Professional Documents
Culture Documents
x S
1/2
x R
2/3
(3.24)
S = [ (n x V) / R
2/3
]
2
(3.25)
3.6 Pemilihan Turbin
Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energi potensial,
tekanan dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran
poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga
listrik. Berdasarkan prinsip kerjanya, turbin air dibagi menjadi dua
kelompok .
1. Turbin implus (cross-flow, pelton & turgo)
Untuk jenis ini, tekanan pada setiap sisi sudu gerak runnernya pada
bagian turbin yang berputar sama.
2. Turbin reaksi (francis, kaplanpropeller)
Untuk jenis ini, digunakan untuk berbagai keperluan (wide range)
dengan tinggi terjun menengah (medium head).
Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relative spesifik. Pada beberapa
daerah operasi memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan
jenis turbin pada daerah operasi yang overlapping ini memerlukan
perhitungan yang lebih mendalam. Pada dasarnya daerah kerja operasi
turbin menurut Keller 2 dikelompokkan menjadi :
1. Low head powerpalnt dengan tinggi jatuhan air (head)
2. Medium head powerplant dengan tinggi jatuhan antara low head dan
high head.
38
3. High head powerplant dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi
persamaan
H > 100 (Q) ....................... (3.26)
Dimana :
H = Tinggi terjunan (head)
Q = Debit desain (m
3
/det)
PLTMH dengan tinggi jatuhan (head) 6-60 m, yang dapat dokategorikan
pada head rendah dan medium.
Tabel 3.4 Daerah Operasi Turbin
Jenis Turbin Variasi Head (m)
Kaplan dan Propeller 2 < H < 20
Francis 10 < H < 350
Pelton 50 < H < 1000
Crossflow 6 < H < 100
Turgo 50 < H < 250
Sumber : www.HydroGeneration.co.uk
3.6.1 Kriteria Pemilihan Jenis Turbin
Pemilihan jenis turbin dapat ditentukan berdasarkan
kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin, khususnya untuk
suatu desain yang sangat spesifik. Pada tahap awal, pemilihan jenis
turbin dapat diperhitungkan dengan mempertimbangkan parameter-
parameter khusus yang mempengaruhi sistem operasi turbin, yaitu :
1. Faktor tinggi jatuhan air efektif (Net Head) dan debit yang
akan dimanfaatkan untuk operasi turbin merupakan faktor
utama yang mempengaruhi pemilihan jenis turbin, sebagai
contoh : turbin pelton efektif untuk operasi pada head tinggi,
sementara turbin proppeller sangat efektif beroperasi pada
head rendah.
2. Faktor daya (Power) yang diinginkan berkaitan dengan head
dan debit yang tersedia.
39
3. Kecepatan (Putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke
generator. Seabagi contoh untuk sistem transmisi direct couple
antara generator dengan turbin pada head rendah, sebuah
turbin reaksi (propeller) dapat mencapai putaran yang
diinginkan, sementara turbin pelton dan crossflow berputar
sangat lambat (low speed) yang akan menyebabkan sistem
tidak beroperasi.
Ketiga faktor di atas seringkali diekspresikan sebagai kecepatan
spesifik, Ns, yang didefenisikan dengan formula :
Ns = N x P0,51 x H0,21
........................................................ (3.27)
Dimana :
N = Kecepatan putaran turbin ( rpm)
P = Maksimum turbin output (kW)
H = Head efektif (m)
Output turbin dihitung dengan formula :
P = 9,81 x Q x H x qt ............................................................ (3.28)
Dimana :
Q = Debit air (m
3
/dtk)
H = Head efektif (m)
qt = Efisiensi turbin
Tabel 3.5 Efisiensi Turbin (Wiratman,1975, dlm Rustiati,1996)
Turbin ns (epm) T (%) H (m)
Pelton
Francis
Kaplan
Propeler
10 40
40 50
60 660
350 1050
89 90
90 94
89 91
85 94
1800 300
350 25
100 15
50 5
Kecepatan spesifik setiap turbin memiliki kisaran (range) tertentu
berdasarkan data eksperimen. Kisaran kecepatan spesifik beberapa
turbin air adalah sebagai berikut :
40
Turin Pelton 12 Ns 25
Turbin Francis 60 Ns 300
Turbin Crossflow 40 Ns 200
Turbin Propeller 250 Ns 1000
Dengan mengetahui kecepatan spesifik turbin maka perencanaan
dan pemilihan jenis turbin akan menjadi lebih mudah. Beberapa
formula yang dikembangkan dari data eksperimental berbagai jenis
turbin dapat digunakan untuk melakukan estimasi perhitungan
kecepatan spesifik turbin, yaitu :
Turin Pelton Ns = 85.49 / H0.243
(Siervo & Lugaresi, 1978)
Turbin Francis Ns = 3763 / H0.854
(Schweiger & Gregory, 1989)
Turbin Kaplan Ns = 2283 / H0.486
(Schweiger & Gregory, 1989)
Turbin Crossflow Ns = 513.25 / H0.505
(Kpordze & Wamick, 1983)
Turbin Propeller Ns = 2702 / H0.5
(USBR, 1983)
Dengan mengetahui besaran kecepatan spesifik maka dimensi dasar
turbin dapat diestimasi (diperkirakan).
41
3.7 Perencanaan Daya Listrik
Pada prinsipnya pembangkit tenaga air adalah suatu bentuk
perubahan tenaga air dengan ketinggian dan debit tertentu menjadi tenaga
listrik dengan menggunakan turbin air dan generator. Daya (power) teoritis
yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan persamaan empiris berikut
(Arismunandar dan Kuwahara, 1991) :
P = 9,8 x Q x H
eff
(kW) ....................................................... (3.29)
Dimana :
P = Tenaga yang dihasilkan secara teoritis (kW)
Q = Debit pembangkit (m/det)
H
eff
= Tinggi jatuh efektif (m)
9,8 = Percepatan gravitasi (m/s
2
)
Seperti telah dijelaskan bahwa daya yang keluar merupakan hasil
perkalian dari tinggi jatuh dan debit, sehingga berhasilnya suatu usaha
pembangkitan tergantung dari usaha untuk mendapatkan tinggi jatuh air
Gambar 3.2. Diagram Aplikasi Berbagai Jenis Turbin (Head Vs Debit)
42
dan debit yang besar secara efektif dan ekonomis. Selain itu pembangkitan
tenaga air juga tergantung pada kondisi geografis, keadaan curah hujan
dan area pengaliran (catchment area) (Arismunandar dan Kuwahara,
1991).
Penentuan tinggi jatuh efektif dapat diperoleh dengan mengurangi
tinggi jatuh total (dari permukaan air sampai permukaan air saluran
bawah) dengan kehilangan tinggi pada saluran air. Tinggi jatuh penuh
adalah tinggi air yang kerja efektif saat turbin air berjalan (Arismunandar
dan Kuwahara, 1991).
Adapun debit yang digunakan dalam pembangkit adalah debit
andalan yang terletak tepat setinggi mercu yaitu debit minimum. Karena
pembangkit ini direncanakan beroperasi selama 24 jam sehari semalam
(Arismunandar dan Kuwahara, 1991).
43
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Secara garis besar penulis memberikan gambaran tentang tahapan-tahapan
yang akan dilakukan pada penelitian tentang Perencanaan Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Di Sungai Marimpa Kecamatan Pinembani
4.1 Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Sungai Marimpa yang
merupakan sungai yang paling dekat dengan daerah pemukiman. Secara
administrative terletak di Desa Dangraa, Kecamatan Pinembani, Kabupaten
Donggala. Jarak dari Kota Palu ke lokasi Penelitian kurang lebih 48 km.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut
1. GPS
2. Meteran
3. Stopwatch
4. Kamera
5. Ban
6. Dan lain-lain
4.3 Langkah-langkah Penelitian
1. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data dari berbagai referensi yang terkait dengan
penelitian yang akan dilakukan.
a. Mengukur tinggi muka air, kecepatan dan luas penampang sungai.
b. Merencanakan Site Plan.
c. Menentukan letak/posisi Intake saluran pengambil air pada Sungai
Marimpa.
d. Menentukan bak pengendap.
e. Menentukan dimensi saluran pengarah dan bak penenang.
