You are on page 1of 5

NAMA NIM MK JURUSAN

: MARWANG : 106204037 : SEJARAH ASIA BARAT DAYA : PENDIDIKAN SEJARAH

PERANG TELUK 1 A. LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERANG TELUK 1 Petikaian antara Irak dan Iran bukanlah soal baru. Sejak lama kedua Negara tersebut saling bermusuhan karena berbagai hal. Pertama, antara bangsa Arab dan bangsa Parsi selalu ada persaingan dan ketegangan. Bangsa Arab maupun bangsa Parsi tidak dapat menerima keunggulan atau dominasi yang lain. Kedua, masalah minoritas etnis. Pada zaman syah Ian mendukung perjuangan otonomi suku Kurdi di Irak, sedangkan irak mendukung minoritas Arab di Iran yang memperjuangkan kebebasan yang lebih besar atau bahkan pemisahan. Ketiga, perbedaan orientasi politik luar negeri. Sampai beberapa waktu yang lalu Irak adalah pro-Uni Soviet, sedangkan Iran pro-Barat. Akhirnya juga harus disebutkan masalah sengketa wilayah, yaitu Irak mengklaim kembali beberapa daerah Arab yang direbut dan dikuasai oleh Iran. Ketegangan Irak-Iransempat mereda berkat perjanjian Algiers pada tahun 1975. Berdasarakan perjanjian Algiers bahawa Iran akan menghentikan dukungannya pada pemberontakan suku kurdi dan perbatasan Shaatt al-Arab dari tepi timur ke tengah perairan. Irak sebenarnya kurang senang dengan penetapan perbatasan tersebut, tetapi tidak dapat menolaknya karena pada waktu itu Iran merupakan kekuatan dominan di kawasan dan irak menghadapi pemberontakan suku Kurdi yang didukung oleh Taheran. Dalam perkembangannya, sengketa antara Irak dan Iran muncul kembali setelah Khoemeini berkuasa. Untuk sebagian besar hal itu adalah akibat dari rezim baru di Iran yang sejak permulaan berambisi dan juga berusaha mengekspor revolusi islamnya ke Negara-negara lain dan Irak menjadi sasaran pertama karena di Irak minoritas Sunni menguasai dan menindas mayoritas Syiah dan minoritas Kurdi yang secara etnik dan linguistic dekat dengan bangsa parsi. Selain itu Ayatullah Khoemeini tidak lupa bahwa rezim di Baghdad pada tahun 1978 pernah mengusirnya dari Irak karena Khoemeini berkampanye melawan pemerintahan Shah. Sehubungan dengan itu, pemerintah menghasut umat Syiah dan suku-suku Kurdi di Irak untuk memberontak dan merebut kekuasaan serta membentuk suatu republic islam menurut pola republic islam Iran. Sebagai tanggapan, Baghdad menghasut minoritas Kurdi di Iran, mendukung minoritas Arab di Provinsi Khuzestan memperjuangkan otonomi dan membantu sejumlah jendral Iran dan pengikut-pengikut Bakhtiar di pengasingan menyusun kekuatan untuk menumbangkan kekuasaan Khoemeini.

