You are on page 1of 116

TA/TL/2008/0254

TUGAS AKHIR
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan

Disusun Oleh :

Nama No. Mhs

: Wahyu Kuncoro : 02 513 122

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

TA/TL/2008/0254

TUGAS AKHIR

PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan

Disusun Oleh :

Nama No. Mhs

: Wahyu Kuncoro : 02 513 122

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik hingga tersusunnya laporan ini. Pada kesempatan kali ini penulis mengangkat permasalahan menyusun perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu melalui penelitian dan uji sampel untuk melihat potensi sampah yang dihasilkan oleh Kampung Nitiprayan. Alternatif yang sedang dipertimbangkan salah satunya dengan menggunakan Metode Komposting. Pertimbangan inilah yang kemudian penulis angkat menjadi topik dalam tugas akhir ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas bantuan, pengarahan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami dalam menyusun laporan ini, yaitu kepada : 1. Bapak Luqman Hakim,ST. M.Si selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan. 2. Bapak Ir. Widodo Brontowiyono, MSc, selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis. 3. Bapak Eko Siswoyo, ST, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam membimbing penulis. 4. Ibu Dukuh Kampung Nitiprayan, yang telah membantu pelaksanaan Tugas Akhir. 5. Seluruh dosen jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Islam Indonesia. 6. Kepada kedua orang tua kami yang selalu memberikan motivasi dan semangat bagi kami. Serta kakak dan adikku, terima kasih atas supportnya. 7. Teman-teman seperjuangan Solid waste, Ari, Rizky, Insan, Asep, Nug, mba Rin, terimakasih atas semuanya. 8. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan yang telah memberikan dukungannya.

iv

. 9. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu baik langsung maupun tidak langsung yang telah ikut membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Penyusun menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya saran serta kritik yang bisa membangun. Semoga apa yang penulis sampaikan dalam laporan ini dapat berguna bagi penulis, rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Wassalamualaikum wr. Wb.

Yogyakarta, Februari 2008 Penyusun,

Penulis

PENGELOLAAN SAMPAH SECARA TERPADU DI KAMPUNG NITIPRAYAN

INTISARI

Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia. Pemukiman penduduk sebagai tempat tinggal masyarakat adalah penghasil sampah organik yang paling dominan. Pengelolaan yang paling sesuai dengan jenis sampah organik adalah dengan metode komposting. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan manajemen persampahan, merencanakan suatu reaktor kompos dan menguji parameter unsur N, P, K dan rasio C/N dari hasil pengomposan, mengetahui timbulan, karakteristik dan komposisi sampah, serta mengetahui berapa besar partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah. Pada penelitian ini sampah akan dipilah langsung dari sumbernya berdasarkan jenisnya yaitu organik, an organik, dan non 3R. Untuk sampah organik akan diproses dengan menggunakan metode komposting yang dilakukan secara aerobik dengan penambahan starter EM4, dengan menggunakan reaktor dari drum plastik yang telah dilubangi bagian sampingnya. Untuk sampah an organik dan non 3R diolah dengan melakukan pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, TPS, dan kemudian dibuang ke TPA. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat penelitian dengan menggunakan kuisioner. Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan jumlah timbulan sampah 0,2192 kg/orang/hari yang terdiri dari sampah organik 0.1631 kg/orang/hari, sampah an organik 0,0539 kg/orang/hari, dan sampah non 3R 0.0022 kg/orang/hari. Untuk komposting setiap 1 rumah menggunakan reaktor dengan kapasitas 190 liter. Kandungan kompos adalah Nitrogen (N) = 0,854 %, phospat (P) = 1,25 %, Kalium (K) = 2,43% dan C/N = 41,16%. Waktu pematangan kompos adalah 40 hari. Jika dibandingkan dengan SNI untuk unsur N, P dan K memenuhi syarat, akan tetapi untuk rasio C/N terlalu tinggi yang disebabkan karena komposisi dari kompos sebagian besar terdiri dari daun-daunan segar dan kering. Sebagian besar masyarakat belum memiliki kesadaran untuk memilah sampah.

Kata kunci : Kompos, Sampah, Reaktor, Nitiprayan.

INTEGRATED SOLIDWASTE MANAGEMENT OF NITIPRAYAN

ABSTRACTION

Solidwaste will be increasing along to the number of human being activity that is accompanied greater amount of resident in Indonesia. The settlement of resident as society residence is producer of organic solidwaste which most dominant. The most appropriate management of organic solidwaste type is composting. The purpose of this research is planing solidwaste management, planning a compost reactor, and test element parameters of N, P, K, and C/N that is yielded by composting process, know amount of solidwaste, caracteristic, and solidwaste compotition. and also know the role of society to the solidwaste management. In this research solidwaste is classified directly from its source based on solidwaste types that is organic, in organic and non 3R solidwaste. For the management of organic solidwaste use aerobic composting with enhancing EM4 as starter. The reactor made from plastical materials, in form of drum and there are holes at shares of its side. For in organic and non 3R solidwaste is conducted with sorting, packaging, gathering, transporting, TPS and thrown to TPA. To know society participation research using the questionnaire. Research is conducted at 10 dots of sample house and got amount of solidwaste 0,2192 kg/people/day. The weight of organic solidwaste 0,1631 kg/people/day, in organic solidwaste 0,0539 kg/people/day, and non 3R 0,0022 kg/people/day. And yielded by reactor with capacities 190 litres for capacities 1 house. Nitrogen content (N) = 0,0854 %, phosphat (P) = 1,25 %, Kalium (K) = 2,43 % and C/N ratio = 41,16 %. Time maturation of compost during 40 days, where its quality enough nicely and enough fulfill standard of SNI for compost, only value of C/N still high which is caused by composition of compost most consisting of fresh leafs and dry leafs.

Keyword : Composting, Solidwaste, Reactor, Nitiprayan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN. HALAMAN PERSEMBAHAN MOTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. ABSTRAK.

BAB I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5

PENDAHULUAN Latar Belakang....................................................................... Rumusan Masalah.................................................................. Tujuan Penelitian................................................................... Batasan Masalah.................................................................... Manfaat Penelitian................................................................. 1 4 4 5 5

BAB II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian sampah................................................................. Sumber sampah..................................................................... Jenis sampah.......................................................................... Karakteristik sampah............................................................. Komposisi sampah................................................................ Efek samping terhadap manusia dan kesehatan................. Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah sampah................................................................................... 11 12 6 6 7 8 9 9

2.8

Standarisasi pengelolaan persampahan.................................

2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14

Pengelolaan sampah.............................................................. Pewadahan sampah............................................................... Pengumpulan sampah............................................................ Pola pengumpulan sampah................................................... Pengolahan sampah............................................................... Pengomposan (Composting).................................................. 2.14.1 Komponen kompos.................................................... 2.14.2 Keunggulan Kompos................................................. 2.14.3 Proses Pengomposan................................................. 2.14.4 Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan...... 2.14.5 EM4..................................................................................................................

13 15 17 19 21 24 25 25 26 28 32 34 34

2.15 2.15 BAB III 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9

Pembagian wilayah dari pusat kota ke daerah pedesaan... Hipotesa................................................................................. GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN Umum.................................................................................... Lokasi..................................................................................... Luas wilayah......................................................................... Kondisi topografi.................................................................. Batas wilayah........................................................................ Kependudukan....................................................................... Potensi yang sudah ada....................................................... Pola operasional pengelolaan sampah.................................. Peran serta masyarakat..........................................................

35 35 35 35 35 36 36 37 37

BAB IV 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6

METODOLOGI PENELITIAN Ide tugas akhir..................................................................... Studi pustaka.......................................................................... Pengumpulan data................................................................. Penelitian atau sampling........................................................ pengolahan data...................................................................... Perencanaan pengelolaan sampah......................................... 38 38 38 38 40 41

4.7

Bahan penelitian.................................................................... 4.7.1 Jenis pewadahan........................................................ 4.7.2 Kotak pengukur......................................................... 4.7.3 Timbangan dan meteran............................................ 4.7.4 Termometer dan pH soil............................................

41 42 42 43 43 43 43 44 45 47

4.8

Komposting............................................................................ 4.8.1 Bahan pembuatan kompos........................................ 4.8.2 Persiapan reaktor....................................................... 4.8.3 Tahap pembuatan.......................................................

4.9

Diagram tahap perencanaan.................................................

BAB V 5.1

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengukuran dan perhitungan berat sampah dan volume sampah...................................................................... 49 51 53 53 53 54 55 55 56 64

5.2 5.3 5.4

Komposisi sampah................................................................. Timbulan sampah................................................................... Komposting............................................................................. 5.4.1 5.4.2 5.4.3 5.4.4 Desain reaktor kompos............................................. Pengamatan pH........................................................... Pengamatan suhu........................................................ Kualitas akhir kompos..............................................

5.5 5.6

Data responden...................................................................... Pengujian dengan statistik..................................................... 5.6.1 Pendidikan terakhir dan kesadaran memilah dengan Metoda statistik One Way Anova............................... 5.6.2 Nilai penghasilan dan jumlah anggota keluarga

64

dengan timbulan sampah menggunakan metode statistik One Way ANOVA..................................................... 5.7 Pembahasan............................................................................. 5.7.1 5.7.2 Umum.......................................................................... Perencanaan manajemen pengelolaan sampah.......... 67 70 70 73

5.7.2.1 Pemilahan........................................................ 5.7.2.2 Pewadahan...................................................... 5.7.2.3 Pengumpulan................................................... 5.7.2.4 Tempat penampungan sementara................... 5.8 5.9 Strategi manajemen pengelolalaan sampah........................... Komposting............................................................................. 5.9.1 Pengamatan pH........................................................... 5.9.2 Pengamatan suhu........................................................

73 76 80 83 83 84 84 85 87 88 89 89 89 89 94

5.9.3 Hubungan pH dan suhu pada reaktor........................ 5.9.4 Pembahasan kematangan kompos............................. 5.9.5 Pembahasan kandungan N.......................................... 5.9.6 Pembahasan kandungan P.......................................... 5.9.7 Pembahasan kandungan K......................................... 5.2.4.8 Kualitas akhir kompos.............................................. 5.10 BABVI 6.1 6.2 Sosialisasi dan pendekatan masyarakat................................ . KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan..............................................................................

97

Saran......................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel 2.2

Analisis kimia kompos...................................................................25 Perbandingan kandungan karbon dan nitrogen berbagai bahan organik (C/N).................................................................................29

Tabel 2.3 Tabel 5.1

Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM 4..............................33 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah

organik............................................................................................49 Tabel 5.2 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah an

organik............................................................................................50 Tabel 5.3 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah non

3R...................................................................................................50 Tabel 5.4 Rata-rata komposisi sampah di Kampung

Nitiprayan.......................................................................................52 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Pengukuran pH selama proses kompos berlangsung.....................54 Pengukuran suhu selama proses kompos

berlangsung....................................................................................55 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Tabel 5.14 Tabel 5.15 Pengukuran kualitas akhir kompos................................................56 Jumlah anggota keluarga responden..............................................56 Penghasilan rata-rata responden per bulan.....................................57 Pendidikan terakhir responden.......................................................58 Pembuangan sampah rumah tangga oleh responden......................60 Pemilahan sampah rumah tangga oleh responden.........................61 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari................................62 Jenis sampah yang dibuang setiap hari..........................................62 Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan.......................................................................63 Tabel 5.16 Correlation untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan......65

Tabel 5.17

Homogenitas variansi untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.......................................................................................65

Tabel 5.18

Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan......................................................................66

Tabel 5.19

Analisis post hoc

untuk nilai pendidikan dan kesadaran

pemilahan.......................................................................................67 Tabel 5.20 Tabel 5.21 Correlation untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah............68 Homogenitas variansi untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah68 Tabel 5.22 Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah............................................................................69 Tabel 5.23 Tabel 5.24 Tabel 5.25 Tabel 5.26 Tabel 5.27 Tabel 5.28 Hasil pengukuran pH selama proses komposting berlangsung......84 Hasil pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung...85 Standar Kualitas Kompos SNI.......................................................90 Standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang.............90 Standar kualitas kompos pupuk dipasaran.....................................91 Perbandingan kompos hasil penelitian dengan SNI dan produk di pasaran............................................................................................92

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Skema swakelola sampah rumah tangga yang berbasis pada masyarakat yang bisa diterapkan...................................................23

Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9

Jenis pewadahan.............................................................................42 Kotak pengukur..............................................................................42 Kotak pengukur..............................................................................43 Termometer dan pH soil.................................................................43 Sampah rumah tangga....................................................................44 EM4................................................................................................44 Rencana desain reaktor kompos.....................................................45 Pemotongan bahan.........................................................................46 Potongan bahan pada reaktor.........................................................46

Gambar 4.10 Reaktor kompos.............................................................................46 Gambar 4.11 Pengukuran pH...............................................................................47 Gambar 4.12 Pengukuran suhu............................................................................47 Gambar 4.13 Diagram tahap Perencanaan...........................................................48 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8 Gambar 5.9 Grafik komposisi sampah Kampung Nitiprayan............................52 Desain reaktor kompos...54 Grafik jumlah anggota keluarga responden...................................57 Grafik jumlah penghasilan responden per bulan............................58 Grafik pendidikan terakhir responden............................................59 Grafik pembuangan sampah oleh responden.................................60 Grafik pemilahan sampah rumah tangga........................................62 Grafik banyaknya sampah yang dibuang setiap hari......................62 Grafik jenis sampah yang dibuang setiap hari...............................63

Gambar 5.10 Grafik kesediaan peran serta responden jika dilakukan pengelolaan sampah............................................................................................64

Gambar 5.11 Pola pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan.......................................................................................72 Gambar 5.12 Neraca Persentase Sampah Mulai Sumber Sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan......................................................................75 Gambar 5.13 Plastik.............................................................................................77 Gambar 5.14 Drum untuk kompos.......................................................................78 Gambar 5.15 Bin plastik......................................................................................80 Gambar 5.16 Gerobak sampah.............................................................................82 Gambar 5.17 Hasil pengukuran pH kompos........................................................85 Gambar 5.18 Hasil pengukuran suhu kompos.....................................................86 Gambar 5.19 Hubungan pH dan suhu..................................................................87

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam

semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan. Sampah akan terus bertambah seiring dengan banyaknya aktifitas manusia yang disertai semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia. Pengelolaan sampah meliputi pewadahan, pengumpulan, pemindahan,

pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir. Sedangkan dalam ilmu kesehatan lingkungan suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Sehingga jelas bahwa pentingnya pengelolaan sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin meningkat sementara lahan yang ada tetap. Sehingga jelas bahwa pentingnya pengelolaan sampah, karena melihat perkembangan waktu yang senantiasa diiringi dengan pertambahan penduduk maka otomatis jumlah timbulan sampah semakin meningkat sementara lahan yang ada tetap. Di dalam semua aspek kehidupan manusia selalu menghasilkan sampah (byproduct) disamping produk utama yang diperlukan atau digunakan. Untuk daerah pedesaan, dimana pertanian merupakan kegiatan/pekerjaan utama dimana sampah yang dihasilkan jumlahnya sedikit yang mana sampah tersebut dapat diuraikan sendiri oleh alam, dimana hewan memakan sisa makanan dan bahan-bahan lain dapat dibuang ke tanah dengan demikian dapat menguraikan sampah tersebut. Di daerah perkotaan, dimana jumlah penduduk semakin besar dan kepadatan semakin tinggi, sampah tidak dapat lagi diolah oleh alam. Karakteristik sampah menjadi semakin beragam sejalan dengan meningkatnya standar hidup, dan volume sampah

semakin meningkat dengan cepat. Cara pewadahan sampah telah berubah dari sistem ditumpuk pada wadah terbuka (keranjang) menjadi sistem kantong. Cara pengangkutan telah berubah dari sistem manual atau menggunakan hewan menjadi motor dan dari truk terbuka menjadi truk dengan sistem compaktor. Permasalahan baru juga timbul dengan adanya bangunan-bangunan bertingkat apartemen, supermarket, limbah industri dan lainlain. Faktor utama yang akan membedakan jenis dan karakteristik terdapat pada tingkat sosial budaya ekonomi masyarakat, hal ini terlihat perbedaan yang sangat besar antara karakteristik, volume dan lain-lain. Sampah antara negara-negara maju dan berkembang sangat berbeda jauh. Biasanya pada negara maju, sistem manajemen pengolahan sampah sangat baik tanpa mengalami kesulitan dalam pengelolaannya. Hal ini di dukung dengan hal-hal berikut ini: a. Tingkat kesejahteraan nasional yang tinggi dan akan masih terus bertambah. b. Sistem perpajakan yang baik sehingga pendanaan untuk sampah teralokasi pada perpajakan tersebut. c. Kesejahteraan hidup bersih dan manajemen persampahan yang baik. d. Partisipasi masyarakat yang baik dalam hal penanganan sampah. Pada negara berkembang (kota-kota di Asia) mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dari kota-kota di negara maju. Hal ini disebabkan oleh adanya urbanisasi (perpindahan menuju ke kota). Pengelolaan persampahan di negara maju masih sangat memprihatinkan dikarenakan ketidaktersediaan dana yang mencukupi serta tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan, serta adanya perbedaan iklim, ekonomi dan sosial budaya. Sistem pengelolaan persampahan di daerah perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus, selain karena pengelolaan sampah di daerah perkotaan sangat penting karena melihat dari timbulan sampah yang besar (kepadatan penduduk tinggi). Tidak adanya lahan sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Menurut Arianto Wibowo & Darwin T Djajawinata (2002), Persampahan telah menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia. Pesatnya pertambahan penduduk yang disertai derasnya arus urbanisasi

telah meningkatkan jumlah sampah di perkotaan dari hari keharinya. Keterbatasan kemampuan Dinas Kebersihan dalam menangani permasalahan tersebut menjadi tanda awal dari semakin menurunnya sistem penanganan permasalahan tersebut. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan terkendala jumlah kendaraan serta kondisi peralatan yang telah tua. Belum lagi pengelolaan TPA yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan. Kekurangpedulian penanganan persampahan ini dapat terlihat dari kecilnya anggaran yang disediakan untuk menangani permasalahan persampahan ini. Sementara disisi lain, penghasilan yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan adanya penanganan yang mandiri dan berkelanjutan. Sistem pentarifan dalam bentuk retribusi masih konvensional dan tidak memungkinkan adanya insentif bagi operator . Untuk memahami permasalahan tersebut, perlu dilihat beberapa aspek yang menaungi sistem pengelolaan persampahan tersebut, meliputi : 1. Aspek teknis 2. Aspek kelembagaan 3. Aspek manajemen dan 4. Keuangan. Dengan melakukan peninjuan beberapa aspek diatas, dapat disimpulkan perlunya suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi: (1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metode pembuangannya. (2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir). (3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada dengan fungs operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan. (4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat tercapai program zero waste pada masa mendatang. (5) Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan

mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe pelanggan. (6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan. Adapun perbaikan sistem pengelolaan persampahan adalah dengan menggunakan sistem composting, karena sebagian besar sampah yang dihasilkan berasal dari bahan organik, yaitu dengan pemanfaatan ulang sampah organik melalui proses pembusukan.