44
f. Menentukan bahan dan dimensi pipa yang akan digunakan.
g. Mengukur tinggi terjunan dan jarak lintasan pipa dari bak penenang
sampai ke power house.
2. Persamaaan
Menggunakan persamaan Daya dan Metode Geometrik yang akan
digunkan dalam perhitungan.
3. Perhitungan
Menghitung daya yang dihasilkan oleh PLTMH
4. Pembahasan
Data yang telah diolah kemudian dibahas untuk mendapatkan hasil dari
penulisan penelitian ini.
4.4 Pengumpulan Data
Untuk merencanakan PLTMH diperlukan data antara lain catatan
curah hujan yang dapat mewakili kondisi curah hujan pada daerah
tangkapan Sungai Marimpa, dimana PLTMH tersebut direncanakan untuk
perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro Pinembani.
1. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
mana survey dapat diterapkan dan untuk mengetahui gambaran awal
kondisi di lapangan.
2. Pengumpulan Data
Adapun data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data primer,
dan data sekunder. Data-data yang dikumpulkan terdiri atas:
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan
observasi langsung di lokasi perencanaan serta Tanya Jawab
dengan stekholder terkait. Data ini berupa :
- Data dimensi sungai
- Data kondisi sungai, seperti : Kedalaman sungai, tinggi
terjunan (head)
45
b. Data sekunder,
Data sekunder merupakan data yang diambil dari instansi terkait
seperti kantor Balai Wilayah Sungai 3 Sulawesi Tengah dan Badan
Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah. Adapun data sekunder
meliputi :
- Peta Lokasi Perencanaan.
- Data Curah Hujan.
- Peta Cathment Area.
- Peta Topografi.
46
Gambar 4.1.. Bagan Alir Penelitian
Mulai
Data Primer Data Sekunder
Pengumpulan, Evaluas Pendahuluan
Data dan Peninjauan
Data Sungai (debit dan
Penampang)
Data Klimatologi dan Curah
Hujan, Peta (Topografi, DAS)
Perhitungan Debit Andalan
(metode Penman dan F.J.Mock)
Input Data (Primer
dan Sekunder
Perencanaan Cofferdam, Bendung, Intake,
Headrace, Sedimen trap, Pipa Pesat, Head
Loss, House Power dan Tail Race
Memenuhi
Perhitungan Daya
Penyusunan Laporan
(Menyimpulkan)
Mulai
YA
TIDAK
47
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Debit Andalan
5.1.1 Evaluasi Data
Data data yang akan digunkan dalam menganalisis debit
andalan meliputi data curah hujan dan data klimatologi dimana data-
data tersebut akan dievaluasi terlebih dahulu. Data-data yang akan
dievaluasi harus lengkap dan tercatat. Untuk data-data yang akan
digunakan dalam menganalisis ketersediaan air (debit andalan)
secara keseluruhan mencakup antara lain :
a. Kelembaban relatif stasiun lalundu (Tabel 2.1)
b. Data temperatur udara rata-rata bulanan (Tabel 2.2)
c. Data kecepatan angin rata-rata bulanan (Tabel 2.3)
d. Data penyinaran matahari rata-rata bulanan (Tabel 2.4)
e. Data curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan (Tabel 2.5)
5.1.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (ETo)
Untuk menghitung evapotranspirasi potensial (ETo) digunakan
metode Penman Modifikasi dengan persamaan :
( ) Eto c ETo . = ) ).( ( ). 1 ( ) . 75 , 0 .( '
1
ed ea u f W Rn Rs W ETo + =
Contoh perhitungan ETo, untuk bulan Januari pada stasiun lalundu,
adalah sebagai berikut :
Diketahui : Data rerata Klimatologi seperti pada tabel 3.4.
1. Temperatur rata-rata, T = 26,80
o
C
2. Kelembaban udara relatif, RH = 92,4%
3. Kecepatan angin, u = 69.2 km/hr = 2.88 km/jam = 0.80 m/det
4. Penyinaran matahari, n/N = 50.4%
48
Langkah 1 :
Dengan data T = 27,52
o
C (Tabel 2.2), didapat :
5. Tekanan uap jenuh (Ea), melalui interpolasi didapat :
70 , 35 27 = = ea C T 80 . 37 28 = = ea C T
) 27 52 , 27 (
27 28
7 , 35 8 , 37
7 , 35 52 , 27
+ = = x ea T
79 , 36 = ea m.bar
6. Faktor penimbang suhu dan elevasi daerah (W)
76 . 0 27 = C T
77 . 0 28 = C T
7. (1 W) = 1 0,77 = 0,23
8. Fungsi suhu, f(T)
10 , 16 27 = C T
) 27 52 , 27 (
27 28
10 , 16 30 , 16
10 , 16 52 , 27
+ = = x ea T
30 . 16 28 = C T
20 , 16 ) ( = T f
m.bar
Langkah 2
Dengan data : RH = 72,09% (Tabel 2.1)
ea = 36.79 m.bar
9. Tekanan uap aktual
100 RH ea ed =
% 09 . 72 79 . 36 =
52 . 26 = m.bar
10. Perbedaan tekanan uap jenuh dengan tekanan uap sebenarnya :
( ) 52 . 26 79 . 36 = ed ea
27 . 10 = m.bar
11. Fungsi tekanan uap, f(ed)
( ) ed ed f 044 . 0 34 . 0 =
77 . 0 52 . 27 = = W C T
49
113 . 0 =
Langkah 3 :
Dengan data :
- Koordinat 0
o
10 31LU
- Rasio keawanan , n/N = Penyinaran matahari = 44.8 %
Didapat besaran :
12. Radiasi ekstra matahari, Ra didapat melalui interpolasi:
Januari,
70 , 14 2
00 . 15 0
=
=
Ra LU
Ra LU
) 0 " 31 ' 10 0 (
0 2
00 . 15 70 , 14
00 . 15 0
o o
Ra LU
+ =
97 . 14 = Ra mm/hari
13. Radiasi yang diterima matahari, Rs diperoleh dari
Ra N n Rs ) 5 . 0 25 . 0 ( + =
97 , 14 ) 45 . 0 5 . 0 25 . 0 ( + =
38 . 7 = mm/hari
14. Fungsi Rasio keawanan f(n/N) didapat melalui persamaan :
( ) ( ) N n N n f 9 . 0 1 . 0 + =
( ) 45 . 0 9 . 0 1 . 0 + =
51 . 0 =
Langkah 4 :
Dengan data : Kecepatan angin, u = 55.1 km/hari = 0.64 m/det
Didapat besaran :
15. Fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2.00 m di atas
permukaan tanah (km/hari) = f(u) didapat melalui persamaan :
f(u) = 0.27 ( 1 + u . 0.864)
= 0.27 ( 1 + 0,64 x 0.864)
42 . 0 = m/det
50
Langkah 5 :
16. Menghitung besaran radiasi bersih gelombang panjang (Rn1)
mm/hari dengan persamaan :
f(n/N) f(ed) f(T) Rn1 =
0.51 x 0,113 x 16.2 =
93 . 0 = mm/hari
Langkah 6 :
17. Menghitung faktor koreksi c berdasarkan perkiraan
perbandingan kecepatan angin siang/malam di Indonesia.
Data : RH = 72.09 %
U = 55,1 km/hari = 0.64 m/det
Rs = 7.38 mm/hari
Asumsi U siang/U malam = 1
Melalui interpolasi tabel. Di peroleh c = 1,10
25 . 0 ) 1 ( = = a Rs a Rns
53 . 5 38 . 7 ) 25 . 0 1 ( = =
mm/hari
1 Rn Rns Rn =
93 . 0 53 . 5 = Rn
= 4.6 mm/hari
Langkah 7 :
18. Menghitung ETo dengan persamaan :
ETo
= C [W . Rn + (1 W) x (f(u) x (ea ed)]
= 1.1 [ 0.77 (4.6) + (0.23)(0.42)(10.27)
= 4.98 mm/hari
ETo
bulanan = 4.98 x 31 hr = 154.50 mm/bulan
Perhitungan evapotransrasi potensial langkah 1 sampai dengan
langkah 7 bulan Januari dan bulan selanjutnya disajikan pada tabel
5.1.