Persoalan pokok dalam perang Irak-Iran atau Krisis teluk 1 adalah maksud Irak dan Iran dalam peperangan ini. Seperti yang diterangkan oleh menteri pertahanan irak, Adnan Khairallah, bahwa Irak memulai peperangan untuk mencapai 3 tuntutan pokok yang tidak dapat dicapainya dengan cara lain. Pertama, Irak menuntut kedaulatan atas seluruh Shatt al-Arab. Menurut perjanjian Algries tahun 1975 perbatasan ditetapkan ditengah perairan dan navigasi akan diatur bersama. Kedua, ketiga pulau kecil di selat Hormuz yang diduduki Iran sejak tahun1971 harus dikembalikan kepada kedaulatan Arab. Ketiga, Iran harus melindungi hak-hak minoritas Arab di Provinsi Khuzestan yang oleh pihak Arab disebut Arabistan karena mayoritas penduduknya adalah Arab. Krisis teluk 1 juga dimaksudkan Irak untuk menjatuhkan rezim Khoemeni. B. PROSES BERLANGSUNGNYA PERANG TELUK 1 Krisis Irak-Iran meningkat akibat serangan granat pada 1 April 1980 terhadap Perdana Menteri Irak Tariq Aziz yang diduga bertanggung jawab atas aksi-aksi subversi terhadap Iran dan akibat serangan beberapa hari kemudian terhadap iring-iringan jenazah ajudan-ajudan Aziz yang tewas dalam serangann tersebut (Tariq Aziz sendiri selamat). Presiden Saddam Hussein menyalahkan Iran dan sebagai pembalasan mengusir ribuan orang keturunan Iran serta melancaarkan serangan sengit terhadap pribadi Ayatullah Khoemeini. Selain itu, Saddam Hussein juga menuntut Iran untuk merundingkan kembali perjanjian Algiers dan mengembalikan 3 pulau kecil di selat Hormuz yang diduduki sejak tahun 1971 kepada kedaulatan Arab. Pada tanggal 9 dan 10 April 1980, Menteri Luar Negeri Iran Gotbzadeh menanggapinya dengan berjanji akan menjatuhkan rezim Baath di Baghdad dan memutuskan hubungan diplomatic dengan Irak. Presiden Bani Sadr menambahkan bahwa nasionalisme Arab adalah anti Islam dan sama dengan zionisme. Pada waktu yang sama terjadi perang pers dan media massa lainnya. Di Iran media massa menonjolkan keunggulan tema-tema pan Islam atas kepentingankepentingan Arab, sedangkan Irak diagung-agungkan cita-cita pan Arab. Eskalasi tersebut segera menjalar ke bidang militer. Terjadinya bentrokan-bentrokan perbatasan dan kedua Negara mengadakan latihan-latihan angkatan laut di Telu. Selain itu Baghdad mengirim lebih banyak pasukan perbatasan sampai jumlahnya mencapai 150.000 orang dan sebagai tanggapan iran memperkuat pos-pos Militernya. Dalam hal ini Iran mendapat bantuan dari Suriah yang juga bermusuhan dengan Irak. Dengan demikian ketegangan antara Irak-Iran semakin meningkat dan rakyat kedua Negara disiapkan untuk segala kemungkinan. Dalam perkembangan selanjutnya, bentrokan senjata sepanjang perbatasan menjadi semakin banyak dan sengit. Korban jiwa berjatuhan di kedua belah pihak. Pada 17 September 1980, Presiden Saddam Hussein secara sepihak membatalkan perjanjian Algiers tahun 1975. Iran meliahatnya sebagai suatu pernyataan perang dan pada 10 September 1980, presiden Bani Sadr mengumumkan bahwa dia mengambil alih komando operasi-operasi di perbatasan. Sejak hari itu terjadi pertempuran-pertempuaran sepanjang perbatasan yang sengit dan banyak yang jatuh korban jiwa. Untuk memperkuat tuntutan-tuntutannya, pada 22 september 1980 Ira mengerahkan 6 pesawat tempurnya untuk menyerang lapangan terbang Iran, termasuk lapangan terbang

Taheran. Iran tidak menghiraukan Irak dan pada hari berikutnya angkatan udara iran membalas menyerang Baghdad dan kota-kotapenting lainnya di Irak. Pada hari itu juga angkatan udara Irak melintas perbatasan dan menyerbu wilayah Iran melalui beberapa poros. Angkatan darat Iran memberikan perlawan yang gigih dan dengan demikian pecahlah perang Irak-Iran atau Perang teluk 1. Strategi Baghdad adalah dengan cepat menguasai beberapa kota penting di Provinsi Khuzestan dan menekan Iran untu menghentikan tembak menembak dan mengadakan perundingan-perundingan untu menyelesaikan sengketa Irak-Iran. Kota-kota yang akan diduduki tersebut akan digunakan untuk memperkuat kedudukan tawar menawarnya di meja perundingan. Menurut perhitungannya, Irak akan mudah mematahkan perlawanan Iran dan dengan cepat mencapai sasaran-sasaran ofensifnya. Sebagai akibat dari revolusi pimpinan Ayatullah Khoemeini, kemampuan militer Iran menurun drastic. Angkatan bersenjata dibenci dan dicemooh oleh rakyat sebgai alat yan digunakan Shah Reza untuk menindas rakyat. Sekitar 60% anggotanya melakuan desersi, sedangkan banyak perwira senior dijatui hukuman mati, dipenjarakan atau dipensiunkan. Moral pasukan-pasukan Iran sangat merosot. Selain itu akibat pecahnya krisis dengan Amerika Serikat, angkatan bersenjata Iran mengalami banyak kesulitan dalam hal latihan, perawatan perlengkapan militer, suplai suku cadang serta amunisi. Dengan demikian bukanlah maksud Baghdad untuk melancarkan perang total. Irak hanya bermaksud menguasai beberapa kota untuk memperkuat kedudukannya di meja perundingan. Dan memberikan peluang pada oposisi dalam negeri Iran untuk memberontak dan menumbangkan rezim Khoemeini serta membentuk suatu pemerintah yang bersahabat. Apabila strateginya tesebut berhasil, presiden Saddam Hussein akan muncul sebagai pemimpin dunia Arab dan Irak menjadi kekuatan dominan di kawasan teluk. Sebagai besar Negara arab tidak senag dengan rezim khoemeini karena berusaha mengekspor revolusi iran ke Negara-negara lain sehingga menggangu kestabilan dan keamanan mereka. Kedudukan dominan di kawasan teluk dan kepemimpian dunia Arab tersebut rupanya juga mendorong irak untu menyerbu iran. Dengan demikian maka perang Irak-Iran juga mempunyai dimensi perebutan kekuasaan regional. Perhitungan irak ternyata salah. Diluar dugaan, Iran mampu memberika perlawanan gigih dan secara bertubi-tubi melancarkan serangan-serangan udara dan laut, bukan hanya sasaransasaran militer melainkan juga sasaran-sasaran ekonomi. Sebagai akibatnya Ira tidak berhasil menguasaikota-kota sasaran ofensifnya dengan cepat dan kemajuan-kemajuannya harus dibayar mahal. Banyak instalasi minyak, khusus kilang-kilang minyaknya mengalami kerusakan berat. Dalam keadaan tersebut Irak juga terpaksa menyerang sasaran-sasaran ekonomi Iran, termasuk instalasi minyak di Provinsi Khuzestan yang semula dihindarinya. Denan demikian perekonomian kedua Negara mendapat pukulan berat. Untuk smentara waktu ekspor minyak melalui teluk dan selat hormuz terpaksa dihentikan dan pendapatan minyak mereka berhenti atau berkurang.

