansi endogen 6|Page

dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya. 2. Dormansi Sekunder Benih non dorman dapat mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman.

METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di laboratorium Botani Biologi ITS dan green house Biologi ITS Surabaya. Persiapan penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2011, dan dilanjutkan dengan pengamatan berkala selama 14 hari. Pertama, disiapkan semua bahan dan alat yang diperlukan, seperti 25 biji (dalam hal ini dipakai biji saga / Abrus precatorius), aquades, asam sulfat, tanah dan pupuk, serta pot yang terbuat dari botol kemasan air minum, kertas/alat gosok. Biji tersebut dibagi menjadi 5 kelompok, 5 biji pertama untuk perlakuan pertama, 5 biji pertama untuk perlakuan kedua, 5 biji ketiga untuk perlakuan ketiga, dan seterusnya. Lima biji pertama direndam dalam aquades selama 15 menit, kemudian langsung ditanam dalam pot yang telah berisi tanah dan pupuk. 5 biji yang kedua diamplas hingga lapisan lilin dan lapisan terluar biji mengelupas, lalu ditanam dalam pot yang telah berisi tanah dan pupuk. 5 biji yang ketiga, 5 biji keempat, serta 5 biji kelima direndam dalam asam sulfat dengan waktu yang

Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal kecuali untuk satu terjadinya yang tidak

perkecambahan

terpenuhi. Dormansi sekunder dapat diinduksi oleh: (1) thermo- (suhu), dikenal sebagai thermodormancy; (2) photo- (cahaya), dikenal sebagai photodormancy; (3) skoto- (kegelapan), dikenal sebagai skotodormancy; meskipun penyebab lain seperti kelebihan air, bahan kimia, dan gas bisa juga terlibat. Mekanisme dormansi sekunder diduga karena: (1) terkena hambatan pada titik-titik krusial dalam sekuens metabolik menuju perkecambahan; (2) ketidak-seimbangan zat pemacu pertumbuhan versus zat penghambat pertumbuhan. (Ilyas, 2008). Saga (Abrus Precatorius L.) merupakan tanaman yang banyak digunakan secara

berbeda-beda, yakni 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Biji-biji yang telah direndam sesuai waktunya kemudian dikeluarkan dari rendaman kemudian dibilas dengan aquades, sebelum semuanya ditanam dalam pot yang telah berisi tanah dan pupuk, dalam pot yang berbeda-beda (masing-masing pot berisi 5 biji). Perendaman&perlakuan tersebut berfungsi untuk membantu proses imbibisi biji. Biji-biji yang telah ditanam dalam pot kemudian disiram dengan sedikit air, dan diamati pertumbuhan dan perkembangan nya setiap hari selama 14 hari. 7|Page

tradisional sebagai obat di banyak negara, diantaranya untuk mengobati epilepsi, batuk dan sariawan (Moshi, 2005). Tanaman ini merupakan tanaman merambat yang biasa tumbuh liar di hutan, ladang, halaman dan tempat lain pada ketinggian 300 sampai 1000 m dari permukaan laut (Depkes, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang didapatkan dari pengamatan selama 14 hari ialah sebagai berikut :
N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 A AQUADEST B C D E A H2SO4 5 MENIT B C D E A H2SO4 10 MENIT B C D E A H2SO4 15 MENIT B C D E A 2,0 2,1 2,1 2,2 2,3 3,0 2,7 2,8 2,7 2,3 2,5 2,6 0,5 2,0 3,0 3,4 3,4 3,5 3,5 3,6 3,7 3,7 3,5 DIAMPLAS B 0,5 2,1 4,0 4,0 4,0 4,3 4,5 4,7 4,8 4,8 5 C 2,4 2,7 3,0 4,5 4,7 5,5 4,7 4,8 4,9 4,9 4,9 5 D E -

TABEL 1. HASIL PENGAMATAN PENGARUH HORMON AUKSIN

Dari hasil keseluruhan pengamatan, dengan berbagai perlakuan, terlihat bahwa pertumbuhan biji hanya terdapat pada biji dengan perlakuan diamplas. Sedangkan biji lain tidak ada yang tumbuh. Pertumbuhan nya pun terbilang stabil, yakni terus meningkat, walaupun pada akhirnya tidak meningkat terlalu signifikan. Seperti yang dijelaskan dalam Sutopo (2002), bahwa tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari

secara sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhanembrio, belum

terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat

dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio (Villlers, 1972). Sehingga untuk mengawali suatu pertumbuhan, biji tersebut harus dalam keadaan yang sempurna, baik dari dalam maupun

dukungan dari keadaan luarnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tipe biji keras seperti biji saga, pematahan dormansi yang cocok ialah dengan metode fisik yakni

protoplasma. Maka dari itu, biiji tersebut harus mampu melewati masa dormansi. Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit benih terhadap air dan gas (oksigen),embrio yang belum tumbuh

mengamplas, karena dari semua biji yang ditanam dengan perlakuan kimia (direndam air dan direndam asam sulfat), hasil tidak ada yang

menunjukkan

yang

menunjukkan 8|Page

perkecambahan

dan

pertumbuhan

tanaman.