51
Tabel 5.1. Perhitungan Evapotranspirasi Bulanan dengan Metode Penmann Modifikasi
Sumber : Hasil Perhitungan
5
1
52
5.1.3 Perhitungan Metode Empiris Debit Andalan Sungai
Dalam menentukan ketersediaan air atau debit andalan pada DAS
Sungai Marimpa, digunakan Metode F.J. Mock untuk tiap tahunnya
selama 10 tahun. Data yang menjadi parameter dalam menentukan
debit andalan antara lain :
1. Data curah hujan bulanan rata-rata
2. Data evapotranspirasi potensial yang dihitung dengan metode
Penman Modifikasi
3. Data jumlah harian hujan
Adapun langkah perhitungan ketersediaan air atau debit anadalan
pada DAS Marimpa dengan metode F.J.Mock dapat dilihat pada
contoh perhitungan pada bulan januari tahun 2000 sebagao berikut :
1. Data Meteorologi
a. Curah hujan bulanan (R) = 363.0 mm/bln
b. Jumlah hari hujan (n) = 11 hari
2. Evapotranspirasi aktual (Ea) :
a. Evapotranspirasi potensial (ETo) = 154.50 mm/bln (tabel
5.11)
b. Permukaan lahan terbuka (m) = 10 %
c.
) 18 ( ) 20 / ( / n m Ea ETo =
) 11 18 ( ) 20 / 10 ( =
5 , 3 =
%
d. Evapotranspirasi terbatas (Ee)
ETo n m Ee = ) 18 ( ) 20 / (
50 , 154 035 , 0 =
408 . 5 = mm/bulan
53
e. Evapotrapirasi aktual (Ea)
Ee ETo Ea =
408 . 5 500 . 154 =
093 . 149 = mm/bulan
3. Keseimbangan air
a.
Ea R S = A
093 , 149 00 . 363 =
907 . 213 = mm/bulan
b. Limpasan Badai (PF = 5 %)
Jika : S A > 0, maka PF = 0
S A s 0, Hujan Bulanan (R) 0,05
PF = 0
c. Kandungan air tanah (SS)
Jika : R > Ea maka, SS = 0
R < Ea maka, SS = S A - PF
SS = 0
d. Kapasitas kelembaban tanah akhir
Jika : SS = 0 maka Kapasitas kelembaban air tanah = 200
SS = 0 maka Kapasitas kelembaban air tanah = kandungan
air tanah
e. Kelebihan air (WS)
SS S WS A =
00 . 0 907 . 213 =
907 . 213 = mm/bulan
Karena air hujan dapat masuk ke dalam tanah, sehingga
terjadi kelebihan air sebanyak 213.907 mm/bulan.
4. Limpasan dan Penyimpangan Air
a. Faktor infiltrasi (i) diambil 0,4
b. Faktor resesi air tanah (k) diambil 0,6
c. Infiltrasi (I)
54
WS i I =
907 . 213 4 , 0 x =
563 . 85 = mm/bulan
d. Volume air tanah (G)
I k G + = ) 1 ( 50 . 0
563 . 85 ) 60 . 0 1 ( 50 . 0 + =
45 . 68 = mm/bulan
e. Penyimpanan volume air tanah awal terkoreksi (L)
100 ) (
1 1
= =
n n
V V k L
100 60 . 0 =
00 . 60 = mm/bulan
f. Total volume penyimpanan air tanah (Vn)
( ) | | ( )
1
1 50 . 0
+ + =
n
V k I k Vn
00 . 60 45 . 68 + =
45 . 128 = mm/bln
g. Perubahan volume aliran dalam tanah (Vn)
1
= A
n
V Vn Vn
100 45 . 128 =
45 . 28 = mm/bln
h. Aliran dasar (BF)
Vn I BF A =
450 . 28 563 . 85 =
113 . 57 = mm/bln
i. Limpasan langsung (DR)
PF I WS DR + =
0 563 . 85 907 . 213 + =
344 . 128 = mm/hari
55
j. Total limpasan (TRo)
DR BF TRo + =
344 . 128 113 . 57 + =
457 . 185 = mm/hari
k. Debit Sungai (Q)
Diketahui data-data sebagai berikut :
- Luasan Cathmen area, A = 7.76 km
2
= 7.76 x 10
6
m
2
- Jumlah hari dalam bulan januari = 31 hari
Maka untuk debit tersedia dapat dihitung sabagai berikut :
Debit tersedia bulan n (Qn)
A TRo Qn =
31
6 . 11 76 , 7 10 457 . 185
3
=
539 , 0 =
m
3
/det
Perhitungan debit bulan Januari 2000 diatas dan bulan selanjutnya
dari tahun 2000 2009 disajikan dalam bentuk tabel (lihat tabel 3.7 -
3.8). Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam tebel 3.6. berikut.
Debit andalan yang ekonomis ditentukan menurut pedoman
Technical Participation Manual for Small Hydroelectric Power
Develovement yang dikeluarkan oleh New Energy Foundation,
MITI Japan. Memperhatiakn kurva durasi debit aliran, maka dapat
dipilih debit disain yang efektif. Pada prosentase kejadian 70 %
diperoleh debit sebesar 0,064 m
3
/det. Dan pada prosentase kejadian
100 % diperoleh debit 0,009 m
3
/det. Sehingga debit desain
ditetapkan sebesar 0,064 m
3
/det.
Banjir Rencana pada studi ini dilakukan melalui
pengamatan karakteristik sungai. tanda-tanda kejadian banjir yang
ada serta hasil wawancara dengan masyarakat disekitar lokasi studi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kejadian banjir mengakibatkan
permukaan air sungai naik sampai 1,00 meter di lokasi PLTMH.
56
Tabel 5.2.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2000
Sumber : Hasil Perhitungan
5
6
57
Tabel 5.3.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2001
Sumber : Hasil Perhitungan
5
7
58
Tabel 5.4.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2002
Sumber : Hasil Perhitungan
5
8
59
Tabel 5.5.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2003
Sumber : Hasil Perhitungan
5
9
60
Tabel 5.6.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2004
Sumber : Hasil Perhitungan
6
0
61
Tabel 5.7.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2005
Sumber : Hasil Perhitungan
6
1
62
Tabel 5.8.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2006
Sumber : Hasil Perhitungan
6
2
63
Tabel 5.9.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2007
Sumber : Hasil Perhitungan
6
3
64
Tabel 5.10.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2008
Sumber : Hasil Perhitungan
6
4
65
Tabel 5.11.Analisa Debit Andalan dengan Metode F.J.Mock Sungai Marimpa Thn.2009
Sumber : Hasil Perhitungan
6
5
66
Tabel 5.12. Debit Andalan Sungai Marimpa (m
3
/det)
Berdasarkan debit pada tabel 5.12 diatas, disusunlah kurva durasi aliran (flow
duration curve) seperti pada gambar 5.1.