1.2

RUMUSAN MASALAH Adapun rumusan masalah dalam perencanaan pengelolaan sampah antara lain : 1. Berapa besar volume sampah yang dihasilkan dan bagaimana komposisi, timbulan berdasarkan sifatnya. 2. Manajemen persampahan yang meliputi sistem pewadahan/pemilahan,

pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan. 3. Partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah.

1.3

TUJUAN PENELITIAN Maksud penyusunan Laporan Tugas Akhir ini adalah mengevaluasi dan

merencanakan kembali sistem pegelolaan sampah domestik, meliputi : 1. Untuk mengetahui volume, komposisi, dari timbulan sampah rata-rata per orang per hari sebagai dasar perencanaan pengelolaan sampah terpadu. 2. Untuk mengetahui dan merencanakan sistem manajemen persampahan yang meliputi sistem pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan. 3. Untuk mengetahui partisipasi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah.

1.4

BATASAN MASALAH Batasan-batasan dan ruang dari pelaksanaan perencanaan pengelolaan sampah

adalah sebagai berikut : 1. Pengelolaan yang dilakukan adalah pengelolaan dari sumber timbulan sampah, tempat penampungan sementara dan pembuatan reaktor kompos. 2. Akan diberikan alternatif pengolahan ditempat penampungan sementara berdasarkan hasil penelitian. 3. Pengelolaan yang akan direncanakan adalah pengelolaan terhadap sampah yang dihasilkan. 4. Menghitung besaran timbulan sampah dan mengukur volume sampah per hari. 5. Tidak dilakukan perhitungan biaya yang diperlukan dalam pengelolaan. 6. Jenis sampling yang digunakan adalah metode random sampling. 7. Daerah yang akan diteliti adalah kampung Nitiprayan Yogyakarta.

1.5

MANFAAT Manfaat dari penyusunan laporan Tugas Akhir Ini adalah : 1. Dapat mengetahui dan merencanakan tempat sampah/bak sampah serta bahan yang digunakan. 2. Memberikan pengetahuan mengenai pengelolaan persampahan. 3. Secara umum penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang pengelolaan persampahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

PENGERTIAN SAMPAH Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat an

organik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb (SNI 19-2454-1993). Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983). Sampah adalah limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik dan atau an organik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya (Anonim,1986). Sampah padat adalah semua barang sisa yang ditimbulkan dari aktivitas manusia dan binatang yang secara normal padat dan dibuang ketika tak dikehendaki atau sia-sia (Tchobanoglous, G. dkk 1993).

2.2

SUMBER SAMPAH Menurut Anonim (1986), sumber sampah antara lain : a. Sampah pasar, tempat-tempat komersiil. Terdiri dari berbagai macam dan jenis sampah seperti sisa sayuran, daun bekas bungkus, sisa makanan dan sebagainnya. Ciri-ciri sampahnya biasanya mempunyai berbagai macam dan jenis sampah, yang masing-masing volumenya hampir sama. 6

b. Sampah pabrik atau industri. Benda-benda sisa atau bekas dari proses industri, atau merupakan ampas-ampas dari pengolahan bahan baku, misalnya pabrik gula tebu akan membuang ampas tebu. Ciri-cirinya tidak banyak macam dan jenisnya, menonjol jumlahnya pada beberapa jenis saja. c. Sampah rumah tinggal, kantor, institusi gedung umum dan lainnya serta pekarangan. Karakteristiknya hampir sama dengan sampah dari pasar, kecuali ada sampah dari pengurasan septic tank. d. Sampah kandang hewan dan pemotongan hewan. Terdiri dari sisa-sisa makanan hewan dan kotorannya, sisa-sisa daging dan tulangtulangnya. e. Sampah jalan, lapangan dan pertamanan. Sampah ini terdiri dari pengotoran oleh pelewat jalan atau pemakai jalan, pemakai lapangan dan pertamanan, pemotong rumput, reruntuhan bunga dan buah. f. Sampah selokan, riol dan septic tank. Terdiri dari endapan-endapan dan benda-benda yang hanyut sebagai penyebab tersumbatnya selokan selokan riol. Isi septik tank merupakan lumpur tinja yang biasanya diambil dan diangkut dengan mobil tangki tinja yang dilengkapi dengan pompa hisap.

2.3

JENIS SAMPAH Berdasarkan jenis sampah pada prinsipnya dibagi 3 bagian besar, yaitu : a. Sampah padat. b. Sampah cair. c. Sampah dalam bentuk gas.

Sampah pada umumnya dibagi 2 jenis, yaitu : 1. Sampah organik : yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C, H, O, N, dll. Umumnya sampah

organik dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, karton, kain, karet, kulit, sampah halaman. 2. Sampah an organik : sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng, alumunium, debu, logam-logam lain (Hadiwiyoto, 1983).

2.4

KARAKTERISTIK SAMPAH Menurut Anonim (1986) karakteristik sampah adalah sebagai berikut : a. Garbage, yakni jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayuran hasil pengolahan dari dapur rumah tangga, hotel, restoran, semuanya mudah membusuk. b. Rubbish, yakni pengolahan yang tidak mudah membusuk. Pertama yang mudah terbakar, seperti kertas, kayu dan sobekan kain. Kedua yang tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, kaca dan lain-lain. c. Ashes, yakni semua jenis abu dari hasil pembakaran baik dari rumah maupun industri. d. Street sweeping, yakni sampah dari hasil pembersihan jalanan, seperti halnya kertas, kotoran, daun-daunan dan lain-lain. e. Dead animal, yakni bangkai binatang yang mati karena alam, kecelakaan maupun penyakit. f. Abandoned vehicle, yakni bangkai kendaraan, seperti sepeda, motor, becak, dan lain-lain. g. Sampah khusus, yakni sampah yang memerlukan penanganan khusus, misalnya kaleng-kaleng cat, zat radioaktif, sampah pembasmi serangga, obat-obatan dan lain-lain.

2.5

KOMPOSISI SAMPAH Komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan,

kertas, karbon, kayu, kain tekstil, karet kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lainlain (misalnya tanah, pasir, batu dan keramik). Menurut Tchobanoglous dkk (1993) komponen sampah-sampah terdiri dari : 1. Organik a. Sisa makanan. b. Kertas. c. Karbon. d. Plastik 2. An organik. a. Kaca. b. Alumunium. c. Kaleng. d. Logam. e. Abu, debu. e. Karet. f. Kain. g. Kulit. h. Kayu. .

2.6

EFEK SAMPING TERHADAP MANUSIA DAN KESEHATAN A. Dampak terhadap kesehatan Lokasi dan pengolahan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut : a. Penyakit jamur yang dapat menyebar (misalnya jamur kulit). b. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat didaerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini

sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah. d. Sampah beracun, telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminansi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator. B. Dampak terhadap lingkungan a. Lindi (leachate) yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. b. Selain mencemari air permukaan, lindi juga berpotensi mencemari air dalam tanah. c. Sampah yang dibuang ke saluran drainase atau sungai akan menyumbat atau menghambat aliran air. d. Sampah yang kering menjadi relatif lebih mudah terbakar. Hal ini dapat menimbulkan bahaya kebakaran. C. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat. Bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana. b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan. c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktifitas). d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase dan lain-lain. e. Infrastruktur lain dapat juga dipengarui oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan

10

cenderung membuang sampah dijalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan sering diperbaiki( Tchobanoglous dkk, 1993).

2.7

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS DAN JUMLAH SAMPAH. Jenis dan jumlah sampah umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Letak Geografi Letak geografi mempengaruhi tumbuh-tumbuhan dan kebiasaan masyarakat, didataran tinggi umumnya banyak sayur-sayuran, buah-buahan dan jenis tanaman tegalan yang akhirnya akan mempengaruhi jenis dan jumlah sampah. 2. Iklim Iklim yang banyak hujan akan membuat tumbuhan bertambah banyak dibandingkan didaerah kering sehingga sampahnya juga lebih banyak. 3. Tingkat sosial ekonomi Pada ekonomi yang baik maka daya beli masyarakat akan tinggi dan sampah yang dihasilkan akan tinggi pula. 4. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk kota jumlahnya tinggi maka akan menghasilkan sampah yang banyak pula. 5. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi mempengaruhi industri, dimana selanjutnya akan menggunakan peralatan yang lebih baik, sehingga bahan makanan tidak banyak yang terbuang dan hasil buangannya dapat digunakan kembali.

2.8

STANDARISASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN. Standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan telah diterbitkan

oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (Anonim ,2003), yaitu : 1. SK-SNI. S-04-1991-03, tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di indonesia, standar ini mengatur tentang jenis sumber sampah, besaran

11

timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota. 2. SNI 19-2454-1991, tentang tata cara pengelolaan teknik sampah perkotaan. standar ini mengatur tentang persyaratan teknis yang meliputi : a. Teknik Operasional b. Daerah pelayanan c. Tingkat pelayanan d. Pewadahan Sampah e. Pengumpulan Sampah Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah : 1. Penggunaan jenis peralatan 2. Sampah terisolasi dari lingkungan 3. Frekuensi pelayanan 4. Frekuensi penyapuan 5. Estetika 6. Tipe kota 7. Variasi daerah pelayanan 8. Pendapatan dari retribusi 9. Timbulan sampah musiman 3. SNI 03-3241-1994, tentang cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Standar ini mengatur tentang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih. 2. SNI 19-3964-1994, tentang metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan. f. Pemindahan sampah g. Pengangkutan sampah h. Pengolahan sampah i. Pembuangan akhir

2.9

PENGELOLAAN SAMPAH Pengelolaan sampah merupakan suatu aliran kegiatan yang dimulai dari sumber

penghasil sampah. Sampah dikumpulkan untuk diangkut ke tempat pembuangan untuk

12

dimusnahkan. Atau sebelumnya dilakukan suatu proses pengolahan untuk menurunkan volume dan berat sampah. Pengelolaan sampah suatu kota bertujuan untuk melayani penduduk terhadap sampah yang dihasilkannya. Secara tidak langsung turut memelihara kesehatan masyarakat serta menciptakan suatu lingkungan yang bersih, baik dan sehat. Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks. Masalahmasalah muncul akibat semakin berkembangnya kota, semakin banyak sampah yang dihasilkan, semakin beraneka ragam komposisinya, keterbatasan dana dan beberapa masalah lain yang berkaitan. Pada dasarnya pengelolaan sampah ada 2 macam yaitu pengelolaan/penanganan sampah setempat (pola individu) dan pola kolektif untuk suatu lingkungan pemukiman atau kota. Penanganan setempat dimaksudkan penanganan yang dilaksanakan sendiri oleh penghasil sampah dengan menanam dalam galian tanah pekarangannya atau dengan cara lain yang masih dapat dibenarkan. Hal ini dimungkinkan bila daya dukung lingkungan masih cukup tinggi, misalnya tersedianya lahan. Penanganan persampahan dengan pola kolektif, khususnya dalam teknis operasional adalah suatu proses atau kegiatan penanganan sampah yang terkoordinir untuk melayani suatu pemukiman atau kota. Pola ini kompleksitas yang besar karena mencakup berbagai aspek terkait. Aspek-aspek tersebut dikelompokkan dalam 5 aspek utama, yaitu aspek institusi, hukum, teknik operasional, pembiayaan, dan retribusi serta aspek peran serta masyarakat. Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan pewadahan/penyimpanan pada sumber sampah, kegiatan pengumpulan, pengangkutan serta pembuangan sampai dengan pembuangan akhir harus bersifat terpadu. Bila salah satu kegiatan tersebut putus atau tidak tertangani dengan baik maka akan menimbulkan masalah kesehatan, banjir/genangan, pencemaran air tanah dan estetika. Aliran tersebut harus diusahakan berlangsung dengan lancar dan kontinyu dengan meniadakan segala faktor penghambat yang ada. Baik dari segi aspek organisasi dan manajemen, teknik operasional, peraturan, pendanaan dan peran serta masyarakat.

13

Dari segi teknik, banyak alternatif penanganan sampah yang sebenarnya dapat diterapkan di Indonesia namun memerlukan dana investasi yang relatif besar, maka sebelum melangkah pada teknologi yang canggih, kita perlu menggunakan teknologi yang sesuai untuk kondisi Indonesia.

2.10

Pewadahan Sampah Pewadahan sampah adalah cara pembuangan sampah sementara di sumbernya

baik individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya ditempatkan di depan rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah komunal ditempatkan di tempat terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi sehingga memudahkan dalam pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan dengan jenis sampah yang akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya, khususnya dalam upaya daur ulang. Dengan adanya wadah yang baik, maka : a. Bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat dapat diatasi. b. Air hujan ysng berpotensi menambah kadar air di sampah dapat dikendalikan. c. Pencampuran sampah yang tidak sejenis dapat dihindari (Enri

Damanhuri,2006). Dalam pewadahannya sampah umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Individual Dimana di setiap sumber timbulan sampah terdapat tempat sampah. Misalnya di depan setiap rumah dan pertokoan. Jenis pewadahan secara individual biasanya adalah : a. Ember plastik dengan penutup, kapasitas 7-10 liter, biasanya dipergunakan di daerah dimana pengambilan sampah dilakukan setiap hari. b. Bak sampah plastik dengan penutup dan pegangan di kedua sisinya, kapasitas 20-30 liter, biasanya untuk pengambilan sebanyak 2 kali seminggu. c. Bak sampah dari galvanized steel atau plastik dengan penutup, kapasitas 30-50 liter, biasa digunakan dirumah tangga menengah keatas dengan

14

frekuensi pengambilan 2 kali seminggu. Material yang digunakan oleh jenis ini haruslah bahan yang anti karat sehingga tahan lama. d. Kantong plastik, dengan volume sesuai kebutuhan dari pemakai. Untuk jenis ini biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga (per tahun) biasanya lebih besar dari jenis-jenis sebelumnya. 2. Komunal Yaitu timbulan sampah dikumpulkan pada satu tempat sebelum sampah tersebut diangkut ke TPA. Metode yang digunakan dalam pengumpulan sampah secara komunal biasanya, yaitu : a. Depo sampah, biasanya dipergunakan untuk menampung sampah dari perumahan padat. Depo dibuat dari pasangan batu/bata dengan volume antara 12-25 m3, atau ekivalen dengan pelayanan terhadap 10 ribu jiwa. Jarak maksimum untuk menempatkan depo adalah 150 m. b. Bak dengan pintu tertutup, pewadahan komunal yang paling umum. Biasanya terbuat dari kayu, bata atau beton dengan pintu. Kapasitas antara 1 10 m3. untuk bak dengan kapasitas 2 m3 mampu melayani 2.000 orang. Biasanya ditempatkan di pinggir jalan besar atau tempat terbuka. c. Bak sampah tetap, biasanya pewadahan ini terbuat dari blok beton, perbedaan jenis ini dengan bak pintu penutup adalah tidak adanya pintu pembuangan. Kapasitas biasanya tidak lebih dari 2 m3. d. Bak dari bis beton, biasanya digunakan di daerah dengan kepadatan relatif rendah, ukuran relatif kecil dan relatif murah. Ukuran yang biasa digunakan adalah diameter 1 meter. e. Drum 200 liter, pemanfaatan dari bekas drum minyak atau semacamnya. Bagian dalam drum dicat dengan bitumen. Untuk jenis ini pengambilan dilakukan setiap hari. f. Bin baja yang mudah di angkat, biasanya dipergunakan didaerah pemukiman kalangan atas, bin galvanis dengan kapasitas 100 liter untuk 10 keluarga.