Harapan bahwa ofensif Irak akan mengobarkan pembrontakan melawan rezim Khoemeini sejauh ini sia-sia. Seperti banyak terjadi dalam keadaan serupa, kelompok-kelompok yang saling bermusuhan melupakan pertikaian untuk bersama-sama menghadapi Irak yang melanggar kedaulatan Iran akan mengancam keutuhan wilayah, meskipun tidak jelas apakah minoritas arab juga ikut dalam usaha untuk mengusir pasuka Irak. Tidak jelas apakah ribuan orang Iran dalam pengasingan di Irak yang telah menyusun kekuatan untuk menumbangkan rezim Khoemeini sudah bergerak atau masih menghentikan saat yang baik. Bagaimanapun juga, kedudukan mereka sangat sulit. Apabila membantu irak , maka mereka dicap sebagai penkhianat Negara, tetapi juga juga sulit untuk diam saja karena menyadari adanya kesempatan untuk menumbangkan rezim Khoemeini tidak akan terulang lagi. Front pertempuran Irak-r=Iran terdiri atas tiga sektor yang jelas, yaitu sektor utara, sektor tengah dan sektor selatan. Kota terbesar di sektor utara adalah Qasr-e-Shirin yang terletak pada jalan ratya utama Baghdad-Taheran. Kedua sektor lainnya terdapat di provinsi Khuzesta. Sektor tengah meliputi kota-kota penting Dezful dan Ahwaz, sedangkan sektor selatan mencakup Shaatal-Arab sepanjang 100 mil dan kota-kota pelabuhan Khorramshahr serta Abadan. Dari ketiga sektor tersebut, yang paling penting adalah sektor tengah. Tujuan militer dasar Irak adalah seharusnya memaksa militer Iran untuk berhenti memotong arus minyak dari ladang-ladang minyak dan kilang-kilang minyak di Khuzestan. Sektor utara, sasaran gerak maju Irak pertama pada awal peperangan hanya secara tidak langsung menyentuh sasaran tersebut. Namun, sektor utara mempunyai arti strategi yang besar karena melalui jalan raya tersebut dari Taheran Iran dapat melancarkan serangan balasan yang mengancam Baghdad. Hal ini akan sulit bagi pasukan-pasuan Iran karena medan sebelah timur Qasr-e-Shirin berbukit-bukit dan hanya ada satu jalan ke Kermanshah. Pasukan-pasuan Irak harus membanun suatu posisi untuk memblokir gerak serupa itu. Sektor tenga Khuzestan adalah vital. Ibukota provinsi, ahwaz adalah pusat pertemuan setengah dosin pipa minyak dari ladang-ladang minyak Iran timur laut dan tenggara. Satu perangkat pipa minyak membujur ke urusan utara dari Ahwaz melalui Dezful dan merupakan sumber mnyak utama bagi lain-lain daerah di Iran. Beberapa daerah kecil tidak bergantung pada pipa minyak ini dan lebih penting ada juga pipa subsidier ked an dari Isfahan. Akan tetapi jika pasukan-pasukan Irak dapat memotong perangkat utama pipa tersebut mereka akan cepat mencapai sebagian besar sasaran mereka untuk membuat pesawat-pesawat tempur Iran kehabisan bahan bakar. Sektor selatan tempat sebagian besar pertempuran berlangsung kurang menentukan. Bahkan jika orang-orang irak mencapai suatu kemenangan psikologis besar dengan merebut Khorramshahr dan Abadan, perang tetap berlangsung. Sebaiknya perang akan berhenti jika meraka menang di sektor tengah. Dengan demikian timbullah pertanyaan mengapa pasukan irak sejauh ini melakukan usah pokok di sektor selatan? Sebagian karena prestise. Mereka juga ingin menguasai Shatt al-Arab yang secara harfiah berarti pantai orang-orang Arab dan meliputi tanah kering