(Saleh, 2003b) yaitu sekitar 85% dan 37 hari. Usaha ini perlu terus dilanjutkan, diantaranya mengurangi atau meng-hilangkan senyawa

Bahkan dari semua biji yang diberi perlakuan kimia tidak ada yang tumbuh. Sedangkan untuk faktor tanah, air, cahaya, semuanya sudah mencukupi, dilihat dari masih adanya biji tanaman yang dapat tumbuh. Benih saga yang dihamplas memiliki daya kecambah lebih besar karena dilakukan perlakuan pematahan dormansi benih saga. Hal ini

penghambat perkecambahan misalnya dengan kalsium oksalat. Kalsium oksalat dapat dikurangi dengan cara melakukan ekstraksi yang tepat. Usaha ini perlu terus dilanjutkan, diantaranya mengurangi atau meng-hilangkan senyawa

penghambat perkecambahan misalnya kalsium oksalat. Kalsium oksalat dapat dikurangi dengan cara melakukan ekstraksi yang tepat. (Saleh, 2004). Jadi benih saga yang tidak mendapat perlakuan pematahan dormansi dan tidak tumbuh memiliki vigor yang rendah dibandingkan dengan yang tumbuh tetapi tidak mendapat perlakuan pematahan dormansi juga. Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain: karena temperature yang sangat rendah di musim

disebabkan biji saga dalam keadaan dormansi, yaitu impermeabilitas kulit biji terhadap air. Pada kulit saga yang tidak dihamplas, pengambilan air terhalang oleh kulit biji yang memiliki struktur terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade

berdinding tebal terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya memiliki lapisan lilin dari bahan kutikula. Kondisi kulit benih saga yang menyebabkan komponen penting (air dan O2) tidak dapat berimbibisi, sehingga benih gagal berkecambah exogenous. Pada dasarnya dormansi benih dapat merupakan jenis dormansi

dingin, berganti,

perubahan

temperature kulit biji,

yang

silih

diperpendek dengan berbagai perlakuan sebelum dikecambahkan, baik secara fisik, kimia dan biologi. Namun, dari hasil penelitian terdahulu bila hanya perlakuan fisik saja belum menunjukkan hasil yang memuaskan baik jumlah benih yang berkecambah maupun waktu yang dipergunakan untuk berkecambah. Benih yang diberi perlakuan fisik mengikis punggung atau skarifikasi dengan kertas amplas daya berke-cambah 50 55% dan kecepatan berkecambah 57 49 hari (Saleh, 2002b) dan makin baik bila secara bersama-sama diberi pelakuan kimia (KNO3) yang direndam selama 36 jam (Saleh, 2003a), konsentrasi 0,5%

menipisnya untuk

hilangnya zat-zat

kemampuan

menghasilkan

penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme.

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari

percobaan dormansi berikut yakni, dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Sebagai contoh: kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas. Biji saga termasuk dalam biji berkulit 9|Page

keras dan berlilin, dimana tipe dormansi pada benih saga termasuk dormansi exogenous. Caracara pematahan dormansi untuk dormansi Kuswanto, Hendarto.1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. CV. Andi. Yogyakarta. Li, et al. 2007. Repression of Auxine Response Factor by microRNA 160 is Critical for Seed Germination and Post-Germination Stages. The Plant Journal 52:133-146. Moshi, G.A. Kagashe, Z.H. Mbwambo. 2005. J. Ethnopharmacol. 97/2. 327-36 Nugraha, U.S. dan Soejadi. 1991. Predrying and soaking of IR 64 seed as an effective method for overcoming dormancy. Seed Sci & Technol 19: 207-312 Russell, E.W. 1978. Soil Condition and Plant Growt h. London: English Language Book Society. Saleh, M.S., 2002a . Perlakuan Fisik dan Kalium Nitrat untuk Mempercepat Perkecambahan Benih Aren dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Kecambah. J. Agroland 9 (4) : 326 330 Saleh, M.S., 2003a. Peningkatan Kecepatan Berkecambah Benih Aren yang Diberi Perlakuan Fisik dan Lama Perendaman Kalium Nitrat. J. Agroland (Suplemen) : 52 57 Saleh, M.S., 2003b. Perlakuan Fisik dan Konsentrasi Kalium Nitrat untuk Mempercepat Perkecambahan Benih Aren. J. Agroland 10 (4) : 346 351

exogenous, dapat dilakukan secara alami dan buatan. Secara alami dapat hilang dengan sendirinya karena pengaruh perubahan faktor lingkungan sekitar. Sedangkan secara buatan dibagi menjadi dua, yakni skarifikasi mekanis/fisik (mencakup cara-cara, seperti mengikir atau pengampelasan kulit benih, perendaman dengan air panas, pembakaran benih, mengimbangi kulit biji dengan pisau, semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeable terhadap air atau gas) dan skarifikasi asam (perendaman benih dalam larutan asam kuat) Jadi, untuk jenis biji seperti biji saga ini, sebaiknya dilakukan pematahan dormansi dengan perlakuan fisik, yakni diamplas, karena lebih efektif jika dibandingkan dengan cara lainnya.

Daftar Pustaka Come, D., F. Corbineau, and S. Lecat. 1988. Some Aspects of Metabolic Regulation of Cereal Seed Germination and Dormancy. Seed Sci & Technol 16: 175 186 ISTA. International Seed Testing Association. 2005. International Rules for Seed Testing Edition 2005. Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 1. p. 3-4 Ilyas, Satriyas. 2008. Dormansi Benih : Kasus pada Padi dan Kacang Tanah. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Kamil, J., 1979. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Bandung

Saleh, M.S., 2004. Pematahan Dormansi Benih Aren Secara Fisik Pada Berbagai Lama Ekstraksi Buah. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNTAD. Agrosains 6(2): 79-83 Salisbury dan Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. ITB Press. Bandung Sutopo, L. 1988. Bercocok Tanam. CV Rajawali, Jak arta. Sutopo, L., 2002. Teknologi Benih (Edisi Revisi). Fakultas Pertanian UNBRAW. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 10 | P a g e

11 | P a g e

You might also like