15

Persyaratan bahan dalam pewadahan sampah adalah sebagai berikut : 1. Tidak mudah rusak dan kedap air, kecuali kantong plastik/kertas. 2. Mudah untuk diperbaiki. 3. Ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat. 4. Mudah dan cepat dikosongkan. Penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan : 1. Jumlah penghuni tiap rumah. 2. Tingkat hidup masyarakat. 3. Frekuensi pengambilan/pengumpulan sampah. 4. Cara pengambilan sampah (manual/mekanik). 5. Sistem pelayanan (individual/komunal). Lokasi penempatan wadah adalah sebagai berikut : 1. Wadah individual ditempatkan : a. Di halaman muka (tidak di luar pagar) b. Di halaman belakang untuk sumber sampah dari hotel dan restoran 2. Wadah komunal ditempatkan : a. Tidak mengambil lahan trotoar (kecuali bagi wadah sampah pejalan kaki). b. Tidak di pinggir jalan protokol. c. Sedekat mungkin dengan sumber sampah. d. Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya. e. Di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya.

2.11

Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara

pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau ke pengolahan sampah skala kawasan atau langsung tempat pembuangan atau pemrosesan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

16

1. Secara langsung ( Door to door ). Pada sistem ini, proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan bersamaan. Sampah dari tiap-tiap sumber akan diambil, dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat pemrosesan atau ke tempat pembuangan akhir. 2. Secara tidak langsung ( Communal ). Pada sistem ini, sebelum diangkut ke tempat pemrosesan, atau ke tempat pembuangan akhir, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu oleh sarana pengumpul seperti dalam gerobak tangan (hand cart) dan diangkut ke TPS. Dalam hal ini, TPS dapat pula berfungsi sebagai lokasi pemrosesan skala kawasan yang berguna untuk mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut ke pemrosesan akhir. Pada sistem communal ini, sampah dari masing-masing sumber akan dikumpulkan dahulu dalam gerobak tangan atau sejenisnya dan diangkut ke TPS. Gerobak tangan merupakan alat pengangkut sampah sederhana yang sering dijumpai di kota-kota Indonesia. Dan memiliki kriteria persyaratan sebagai berikut : a. Mudah dalam loading dan unloading. b. Memiliki konstruksi yang ringan dan sesuai dengan kondisi jalan yang ditempuh. c. Sebaiknya mempunyai tutup. Tempat penampungan Sementara (TPS) merupakan suatu bangunan atau yang digunakan untuk memindahkan sampah dari gerobak tangan ke landasan, kontainer, atau langsung ke truk pengangkut sampah. Tempat penampungan sementara berupa : 1. Transfer Station / Transfer Depo, biasanya terdiri dari : A. Bangunan untuk ruangan kantor. B. Bangunan tempat penampungan / pemuatan sampah. C. Peralatan parkir. D. Tempat penyimpanan peralatan. Untuk suatu lokasi transfer depo (TPS) diperlukan areal tanah minimal 200 m2. bila lokasi ini berfungsi juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan maka dibutuhkan tambahan luas lahan sesuai aktifitas yang dijalankan.

17

2. Container Besar (Steel Container) volume 6 10 m3 yang diletakkan dipingggir jalan dan tidak mengganggu lalu lintas. Dibutuhkan landasan permanen sekitar 2550 m2 untuk meletakkan kontainer. Di banyak tempat di kotakota Indonesia, landasan ini tidak disediakan dan kontainer diletakkan begitu saja di lahan tersedia. Penempatan sarana ini juga bermasalah karena sulit untuk memperoleh lahan dan belum tentu masyarakat yang tempat tinggalnya dekat dengan sarana ini bersedia menerimanya. 3. Bak bak komunal yang dibangun permanen dan terletak di pinggir jalan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan adalah waktu pengumpulan dan frekuensi pengumpulan. Sebaiknya waktu pengumpulan sampah adalah saat dimana aktifitas masyarakat tidak begitu padat, misalnya pagi hingga siang hari. Frekuensi pengumpulan sampah menentukan banyaknya sampah yang dapat dikumpulkan dan diangkut per hari. Semakin besar frekuensi pengumpulan sampah maka semakin banyak volume sampah yang dikumpulkan per service per kapita. Bila sistem pengumpulan telah memasukkan upaya daur ulang maka frekuensi pengumpulan sampah dapat diatur sesuai dengan jenis sampah yang akan dikumpulkan. Dalam hal ini sampah kering dapat dikumpulkan lebih jarang.

2.12

Pola pengumpulan sampah Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah :

1. Pengumpulan sampah harus memperhatikan : a. Keseimbangan pembebanan tugas. b. Optimasi penggunaan alat. c. Minimasi jarak operasi. 2. Faktor faktor yang mempengaruhi pola pengumpulan sampah : a. Jumlah sampah terangkut. b. Jumlah penduduk. c. Luas daerah operasi. d. Kepadatan penduduk dan tingkat penyebaran rumah. e. Panjang dan lebar jalan. f. Kondisi sarana penghubung (jalan, gang).

18

g. Jarak titik pengumpulan dengan lokasi. 3. Jenis / pola pengumpulan sampah dapat dibagi menjadi : a. Individual langsung. b. Individual tidak langsung. c. Komunal langsung. d. Komunal tidak langsung. e. Penyapuan jalan dan taman. Pola pengumpulan sampah terdiri atas : A. Pola individual langsung oleh truk pengangkut menuju ke pemrosesan, dapat diterapkan bila : 1) Bila kondisi topografi bergelombang (rata rata < 5 %), hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi. 2) Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya. 3) Kondisi dan jumlah alat memadai. 4) Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari. 5) Biasanya daerah layanan adalah pertokoan, kawasan pemukiman yang tersusun rapi, daerah elit dan jalan protokol. 6) Layanan dapat pula diterapkan pada daerah gang. Petugas pengangkut tidak masuk ke gang, tetapi hanya akan memberi tanda bila sarana pengangkut ini datang, misalnya dengan bunyi-bunyian. B. Pola individual tidak langsung dengan menggunakan pengumpul sejenis gerobak sampah, dapat diterapkan bila : 1) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan. 2) Kondisi topografi relatif datar (rata rata < 5 %), dapat digunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak). 3) Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung. 4) Lebar jalan atau gang cukup lebar untuk dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya.

19

5) Terdapat organisasi pengelola pengumpulan sampah dengan sistem pengendalinnya. C. Pola komunal langsung oleh truk pengangkut dilakukan bila : 1) Alat angkut terbatas. 2) Kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah. 3) Alat pengangkut sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah berbukit, gang / jalan sempit). 4) Peran serta masyarakat tinggi. 5) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk). 6) Pemukiman tidak teratur. D. Pola komunal tidak langsung, dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Peran serta masyarakat tinggi. 2) Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul. 3) Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia. Lahan ini dapat difungsikan sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan. 4) Bagi kondisi topografi yang relatif datar (rata rata < 5 %). Dapat digunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak) dan bagi kondisi topografi > 5 % dapat digunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung. 5) Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya. 6) Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah. E. Pola penyapuan jalan, dengan persyaratan sebagai berikut : 1) Juru sapu dapat mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan (tanah, lapangan rumput dan lain-lain) 2) Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani. 3) Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke pemrosesan akhir. 4) Pengendalian personel dan peralatan harus baik.

20

Perencanaan operasional pengumpulan sampah harus memperhatikan : 1. Ritasi antara 1 4 rit per hari. 2. Periodesasi : untuk sampah mudah membusuk maksimal 3 hari sekali namun sebaiknya setiap hari, tergantung dari kapasitas kerja, desain peralatan, kualitas kerja, serta kondisi komposisi sampah. Semakin besar persentase sampah organik, periodesasi pelayanan semakin sering. Untuk sampah kering, periode

pengumpulannya dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali. Sedang sampah B-3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. 3. Mempunyai daerah pelayanan tertutup dan tetap. 4. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan perlu dipindahkan secara periodik. 5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah terangkut, jarak tempuh, kondisi daerah dan jenis sampah yang akan diangkut (Sarudji, 1982).

2.13

PENGOLAHAN SAMPAH Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau

merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur ulangan. (SNI T-13-1990-F). Adapun teknik pengolahan sampah adalah sebagai berikut : 1. Pengomposan (Composting) Adalah suatu cara pengolahan sampah organik dengan memanfaatkan aktifitas bakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses pematangan). 2. Pembakaran sampah Pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu tempat, misalnya lapangan yang jauh dari segala kegiatan agar tidak mengganggu. Namun demikian pembakaran ini sulit dikendalikan bila terdapat angin kencang, sampah, arang sampah, abu, debu, dan asap akan terbawa ketempat-tempat sekitarnya yang akhirnya akan menimbulkan gangguan. Pembakaran yang paling baik dilakukan disuatu instalasi pembakaran, yaitu dengan menggunakan insinerator, namun pembakaran menggunakan insinerator memerlukan biaya yang mahal.

21

3. Recycling Merupakan salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan pemisahan atas benda-benda bernilai ekonomi seperti : kertas, plastik, karet, dan lain-lain dari sampah yang kemudian diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan kembali baik dalam bentuk yang sama atau berbeda dari bentuk semula. 4. Reuse Merupakan teknik pengolahan sampah yang hampir sama dengan recycling, bedanya reuse langsung digunakan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. 5. Reduce Adalah usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah, misalnya tidak menggunakan bungkus kantong plastik yang berlebihan.

22

Sosialisasi

Pendampingan

Percontohan

Pembentukan lembaga

Penyiapan perlengkapan

Drum, genthong dll

TPS

Alat angkut

Gerakan masyarakat

Evaluasi

Gambar 2.1. Skema swakelola sampah rumah tangga yang berbasis pada masyarakat yang bisa diterapkan.

Pengelolaan sampah di kawasan perencanaan diarahkan dengan konsep reuse, reduce, dan recycle, sehingga diusahakan sampah yang keluar dan dibuang ke TPA seminimal mungkin, terutama untuk sampah yang bersumber dari rumah tangga. Pengelolaan sampah rumah tangga dilakukan secara swakelola oleh penduduk setempat dengan membuat kelompok-kelompok tiap RT. Pembuangan sampah dari rumah tangga dibuang secara terpisah yaitu mulai dari sampah organik dibagi menjadi 2 yaitu sampah organik basah dan kering, sedangkan untuk sampah anorganik juga dibagi menjadi 3 bagian yaitu sampah logam, sampah kaca, dan sampah plastik. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengelolaan sampah di kawasan perencanaan diantaranya:

23

1. Melakukan sosialiasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan 2. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan tindakan 3R yaitu reduce, reuse dan recycle (mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah), 3. Melakukan upaya swakelola sampah tingkat rumah tangga dengan berbasis pada masyarakat (community-based solid waste management) sehingga sampah dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang yang berguna, misal menjadi kompos atau barang daur ulang sehingga dapat dijual dan menghasilkan uang. 4. Perlu dibentuk lembaga masyarakat yang khusus menangani sampah. Lembaga ini harus dibentuk dari warga sendiri, dengan bantuan

pendampingan kalau dibutuhkan. 5. Mengadakan pemilahan langsung antara sampah organik dan non organik dari masing-masing rumah tangga. Pemilahan dilakukan pada 4 tempat yakni: organik (sisa dapur, dan sebagainya), non organik (plastik, gelas/kaca, dan kertas).

2.14

PENGOMPOSAN ( COMPOSTING ) Pengomposan merupakan teknik pengolahan sampah organik yang biodegradable,

sampah tersebut dapat diurai oleh mikroorganisme atau cacing (vermicomposting) sehingga terjadi proses pembusukan, kompos yang dihasilkan sangat baik untuk memperbaiki struktur tanah karena kandungan unsur hara dan kemampuannya menahan air (Damanhuri 2003). Proses stabilisasi pada komposting secara aerobik dapat digambarkan seperti Mikroorganisme yang bekerja pada proses pengomposan dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok Mesophilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur 23-45 C, seperti: jamur, Actinomycetes, cacing tanah, cacing kremi, keong kecil, semut, kumbang tanah) dan Thermopilic (mikroorganisme yang hidup pada temperatur 45-65 C, seperti: cacing pita, Protozoa, Rotifera, kutu jamur).

24

2.14.1 Komponen Kompos Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat atau jenis asam lainnya dapat melarutkan zat besi (Fe) dan alumunium (Al) sehingga fosfat yang terikat besi dan alumunium akan lepas dan dapat diserap oleh tanaman. Selain itu, humus merupakan penyangga kation yang dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman. Kandungan kimiawi kompos dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Analisis kimia kompos Bahan Nitrogen (%) P205 (%) K20 (%) Humus (%) Kalsium (%) Zat Besi (%) Seng (ppm) Timah (ppm) Tembaga (ppm) Kadmium (ppm) Ph Sumber : Nan Djuarnani dkk,2004. Kadar 1.33 0.83 0.36 53.70 5.61 2.1 285 575 65 5 7.2

Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi mikroorganisme di dalam tanah seperti kapang, bakteri, actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik(Nan Djuarnani,dkk, 2004).

2.14.2 Keunggulan Kompos Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupuk an organik. Berikut beberapa perbedaan antara pupuk organik atau kompos dan pupuk an organik :

25

A. Sifat Kompos 1. 2. Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, walaupun jumlahnya sedikit. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut : a. Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan bahan organik tanah. b. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara. c. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme didalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut. d. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tidak mudah terpencar. e. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah. f. Membantu proses pelapukan bahan mineral. g. Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi. h. Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) 3. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit. 4. Menurunkan aktifitas mikroorganisme tanah yang merugikan. di dalam

B. Sifat pupuk an organik 1. 2. Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras. 3. Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit (Nan Djuarnani,dkk, 2004).

2.14.3 PROSES PENGOMPOSAN Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah. Rasio C/N adalah hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen yang terkandung di dalam suatu bahan. Nilai rasio C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki rasio C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman. (Nan Djuarnani,dkk, 2004 ). 1. Pengomposan secara Aerobik

26

Dekomposisi secara aerobik adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan kehadiran oksigen (02). Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O (air), humus, energi. Proses dekomposisi bahan organik secara aerobik dapat disajikan dengan reaksi sebagai berikut : Bahan Organik CO2 + H2O + Humus + Hara + Energi Selama hidupnya, mikroorganisme mengambil air dan oksigen dari udara. Makanannya diperoleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi produk metabolisme berupa karbondioksida (CO2), air (H2O), humus dan energi. Sebagian dari energi yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan reproduksi, sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas. 2. Pengomposan secara An aerobik Dekomposisi secara an aerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa adanya kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses pengomposan secara aerobik. Namun pada proses an aerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 300 C. Proses pengomposan secara an aerobik akan menghasilkan metana atau alkohol, CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Proses an aerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan lebih banyak dilakukan secara aerobik. 3. Pengomposan secara kimiawi Timbunan kompos berhubungan erat dengan faktor kimia yang cukup kompleks. Banyak perubahan terjadi selama proses pengomposan, bahkan sebelum mikroorganisme bekerja, enzim dalam sel tanaman telah mulai merombak protein menjadi asam amino. Selanjutnya mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino, dan nitrogen anorganik. Setelah itu mulai merombak pati, lemak, protein dan selulosa di dalam gula, serta menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru. Dalam proses selanjutnya amonia akan diproduksi dari protein. Mikroorganisme akan menangkap amonia yang terlepas.

27

Nitrogen tanaman dikonversikan menjadi nitrogen mikroba dan sebagian diubah menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap tanaman. 4. Pengomposan secara Biologi Selama proses pengomposan secara aerob, populasi mikroorganisme terus berubah. Pade fase mesofilik, jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam amino, gula dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos. Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti pati dan hemiselulosa. Pada fase termofilik, thermophilic actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap panas. Sebagian dari bakteri ini mampu merombak selulosa. Jamur termofilik mampu hidup pada temperatur 40 600 C, tetapi akan mati pada temperatur di atas 600 C. Jamur ini akan merombak hemisellulosa dan selullosa. (Nan Djuarnani,dkk, 2004 ).

2.14.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN 1. Ukuran bahan Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran yang kecil. Karena itu bahan yang berukuran besar perlu dicacah atau digiling terlebih dulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Namun ukuran bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen kedalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.

2.