Gambar 5.1. Kurva Durasi Debit Aliran Sungai Marimpa
Sumber : Hasil Perhitungan
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
Debit
(m
3
/det)
Prosentae (%)
Kurva Prosentase Durasi Debit
Kejadia Debit
0% 0,856
5% 0,774
10% 0,616
15% 0,483
20% 0,349
25% 0,290
30% 0,256
35% 0,188
40% 0,155
45% 0,144
50% 0,126
55% 0,108
60% 0,095
65% 0,087
70% 0,064
75% 0,051
80% 0,039
85% 0,034
90% 0,026
95% 0,022
100% 0,009
67
Tabel 5.13 Hasil Perhitungan Debit Andalan Metode F.J.Mock
Gambar 5.2 Grafik Debit Andalan Dengan Metode F.J.Mock
Debit Anadalan
Metode F.J.Mock
m3/det
Jan 0,128
Feb 0,087
Mar 0,066
Apr 0,053
Mei 0,032
Jun 0,026
Jul 0,029
Agust 0,016
Sep 0,014
Okt 0,007
Nop 0,023
Des 0,017
Jumlah 0,50
Rata-rata 0.296
Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Metode F.J.Mock
(m3/det)
0,128 0,087 0,066 0,053 0,032 0,026 0,029 0,016 0,014 0,007 0,023 0,017
0,000
0,020
0,040
0,060
0,080
0,100
0,120
0,140
D
e
b
i
t
A
n
d
a
l
a
n
(
m
3
/
d
e
t
)
Grafik Debit Andalan "Metode F.J.Mock" (m
3
/det)
Bulan
68
5.2 Debit Banjir
5.2.1 Analisis Frekuensi
Dari hasil uji konsistensi data curah hujan yang telah
dilakukan, diperoleh data curah hujan maksimum dengan
menggunakan metode rata-rata Aljabar.
Tabel 5.14 Curah Hujan Rerata Bulanan Maksimum
Tahun C.H. Max (mm)
2000 234,67 1 52,17
2001 197,58 2 55,09
2002 210,30 3 75,59
2003 75,59 4 89,24
2004 122,63 5 98,71
2005 89,24 6 112,31
2006 55,09 7 122,63
2007 98,71 8 197,58
2008 112,31 9 210,30
2009 52,17 10 234,67
Tahun
Curah
Hujan Max
(mm)
Rangking Data
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Curah Hujan Max (mm) 234,67 197,58 210,30 75,59 122,63 89,24 55,09 98,71 112,31 52,17
0,00
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
C
u
r
a
h
H
u
j
a
n
(
m
m
)
Tahun
Curah Hujan Bulanan Maksimumn (mm)
Gambar 5.3 Grafik Curah Hujan Rerata Daerah Bulanan Maksimum
69
1. Uji Konsistensi Data
Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus
melewati pengujian untuk kekonsistenan data tersebut. Metode yang
digunakan adalah metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums)
(Buishand,1982).
Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun
itu sendiri yaitu pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap
nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif rerata penyimpangan
kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada
rumus dengan contoh hitungan dibawah:
S
*
0
= 0
[S
k
*
] = 109,84
= 234,67 124,83
= 109,84
D
y
2
= (S
*
k
)
2
/ n dimana n = 10
= (109,84)
2
/10
= 1206,45
D
y
= Rerata Jumlah = 393,41
S
k
**
= S
*
k
/ D
y
[S
k
**
] = [S
k
*
] / D
y
= 109,84 / 393,41 = 109,84/ 393,41
= 0,28 = 0,28
Nilai statistik Q dan R
Q = maks | | untuk 0 s k s n
R = maks - min
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/\n dan
R/\n. Hasil yang di dapat dibandingkan dengan nilai Q/\n syarat dan
S
k
--
S
k
--
S
k
--
( ) S Y Y
k i
i 1
k
-
=
=
70
R/\n syarat, jika lebih kecil maka data masih dalam batasan
konsisten.
Tabel 5.15 Uji Konsistensi C.H Bulanan Maksimum Metode RAPS
2. Perhitungan Distribusi
Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang
tertentu, terlebih dahulu data-data hujan didekatkan dengan suatu
sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan besarnya debit banjir
tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi
(Soewarno, 1995 :98). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam
penentuan distribusi tersebut antara lain :
71
1 - n
) X - X (
= S
2
1
X
S
= Cv
( )
3
n
1 = i
3
S 2) - (n 1) - (n
X - Xi n
= Cs
( )
4
n
1 = i
4
2
S 3) - (n 2) - (n 1) - (n
X - Xi n
= Ck
dimana :
S
1
= standar deviasi
Cv = koefisien keragaman
Cs = koefisien kepencengan
Ck = koefisien kurtosis
Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan (Acr*) yang
terkecil (Soewarno, 1995 : 106).
Metode Gumbel
Contoh Perhitungan :
Diketahui data sebagai berikut :
- Curah Hujan (Ri) = 234,667
- Jumlah data (n) = 10
- Periode Ulang (T) = 100 tahun
- Rata-rata (R) = 124,83
72
1. Menghitung (Ri - R)
(Ri - R) = 234,667 124,83
= 109,838
2. Menghitung (Ri - R)
2
(Ri - R)
2
= (109,838)
2
= 12064,459
3. Menghitung reduced variate (Yt)
Yt = -In (-In ((T - 1) / T))
= -In (-In ((100 - 1) / 100))
= 4,600
4. Menentukan nilai reduced mean (Yn)
Yn = 0,495 (Dari Tabel Lampiran J)
5. Menentukan nilai reduced standard deviation (Sn)
Sn = 0,950 (Dari Tabel Lampiran K)
6. Menghitung nilai faktor frekuensi (K)
K = (Yt - Yn) / Sn
= ( 4,600 - 0,495) / 0,950
= 4,323
7. Menghitung standar deviasi (S)
S =
2
1
=
39340,595
101
= 66,115
8. Menghitung Hujan Rancangan (RT) untuk Kala Ulang 100 thn
RT = R
rata-rata
+ (S x K)
= 124,83 + (66,155 x 4,323)
= 410,631
73
Tabel 5.16 Analisis Frekuensi Metode Gumbel
5.2.2 Debit Banjir Rancangan Metode Rasional
Diketahui data sungai sebagai berikut :
- Luas DAS = 7,76 km
2
- Panjang Sungai (L) = 125 m
- Beda Elevasi (head) H = 7,85 m
- Hujan Rancangan (R
24
) = 410,631 mm (100 thn)
2,000 5,000 10,000 25,000 50,000 100,000 200,000
Analisis Frekuensi Dengan Metode Gumbell 115,869 194,782 247,030 313,045 362,019 410,631 459,066
0,000
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
450,000
500,000
C
H
.
R
a
n
c
a
n
g
a
n
(
m
m
)
Kala ULang (Tahun)
Garfik Curah Hujan Rancangan
Gambar 5.4 Grafik Analisis Curah Hujan Rancangan Metode Gumbel
Sumber : Hasil Perhitungan
74
1. Menentukan harga C, misalnya C = 0,3
2. Menentukan waktu banjir (Pers. Bayem)
W = 72 (H/L)
0,6
= 72. (7,85/125)
0,6
= 13,681 m/jam
Tc = L/W
= 125/13,681
= 9,046
3. Menentukan intensitas hujan, Mononobe
I = R
24
/24 . (24/T
c
)
2/3
= 410,631/24 . (24/9,046)
2/3
= 32,791 mm/jam
4. Menghitung debit banjir rancangan dengan kala ulang 100 tahun
Q = 0,278 . C . I . A
= 0,278 . 0,3 . 32,791 . 7,76
= 21,222 m
3
/det
Tabel 5.17 Analisis banjir Metode Rational berdasarkan analisis
frekuensi Metode Gumbel
Sumber : Hasil Perhitungan
75
5.3 Desain Dasar
Untuk menghitung/memperkirakan bentuk serta dimensi dari
bangunan-banguan utama PLTMH maka diperlukan desain dasar. Desain
dasar ini penting untuk memperoleh besaran volume pekerjaan, sehingga
evaluasi teknis maupun ekonomis terhadap PLTMH dapat dilakukan.
Banguan-banguan utama tersebut terdiri dari Pekerjaan Sipil dan
Pekerjaan Elektro Mekanik. Pekerjaan-pekerjaan sipil meliputi : Bangunan
Pengelak Aliran (Cofferdam), Bendung (Weir), Banguan Pengambilan
(Intake), Saluran Pembawa (Headrace) dari beton tumbuk, Kantong
Sedimen, Pipa Pesat (Penstock), Rumah Pembangkit (Power House), dan
Saluran Pembuang Akhir (Tail Race).
5.4 Data Desain
Data-data yang digunakan dalam penyusunan desain dasar bangunan-
bangunan utama PLTMH Marimpa ini antara lain seperti di bawah ini,
sedangkan data pendukung yang lain yang tidak ada, selalu dikemukakan
pada awal perhitungan setiap pekerjaan atau struktur yang ada.