yang lebih tinggi dari pada pesisir dan mereka ingin membuka jalan air tersebut sampai ke pelabuhan utama Basrah. Cepatnya perang Irak-Iran akan berakhir sebagian bergantung pada kemampuan Irak untuk memotong suplai minyak dalam begeri Iran dengan menghancurkan perangkat pipa minyak di Ahwaz ke Dezful yang merupakan sumber minyak utama bagi lain-lain daerah di Iran. Hal ini juga bergantung pada suplai militer baru masing-masing pihak. Iran mendapat bantuan militer terbatas dari sejumlah negara seperti Libya, Suriah, Turki Korea Selatan, Taiwan dan lain sebagainya. Berkat solidaritas arab, irak lebih mudah mendapat bantuan biarpun Negara-negara arab yang bersedia membantunya seperti Arab Saudi, Yordania, dan oman tidaj dapat menggantikan senjata buatan Uni Soviet. Uni Soviet meolak permintaan Irak akan senjatasenjata baru, tetapi suplai biasa berjalan terus dan dengan persetujuan raja Hussein yang secara terang-terangan mendukung Irak dibongkar di Aqabah dan diangkut melalui darat ke Irak. Menurut Foreign Report, lebih dari 45 kapal suplai membongkar muatannya di Aqaba. Secara demikian Irak dapat meningkatkan serangan-serangannya dan berhasil maju terus biarpun secara lamban dan tapa demi setapak. Setelah berhasil menguasai kota-koata penting Khorramshahr, Abadan, Ahwaz dan Dezful serta memutuskan suplai minyak dari Provinsi Khuzestan, pasukan-pasukan Irak melakukan konsilidasi dan menggali parit-parit pertahanan. Setelah itu, Baghdad akan menawarkan untuk mengadakan perundingan-perundingan kepada Taheran guna menyelesaikan sengketa Irak-Iran. Akan tetapi pasukan-pasukan Iran kiranya akan terus menggempur posisi-posisi Irak sampai kehabisan suku cadang, amunisi, dan bahan bakar kecuali jika Iran berhasil mendapatkan suplai baru dalam jumlah besar. Dengan demikian sulit memperkirakan prospek peperangan ini. Apabila Iran dengan suplai baru berhasil mengusir pasukan-pasukan Irak dari wilayahnya dan menganti menyerbu Irak untuk menghukumnya, maka Irak akan menderita kekalahan dan terpaksa menerima syarat-syarat perdamaian Iran. Dalam keadaan itu, pemerintah Saddam Hussein bisa jatuh dan digantikan pemerintahan baru. Sebaliknya Irak, apabila berhasil mempertahankan kota-kota yang didudukinya dan memperkuat kedudukannya akan mendapatkan tuntutan-tuntutannya tersebut dan mendapatkan kembali seluruh Shatt al-Arab, dikembalikannya ketiga pulau itu kepada kedaulatan Arab, hak-hak minoritas Arab di Khuzestan yang sah dan dihentikannya campur tangan Iran dalam urusan doestik Irak. Kemunginan besar tidak ada pihak yang akan keluar dari peperangan ini dengan kemenangan yang menentukan. Irak rupanya akan berhasil menguasai kota-kota penting Provinsi Khuzestan, tetapi tidak akan mampu mengusir pasukan-pasukan Irak dang anti meneyerbu wilayahnya. Dalam kenyataan kontra ofensifnya awal januari 1981 gagal. Dengan demikian Irak akan mencapai setengah kemenangan dan Iran menderita kekalahan.

You might also like