Rasio C/N Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang

28

membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20 40, tetapi rasio paling baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk memyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenenitrifikasi. Pada tabel dapat dilihat komposisi dari bahan-bahan yang dapat dikomposisikan dengan rasio C/N dari masing-masing bahan. Tabel 2.2 Perbandingan kandungan Karbon dan Nitrogen berbagai bahan organik (C/N).
Jenis Bahan Urin Tinja Kertas koran Kotoran ayam Kotoran sapi Kotoran kuda Sisa buah buahan Jagung, bonggol Lumpur aktif Jerami jagung Kulit batang pohon Darah Serbuk gergaji Kayu Buangan Pemotongan Hewan Rasio C/N 0.8 : 1 6 : 1 hingga 10 : 1 50 : 1 hingga 200 : 1 10 : 1 20 : 1 25 : 1 35 : 1 60 : 1 6:1 100 : 1 100 130 : 1 3:1 500 : 1 200 hingga 400 : 1 2:1

29

Sampah sayuran Sampah dapur campur Pupuk hijau Ganggang laut Kulit kentang Jerami gandum Jerami padi Kertas koran Daun daunan segar Daun daunan kering Daun dadap muda Daun tephrosia Kulit kopi Bahan potong (cabang) Pangkasan teh Bungkil biji kapuk Bungkil kacang tanah Cemara, buah/jarum Kopi bubuk, endapan Apel, buah Sampah buah buahan Rumput rumputan Jagung, bonggol Kacang kacangan Sumber : Yuwono, 2006

12 : 1 hingga 20 : 1 15 : 1 14 : 1 19 : 1 25 : 1 40 : 1 hingga 125 : 1 50 : 1 hingga 70 : 1 150 : 1 hingga 200 : 1 10 : 1 hingga 40 : 1 50 : 1 hingga 60 : 1 11 : 1 11 : 1 15 : 1 hingga 20 : 1 15 : 1 hingga 60 : 1 15 : 1 hingga 17 : 1 10 ; 1 hingga 12 : 1 7:1 60 : 1 hingga 110 : 1 20 : 1 21 : 1 35 : 1 12 : 1 hingga 25 : 1 60 : 1 15 : 1

Kelembaban Dekomposisi secara aerobik dapat terjadi pada kelembaban 30-100 % dengan pengadukan yang cukup. Secara umum kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobik adalah 50 60 %. Namun sebenarnya kelembaban

30

yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan atau jenis bahan organik yang paling banyak digunakan dalam campuran bahan kompos. 4 Temperatur pengomposan Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35 550 C. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 35 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55700 C. Pada temperatur ini mikroorganisme dapat tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 550 C. Selain itu pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik. 5 Derajad Keasaman (PH) Pengomposan Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6.0 8.0. derajad keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya bersifat asam sampai dengan pH netral (pH 6.0 7.0). Derajad keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajad keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Nan Djuarnani,dkk, 2004).

2.14.5 EM4 EM4 (Effective Microorganisme) berupa larutan cair berwarna kuning kecoklatan, ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryuksus Jepang. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (pH) kurang dari 3,5. Apabila tingkat keasaman melebihi 4,0 maka cairan ini tidak dapat digunakan lagi. Mikroorganisme efektif atau EM4 adalah suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintesis, bakteri asam laktat, ragi,

31

Actinomycetes, dan jamur peragian) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatakan keragaman mikroba tanah dan dapat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah mutu hasil tanaman. Setiap spesies mikroorganisme mempunyai peranan masing-masing. Bakteri fotosintesis adalah pelaksana kegiatan EM4 yang terpenting karena mendukung kegiatan mikroorganisme dan juga memanfaatkan zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain. EM4 tidak berbahaya bagi lingkungan karena kultur EM4 tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetika telah dimodifikasi. EM4 terbuat dari kultur campuran berbagai spesies mikroba yang terdapat dalam lingkungan alami di seluruh dunia, bahkan EM4 bisa diminum langsung. Bokasi adalah kata dari bahasa Jepang yang berarti bahan organik yang telah difermentasikan. Bokasi dibuat dengan memfermentasikan bahan-bahan organik seperti dedak, ampas kelapa, tepung ikan dan sampah dapur (sepert sisa-sisa nasi, daging, sayur, kulit buah dan sisa makanan lainnya dengan menggunakan EM4.( yuwono, 2005 ).

32

Tabel 2.3 Fungsi mikroorganisme di dalam larutan EM4 Nama Fungsi 1. Membentuk zat- zat yang bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gasgas berbahaya ( misalnya Hidrogen Sulfida ) dengan menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat itu antara lain asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif dan gula. Semuanya mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 2. Meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. 1. Menghasilkan asam laktat dari gula. 2. Menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, misalnya Fusarium. 3. Meningkatkan percepatan perombakan bahan organik 4. Dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignini dan selulosa, serta memfermentasikan tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai. 1. Membentuk zat antibakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintesis. 2. Meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. 1. Menghasilkan zat-zat antimikroba dari asam amino yang dihasilkan oleh bakteri fotosintesis dan bahan organik. 2. Menekan pertumbuhan jamur dan bakteri.

Bakteri fotosintesis

Bakteri asam laktat

Ragi

Actinomycetes

Jamur fermentasi

1. Menguraikan bahan organik secara tepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat antimikroba. 2. Menghilangkan bau serta mencegah serbuan serangga dan ulat yang merugikan.

Sumber : Yuwono, 2005

33

2.15

PEMBAGIAN WILAYAH DARI PUSAT KOTA KE DAERAH PEDESAAN Pembagian wilayah masing-masing memiliki sifat dan ciri-ciri tersendiri, urut-

urutannya adalah sebagai berikut : 1. City City adalah pusat kota sub urban, urban, dan rural yang menjadi pusat sub urban, urban, dan rural area. 2. Sub urban / Faubourg Sub urban adalah daerah tempat atau area di mana para penglaju / commuter tinggal yang letaknya tidak jauh dari pusat kota. Penglaju/commuter adalah orang-orang yang tinggal di pinggiran kota yang pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari. 3. Sub urban Fringe Sub urban fringe adalah area wilayah yang mengelilingi daerah sub urban yang menjadi daerah peralihan kota ke desa. 4. Urban Fringe Urban fring adalah daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki sifat yang mirip dengan daerah wilayah perkotaan. urban adalah daerah yang penduduknya bergaya hidup modern. 5. Rural Urban Fringe Rural urban fringe adalah merupakan daerah jalur yang berada di antara desa dan kota. 6. Rural Rural adalah daerah pedesaan atau desa yang penduduknya hidup sederhana.

2.16

HIPOTESA Sesuai sumber penghasil sampah dan kegiatan di sumber timbulan yang adalah

pemukiman penduduk sebagai tempat tinggal masyarakat, maka komponen sampah yang paling dominan adalah sampah organik. Pengelolaan yang paling sesuai dengan jenis sampah organik adalah dengan cara komposting.

34

BAB III GAMBARAN UMUM PERENCANAAN

1.1

Umum Nitiprayan, merupakan salah satu kampung yang berada di kelurahan Ngastiharjo

kecamatan Kasihan, Bantul Yogyakarta. Terbagi menjadi 12 RT, setiap RT dipimpin oleh ketua RT, dan dari 12 RT diketuai oleh seorang kepala dukuh.

1.2

Lokasi Nitiprayan terletak di Kelurahan Ngastiharjo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Bantul, Yogyakarta. Dalam perkembangannya wilayah Nitiprayan adalah sub urban dimana letaknya tidak jauh dari kota atau di pinggiran kota, serta kegiatan orang-orang yang ada didalamnya pulang pergi ke kota untuk bekerja setiap hari. Banyak pendatang yang menetap di kampung ini, sehingga penduduk menjadi padat. Dengan penduduk yang padat, banyak sampah yang timbul yang belum tertangani dengan baik.

3.3

Luas wilayah Luas wilayah Nitiprayan, Ngastiharjo, Kasihan, Bantul ini 640,800 ha, yang

terdiri dari 395,72 ha untuk kawasan rumah, 241,250 ha lahan pekarangan, dan 3,83 ha untuk tegalan (kuburan dan jalan).

3.4

Kondisi Topografi Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul berada pada titik 84 m dari permukaan

air laut. Kondisi topografi berupa dataran rendah. Banyaknya curah hujan 2000 s/d 3000 mm/tahun. Dan suhu udara rata-rata 300 s/d 400 C.

35

3.5

Batas wilayah Nitiprayan mempunyai batas-batas wilayah, antara lain : a. Sebelah Utara b. Sebelah Selatan c. Sebelah Barat d. Sebelah Timur : Dusun Pakuncen : Dusun Tirtonirmolo : Dusun Sonopakis Kidul : Dusun Winongo

3.6

Kependudukan 1. Jumlah penduduk menurut : a. Jenis kelamin - Laki-laki : 1.231 Orang

- Perempuan : 1.110 Orang - Jumlah b. KK : 2.341 Orang : 543 KK

2. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan a. b. c. d. e. f. TK SD SMP SLTA D1-D3 S1-S3 : 74 Orang : 131 Orang : 121 Orang : 125 Orang : 35 Orang : 29 Orang

3.7

Potensi yang sudah ada Kampung Nitiprayan sering juga disebut sebagai kampung seni, karena banyak

sekali aktifitas seni yang dikembangkan didaerah ini. Aktifitas seni tersebut antara lain, seperti : a. Gejog lesung b. Karawitan c. Kethoprak d. Seni rupa e. Seni tari

36

f. Karnaval rutin yang diadakan tiap tahun g. Merti desa (kenduri desa) yang diadakan tiap tahun. Selain banyak aktifitas seni, juga ada pertemuan-pertemuan yang diadakan seperti Rembug kampung. Dari kegiatan kesenian atau kegiatan yang lain di kampung ini yang nantinya akan di gunakan sebagai pendekatan masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah secara terpadu.

3.8

Pola Operasional Pengelolaan Sampah Saat ini pola operasional pengelolaan sampah di Nitiprayan belum terkelola

dengan baik, terbukti dengan masih belum teraturnya pembuangan sampah. Sebagin besar sampah dibuang di pekarangan atau di kebun untuk dibakar atau ditimbun dalam tanah. Bahkan masih banyak masyarakat yang membuang sampah di sungai widuri yang dapat mendatangkan sumber penyakit. Beberapa RT di Nitiprayan sampah sudah dikelola cukup baik dengan bekerjasama dengan pihak swasta, yaitu setiap 2 hari sekali sampah diambil dari tiap-tiap rumah, dan di buang di TPS di Bugisan, dengan biaya Rp 5000,-/bulan.

3.9

Peran Serta Masyarakat Selama ini terlihat bahwa masyarakat Belum mempunyai budaya yang baik dalam

masalah sampah, terbukti dengan belum adanya kesadaran penuh akan pentingnya kebersihan dan pengelolaan sampah yang baik. Sehingga sejauh ini peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah masih kurang.

37

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

IDE TUGAS AKHIR Melihat pengelolaan persampahan yang kurang efisien dan tidak inovatif maka

muncul ide tugas akhir mengenai pengelolaan persampahan.secara terpadu di kampung Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. . 4.2 STUDI PUSTAKA Mencari dan mengumpulkan data-data dengan mempelajari buku-buku, tulisan ilmiah dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan penelitian ini.

4.3

PENGUMPULAN DATA Jenis data yang dikumpulkan untuk mendukung penyusunan laporan Tugas Akhir

ini terdiri dari : a. Data Primer 1. Pengamatan langsung di lapangan. 2. Hasil pengukuran. 3. Data dari wawancara dan kuisioner. b. Data sekunder : 1. Data fisik lokasi penelitian. 2. Data sistem pengelolaan sampah.

4.4

PENELITIAN ATAU SAMPLING Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah berdasarkan

Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-3964-1994. a. Lokasi 1. Kampung Nitiprayan Yogyakarta. 2. Laboratorium Kimia Analitik MIPA UGM ( uji kualitas kompos ).

38

b. Frekwensi Pengambilan sampel dilakukan dalam 8 hari berturut-turut pada lokasi yang sama pada setiap pukul 16.00 WIB. c. Penentuan Jumlah Sampel Penentuan jumlah sampel yang akan diambil menggunakan rumus berikut : 1. Bila jumlah penduduk P = Cd Ps Dimana : Ps = jumlah penduduk bila Cd = koefisien Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal. Cd <1 bila kepadatan penduduk jarang. Cd >1 bila kepadatan penduduk padat. 2. Bila jumlah penduduk > 106 jiwa
P = Cd .Cj. Ps

106 jiwa

106 jiwa.

Cj =

penduduk 10 6

Ps = jumlah penduduk bila Cd = koefisien

106 jiwa

Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal. Cd <1 bila kepadatan penduduk jarang. Cd >1 bila kepadatan penduduk padat.

d. Metode Pengukuran Contoh Timbulan Sampah. Sampah terkumpul diukur volumenya dengan wadah pengukur 20 x 2 x 50 cm dan ditimbang beratnya. e. Peralatan dan Perlengkapan. 1. Timbangan. 2. Kotak Kayu (20x20x50)cm3. 3. Meteran. 4. Perlengkapan berupa alat pemindah seperti sekop dan sarung tangan.

39

f. Cara pengambilan dan pengukuran sampel. 1. Menentukan lokasi pengambilan sampel. 2. Menentukan tenaga pelaksana. 3. Menyiapkan peralatan. 4. Melakukan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah sebagai berikut : a) Membagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah satu hari sebelum pengumpulan. b) Mencatat jumlah unit masing-masing penghasil sampah. c) Mengumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah. d) Mengangkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran. e) Menimbang kotak pengukur. f) Menuangkan secara bergiliran ke kotak pengukur 40 liter. g) Menghentak 3 kali dengan ketinggian kotak 20 cm. h) Mengukur dan mencatat volume sampah. i) Menimbang dan mencatat berat sampah. j) Memilah sampah berdasarkan komponen komposisi sampah. k) Menimbang dan mencatat berat sampah. l) Menghitung komponen komposisi sampah. 5. Menghitung komponen komposisi sampah sebagai berikut : a) Menimbang sampah total. b) Memilah sampah sesuai karakteristik. c) Menimbang masing masing sampah. d) Menghitung komposisi sampah.

4.5

PENGOLAHAN DATA Data yang telah diperoleh akan dianalisis dan digunakan dalam perencanaan

pengelolaan sampah. Tahapan pengerjaan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

40

a. Menghitung berat jenis sampah. Dalam perhitungan berat jenis sampah menggunakan rumus sebagai berikut : Berat jenis sampah =

Beratsampah( Kg ) volumesampah(m 3 )

Dimana berat sampah didapat dengan cara menimbang sample, sedangkan volumenya diukur dengan kotak kayu berukuran 20 x 20 x 50 (cm3). Rumus yang digunakan dalam mengukur volume sampah dalam kotak sampling adalah : Volume sampah = luas kotak x tinggi sampah b. Menghitung prosentase komposisi. Komposisi sampah dihitung dengan menggunakan rumus : % komponen =

Beratkomponen x100% Berattotalsampah

c. Menganalisa data kuisioner dengan mengemukakan 3 hal yaitu karakteristik responden, deskriptif variablel dan analisis ANOVA.

4.6

PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH Perencanaan meliputi pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan

penentuan reaktor kompos. Perencanaan dilakukan berdasarkan analisa dari hasil penelitian, meliputi : 1. Penentuan jumlah sampel atau titik sampling. 2. Perhitungan jumlah timbulan dan karakteristik sampah Kampung Nitiprayan Yogyakarta. 3. Desain Reaktor. 4. Proses Komposting. 5. Uji kualitas kompos.

4.7

Bahan Penelitian Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah sampah organik rumah tangga di

Kampung Nitiprayan.

41

1.7.1

Jenis pewadahan

Gambar 4.1. Jenis pewadahan (Sumber: dokumentasi penelitian)

1.7.2

Kotak pengukur

Gambar 4.2. Kotak pengukur (Sumber: dokumentasi penelitian)

42

1.7.3

Timbangan dan Meteran

Gambar 4.3. Timbangan (Sumber: dokumentasi penelitian)

1.7.4

Termometer dan pH Soil

Gambar 4.4. Termometer dan pH soil (Sumber: dokumentasi penelitian)

4.8

Pembuatan kompos

4.8.1. Bahan pembuatan kompos Bahan yang digunakan adalah sampah rumah tangga dari warga Nitiprayan yang telah diambil sampelnya, yaitu sebanyak 10 rumah. Selain sampah rumah tangga bahan yang digunakan adalah EM4 sebagai biostarter dalam pembuatan kompos.

43

Gambar 4.5 Sampah Rumah Tangga (Sumber: dokumentasi penelitian)

Gambar 4.6 EM4 (Sumber: dokumentasi penelitian)

4.8.2 Persiapan reaktor Pembuatan kompos dengan proses aerobik jadi reaktor yang digunakan untuk pembuatan kompos adalah drum plastik yang dilubangi pada sisi sisinya yang berfungsi untuk suplai oksigen.

44

Gambar 4.7. Rencana Desain Reaktor Kompos

4.8.3 Tahap Pembuatan a. Pencampuran bahan Selama pengambilan sampel untuk sampah organik dimasukkan kedalam reaktor. Sebelum dimasukkan kedalam reaktor sampah dicacah terlebih dahulu hingga ukuran menjadi lebih kecil, yang kemudian dicampur dengan larutan EM4. Setiap memasukkan sampah organik harus diikuti dengan penambahan EM4 agar didapatkan hasil yang maksimal. EM4 berupa larutan cair berwarna kecoklatan. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat keasaman (pH) kurang dari 3,5.

45

Gambar 4.8 Pemotongan bahan (Sumber: dokumentasi penelitian)

Gambar 4.9 Potongan bahan pada reaktor (Sumber: dokumentasi penelitian)

Gambar 4.10 Reaktor kompos (Sumber: dokumentasi penelitian)

46

b.

Pembalikan Setiap 4 hari sekali dilakukan pembalikan kompos agar proses pembusukan dapat merata dan setiap 4 hari sekali dilakukan pengukuran pH dan suhu.

Gambar 4.11 Pengukuran pH (Sumber: dokumentasi penelitian)

Gambar 4.12 Pengukuran suhu (Sumber: dokumentasi penelitian) c. Pengukuran parameter uji Setelah terjadi pematangan kompos, dilakukan pengujian unsur mikro N, P, K, dan C/N.

4.9.