2 5 10 25 50 100 200
DEBIT BANJIR RANCANGAN METODE
RASIOAL
5,988 10,067 12,767 16,179 18,710 21,222 23,725
0,000
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
B
a
n
j
i
r
R
a
n
c
a
n
g
a
n
(
m
/
d
t
k
)
Kala ULang (Tahun)
Garfik Banjir Rancangan Metode Rational Gumbel
Gambar 5.5 Grafik Banjir Rancangan Metode Rational Berdasarkan
Analisis Frekuensi Metode Gumbel
76
1. Data Sungai
+ Sungai di sekitar bendung
- lebar normal sungai = 10 meter
- lebar rata-rata dasar sungai = 7 meter
- kemiringan talud = 1 : 1
- kemiringan rata-rata dasar sungai di sekitar lokasi bendung
16%
- Elevasi dasar sungai di sekitar rencana bendung +660,00 m
- Elevasi di sekitar bak penenang / pengendap +659,50 m
- Elevasi di sekitar rumah turbin (power house) +651,65 m
- H gross = 8,35 m
2. Hidrologi:
+ Debit rencana Q
desain
= 0,064m
3
/s
+ Tinggi muka air pada saat banjir maksimum h= 1,1 0 m
+ Material sungai di hilir rencana lokasibendung berupa pasir, kerikil
hingga batu berukuran 10 50 cm sedangkan di sekitar lokasi
bendung berupa batu masif.
5.5 Desain Dasar Pekerjaan Sipil
5.5.1 Bangunan Pengalih Aliran (Cofferdam)
Pada fase pembangunan deperlukan lapangan pekerjaan yang
kering, sehingga di perlukan suatu bangunan pengalih aliran untuk
mengalihkan aliran air sungai. Pada area yang di keringkan tersebut
dapat di mulai pembangungan pondasi bendung utama.
Pengalihan aliran sungai Marimpa untuk pembangunan
konstruksi bendung PLTMH Pinembani dilakukan dengan dua
tahap dengan tanggul pengelak (cofferdam).
Tahap 1:
Pelaksanaan pembangunan konstruksi bendung dimulai dari bagian
hulu dari rencana bendung utama. Pada bagian hulu ini terdapat
77
bangunan pembilas dan intake. Bangunan cofferdam untuk
mengarahkan aliran sungai ke sisi lainnya. Setelah pekerjaan
konstruksi bendung dan pembilas selesai maka cofferdam
dibongkar.
Tahap 2:
Pembangunan konstruksi bendung dilaksanakan pada sisi lainnya.
Cofferdam dibangun untuk melindungi areal kerja pada sisi ini,
dimana aliran sungai diarahkan melalui bangunan bendung yang
sudah jadi. Elevasi/tinggi cofferdam disarankan seekonomis
mungkin dengan pertimbangan faktor resiko yang kemungkinan
muncul.
Berdasarkan pertimbangan di atas serta informasi masyarakat di
sekitar lokasi pembangunan PLTMH Marimpa dan pengamatan
langsung didapatkan data bahwa tinggi maksimum air dari dasar
sungai pada saat banjir tahunan setinggi 1,10 meter.
Selanjutnya elevasi cofferdam dapat ditentukan sebagai berikut:
- elevasi dasar sungai = + 660,00 m
- tinggi air pada banjir tahunan = 1,10 m
- jagaan / freeboard = 0,50 m +
elevasi cofferdam = + 661,60 m
Material yang digunakan untuk konstruksi cofferdam ini adalah
material batuan yang ada di sekitar lokasi rencana PLTMH
Marimpa.
5.5.2 Bendung
Bendung PLTMH Marimpa direncanakan sebagai bendung
sederhana dari pasangan batu kali dilapisi beton bertulang dengan
mutu K225 setebal 10 cm. Panjang bendung adalah 10,0 meter.
78
a. Lokasi Bendung
Bendung PLTMH Marimpa dibangun pada hulu sungai
Marimpa pada elevasi dasar sungai + 660,00 m, dengan
bangunan intake pada sebelah kiri aliran sungai. Lebar rata-
rata sungai di sekitar lokasi bendung sekitar 10 m, dengan
kemiringan talud adalah 1 : 1; dengan gradien rata-rata sungai
16 %.
b. Elevasi Mercu Bendung
Berdasarkan kondisi topografi dan fungsi dari bendung
PLMTH Marimpa yakni untuk memperoleh tinggi jatuh
rencana, maka direncanakan tinggi mercu bendung sebesar
1,50 m, sehingga elevasi mercu direncanakan pada elevasi
661,50 m.
c. Tinggi Muka Air Maksimum di Sungai
Tinggi muka air maksimum sungai Marimpa (tinggi
muka air sebelum ada bendung) dihitung menggunakan rumus
Chezy:
V = S R C .
Prosedur perhitungan adalah sebagai berikut:
1. Data
+ Tinggi muka air banjir maksimum : = 1,10 m
+ Lebar rata-rata sungai : b = 7,0 m
+ Kemiringan tebing talud : 1: m = 1 : 1
+ Gradien rata-rata sungai : S = 0,16
2. Luas Penampang Basah : A = (b + mh) h
= (7+1 x 1,1) 1,1
A = 8,91 m
2
79
3. Keliling Basah : P = b + 2h
2
1 m +
P = 7 + 2 x 1
2
1 1+
= 10,1 m
4. Jari-jari hidrolis : R = A / P
R = 0,88 m
5. Koefisien Pengalira : C
d
= ) 88 , 0 / 100 1 /( 87 +
Cd = 0,81
6. Kecepatan aliran su ngai : V = S R C
d
.
V = 16 , 0 * 88 , 0 81 , 0
= 0.30 m/det
7. Debit sungai (Debit Banjir 100 thn) Q = 21,22 m
3
/det
Berdasarkan pengamatan di lapangan pada keadaan
normal, kedalaman air di sungai di bagian hilir lokasi bendung
adalah 0,50 meter. Selanjutnya perhitungan elevasi muka air
maksimum pada keadaan normal di sungai sebagai berikut:
- Kedalaman air di sungai (h) pada keadaan normal 0,50 m
- Elevasi dasar sungai di hulu lokasi bendung +660,0 m
- Elevasi muka air maksimum di hulu bendung +660,5 m
d. Lebar Bendung
Lebar bendung merupakan jarak antara tembok pangkal
(abutment) di satu sisi sungai dengan abutmen pada sisi lain
termasuk pilar-pilar dan pintu pembilas. Lebar bendung (B)
yang ideal adalah sama dengan lebar normal sungai (Bn) agar
aliran sungai tidak banyak mengalami gangguan setelah ada
bendung. Akan tetapi bilamana pengambilan lebar bendung
(B) sama dengan lebar normal sungai (Bn) mengakibatkan
muka air di atas mercu bendung tinggi sekali maka lebar
bendung dapat diperbesar hingga 1,20 kali lebar sungai normal
80
atau B = 1,2 Bn (Soenarno, Konstruksi Bendung Tetap,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik). Dengan
pertimbangan kodisi geologis lokasi sekitar bendung yang
merupakan tebing batu masif maka lebar bendung diambil
sama dengan lebar sungai.
+ Kedalaman air di sungai : h = 0,50 m
+ Jagaan/free board : w = 1,00 m +
h
total
= 1,50 m
Dengan demikian lebar bendung B = 1.0
Bn = 1,0 (10,0) = 10,0 m
Lebar bendung PLTMH Marimpa ditetapkan 10,00 m
e. Mercu Bendung
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa bendung
PLTMH Marimpa direncanakan tipe sederhana dari pasangan
batu kali dengan tinggi mercu 1,00 meter dari dasar sungai.
Bentuk mercu pelimpah direncanakan tipe bulat dengan jari-
jari tunggal R = 1,0 m. Kemiringan permukaan mercu bagian
hilir adalah 3 : 1 sedangkan bagian hulu bendung vertikal.
Untuk menjamin kekuatan tubuh bendung dilapisi beton
bertulang K
225
dengan tebal 10 cm. Dengan demikian elevasi
mercu bendung adalah + 661,00 m.