DIAGRAM TAHAP PERENCANAAN Secara garis besar perencanaan ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

47

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Data Sekunder : Data Umum wilayah perencanaan Data sistem pengelolaan sampah Data perencanaan daerah pelayanan

Penelitian / Sampling

Mengolah Data : Menghitung volume dan berat jenis sampel Menghitung besaran timbulan sampah

Perencanaan Pengelolaan sampah : Pewadahan Pengumpulan Pengangkutan Pengolahan

Pengolahan Sampah Desain Reaktor Proses Komposting Uji kualitas kompos

Gambar 4.13 Diagram Tahap Perencanaan

48

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1

Hasil Pengukuran Dan Perhitungan Berat Sampah, Volume Sampah Pengukuran volume sampah dari masing-masing sumber menggunakan wadah

kotak kayu berbentuk balok yang telah diketahui ukurannya (20 x 20 x 50 cm). Pengukuran timbulan sampah dilakukan selama 8 hari berturut-turut, sebanyak 10 rumah. Selanjutnya desain reaktor berdasarkan hitungan volume timbulan. Setelah diketahui ukuran reaktor, dilakukan proses komposting pencampuran bahan organik dengan penambahan starter untuk proses fermentasi. Penelitian selanjutnya untuk mengetahui parameter yang berperan dalam proses fermentasi yang meliputi, pH dan suhu selama proses fermentasi berlangsung serta uji kualitas N, P, K, C/N di akhir proses (akhir pengamatan). Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan berat, volume dan berat jenis sampah yang didapatkan dari pengukuran di lokasi. Tabel 5.1 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah organik
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Ratarata Berat Organik (kg/orang/hari) 0.156 0.305 0.306 0.141 0.07 0.222 0.056 0.11 0.044 0.221 1.631 0.1631 Volume (Lt/orang/hari) 1.44 1.519 2.475 1.171 0.792 1.45 0.645 1.03 0.619 1.588 12.729 1.2729 Berat Jenis (kg/m3) 108.3333333 200.7899934 123.6363636 120.4099061 88.38383838 153.1034483 86.82170543 106.7961165 71.08239095 139.1687657 1198.525862 119.8525862

Sumber : data sekunder

49

Tabel 5.2 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah an organik
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Ratarata Berat An Organik (kg/orang/hari) 0.09 0.054 0.058 0.05 0.048 0.058 0.026 0.04 0.063 0.052 0.539 0.0539 Volume (Lt/orang/hari) 1.38 1.956 1.431 1.475 1.05 2.013 1.255 0.988 1.863 2.108 15.519 1.5519 Berat Jenis (kg/m3) 65.2173913 27.60736196 40.53109713 33.89830508 45.71428571 28.81271734 20.71713147 40.48582996 33.81642512 24.66793169 361.4684768 36.14684768

Sumber : data sekunder Tabel 5.3 Perhitungan berat, volume, dan berat jenis sampah non 3R
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah Ratarata Berat non 3R (kg/orang/hari) 0.002 0.014 0 0 0 0 0 0 0.006 0 0.022 0.0022 Volume (Lt/orang/hari) 0.063 0.075 0 0 0 0 0 0 0.063 0 0.201 0.0201 Berat Jenis (kg/m3) 31.74603175 186.6666667 0 0 0 0 0 0 95.23809524 0 313.6507937 31.36507937

Sumber : data primer Penganbilan sampel yang dilakukan di Kampung Nitiprayan dengan jumlah sampling 10 KK. Berdasarkan hasil pengambilan sampel pada 10 KK, maka berat sampah rata-rata per hari untuk sampah organik 0,1631 kg/orang/hari dan Volume sampah An Organik rata-rata per hari adalah 1,2729 L/orang/hari, maka :

50

Berat jenis sampah organik = Berat jenis sampah organik =

Beratsampah Volumesampah 0,1631kg / orang / hari 1,2729l / orang / hari

Berat jenis sampah organik = 0,1198526 kg/l = 119,8526 kg/m3 Untuk sampah An Organik rata-rata per hari adalah 0,0539 kg/orang/hari, dan volume sampah An Organik rata-rata per hari adalah 1,5519 L/orang/hari, maka : Berat jenis sampah an organik = Berat jenis sampah an organik =

Beratsampah Volumesampah 0,0539kg / orang / hari 1,5519l / orang / hari

Berat jenis sampah an organik = 0,3614685 kg/l = 36,14685 kg/m3 Untuk sampah Non 3R rata-rata per hari adalah .0022 kg/orang/hari, dan volume sampah Non 3R rata-rata per hari adalah 0.020 L/orang/hari, maka : Berat jenis sampah Non 3R = Berat jenis sampah Non 3R =

Beratsampah Volumesampah 0,0022kg / orang / hari 0,0201l / orang / hari

Berat jenis sampah Non 3R = 0,3136508 kg/l = 31,36508 kg/m3

1.2

Perhitungan komposisi sampah. Komposisi sampah ditentukan berdasarkan pengambilan sampel di lokasi.

Hasilnya adalah sebagai berikut :

51

Tabel 5.4 Rata-rata komposisi sampah di Kampung Nitiprayan


Organik Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 jumlah ratarataBerat total ( kg ) 11.65 6.45 8.6 9.82 13.01 12 8.9 10.02 80.45 10.05625 ( kg ) 8.1 5.2 6.2 6.95 10.55 8.9 5.9 7 58.8 7.35 (%) 69.5279 80.62016 72.09302 70.77393 81.09147 74.16667 66.29213 69.86028 584.4256 73.05319 An organik ( kg ) 2.85 1.25 2.4 2.87 2.46 3.1 2.8 3.02 20.75 2.59375 (%) 24.4635 19.3798 27.907 29.2261 18.9085 25.8333 31.4607 30.1397 207.319 25.9148 Non 3R ( kg ) 0.7 0 0 0 0 0 0.2 0 0.9 0.1125 (%) 6.00858 0 0 0 0 0 2.24719 0 8.25577 1.03197

Sumber : data primer

80 70 60 50 40 30 20 10 0
Jenis sampah

Presentase (%)

Organik An Organik Non 3R

Gambar 5.1 Komposisi sampah Kampung Nitiprayan Komposisi sampah pada penelitian ini adalah komponen organik 73,05 %, komponen An Organik 25,92 %, dan komponen Non 3R 1,03%.

52

5.3

Timbulan sampah Dari hasil pengukuran timbulan sampah total, maka dapat diketahui rata-rata

timbulan sampah per orang/hari adalah 0,2192 kg/org/hari. Menurut SNI 19-3964-1994, angka timbulan sampah perkotaan dalam hal ini kota sedang/kecil, satuan timbulan sampahnya adalah 1,5 2 L/org/hari atau 0,3 0,4 kg/org/hari. Berdasarkan hasil pengukuran timbulan sampah total, apabila dibandingkan dengan standar SNI, maka sudah memenuhi standar yang berlaku. Hasil perhitungan timbulan sampah total dapat dilihat dibawah ini : Untuk timbulan sampah total adalah : = berat sampah organik + berat sampah an organik + berat non 3R = 0,1631 kg/orang/hari + 0,0539 kg/orang/hari + 0,0022 kg/orang/hari = 0.2192 kg/org/hari

5.4

Pengomposan

5.4.1 Desain reaktor kompos Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan berat sampah organik 0,1631 kg/orang/hari, Dengan memperkirakan lama waktu pengomposan selama 30 hari maka desain reaktor dibuat dengan kapasitas 190 liter untuk kapasitas 1 rumah. Untuk memudahkan proses pembuatan, maka dipilih reaktor/drum plastik yang ada dipasaran seperti gambar dibawah ini :

53

Gambar 5.2. Desain reaktor kompos

5.4.2 Pengamatan pH Derajat keasaman perlu dikontrol selama proses komposting berlangsung, karena pH merupakan indikator pemantauan berhasil atau tidaknya proses fermentasi, dan juga bagi pertumbuhan mikroorganisme. Tabel 5.5 Pengukuran pH selama proses komposting berlangsung. Hari pengukuran 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Sumber : data sekunder pH 6.9 6.9 6.0 6.0 7 6.8 6.9 7 6.9 6.7

54

5.4.3

Pengamatan Suhu Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur

yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35 550 C. Namun setiap kelompok mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis

mikroorganisme yang terlibat.

Tabel 5.6 Pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung Hari pengukuran 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Sumber : data primer Suhu (0C) 56 50 55 53 46 30 30 29 28 28

5.4.4

Kualitas Akhir Kompos Adapun hasil pengukuran kualitas akhir kompos setelah dilakukan pengujian di

laboratorium kimia analitik UGM dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

55

Tabel 5.7 Pengukuran kualitas akhir kompos (pada hari ke-40) NO KODE SAMPEL PARAMETER HASIL PENGUKURAN (%) I N (%) 0,857 II 0,853 III 0,852 Kjeldahl Destilasi Atomic 2 Kompos P (ppm) 12379,450 12913,047 12486,169 Absorbption Spect Atomic 3 K (ppm) 21927,079 23822,590 27087,080 Absorption Spect 4 Sumber : data primer C/N 41,008 41,210 41,263 Kalkulasi METODE

5.5 Data Responden 1. Jumlah Anggota Keluarga Responden Berikut adalah tabel jumlah anggota keluarga responden. Tabel 5.8 Jumlah Anggota Keluarga Responden Anggota keluarga 3 4-6 7-9 9 Persentase (%) 17 72 8 3

56

80 70 60 50 40 30 20 10 0

72

presentase (%)

17 8 3 4s/d 6 6 s/d 9 3 9

Jumlah anggota keluarga

Gambar 5.3 Jumlah anggota keluarga responden

Gambar 5.3 menunjukkan jumlah anggota keluarga responden. Jumlah anggota keluarga responden 3 orang sebanyak 17 responden (17 %). 4-6 orang sebanyak 9

72 responden (72 %). 7 sampai 9 orang sebanyak 8 responden (8 %) dan orang sebanyak 3 responden (3 %).

Rata-rata anggota keluarga yang paling banyak adalah antara 4-6 orang tiap 1 KK, hal tersebut di sebabkan karena mayoritas penduduk adalah orang pedesaan. 2. Penghasilan Rata-rata responden per bulan Berikut ini adalah penghasilan Rata-rata responden per bulan : Tabel 5.9 Penghasilan Rata-rata responden per bulan Penghasilan / bulan < 500.000 500.000 1.000.000 1.000.000 1.500.000 > 1.500.000 kosong Presentase (%) 36 22 27 15 0

57

40 35 30 25 20 15 10 5 0

persentase (%)

36 27 15 10 0 <500.000 500.000- 1.000.000>1.500.000 kosong 1.000.000 1.500.000 Penghasilan/bulan

Gambar 5.4 Jumlah penghasilan responden per bulan Gambar 5.4 menunjukkan penghasilan rata-rata responden per bulan. Jumlah penghasilan penduduk Nitiprayan rata-rata/bulan < 500.000 sebanyak 36 responden (36 %). 500.000-1.000.000 sebanyak 22 responden (22 %). 1.000.0001.500,000 sebanyak 27 responden (27 %). > 1.500.000 sebanyak 15 responden (15 %). Penghasilan penduduk kampung Nitiprayan sebagian besar berpenghasilan < 500.000 mengingat sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai buruh ataupun petani. Meskipun ada yang bermata pencaharian sebagai pegawai negeri ataupun karyawan swasta hanya sebagian kecil saja. 3. Pendidikan terakhir responden Berikut ini adalah tabel pendidikan terakhir responden : Tabel 5.10 pendidikan terakhir responden Pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SMA P. Tinggi Kosong Persentase ( % ) 0 27 14 38 21 0

58

40 35 30 25 20 15 10 5 0

38 27 21 14 0 SMP SMAP. tinggi kosong

Persentase (%)

0 Tidak SD sekolah

Pendidikan terakhir

Gambar 5.5 Pendidikan terakhir responden.

Gambar 5.5 menunjukkan pendidikan terakhir responden. Jumlah pendidikan terakhir yang tidak sekolah sebanyak 0 responden (0 %). SD sebanyak 27 responden (27 %). SLTP sebanyak 12 responden (14 %). SMA sebanyak 38 responden (38 %). Perguruan tinggi sebanyak 21 responden (21 %). Mayoritas pendidikan terakhir penduduk Nitiprayan adalah lulusan SMA, karena sebagian penduduk berpenghasilan kecil mereka hanya menamatkan pendidikan mereka hanya sampai pada tingkat SLTA, tetapi ada sebagian kecil yang menamatkan pendidikannya sampai pada tingkat perguruan tinggi.

4.

Pembuangan sampah rumah tangga setiap hari Berikut ini adalah tabel pembuangan sampah rumah tangga oleh responden setiap hari:

59

Tabel 5.11 Pembuangan sampah rumah tangga oleh responden setiap hari Persentase (%) Tempat sampah 86 sendiri Sungai 0 Lainnya 8 kosong 6 Pembuangan

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

86

Persentase (%)

Tempat sendiri

0 Sungai

8 Lainnya

6 Kosong

Pembuangan sampah

Gambar 5.6 pembuangan sampah oleh responden

Gambar 5.6 menunjukkan pembuangan sampah oleh responden setiap hari. Jumlah responden yang membuang sampah pada tempat sampah sendiri sebanyak 86 responden (86 %). Membuang ke sungai sebanyak 0 responden (0 %). Lainnya sebanyak 8 responden (8 %). Dan yang tidak mengisi sebanyak 6 responden (6 %). Kebanyakan masyarakat Nitiprayan membuang sampah yang mereka hasilkan ke pekarangan atau kebun mereka sendiri yang nantinya akan ditimbun atau dibakar setelah sampah sudah banyak. Sebagian kecil masyarakat bekerjasama dengan pihak swasta untuk membuang sampahnya ke TPS dengan membayar retribusi Rp. 5.000,00 per bulan.

60

5.

Pemilahan Sampah Oleh Responden Berikut ini adalah tabel pemilahan sampah oleh responden: Tabel 5.12 Pemilahan sampah rumah tangga oleh responden Pemilahan Dilakukan Tidak Kosong Persentase (%) 19 81 0

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

81

Persentase (%)

19 0 Kosong

Dilakukan

Tidak

Pemilahan Sampah

Gambar 5.7 Pemilahan sampah rumah tangga Gambar 5.7 menunjukkan Pemilahan sampah oleh responden setiap hari. Jumlah responden yang memilah sampah sebanyak 19 responden (19 %). Yang tidak memilah sampahnya sebanyak 81 responden (81 %). Sebagian masyarakat belum melakukan pemilahan antara sampah yang bersifat organik, an organik, maupun non 3R. Hal tersebut disebabkan karena masih rendahnya tingkat kesadaran untuk mengelola sampah. 6. Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari Berikut ini adalah tabel banyaknya sampah yang dibuang setiap hari oleh responden.

61

Tabel 5.13 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari Persentase ( % ) Sampah yang dibuang < 1 kg 60 2 3 kg 32 4 6 kg 8 > 6 kg 0 kosong 0
60 Persentase (%) 50 40 30 20 10 0 <1 kg 2-3 kg 4-6 kg 8 0 >6 kg 0 kosong 32 60

Banyaknya sampah yang dibuang

Gambar 5.8 Banyaknya sampah yang dibuang setiap hari Gambar 5.8 menunjukkan banyaknya sampah yang dibuang setiap hari. Jumlah responden yang membuang sampah < 1 kg sebanyak 60 responden (60 %). 2 3 kg sebanyak 32 responden (32 %). 4 6 kg sebanyak 8 responden (8 %). > 6 kg sebanyak 1 responden (1 %). Rata-rata sampah yang dibuang oleh masyarakat Nitiprayan setiap harinya adalah < 1 kg, kebanyakan sampah yang dibuang adalah sampah yang bersifat organik, seperti sisa-sisa makanan, sayuran. 7. Jenis sampah yang sering dibuang setip harinya Berikut ini adalah tabel jenis sampah yang dibuang setiap harinya oleh responden. Tabel 5.14 Jenis sampah yang dibuang setiap harinya Jenis sampah Plastik Kertas Organik Lainnya Persentase ( % ) 23 10 57 10

62

60 Persentase (%) 50 40 30 20 10 0 Plastik Kertas 23 10

57

10 Organik Lainnya

Jenis Sampah

Gambar 5.9 Jenis sampah yang dibuang setiap hari

Gambar 5.9 menunjukkan jenis sampah yang dibuang setiap harinya. Jumlah responden yang membuang sampah plastik sebanyak 23 responden (23 %). Kertas sebanyak 10 responden (10 %). Organik sebanyak 57 responden (57 %). Lainnya sebanyak 10 responden (10 %). Sampah yang dibuang rata-rata adalah sampah yang bersifat organik yang mudah membusuk, seperti sisa makanan, daun-daun pembungkus makanan. Selain sampah yang bersifat organik plastik juga merupakan sampah yang sering dibuang oleh penduduk Nitiprayan. 8. Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di Nitiprayan. Berikut ini adalah tabel Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di dusun Nitiprayan. Tabel 5.15 Kesediaan jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan. Kesediaan Ya Tidak Kosong Persentase (%) 89 11 0 dusun

63

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

89

Persentase (%)

11 Ya Tidak 0 Kosong

Kesediaan berperan serta

Gambar 5.10 Grafik kesediaan peran serta responden jika dilakukan pengelolaan sampah

Gambar 5.10 menunjukkan kesediaan responden jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di dusun Nitiprayan.. Jumlah responden yang bersedia berperan serta sebanyak 89 responden (89 %). Yang tidak bersedia sebanyak 11 responden (11 %). Masyarakat Nitiprayan sebagian besar mau berperan serta jika dilakukan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung mereka, sebagian besar dari mereka sadar bahwa sampah jika dibiarkan secara terus-menerus akan mendatangkan sumber penyakit.

5.6

Pengujian Dengan Statistik

5.6.1 Pendidikan terakhir dan Kesadaran memilah Dengan Metode Statistik One Way ANOVA Pengolahan untuk data lebih dari 2 sampel sebaiknya menggunakan uji ANOVA dengan asumsi populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi normal. Varians dari populasi-populasi tersebut adalah sama, serta sampel tidak berhubungan satu dengan yang lain. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai dari semua variasi memiliki perbedaan yang signifikan. Adapun ringkasan statistik dari data nilai tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat.

64

Tabel 5.16 Correlation untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.


Correlations T.PNDDKN Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N T.PNDDKN 1 . 100 .030 .769 100 T.PMLHAN .030 .769 100 1 . 100

T.PMLHAN

Test of Homogeneity dilakukan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi pada ANOVA, yaitu apakah keempat sampel mempunyai varians yang sama. Adapun hasil perhitungan probabilitas dengan tes homogenitas varians dapat dilihat pada tabel 5.17 di bawah ini: Tabel 5.17 Homogenitas variansi untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.
Test of Homogeneity of Variances T.PMLHAN Levene Statistic 2.279 df1 2 df2 97 Sig. .108

Hipotesis : H0 : Keempat rata-rata populasinya identik H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan: a. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima b. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.17 terlihat bahwa levene test hitung adalah 2,279, dengan nilai probabilitas 0,108, oleh karena itu probabilitas > 0,05, maka H0 diterima, atau keempat varians adalah identik. Setelah keempat varians telah terbukti identik maka asumsi untuk ANOVA tidak berlaku (asumsi keempat sampel mempunyai rata-rata (Mean) yang sama), maka uji ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan ANOVA dapat dilihat pada tabel 5.18 dibawah ini :

65

Tabel 5.18 pemilahan.

Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendidikan dan kesadaran

ANOVA T.PMLHAN Sum of Squares .146 10.414 10.560 df 2 97 99 Mean Square .073 .107 F .682 Sig. .508

Between Groups Within Groups Total

Hipotesis : H0 : Keempat rata-rata populasinya identik H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan : a. Berdasarkan Perbandingan F hitung dengan F tabel : 1) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima 2) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak b. Berdasarkan nilai probabilitas : 1) Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima 2) Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.18 diatas maka dapat terlihat bahwa F hitung adalah 0,682 dengan probabilitas 0,508. Oleh karena probabilitas > 0,05, maka H0 diterima atau ratarata nilai pendidikan dan kesadaran masyarakat pada keempat variasi identik, berarti tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat kesadaran pemilahan sampah di kampung Nitiprayan. Setelah diketahui bahwa tidak ada perbedaan nilai rata-rata pendapatan dan timbulan sampah yang nyata diantara keempat variasi, maka dapat diketahui mana saja variasi yang berbeda dan mana saja variasi yang tidak berbeda. Hal ini akan dibahas pada analisis Bonferrini dan tukey dalam Post hoc. Hasil analisis dengan test Post Hoc dapat dilihat pada tabel 5.19 :

66

Tabel 5.19 Analisis post hoc untuk nilai pendidikan dan kesadaran pemilahan.
Multiple Comparisons Dependent Variable: T.PMLHAN Mean Difference (I) T.PNDDKN(J) T.PNDDKN (I-J) Std. Error Tukey HSD 1.00 2.00 .1032 .10791 3.00 -.0094 .07613 2.00 1.00 -.1032 .10791 3.00 -.1126 .09741 3.00 1.00 .0094 .07613 2.00 .1126 .09741 Bonferroni 1.00 2.00 .1032 .10791 3.00 -.0094 .07613 2.00 1.00 -.1032 .10791 3.00 -.1126 .09741 3.00 1.00 .0094 .07613 2.00 .1126 .09741

95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound .606 -.1537 .3600 .992 -.1906 .1718 .606 -.3600 .1537 .482 -.3444 .1193 .992 -.1718 .1906 .482 -.1193 .3444 1.000 -.1597 .3661 1.000 -.1949 .1761 1.000 -.3661 .1597 .752 -.3499 .1247 1.000 -.1761 .1949 .752 -.1247 .3499

Dari tabel 5.19 diatas dapat telihat bahwa dari hasil uji tukey diketahui bahwa rata-rata pendapatan probabilitas > 0,05 maka H0 diterima atau variasi memiliki perbedaan yang signifikan. Karena nilai rata-rata dari ketiga variasi identik. Selain itu dari dari hasil uji pun ditemukan tanda * pada kolom Mean Difference maka perbedaan tersebut nyata atau signifikan. Dari data pengolahan di atas dapat diketahui bahwa untuk tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap kesadaran pemilahan. Meskipun pendidikan tinggi belum tentu mau melakukan pemilahan.

5.6.2 Nilai Penghasilan dan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Timbulan Sampah Menggunakan Metode Statistik One Way ANOVA. Pengolahan untuk data lebih dari 2 sampel sebaiknya menggunakan uji ANOVA dengan asumsi populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi normal. Varians dari populasi-populasi tersebut adalah sama, serta sampel tidak berhubungan satu dengan yang lain. Uji dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai dari semua variasi memiliki perbedaan yang signifikan. Adapun ringkasan statistik dari data nilai tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat.

67

Tabel 5.20 Correlation untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah


Correlations T.PENGH Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N T.PENGH T.TMBLAN 1 .452* . .012 30 30 .452* 1 .012 . 30 30

T.TMBLAN

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Test of Homogeneity dilakukan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi pada ANOVA, yaitu apakah ke empat sampel mempunyai varians yang sama. Adapun hasil perhitungan probabilitas dengan tes homogenitas varians dapat dilihat pada tabel 5.21 di bawah ini:

Tabel 5.21 Homogenitas variansi untuk nilai pendapatan dan timbulan sampah
Test of Homogeneity of Variances T.TMBLAN Levene Statistic 6.948 df1 2 df2 26 Sig. .004

Hipotesis : H0 : Keempat rata-rata populasinya identik H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan: a. Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima b. Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.21 terlihat bahwa levene test hitung adalah 6,948, dengan nilai probabilitas 0,004, oleh karena itu probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak, atau keempat varians adalah tidak identik. Setelah keempat varians telah terbukti tidak identik maka asumsi untuk ANOVA tidak berlaku (asumsi keempat sampel mempunyai rata-rata (Mean) yang sama), maka uji

68

ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan. Hasil analisis dengan menggunakan ANOVA dapat dilihat pada tabel 5.22 dibawah ini :

Tabel 5.22 sampah

Analysis of Variance (ANOVA) untuk nilai pendapatan dan timbulan

ANOVA T.TMBLAN Sum of Squares 1.563 5.804 7.367 df 3 26 29 Mean Square .521 .223 F 2.334 Sig. .097

Between Groups Within Groups Total

Hipotesis : H0 : Keempat rata-rata populasinya identik H1 : Keempat rata-ratanya tidak identik Pengambilan keputusan : a. Berdasarkan Perbandingan F hitung dengan F tabel : 1) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima 2) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak b. Berdasarkan nilai probabilitas : 1) Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima 2) Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak Berdasarkan Tabel 5.22 diatas maka dapat terlihat bahwa F hitung adalah 2,334 dengan probabilitas 0,097. Oleh karena probabilitas > 0,05, maka H0 diterima atau ratarata nilai pendapatan dan timbulan sampah pada keempat variasi identik, berarti tingkat pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah di Kampung Nitiprayan. Dari data pengolahan di atas dapat diketahui bahwa untuk tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah. Rumah yang mempunyai penghasilan tinggi belum tentu timbulan sampahnya tinggi atau sebaliknya rumah yang mempunyai penghasilan rendah belum tentu timbulan sampahnya rendah. Jumlah anggota keluarga juga mempengaruhi dalam jumlah timbulan sampah.

69

5.7 5.7.1

Pembahasan Umum Sistem pengelolaan sampah secara terpadu merupakan salah satu alternatif

terbaik yang benar-benar mampu mereduksi jumlah volume sampah secara signifikan di kampung Nitiprayan. Dimana dalam sistem ini menuntut tanggung jawab, partisipasi dan peran aktif dari berbagai pihak, yaitu pemerintah, masyarakat Nitiprayan dan swasta. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merealisasikan sistem pengelolaan sampah secara terpadu meliputi: 1. Tata cara merintis sebuah sistem pengelolaan sampah 2. Tanggung jawab pengelolaan 3. Metode pelaksanaan 4. Sistematika operasional 5. Keuntungan yang didapat dengan sistem swakelola sampah Pengelolaan sampah di Kampung Nitiprayan direncanakan secara terpadu, dimana sampah dilakukan pemilahan Sejak dari sumbernya atau dari setiap rumah, untuk

sampah yang bersifat organik setiap rumah diharuskan untuk menyediakan wadah khusus, agar sampah tersebut dapat dijadikan pupuk dengan metode pengkomposan. Sedangkan untuk sampah yang masih dapat dimanfaatkan dikumpulkan untuk di daur ulang. Lalu sampah-sampah yang telah dipak dan masih memiliki nilai jual, dijual kepada pengepul, sedangkan dana yang didapatkan dari penjualan sampah tersebut, digunakan untuk biaya operasional seperti pembayaran upah tenaga kerja dan peremajaan peralatan pengelolaan sampah. Untuk residu maupun sampah-sampah yang tidak memiliki nilai guna dan nilai jual, dapat dikerjasamakan dengan Dinas Kebersihan untuk diangkut menuju TPA. Kerjasama dengan pihak swasta dalam pembuangan sampah ke TPA dilakukan dengan pertimbangan pertimbangan sebagai berikut :

70

1. Penetapan tarif retribusi berdasar kualitas pelayanan. 2. Keharmonisan dan kerjasama dengan mitra swasta untuk menjalankan kontrak yang saling menguntungkan. 3. Penetapan tingkat kualitas layanan dan kualitas sarana dan prasarana.

71

Sumber Sampah

Timbulan Sampah

Pemilahan di Sumber

Sampah Organik

Sampah Anorganik

Sampah Non 3R

Pengomposan

Residu

Pewadahan

Pewadahan

Dipakai Warga Penjualan

Pewadahan

Pengumpulan

Pengumpulann

Pengumpulan

TPS

Pengangkutan

TPS

Penjualan

TPA

Pengangkutan

TPA

Gambar 5.11 Pola Pengelolaan Sampah Mulai Dari Sumber sampai ke TPA Kampung Nitiprayan.

di

72

5.7.2 Perencanaan manajemen pengelolaan sampah di Kampung Nitiprayan. 5.7.2.1 Pemilahan Sumber sampah yang paling besar di kampung Nitiprayan adalah sampah organik, dimana komposisi dari sampah organik di kampung Nitiprayan sebesar 73,05 %, sedangkan untuk sampah an organik sebesar 25,92 % dan 1,03 % untuk sampah non 3R. Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari sumber sampah dihasilkan, jadi pemilahan dilakukan di tiap-tiap rumah warga Nitiprayan. Dimana pada skala rumah tangga, setiap individu harus melakukan pemisahan dalam pengumpulan sampah, yaitu dibagi menjadi: (1) Sampah organik, seperti sisa sisa makanan, sayuran, daun, (2) Sampah anorganik, seperti plastik, kertas, logam, kaca, kaleng, alumunium, kain. (3) Sampah non 3R, seperti obat obatan, batere. Pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya sejak dari rumah sangat membantu dalam mengurangi beban proses pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan. Selain itu juga sangat membantu dalam proses daur ulang, karena menyediakan bahan baku yang bersih untuk di daur ulang atau digunakan lagi. Dari hasil penelitian didapatkan hasil volume sampah organik sebesar 1,273 L/org/hari, sedangkan untuk sampah anorganik 1,552 L/org/hari sehingga didapatkan : a. Organik Sampah organik = 1,273 lt/org/hari x 2,341 jiwa = 2,979 lt/ hr = 2,979 m3/hr - Sampah organik yang dapat dijadikan kompos yaitu bekas sayur sayuran, buah-buahan, daun-daunan dan sisa makanan. - Sedangkan sampah organik yang dibuang ke TPA adalah 10 % dari keseluruhan volume sampah organik, yaitu : =
10 2,979 m3/hr = 0,2979m 3 / hr 100

Sampah organik yang tidak bisa dijadikan kompos adalah tulang, batang pohon, batok kelapa dll.

73

Total volume kompos = 2,979 0,2979 = 2,681m 3 / hari b. An organik - An organik = 1,552 lt/org/hari x jumlah penduduk = 1,552 lt/org/hari x 2.341 jiwa = 3632,9 lt/hari = 3,6329 m3/hr Residu yang akan dibuang ke TPA adalah 10 % dari volume sampah an organik adalah : = 10% x 3,6329 m3/hari = 0,36329 m3/hr c. Non 3R Non 3R = 0,0201 lt/org/hr x jumlah penduduk = 0,0201 lt/org/hr x 2.341 Jiwa = 47,05 lt/org/hr = 0,047056m3/hr

Total residu yang dibuang ke TPA adalah = Volume residu sampah organik + Volume residu sampah volume sampah non 3 R = 0,2979 m3/hr + 0,36329 m3/hr +0,047056 m3/hr = 0,7011 m3/hr Jumlah volume sampah domestik adalah = volume sampah organik + volume sampah anorganik + volume sampah non 3R = 1,279 m3/hr + 1,5519 m3/hr + 0,0201 m3/hr = 2,851 m3/hr Jumlah sampah yang dapat dimanfaatkan adalah = volume kompos + Sampah anorganik yang dimanfatkan = 2,681 m3/hr + 3,2691 m3/hr = 5,95 m3/hr anorganik+

Berikut ini adalah neraca persentase sampah mulai dari sumber sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan adalah seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :

74

Sumber sampah 100 % 6,63 m3/hari

Organik 2,979 m3/hari (44,78%)

Non 3 R 0,04 m3/hari (0,60 %)

Anorganik 3,6329 m3/hari (54,62 %)

Pengomposan 2,681 m3/hari (90 %)

Residu 0,2979 m3/hari (10 %)

Residu 3,6329 m3/hari (10 %)

Pemanfaatan 3,26961 m3/hari (90 %)

TPA 0,7011 m3/hari (10,53 %)

Pemanfaatan 5,95 m3/hari (88,10 %)

Gambar 5.12. Neraca persentase sampah mulai sumber sampai ke TPA di Kampung Nitiprayan.

75

5.7.2.2 Pewadahan Setiap rumah tangga harus menyediakan wadah baik berupa keranjang, kantong maupun kontainer lainnya yang dapat digunakan untuk menampung beberapa jenis sampah tersebut, yang selanjutnya dibuang pada tempat sampah umum yang telah tersedia sesuai dengan jenis sampah yang akan dibuang. Pewadahan di rumah rumah dilakukan dengan 3 jenis, yaitu ; a. Pewadahan sampah organik, an organik, non 3R di dalam rumah. b. Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan. c. Pewadahan sampah organik, an organik, non 3R diluar rumah sebelum dilakukan pengumpulan ke TPS

1. Pewadahan sampah organik, an organik, dan non 3R didalam rumah. Maksud dari pewadahan sampah ini adalah untuk memisahkan sampah yang bersifat organik, an organik, dan non 3R agar memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya. Wadah yang digunakan untuk sampah di dalam rumah ini atau sampah rumah tangga dengan menggunakan kantong plastik. Alasan kenapa yang dipakai adalah kantong plastik, karena sehat, mudah/praktis/cepat dalam operasi, dan dapat dipakai lebih dari satu kali. Untuk membedakan mana sampah yang bersifat organik, an organik dan non 3R, maka kantong plastik diberi tanda dengan tulisan atau dibedakan warnanya. a) Kantong plastik berwarna merah untuk sampah yang bersifat organik b) Kantong plastik yang berwarna hitam untuk sampah yang bersifat an organik c) Kantong plastik yang berwarna ungu untuk sampah non 3R Dari hasil pengukuran volume sampah kampung Nitiprayan, didapatkan volume untuk sampah organik 1,27 L/orang/hari, untuk sampah an organik 1,55 L/orang/hari, dan 0,02 L/orang/hari. Maka ukuran kantong plastik yang digunakan untuk pewadahan sampah adalah :

76

Rata rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga, Banyaknya sampah organik adalah 1,27 L/orang/hari x 5 orang = 6,35 L/hari. Banyaknya sampah an organik adalah 1,55 x 5 orang = 7,75 L/hari Banyaknya sampah non 3R adalah 0,02 L/orang/hari x 5 orang = 0,1 L/hari. Waktu pengambilan sampah dalam kantong plastik 2 hari sekali maka : Ukuran kantong plastik untuk sampah organik atau kantong yang berwarna merah adalah = 6,35 L/hari x 2 = 12,7 L/hari Ukuran kantong plastik untuk sampah an organik atau kantong berwarna hitam adalah = 7,75L/hari x 2 = 15,5 L/hari Ukuran kantong plastik untuk sampah non 3R atau plastik berwarna ungu adalah = 0,1 L/hari x 2 = 0,2 L/hari Jadi kantong plastik yang digunakan untuk sampah organik kantong plastik berkapasitas 15 Liter, untuk sampah an organik kantong plastik berkapasitas 20 liter, dan untuk sampah non 3 R menggunakan kantong plastik berkapasitas 1 Liter.