Gambar 5. 6 . Sketsa Penampang Rata-Rata Sungai Marimpa
81
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan dimensi
bendung adalah sebagai berikut:
Panjang bendung L = 10,00 m
Tinggi bendung dari elevasi dasar sungai h = 1,00 m
Lebar mercu bendung b
mercu
= 1,00 m
Lebar dasar bendung b
dasar
= 1,50 m
Menghitung tinggi muka air di atas bendung (Kriteria
perencanaan bangunan utama, Dep. PU, 1986)
Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang
pendek dengan pengontrol segi empat adalah :
6 / 1
1
3 / 2 3 / 2 H b g C Q
d
=
Dimana Q = Debit air sungai = 21,22 m
3
/det
C
d
= di ambil 0,81
g = gravitasi, 9,81 m/det
2
Dihitung :
6 / 1
1
10 81 , 9 3 / 2 3 / 2 81 , 0 22 , 21 H =
6 / 1
1
H = 0.621 ; H
1
= 0,239 m
Gambar 5.7. Tinggi muka air di atas Mercu bendung
82
f. Kolam Olak (Peredam Energi)
Di sekitar lokasi pembangunan bendung PLTMH
Marimpa terdiri dari pasir halus dan kerikil serta terdapat
batuan masif seperti pada lokasi jatuhnya air terjun yang ada
sekarang, maka perlu dibuatkan konstruksi kolam olakan yang
baru. Akan tetapi karena diperkirakan banjir sungai Marimpa
akan mengangkut batu-batu bongkahan/boulder yang dapat
merusak tubuh bendung dan lantai/dasar sungai bagian hulu
bendung, maka pada bagian hilir bendung tersebut akan
dilapisi beton bertulang dengan mutu K
225
setebal 20 cm
selebar 2 meter dari tubuh bendung sepanjang tubuh bendung
atau sepanjang 10,0 meter.
5.5.3 Bangunan Pengambilan (Intake)
Bangunan intake harus mensupali debit air dengan stabil ke
saluran pembawa, yang kemudian diteruskan ke bangunan kolam
Gambar 5.8. Sketsa Bangunan Bendung dan Intake
Elv. Tinggi Talud + 662,00 m
Elv. TMA + 661,24 m
Elv. Tinggi Dasar Sungai + 660,0 m
m
Pondasi bangunan intake Elv + 659,50
m
Pondasi Kolam olak Elv + 658,70 m
Elv. Mercu Bendung + 661,00
m
83
penenang (forebay). Debit air tersebut kemudian diteruskan ke
rumah pembangkit melalui pipa pesat (penstock). Desain bangunan
intake dibuat dengan harus memperhatikan tingkat permukaan air
pada saat debit minimum. Berdasarkan kondisi topografi sungai
Marimpa, maka bangunan pengambilan ditempatkan di sebelah
kanan aliran sungai.
Perhitungan Dimensi Bangunan Intake:
Bangunan intake dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya
terbuka menjaga jika terjadi muka air banjir
Dasar bangunan pengambilan (intake) terletak 0,75 m di atas lantai
bendung sehingga elevasi bangunan intake 660,25 m. Di bangun
dengan arah 90
0
terhadap as aliran sungai. Kapasitas bangunan
intake diambil,
Q
d
= 1,2 x Q
desain.
Q
d
= 1,2 . 0,064 = 0,077 m
3
/s
z g 2 h b 0,077
1
=
Dimana:
= koefisien pengaliran = 0,81
h
1
= 0,4, tinggi muka air normal dari ambang pintu pengambilan
z = kehilangan energi pada pintu masuk = 0,05
b = lebar bangunan intake
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s
2
.
84
Lebar pintu intake yang diperlukan dapat dihitung sebagai berikut:
z g 2 b 0,077 = a
0,05 9,81 2 28 , 0 b 0,81 0,077 =
b = 0,343 m
Dengan demikian pada intake diperlukan 1 pintu selebar 0,8 m.
Kemiringan rencana saluran sampai di ujung masuk bangunan kantong
sedimen adalah:
V = Q / A
A
Q
S R
n
=
2
1
3
2
1
dimana:
R = jari-jari hidrolis penampang saluran
S = kemiringan saluran
4 , 0 343 , 0
064 , 0
343 , 0 40 , 0 2
40 , 0 343 , 0
018 , 0
1
2
1
3
2
x
S x
x
x
x =
(
+
S = 0,001
a
Gambar 5.9. Type Pintu Intake
b
85
5.5.4 Saluran Pembawa (Headrace)
Saluran pembawa adalah salah satu bangunan yang sangat
vital didalam perancangan dan desain PLTMH. Elevasi dasar
saluran pembawa pada bangunan intake + 659,50 meter dan
kemiringan dasar saluran 0,001
Saluran pembawa pada PLTA Sungai Marimpa berfungsi
mennyalurkan air dari pintu Intake menuju pipa pesat (penstock).
Direncanakan penampang saluran pembawa berbentuk trapesium.
Berdasarkan pengalaman rasio optimum antara lebar dan tinggi
saluran adalah 3 : 2 4 : 2
Dengan pertimbangan ekonomi, Saluran dibuat dari susunan batu
kali dengan campuran Semen dan Pasir 1 : 4
Parameter desain:
Debit desain Q = 0,064 m
3
/s
Kemiringan dasar saluran diambil S = 0,001
Koefisien manning n = 0,018
Panjang saluran L = 9,50 m
Tampang saluran = Segi Empat
Hasil perhitungan penampang saluran adalah sebagai berikut:
b = 0,7 m h = 0,7 m R = 0,233 m
P = 2,10 m A = 0,49 m
2;
Menghitung kecepatan rata rata aliran dalam saluran pembawa
Q = v A v = Q/A = 0,064/0,49 = 0,130 m/det
Tinggi jagaan h
w
= 0,3 m
86
Debit saluran dibuat lebih besar dari yang dibutuhkan untuk
mengantisipasi endapan yang mungkin terjadi lebih cepat
mengingat saluran ini berada di lahan perkebunan masyarakat.
Dengan demikian saluran pembawa ini direncanakan berdimensi
sebagai berikut:
Gambar 5.10. Sketsa Potongan Memanjang Saluran Pembawa
(Headrace)
b= 0,7 m
hw = 0,3 m
s = 0,001
H= 0,7 m
Tinggi Permukaan Tanah
di Sekitar bendung
Bendung PLTMH
Sungai Marimpa
Saluran pembawa
Pipa Pesat
Lebar Terjunan
87
5.5.5 Bangunan pengendap sedimen (sediment trap)
Bangunan pengendap sedimen direncanakan berbentuk segi
empat dari pasangan dan lantai beton bertulang dengan dinding di
sekitar jatuhnya air dari saluran pembawa berupa dinding beton
bertulang.
Butiran sedimen yang masuk dalam bangunan pengendap
sedimen, dengan kecepatan endap sedimen w dan kecepatan air
v harus mencapai titik C. Sehingga butiran sedimen tersebut akan
berjalan selama waktu H/V , yang diperlukan untuk mencapai
dasar, untuk selanjutnya bergerak atau bergulir sepanjang L dalam
waktu L/v. Sehingga persamaan dapat disusun sebagai berikut :
HB
Q
v dengan
v
L
v
H
= =
dimana :
H = kedalaman aliran, m
w = kecepatan endap butiran sedimen, m/det
L = Panjang bangunan pengendap sedimen
v = kecepatan aliran air, m/det
Q = debit air di saluran, m
3
/det
B = Lebar kantong lumpur, m
A
v
w
v
w
Gambar 5.11. Skema Potongan Memanjang Bangunan Pengendap
Sedimen
88
Persamaan di atas dapat di sederhanakan LB = Q/w.