Gambar 5.13 Plastik (Sumber: dokumentasi penelitian)

77

2. Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan. Pengomposan dilakukan dengan drum plastik yang dapat menampung sampah organik yang dihasilkan dari keluarga dengan anggota 5 orang selama 3 bulan. Proses pengomposan berlangsung secara alami antara 2 3 bulan. Untuk mengolah sampah organik untuk pengomposan pada setiap rumah tangga diperlukan 2 buah drum plastik, yang masing masing dapat menampung sampah organik selama 2 3 bulan dan di pakai secara bergantian. - Dari hasil pengukuran didapatkan volume sampah organik 1,273 L/org/hari - Waktu pematangan kompos 30 hari. - Rata rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga, - Ukuran drum plastik = volume sampah organik x waktu pematangan kompos x jumlah keluarga = 1,273 L/org/hr x 30 x 5 = 190 Liter. Karena ukuran drum terlalu besar maka digunakan 2 buah drum yang berukuran 95 Liter.

Gambar 5.14 Drum untuk kompos (Sumber: dokumentasi Pak Widodo)

78

3. Pewadahan sampah di luar rumah sebelum dilakukan pengumpulan di TPS kampung. Maksud dari pewadahan ini adalah memilahkan antara sampah plastik, kertas, logam, dan sampah non 3R sebelum dibawa ke tempat pengumpulan atau ke TPS kampung, sehingga di TPS tidak melakukan pemilahan lagi. Pewadahan dengan menggunakan bin plastik, dengan alasan : 1. Sehat 2. Dapat dipakai umum / pribadi 3. Lebih murah 4. Tahan lama / awet Pewadahan ini dibagi menjadi 4 macam dengan diberi tanda atau kode : 1. Untuk sampah plastik 2. Untuk sampah kertas 3. Untuk sampah logam dan kaca 4. Untuk sampah non 3R Penggunaan wadah ini diberlakukan untuk tiap 10 KK, dan penempatan wadah ini di pinggir jalan, dengan tujuan agar memudahkan dalam pengambilan untuk proses pengumpulan. Dari hasil pengukuran didapat volume sampah an organik untuk 10 KK, yaitu sebesar 15,52 L/hari dan volume sampah non 3R sebesar 0,20 L/hari. Pengambilan dilakukan tiap 2 hari sekali. Rata rata 1 rumah memiliki 5 orang anggota keluarga. Maka desain untuk wadah ini adalah Sampah an organik = 15.52 L/hari x 5 orang x 2 = 155,2 L = 155 L Karena sampah organik dibagi menjadi 3 macam, yaitu sampah kertas, plastik, dan logam, maka 155 L : 3 = 52 L, sehingga untuk sampah kertas, plastik dan logam dan kaca menggunakan bin plastik dengan ukuran 52 L.

Sampah non 3R = 0,20 L/hari x 5 orang x 2 hari = 2 L/ hari

79

Sehingga untuk sampah non 3R menggunakan bin plastik dengan ukuran 2 L, karena bin plastik yang berukuran 2L susah untuk didapat, maka digunakan bin plastik dengan ukuran 20 L. Banyaknya bin yang digunakan untuk satu dusun, yaitu : Banyaknya rumah yang dilayani =

2.341orang 5orang

= 468 rumah Karena penempatan wadah ini setiap 10 kk atau 10 rumah, maka
468rumah = 47 Rumah. 10

Banyaknya bin plastik yang diperlukan = 47 rumah x 4 unit = 188 unit bin

Gambar 5.15 Bin plastik (Sumber: dokumentasi Pak Widodo)

5.7.2.3 Pengumpulan Pengumpulan dilakukan dengan mengambil sampah yang telah ditempatkan dalam wadah yang telah dipilah menjadi 4 bagian, yaitu untuk sampah kertas, sampah plastik, sampah logam dan kaca dan sampah non 3R, yang penempatannya diletakkan di pinggir jalan agar mudah dalam pengambilannya.

80

Pengumpulan sampah dilakukan setiap 2 hari sekali. diangkut dengan menggunakan gerobak dengan kapasitas 1 m3, dengan alasan : 1. Operasi lebih mudah, luwes, dan murah. 2. Jenis sampah berukuran besar dapat terangkut. 3. Pemanfaatan volume cukup besar. 4. Mudah dan murah pemeliharaannya. Bin plastik yang akan diambil sampahnya berjumlah 188 : 4 (setiap lokasi bejumlah 4 unit) = 47 lokasi. Volume sampah organik ( plastik, kertas, logam dan kaca ) setiap 10 KK adalah 15,52 Lt/hari dan 0,20 Lt/hari untuk sampah non 3R, jadi volume sampah total = 15,52 + 0,20 = 15,72 L/hari untuk satu lokasi. Frekuensi pengambilan = 2 hari Volume sampah tiap pengambilan = 2 hari / pengambilan x 5 orang / rumah x 15,72 l/ hari untuk satu lokasi. = 157,2 L = 0,1572 m3/satu lokasi (10 rumah) / pengambilan. Dengan faktor pemadatan 1,1 Volume tiap pengambilan = pengambilan. Volume gerobak sampah 1 m3 = 1000 liter 1 gerobak melayani =

0,1572 = 0,143 m3/ satu lokasi ( 10 rumah) / 1,1

1m3 0,143m3 / satulokasi / pengambilan

= 7 lokasi/ pengambilan.

jumlah gerobak sampah yang dibutuhkan =


47lokasi = 7 gerobak. 7lokasi

81

Gambar 5.14 Gerobak sampah (Sumber: dokumentasi Pak Widodo)

5.7.2.4 Tempat Penampungan Sementara Tempat Penampungan Sementara Sampah berfungsi untuk mengumpulkan sampah warga dusun Nitiprayan, dimana sampah yang telah dikumpulkan diangkut dengan gerobak ke TPS kampung untuk dilakukan penyortiran lebih khusus lagi. Untuk sampah yang masih bisa digunakan atau masih bisa dimanfaatkan kembali dilakukan pengepakan untuk selanjutnya dijual pada pengepul sampah. Hasil dari penjualan sampah tersebut digunakan untuk biaya operasional petugas dan sisanya masuk ke kas kampung untuk dana pengembangan dan pembangunan. Sampah yang tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan kembali akan dibuang ke TPA yang bekerjasama dengan pihak swasta, dengan mempertimbangkan : 1. Penetapan tarif retribusi berdasar kualitas pelayanan. 2. Keharmonisan dan kerjasama dengan mitra swasta untuk menjalankan kontrak yang saling menguntungkan. 3. Penetapan tingkat kualitas layanan dan kualitas sarana dan prasarana.

Banyaknya TPS Kapasitas TPS = 2 m3 Volume sampah An Organik = 2.341 orang x 1,552 L/orang/hari = 3.633,23 L/hari. Volume sampah Non 3R = 2.341 orang x 0,02 L/orang/hari = 46,82 L/hari. Volume sampah total = 3.633,23 L/hari + 46,82 L/hari = 3680,05 L/hari.

82

= 3,68005 m3/hari Jumlah TPS = =

Volumesampah KapasitasT PS
3,68005 L / hari 2m 3

= 1,84 = 2 TPS Kapasitas pelayanan 1 TPS Luas wilayah = 640,800 Ha Kapasitas pelayanan 1 TPS =
640,800ha 2TPS

= 320,4 ha.

5.8

Strategi manajemen pengelolaan sampah. Iklim sangat mempengaruhi jumlah dan jenis sampah. Iklim yang banyak hujan

akan membuat tumbuhan bertambah banyak dibandingkan didaerah kering sehingga sampahnya juga lebih banyak. Pada saat musim penghujan jumlah sampah yang dihasilkan lebih banyak dibanding pada saat musim kemarau. Berat dan volume sampah juga akan berbeda. Selain itu sampah yang di hasilkan pada saat musim penghujan mempunyai kualitas yang kurang bagus untuk dijadikan kompos, hal tersebut disebabkan karena banyak terdapat kandungan air dalam sampah. Agar kualitas sampah tetap bagus untuk dijadikan kompos sekalipun pada saat musim penghujan, untuk pewadahan sampah dalam perencanaan ini menjadi prioritas utama. Adapun pewadahan yang diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Untuk pewadahan kompos, peletakannya di tempat yang terlindung dari sengatan sinar matahari langsung ataupun air hujan. Karena akan sangat mengganggu proses pembusukan atau fermentasi. Sebaiknya diletakkan dalam ruangan. 2. Untuk pewadahan yang berada di luar rumah seperti bin plastik diberi tutup agar pada saat musim penghujan air tidak masuk ke dalam bin yang dapat mempengaruhi kualitas sampah yang akan di manfaatkan kembali menjadi barang yang lebih berguna lagi.

83

5.9

Pengomposan Pengukuran parameter uji untuk mengetahui kualitas kompos yang dihasilkan

terutama N, P, K adalah : 1. Ph 2. Suhu 3. N, P, K, C/N, Kualitas akhir kompos

5.9.1 Pengamatan pH Salah satu parameter yang mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme dalam pembentukan kompos adalah pH. Derajat keasaman perlu dikontrol selama proses komposting berlangsung, karena pH merupakan indikator pemantauan berhasil atau tidaknya proses fermentasi, dan juga bagi pertumbuhan mikroorganisme. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai pH selama proses kompos berlangsung yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini : Tabel 5.23 Pengukuran pH selama proses komposting berlangsung. Hari pengukuran 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 pH 6.9 6.9 6.0 6.0 7 6.8 6.9 7 6.9 6.7

Dari pengukuran pH selama proses komposting berlangsung dapat dilihat melalui grafik sehingga memudahkan pengamatan proses dekomposisi. Nilai pH selama proses komposting berlangsung secara keseluruhan dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

84

7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6 5.4 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

pH

pengukuran pH

Hari pengukuran

Gambar 5.17 Hasil engukuran pH kompos Dari grafik dapat dilihat bahwa pH dari sampah mengalami penurunan pada hari ke 12 penurunan ini terjadi selama kurang lebih 8 hari, dan pada hari ke 20 megalami kenaikan yang tidak terlalu besar atau mencolok. Peningkatan pH secara berangsur angsur disebabkan hasil dekomposisi bahan organik pada tahap sebelumnya seperti asam asam organik dikonversikan sebagai methan dan CO2 (pholpraset, 1989). Pada prinsipnya bahan organik dengan nilai pH 3 11 dapat dikomposkan. Bakteri lebih senang pada pH netral, fungi berkembang baik pada kondisi pH agak asam. Biasanya pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam pada sampah. Dengan munculnya mikroorganisme yang berasal dari EM4, maka nilai pH dapat kembali naik pada angka kisaran kompos yang optimal yaitu 5.5 6.0. (Djuarnani, 2004)

5.9.2 Pengamatan suhu Suhu merupakan indikator proses yang berkaitan dengan aktifitas

mikroorganisme. Dari tabel dapat dilihat bahwa suhu optimal untuk proses pengomposan dapat tercapai. Suhu optimal yang dibutuhkan dalam keadaan thermofilik berkisar antara 45 65 0C dan sedapat mungkin dipertahankan sekurangkurangnya 3 hari agar mikroorganisme patogen mati. (Djuarnani 2004). Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Namun setiap kelompok

85

mikroorganisme memiliki temperatur optimum yang berbeda sehingga temperatur optimum pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Dari pengamatan suhu selama proses komposting berlangsung dapat dilihat melalui tabel berikut ini :

Tabel 5.24 Pengukuran suhu selama proses komposting berlangsung. Hari pengukuran 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Sumber : data primer Suhu 56 50 55 53 46 30 30 29 28 28

Nilai suhu selama proses komposting berlangsung secara keseluruhan dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
60 50 Suhu 40 30 20 10 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Hari Pengukuran pengukuran suhu

Gambar 5.18 Pengukuran suhu kompos Dari grafik dapat dilihat pada awal proses pengomposan terjadi kenaikan suhu mencapai 56
0

C. Kenaikan suhu disebabkan karena adanya bakteri EM4 yang

86

berkembang biak menyebabkan kenaikan kalor dan terjadinya temperatur, kemudian pada hari ke 24 terjadi penurunan suhu, yang mana pada saat temperatur mencapai 30
0

cendawan mesofilik berhenti bekerja dan aktivitas penguraian digantikan oleh cendawan thermofilik. Hal ini terlihat pada awal pengomposan keadaan fisik kompos terdapat cendawan berwarna putih dan suhu yang tinggi dari dalam reaktor karena naiknya suhu dan jalannya proses dekomposisi.

5.9.3 Hubungan pH dan suhu pada reaktor Hubungan antara pH dan suhu pada proses komposting ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

60 Suhu dan pH 50 40 30 20 10 0

56 50

55 53 46 30 30 29 28 28 pengukuran suhu pengukuran pH

6.96.9 6 6 7 6.86.97 6.96.7 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Hari Pengukuran

Gambar 5.19 Hubungan pH dan Suhu

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa hubungan suhu dan pH berbanding terbalik, suhu dari kondisi yang tinggi menjadi semakin rendah, sedangkan pH dari kondisi rendah menjadi semakin tinggi. Kenaikan suhu menunjukkan adanya kalor yang dilepas dari aktivitas mikroorganisme. Pada awal proses bakteri bekerja setelah terjadi masa fase laten yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan baru, suhu meningkat hingga mesofilik. Pada fase ini dekomposisi biasanya didominasi oleh bakteri mesofilik dan fungi.( Polprasert, 1989).

87

5.9.4 Kematangan kompos Pada penelitian ini, proses pengomposan membutuhkan waktu 40 hari dimulai dari tahap memasukkan sampah ke dalam reaktor yang dilakukan selama 8 hari berturut turut sampai pada akhir komposting. Kompos yang dihasilkan masih berupa butiran butiran kasar berwarna coklat tua, atau belum terlalu matang dikarenakan kompos belum terurai menjadi seperti serbuk. Perlu waktu sekitar 7 hari agar kompos benar benar matang. Akan tetapi kompos awal yang dihasilkan sudah cukup memenuhi persyaratan atau kriteria kompos yang ada. (Djuarnani, 2004 dan SNI)

5.9.5 Kandungan N Apabila kandungan N rendah, maka mikroorganisme yang menguraikan sampah organik akan mengalami kekurangan unsur N untuk keperluan hidupnya. Kekurangan tersebut akan mengakibatkan mikroorganisme menganbil unsur N dalam tanah jika kompos tersebut digunakan sebagai pupuk, sehingga jumlah N dalam tanah akan berkurang. Sebaliknya bila kandungan N tinggi sehingga melebihi jumlah yang dibutuhkan oleh mikroorganisme, maka kelebihan itu akan tertinggal dalam tanah atau dalam kata lain terjadi penambahan unsur N kedalam tanah (Sutanto, 2002). Semua mikroorganisme hidup membutuhkan N sebagai nutrisi. Selain membutuhkan N mikroorganisme juga menghasilkan N. N yang dihasilkan dikurangi dengan N yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan hidupnya akan menghasilkan N yang teranalisis dalam kompos(Pelzjar,1986). Selain dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhannya, kehilangan unsur N juga disebabkan karena adanya pencucian (air masuk kedalam media atau tanah) dan jika dalam periode waktu tertentu N dipakai secara terus menerus oleh mikroba, maka nilai N akan turun sehingga kandungan C/N akan meningkat. Pengaruh Nitrogen terhadap tanaman adalah sebagai berikut :

88

1. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. 2. Untuk menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, kekurangan N menyebabkan khlorosis. 3. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman. 4. Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun.

5.9.6 Kandungan P Sama seperti nitrogen, miokroorganisme hidup juga membutuhkan phospor sebagai nutrisi. Selain membutuhkan phospor, mikroorganisme juga menghasilkan phospor. P yang dihasilkan dikurangi dengan P yang dibutuhkan akan menghasilkan P yang teranalisis (Pelzjar, 1986). Dalam pengomposan ini, untuk unsur P (phospor) pada proses pembuatan berlangsung baik, maka 50 60% phospor akan berubah bentuk larut sehingga lebih mudah diserap oleh tanaman. Pengaruh phospor terhadap tanaman adalah sebagai berikut : 1. Dapat mempercepat pertumbuhan akar semai 2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa. 3. Dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah. 4. Dapat meningkatkan produksi buji-bijian.