Persamaan untuk bangunan pengendap sedimen tersebut sangat
sederhana, sehingga Velikanov, 1971, membuat faktor koreksi
dengan dasar pemikiran adanya perubahan aliran air akibat,
turbulensi air, pengendapan butiran sedimen yang terhalang,
banyaknya sedimen melayang. Persamaan untuk faktor koreksi
sebagai berikut :
( )
H
2 , 0 H
w
v
51 . 7 w
Q
LB
2
5 , 0
=
Data lapangan adalah sebagai berikut :
L = di hitung Q = 0,064 m
3
/det H = 1,2 m
B = 1,5 m v = 0,036 m/det = 1,2
w = 2,8 cm/det = 0,028 m/det (U.S. Inter- Agency Committe on
water Resources Subcommitte on sedimentation)
( )
2 , 1
2 , 0 2 , 1
028 , 0
036 , 0
51 , 7
2 , 1
028 , 0
064 , 0
5 , 1
2
5 , 0
= L
jadi diperoleh faktor koreksi dari velikanov, L = 0,4 m
Untuk menghitung panjang bangunan pengendap sedimen di
gunakan persamaan sebagai berikut :
028 , 0
064 , 0
5 , 1 = = L
w
Q
LB
diperoleh panjang bangunan pengendap pasir, L = 2,3 + faktor
koreksi = 2,7 m
Perhitungan kapasitas bak pengendapan pasir:
Kedalaman bak pengendapan tergantung pada periode waktu untuk
setiap pengurasan. Diperkirakan pengurasan dilakukan 1 kali
89
dalam empat hari atau pada saat banjir besar. Dari tingkat
kejernihan air hulu Sungai Marimpa maka di perkirakan
konsentrasi sedimen pada air hulu Sungai Marimpa tersebut adalah
0,15 kg/m
3
dan semuanya diendapkan dalam kantong pasir maka:
Jumlah endapan pasir = kandungan pasir x debit saluran pembawa
= 0,15 x 0,064
= 0,0096 kg/det
Endapan pasir dalam 2 hari = 4 x 24 x 3600 x 0,0096
= 3317,76 kg
Diambil berat jenis endapan sebesar 2650 kg/m
3
, dan diperkirakan
kepadatan endapan 85 % maka kedalaman bak pengendapan yang
diperlukan adalah:
Volume endapan = 3317,76/ (0,85 x 2650)
= 1,47 m
3
Kedalaman bak pengendapan = Volume / area
= 1,47 / (2,7 x 1,5)
= 0,36 m
Diambil kedalam bak pengendapan = 0,5 m
Penampang transisi dihitung sebagai berikut:
Panjang transisi 1 = L
B B
3
1
tan 2
'
s
o
`
= m 625 , 0
45 tan 2
25 , 0 5 , 1
0
=
h
f
= 0,098 m
Catatan: Pipa pesat ini dapat diganti dengan saluran tertutup
berbentuk segi empat dengan ukuran 0,4 x 0,4 m dari beton
bertulang.
92
b. Perhitungan Tebal Pipa Penstock.
Tebal minimum pipa penstock dihitung dengan rumus berikut:
Dengan tinggi head 7,85 m maka tekanan pada dinding pipa
adalah sebesar 7850 kg/m
2
atau 0,785 kg/ cm
2
. Sehingga
dengan tekanan tersebut direncanakan menggunakan pipa
beton bertulang dengan ketebalan 8 cm
5.5.7 Kehilangan Tenaga (Head Loss)
Kehilangan tenaga pada pipa pesat adalah jumlah dari
kehilangan tenaga pada intake pipa pesat ditambah kehilangan
tenaga pada akibat gesekan dan kehilangan tenaga akibat
penyempitan pipa pada ujung pipa pesat, sedangkan kehilangan
tenaga akibat gesekan telah di hitung terlebih dahulu yaitu sebesar
0,06 m
Kehilangan energi pada Pintu Masuk
dimana: H = 0,0096 dibulatkan 0,01
masuk
= 0,1 ; Koef. kehilangan energi pada pintu masuk,
a
v = kecepatan dalam saluran pembawa, m/det
g
H
v
v
a
masuk
2
2 )
1
(
= A
det / 50 , 1
det / 13 , 0
1 , 0
m
m
v
v
a
a
masuk
=
=
=
93
1
v = kecepatan aliran dalam penstock, m/det
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/det
2
Kehilangan energi akibat bengkokan pipa
Nilai koefisien kehilangan energi akibat bengkokan pipa seperti di
bawah ini
Tabel 5.18. Koefisien Kehilangan Tenaga Berdasarkan Bengkokan Pipa
o
5 10 15 30 45 50 90
o
0,02 0,04 0,05 0,15 0,28 0,55 1,2
Tabel 5.19. Nilai Koefisien Kehilangan Tenaga pada Belokan Pipa
Kehilangan tenaga pada belokan pipa digunakan nilai pendekatan
dengan dasar pemikiran bahwa nilai terendah dari kehilangan
energi pada range Tabel 5.13.
Dimana: o dan o adalah sudut bengkokan dan koefisien kehilangan
energi. Untuk nilai o yang berada diantaranya dilakukan interpolasi
linier.
o = 5
0
, koefisien kehilangan tenaga , o = 0,02
Untuk o = 4
0
, koefisien tenaga, o = 0,02
Persamaan Energi :
Kehilangan tenaga sekunder :
Titik Join Sudut
M 4
o
N 4
o
O 13
o
Koefisien Kehilangan Tenaga
0,04
0,02
0,02
Sumber : Buku utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH (Departeman Energi dan
Sumber Daya Mineral 2008)
Sumber : Buku utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH (Departeman Energi dan
Sumber Daya Mineral 2008)
94
1. Koefisien akibat perubahan bentuk tampang (titik L)
H = 0,092
2. Koefisien kehilangan tenaga pada setiap belokan :
Tabel 5.20. Nilai Koefisien Kehilangan Tenaga Pada Setiap
Belokan
3. Koefesien akibat penyempitan pipa = 0,5
4. Kehilangan tenaga sekunder dapat ditulis dalam bentuk :
2
4 2 4 2
2 2
8 8
2
Q
D
K
g D g
Q
K
g
V
K he
t t
= = =
Jumlah kehilangan tenaga bengkokan pipa :
{ }
2
2
2
4
1
4
1
4
1
2
2
4
1
O
4
1
N
4
1
M
2
O N M
Q 57 , 0 he
Q 37 , 3 69 , 1 69 , 1 08 , 0 he
Q
33 , 0
04 , 0
33 , 0
02 , 0
33 , 0
02 , 0
g
8
he
Q
D
k
D
k
D
k
g
8
he
he he he he
=
+ + =
)
`
+ + =
)
`
+ + =
+ + =
t
t
he = 0,01
Jadi total kehilangan tenaga adalah jumlah dari kehilangan
tenaga pada pipa masuk (he
1
)+ kehilangan energi akibat
gesekan pipa (he
2
) + kehilangan energi akibat bengkokan, atau
Titik Join Sudut
M 4
o
N 4
o
O 13
o
Koefisien Kehilangan Tenaga
0,04
0,02
0,02
Sumber : Buku utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH (Departeman Energi dan
Sumber Daya Mineral 2008)
95
dalam bentuk persamaan total kehilangan tenaga sebagai
berikut :
he =he
1
+he
2
+he
3
he= 0,62 m
5.5.8 Rumah Pembangkit
Bangunan rumah pembangkit direncanakan berupa bangunan
permanen dengan ukuran panjang x lebar x tinggi = 3 m x 3 m x 3;
memakai atap seng gelombang, pondasi batu kali, dinding batu
bata, pintu tripleks, dan lantai beton rabat diaci.
5.5.9 Saluran Pembuang Akhir (Tail Race)
Saluran pembuang akhir (tail race) direncanakan berbentuk persegi
empat dari pasangan batu. Kapasitas saluran direncakan Q
desain
=
0,064 m
3
/ s.
b = 0,50 m dan h = 0,50 m
A = b x h = 0,50 x 0,50 = 0,25 m
2
.