5.9.7 Kandungan K Seperti halnya nitogen dan phospor, mikroorganisme juga membutuhkan kalium untuk pertumbuhannya.

5.9.8

Kualitas Akhir Kompos Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos, disamping

kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman. Secara umum kualitas pupuk kompos yang baik untuk diterapkan ke dalam tanah dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut :

89

1. Sudah tidak berbau 2. Berstruktur lemah 3. Berwarna coklat tua hingga hitam 4. Strukturnya ringan 5. Rasio C/N sebesar (10-20 : 1) 6. Suhu sama dengan suhu tanah 7. Memiliki pH sebesar 6-8 (Djuarnani, 2004 dan SNI) Karakteristik dan kualitas kompos yang baik sangat perlu diketahui. Apalagi sekarang banyak beredar dipasaran pupuk kompos yang dibuat dari serbuk gergaji, sisa pembakaran kayu, atau lumpur selokan. Untuk menjamin kualitas kompos sebaiknya dibuat standar mutu kompos. Pembuatan SNI kompos tidak hanya menjamin kepentingan konsumen, tetapi bisa mendorong pembukaan pasar kompos semakin luas. Standar kandungan pupuk kompos mengacu pada standar nasional Indonesia dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 5.25. Standar Kualitas Kompos SNI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Parameter Kadar Air Suhu Warna Bau pH Bahan Organik C/N-rasio %N %P %K % % % % Satuan % oC Minimum 6,8 27 10 0,40 0,10 0,20 Maksimum 50 Suhu Air Tanah Kehitaman Berbau Tanah 7,49 58 20 -

(SNI 19-7030-2004)

90

Standar kualitas kompos yang berasal dari Asosiasi Barak Kompos yang terdapat di Jepang, dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 5.26. Standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang No 1 2 3 4 5 6 Parameter Bahan organik Total N Rasio C/N P K pH Standar > 70 % > 1,2 % < 35 > 0,5 % > 0,3 % 5,5 7,5

Standar kualitas kompos yang beredar dipasaran, diambil dari referensi buku Pupuk Organik dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 5.27. Standar kualitas kompos pupuk dipasaran No 1 2 3 Nama Pupuk Mekar Asih Kariyana / Pos Eine kompos Bahan Kotoran ayam Kotoran sapi Kotoran sapi, abu, serbuk gergaji, kalsit Kotoran macam-macam unggas Sampah N (%) 4,1 2,1 1,81 P (%) 6,1 0,26 1,89 K (%) 2,3 0,16 1,96 C/N -

Sij Horti Bokashi Sari Bumi Bio Tanam Plus BOSF Buto Ijo NPK

2,1

3,9

1,1

1,61

1,05

1,05

8,78

6 7 8

Media Kascing Sampah Pasar Kota Kotoran ayam3

5 0,79 3

2 0,87 5

3 1,06 3

(Musnamar, 2005)

91

Dibawah ini merupakan perbandingan kompos hasil penelitian dengan SNI ( Standar Nasional Indonesia ) dan produk kompos pasaran ditunjukkan pada tabel dibawah ini : Tabel 5.28. Perbandingan Kompos Hasil Penelitian dengan SNI dan produk dipasaran. Parameter Hasil Penelitian SNI 19-7030-2004 Bokashi Sari Bumi Temperatur Warna Bau pH Bahan Organik Nitrogen Karbon Phospor Rasio C/N Kalium Suhu air tanah Coklat kehitaman Berbau tanah 6,7 0,852 % 1,23 % 41,008 2,19 % Suhu air tanah Kehitaman Barbau tanah 6,8-7,49 27-58% 0,4 % 9,8-32 % 0,1 % 10-20 0,2 % Suhu air tanah Kehitaman Berbau tanah 7,2 1,61 % 14,14 % 1,05 % 8,78 1,05 %

Berdasarkan kandungan N, P, K yang terdapat pada kompos hasil penelitian dibandingkan dengan standar kandungan N, P, K dari standar kualitas kompos SNI dan standar kualitas kompos Asosiasi Barak Kompos Jepang, serta standar kualitas kompos yang ada dipasaran, maka kompos hasil penelitian ini memiliki kualitas yang cukup baik, karena terbukti memiliki kandungan unsur N, P, K yang tinggi, dan jika dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia sudah sesuai hanya saja kandungan C/N kompos hasil penelitian ini cukup tinggi,yaitu 40:1 karena komposisi dari kompos sebagian besar terdiri dari daun-daunan kering dan daun-daunan segar yang mempunyai nilai C/N 50 :1. Pada hasil kualitas laboratorium, nilai rata-rata C/N kompos didapat sebesar 41,16. Untuk menurunkannya dapat digunakan aktivator dekomposisi kompos yang

dapat menurunkan rasio C/N dalam bahan sampah, yang awalnya tinggi (>50) menjadi setara dengan angka C/N tanah. Dengan rasio antara karbohidrat dengan nitrogen rendah sebagaimana C/N tanah (< 20) maka bahan sampah menjadi dapat diserap tanaman. 92

Dalam dekomposisi menggunakan mikroba, bakteri, fungi dan jamur yang terdapat dalam aktivator dekomposisi kompos, dalam bahan sampah organik terjadi antara lain : 1. Karbohidrat, selulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air. 2. Zat putih telur menjadi amonia, CO2 dan air. 3. Peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan sebaliknya senyawa N (Nitrogen) yang larut (amonia) meningkat. Atau C/N rasio semakin rendah dan stabil mendekati C/N tanah. Pemberian zat N yang banyak akan memiliki dampak yang baik terhadap tanaman-tanaman penghasil daun, akan tetapi pemberian zat N yang sedemikian terhadap tanaman-tanaman bukan penghasil daun, seperti misalnya tanaman padi tentu akan dapat merugikan, yaitu : 1. Akan banyak menghasilkan daun dan batang. 2. Akan tetapi batangnya itu akan lembek dan mudah rebah. 3. Kurang sekali menghasilkan buah/gabah. 4. Dapat melambatnya masaknya biji/butir-butir padi. Gejala kekurangan unsur hara makro (N, P, K). a. kekurangan unsur nitrogen (N) 1) Warna daun yang hijau berubah menjadi kuning, kering terus berubah warna menjadi merah kecoklatan. 2) Perkembangan buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang. 3) Menimbulkan daun penuh dengan serat. b. kekurangan unsur phospor (P). 1) Pada tanaman gandum menimbulkan gejala pada jeraminya, berwarna abuabu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, sistem perakaran buruk. 2) Pada tanaman serealia ( padi-padian, rumput-rumputan penghasil biji yang dapat dimakan, jewawut, gandum jagung), daun-daunnya berwarna hijau tua/abu-abu, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Tangkai-tangkai daun kelihatan lancip-lancip, Pembentukan buah jelek.

93

c. kekurangan unsur kalium (K). 1) Gejala pada daun terjadi secara setempat-setempat. Pada awalnya tampak agak berkerut dan kadang-kadang mengkilap, selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampak menguning, warna ini tampak pula di antara tulang-tulang daun, pada akhirnya daun tampak bercorak kotor, berwarna coklat, daun tampak bergerigi, dan kemudian mati. 2) Gejala pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga tanaman tampak kerdil. 3) Gejala yang tampak pada buah, misalnya buah kelapa dan jeruk banyak yang berjatuhan sebelum masak, sedangkan masaknya buah berlangsung lambat.

5.10

Sosialisasi dan pendekatan masyarakat Tujuan dari sosialisasi dan pendekatan masyarakat adalah untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat dusun Nitiprayan akan pentingnya pengelolaan sampah. Disamping terciptanya lingkungan yang bersih, juga akan mendatangkan nilai ekonomis bagi warga dusun Nitiprayan dengan melaksanakan pengelolaan sampah secara terpadu. Karena kampung Nitiprayan terkenal dengan sebutan kampung seni, maka pendekatannya melalui kesenian, misalnya : 1. Mengadakan lomba lukis tong sampah yang nantinya akan digunakan sebagai pewadahan sampah. 2. Kampanye masalah sampah Nitiprayan. melalui kesenian yang ada di Kampung

Selain lewat kesenian, pendekatan juga dapat dilakukan lewat organisasi organisasi yang ada di kampung Nitiprayan, seperti karang taruna, rembug desa, PKK. Langkahlangkah dalam proses sosialisasi untuk menerapkan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan gagasan sistem pengelolaan sampah secara mandiri dan produktif kepada tokoh masyarakat Nitiprayan, antara lain Kepala Dusun, Wakil Badan Perwakilan Desa (BPD), Ketua RW, ketua-ketua RT, Dasa Wisma, Takmir Masjid, Pengurus Pengajian dan Pemuda.

94

2. Pembentukan Tim Pengelola Sampah Kampung. Tim ini sangat penting peranannya dalam mengawal keberlangsungan sistem pengelolaan sampah yang akan dijalankan oleh masyarakat. Mereka yang duduk dalam tim sebaiknya dipilih mereka yang mempunyai sikap peduli terhadap lingkungan, berdedikasi tinggi, bertanggung jawab dan mampu bekerjasama dengan masyarakat. Bersama tokoh-tokoh masyarakat yang ada, tim ini bertugas melakukan sosialisasi, edukasi, evaluasi dan motivasi secara terus menerus kepada masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan pengelolaan sampah swakelola. Tim Pengelola Sampah menjadi bagian dari struktur organisasi kampung. 3. Sosialisasi, edukasi dan motivasi ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat (anak-anak hingga orang tua) dengan metode demonstrasi, tanya jawab, permainan, membuat mural dan perlombaan-perlombaan. Lomba-lomba yang diadakan meliputi lomba memisahkan sampah antar anak, lomba kebersihan lingkungan antar kelompok dasawisma, lomba membuat mural, lomba membuat kompos dan lomba kreasi daur ulang. Pemuda diberi peran besar dalam sosialisasi ini antara lain menjadi organizer sosialisasi kepada pemuda/i dan anak-anak. 4. Untuk meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah dilakukan beberapa latihan, misalnya latihan memisahkan sampah sesuai jenisnya, latihan membuat kompos, latihan membuat kerajinan daur ulang dari sampah dll 5. Menyiapkan sarana pendukung pengelolaan sampah. Sarana pendukung yang diperlukan dalam pengelolaan sampah misalnya gantungan sampah, tong/drum sampah, gentong kompos, gerobak sampah, bak kompos, alat daur ulang dan TPS kampung. Pengadaan dan pengerjaan semua sarana sebaiknya dilakukan oleh masyarakat sendiri secara gotong royong. Tujuannya agar masyarakat mempunyai rasa memiliki sarana tersebut sehingga nantinya juga akan memeliharanya dan menggunakannya. 6. Menyiapkan petugas dan atau menjalin kerjasama dengan pihak lain yang mau menjadi pengambil dan pembeli sampah. Sebelum ditawarkan ke pihak lain,

95

sebaiknya ditawarkan kepada masyarakat dalam kampung sendiri dulu misalnya pemuda atau penduduk. Dalam tahap ini perlu disepakati mekanisme dan tanggung jawab antara pihak kampung dengan pihak lain tersebut. Pengepul sampah (lapak) yang berada di sekitar daerahnya dapat dijadikan sebagai pihak rekanan (swasta) yang menerima dan membeli sampah-sampah yang telah dipisahkan oleh masyarakat. 7. Masyarakat diminta untuk segera menerapkan sistim pengelolaan sampah secara terpadu sesuai dengan mekanisme yang disepakati, dimulai dari kegiatan pemilahan sampah sesuai jenisnya di rumah tangga masing-masing sampai memasukkan kedalam tong sampah terdekat. Pengurus kampung dapat

membuat surat himbauan kepada warganya agar mengikuti program pengelolaan sampah mandiri dan produktif, dilengkapi dengan leaflet dan gambar-gambar petunjuk atau prosedur yang harus dilakukan oleh masyarakat. Surat himbauan dibuat secara resmi dan ditandatangani oleh perangkat kampung/pemerintahan yang berkompeten 8. Kegiatan pengelolaan sampah perlu dipantau (monitoring) dan dievaluasi oleh suatu tim pengelola sampah kampung secara terus menerus. Hasilnya dibahas dalam rapat tim untuk menentukan upaya tindak lanjut dan menyusun strategi yang dapat dilakukan.

96

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1
1.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, volume sampah organik kampung Nitiprayan adalah 1,273 L/orang/hari, volume sampah an organik 1,552 L/orang/hari, volume sampah non 3R 0,020 L/orang/hari. Sedangkan berat sampah organik 0,163 kg/orang/hari, berat sampah an organik 0,054 kg/orang/hari, dan berat sampah non 3R 0,002 kg/orang/hari. Berat jenis sampah organik 146,38 kg/m3, an organik 42,10 kg/m3, dan sampah non 3R 3,9 kg/m3. timbulan sampah yang dihasilkan 0,2192 kg/org/hari. 2. Persentase timbulan sampah di kampung Nitiprayan adalah 73.05 % sampah organik, sampah an organik 25,92 % dan 1,03 % sampah non 3R. 3. Perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu di kampung Nitiprayan adalah ; a. Pemilahan sampah harus dilakukan mulai dari masingmasing rumah penduduk dengan memilahkan antara sampah organik, an organik, dan sampah non 3R. b. Pewadahan dilakukan dengan 3 jenis : 1) Pewadahan sampah organik, an organik, dan non 3R di dalam rumah, dengan menggunakan kantong plastik. Untuk sampah organik dengan volume 20 liter, sampah an organik volume 15 liter, dan sampah non 3R 1 liter. 2) Pewadahan sampah organik untuk proses pengomposan, pengomposan dilakukan dengan drum plastik yang dapat menampung sampah organik yang dihasilkan dari keluarga dengan anggota 5 orang selama 3 bulan.

97

3) Pewadahan sampah di luar rumah sebelum dibawa ke TPS kampung. Pewadahan sampah dengan menggunakan bin plastik yang dibagi menjadi 4 macam, yaitu untuk sampah plastik, kertas, logam, dan non 3R. c. Pengumpulan sampah dilakukan setiap 2 hari sekali, diangkut dengan menggunakan gerobak dengan kapasitas 1 m3 diperlukan 7 gerobak untuk beroperasi. d. Tempat Penampungan Sementara, digunakan untuk melakukan penyortiran lebih khusus lagi. Untuk sampah yang masih bisa digunakan atau masih bisa dimanfaatkan kembali dilakukan pengepakan untuk selanjutnya dijual pada pengepul sampah. Hasil dari penjualan sampah tersebut digunakan untuk biaya operasional petugas dan sisanya masuk ke kas kampung untuk dana pengembangan dan pembangunan.TPS yang diperlukan berjumlah 2, kapasitas pelayanan 1 TPS 320,4 Ha. 4. Penelitian dilakukan pada 10 titik sampel rumah dan didapatkan berat sampah organik 0,1631 kg/orang/hari, Dengan memperkirakan lama waktu pengomposan selama 30 hari maka desain reaktor dibuat dengan kapasitas 190 liter untuk kapasitas 1 rumah. 5. Dilihat dari parameter karakteristik kompos standar SNI yang terdiri dari pH, suhu, C/N, N, P, K dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas kompos yang dihasilkan pada penelitian ini cukup baik dengan

kandungan pH sebesar 6,7, nitrogen 0,854 % phospor 1.25 %, kalium 2.43 %, dan C/N 41,16 %. hanya saja kandungan C/N terlalu tinggi, karena dalam komposisi kompos kebanyakan dari daun-daunan segar dan kering. dan untuk menurunkan dapat digunakan aktivator dekomposisi kompos. 6 Pendekatan masyarakat dilakukan melalui kesenian, karena dusun Nitiprayan terkenal dengan sebutan kampung seni, selain melalui kesenian pendekatan juga dilakukan melalui organisasi atau

kelembagaan yang ada. Mengadakan lomba lukis tong sampah yang

98

nantinya akan digunakan sebagai pewadahan sampah, Kampanye masalah sampah melalui kesenian yang ada di dusun Nitiprayan. 7. Dari perhitungan statistik kuisioner di dapatkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kesadaran masyarakat dalam pemilahan sampah. Dan tingkat penghasilan juga tidak berpengaruh terhadap jumlah timbulan sampah yang dihasilkan.

6.2 1.

SARAN Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan sampah, agar tercipta lingkungan yang bersih. 2. Perlu dilakukan sosialisasi secara intensif dalam pengelolaan sampah secara terpadu. 3. Perlu mengadakan koordinasi secara terpadu dari instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dengan semua instansi dan masyarakat. 4. Perlu adanya penelitian kualitas lindi yang dihasilkan dari proses pengomposan. 5. Perlu dilakukan pengujian kandungan makro pada kompos seperti kandungan logam berat yang kemungkinan terdapat dalam kompos.

99

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. SNI 19 7030 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. Anonim, 1995, Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan (SNI 19-3964-1995), Badan Standar Nasional, Jakarta. Anonim, 1995, Teknologi Persampahan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Anonim, 1994, Tata cara pengelolaan sampah di pemukiman, SNI 19-3242-1994. Anonim, 1991, Tata cara pengolahan teknik sampah perkotaan, (SNI T-1311990-F), Departemen Pekerjaan Umum, Yayasan LPMB, Bandung. Anonim, 1986, Materi training untuk tingkat staf teknis proyek PLP sektor persampahan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Jakarta. Damanhuri, E. & Tri, P. 2004, Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Pengelolaan Sampah , Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi , Bandung. Darmasetiawan, M, 2004 a, Daur Ulang Sampah dan Pembuatan Kompos, Ekamitra Engineering, Jakarta. Darmasetiawan, M, 2004 b, Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Ekamitra Enginering, Jakarta. Nan Djuarnani, 2004, cara cepat membuat kompos, PT agromedia pustaka, jakarta. Hadiwiyoto, S, 1983, Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, Yayasan Idayu, Jakarta. Musnamar, (2005), Pupuk Organik, Penebar Swadaya, Jakarta. Polprasert,C, (1989), Organik Waste Recycling, Inc. Indonesia Sudarso, 1985, Pembuangan Sampah, Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Surabaya. Tchobanoglous, G. Theisen, H & Vigil, S.A. 1993. Integrated Solid Waste Management Engineering Principles and Management Issues. Singapore. Mc Graw-Hill

100

Yuwono D, 2006. Kompos Cara Aerob dan Anaerob Menghasilkan Kompos Berkualitas, Seri Agritekno, Jakarta.

101

You might also like