V = Q / A = 0,064 / 0,25 = 0,256 m/s
P = b + 2h = 0,50 + 2 x 0,5 = 1,50 m
R = A / P = 0,25 / 1,50 = 0,167 m
Rumus Manning : V = 1/n x S
1/2
x R
2/3
S = [ (n x V ) / R
2/3
]
2
S = [ ( 0,018 x 0,256 ) / (0,167)
2/3
]
2
= 0,0023
96
5.6 Kapasitas Daya Dan Produksi Energi
Daya listrik yang dapat dibangkitkan dihitung dengan memakai persamaan:
P = 9,81 x Q x H x
Dimana :
P = daya (KW),
Q = debit rencana (m
3
/det),
H = Head netto (m)
= koefisien efisiensi turbin dan generator.
Setiap jenis turbin dan pabrik pembuat memiliki tingkat efisiensi yang
berbeda.
Debit rencana diambil pada kejadian 70 %, sehingga Q = 0,064
m
3
/det, H netto diperoleh sebesar 7,85 m. Pada kasus ini, efisiensi turbin
dan generator dipakai adalah 75 %, Dengan demikian, maka daya listrik
output adalah:
P = 9,81 x 0,064 x 7,85 x 0,75
= 3,708 kW
= 3708 W
Diperkirakan dalam 1 KK digunakan :
- 1 buah lampu 10 W = 10 W
- 2 buah lampu 5 W = 10 W
- 1 buah peralatan elektronik = 30 W
Jadi rata-rata penggunaan listrik dalam 1 KK adalah 50 W
Jumlah KK yang ada pada desa Dangaraa Kec.pinembani adalah 67 KK
Sehingga energi yang dibutuhkan yaitu :
67 x 50 = 3350 W = 3,35 kW
Berdasarkan besarnya debit dan persen kejadian maka kapasitas
bangkitan energi yang dapat dihasilkan adalah sebesar 2.799 kWH per
tahun, rincian perhitungan disajikan pada tabel berikut:
97
Tabel 5.21. Kapasitas Bangkitan Energi PLTMH Marimpa
0
50
100
150
200
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Produksi Energi Listrik
E
n
e
r
g
i
K
W
H
Persen Kejadian
Gambar 5.14. Ketersediaan Daya & Produksi Energi
98
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari hasil tinjauan dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat
menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Dari Analisis Data Curah Hujan dan Klimatologi, serta Topografi
mengindikasikan bahwa ada potensi debit sebesar 0,064 m
3
/det dengan
head 7,85 m.
2. Dengan asumsi efisiensi turbin dan generator sebesar 75%, maka Daya
listrik yang dapat dibangkitkan sebesar 3,708 kW.
3. Kebutuhan listrik untuk masyrakat Dangraa (67 KK) sebesar 3,350 kW
dengan perkiraan dalam 1 KK menggunakan 50 W.
4. Berdasarkan pengamatan lapangan, trase saluran pembawa yang paling
mungkin adalah melalui sisi kanan sungai. Kondisi topografi sedemikian
memungkinkan dibuat saluran terbuka sepanjang 64 m sebagai saluran
pembawa, saluran tertutup sepanjang 56,35 m sebagai saluran tekan
(penstock).
6.2 Saran
1. Untuk kemajuan masyarakt Dangaraa diharapkan kepada PEMDA dan
PLN setempat agar dapat memperhatikan masyarakat Dangaraa untuk
membantu pelaksanaan pembanguan Pembangit Listrik Tenaga Mikro
Hidro (PLTMH).
2. Kelebihan daya yang dihasikan PLTMH dapat digunakan untuk
keperluan rekreasi, pendidikan dan industri kecil seperti ; mesin
pemotong rotan, mesin penggiling padi.
99
DAFTAR PUSTAKA
Adyanto S. 2008.Analisis Aliran Air Dalam Pipa Untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Hulu Sungai Rawa, Tugas Akhir
Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu
Arismunandar A, Dan Kuwahara S, 1991. Teknik Tenaga Listrik Jilid I,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Chow, VT, 1985, Hidraulika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta.
Dandekar M. M, Sharma K.N, 1991. Pembangkit Listrik Tenaga Air. Terjemahan,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Endardjo P,Warga Dalam J, Setiadi A, 1998, Pengmbangan Rancang Bangun
Mikrohidro Standar PU, Prosiding HATHI, Bandung.
Giles RV, 1996, Mekanika Fluida Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Hery S. 2009. Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLYMH) di
Sungai Paneki, Tugas Akhir Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu.
Kodoatie RJ, 1977. Hidrolika Terapan Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa.
Andi, Jogjakarta.
Kristanto H, 2007 Pelatihan Pembangunan Mikrohidro Berbasis Masyarakat,
Mojokerto.
Patty F.,1995, Tenaga Air, Edisi Pertama, Erlangga, Jakarta.
Priyantoro D, 1991. Hidrolika Saluran Tertutup Edisi Pertama, Universitas
Brawijaya, Malang.
Raswari, 1987. Sistem Perpipaan. Universitas Indonesia, Jakarta.
Triadmodjo B, 2003. Hidraulika II Soal dan penyelesaian, Universitas Gajah
Mada, Jogjakarta.
Wayan, Abdul, Joy. 1999. Diktat Kuliah Rekayasa Hidrologi. Universitas
Tadulako. Palu.
WWW.HydroGeneration.co.id
Buku Utama Pedoman Studi Kelayakan PLTMH, 2008. Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral.
100
101
102
`
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
KEGIATAN
PEKERJAAN
LOKASI
TUGAS AKHIR
PEKERJAAN MIKROHIDRO
SUNGAI MARIMPA
DESA DANGRAA
KECAMATAN PINEMBANI
KETERANGAN
DIPERIKSA
DOSEN PEMBIMBING I
ALIFI YUNAR, ST. MT
DOSEN PEMBIMBING II
TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
T. TANGAN
DIGAMBAR
RAMLI KADIR
F 111 05 090
GAMBAR
LAY OUT PLTMH
POT. BENDUNG
SKALA
1 : 150
1 : 100
NO. LEMBAR JML. GAMBAR TANGGAL
1 5
10 m
Intake
0.3m 2.7 m 0.3m
1.0m
0.3m
1.5m
0.3m
1.2 m
1.2 m
64 m 2 m 56.35 m
Saluran Pembawa
Bak Penenang / Pengendapan
Pipa Pesat (Penstock) 16"
Rumah Turbin Saluran Pembuang
+660,50
Bendung
+669,50
+651,65
LAY OUT PLTMH
Skala 1 : 150
Pot. Bendung
Skala 1 : 75
7 m
10 m
Saluran Pembawa
Pengambilan (Intake)
Penguras
Bendung
Kolam Olak
Riprap
Talud bendung
Jalan Inspeksi
+
6
6
1
, 0
0
+
6
5
9
. 0
0
+660.00
Talud Bendung
E
l v
. D
a
s
a
r
S
u
n
g
a
i
+
6
6
0
, 0
0
+662.00
+662.00
+660.50
+662.00
Talud Bendung
Talud bendung
+660.00
+662.00
103
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
KEGIATAN
PEKERJAAN
LOKASI
TUGAS AKHIR
PEKERJAAN MIKROHIDRO
SUNGAI MARIMPA
DESA DANGRAA
KECAMATAN PINEMBANI
KETERANGAN
DIPERIKSA
DOSEN PEMBIMBING I
ALIFI YUNAR, ST. MT
DOSEN PEMBIMBING II
TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
T. TANGAN
DIGAMBAR
RAMLI KADIR
F 111 05 090
GAMBAR
POTONGAN
MEMANJANG
SKALA
1 : 100
NO. LEMBAR JML. GAMBAR TANGGAL
2 5
300cm
56,35 m
Rumah Turbin
Panel
Saluran Pembuang
Generator
Turbin
Angker Blok
Penyangga Penstock
Angker Blok
Penstock 16"
Saringan Pas. Saluran Pas. Bronjong
Existing Bendung
64 m
Bak Penenang
Penyangga Penstock
POTONGAN MEMANJANG
Skala 1 : 100
+659,5
+651,65
+660,0
30cm
50cm
50cm
50cm
50 cm
30cm
Pintu Penguras
+660,0
+659,0
50cm
50cm
104
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
KEGIATAN
PEKERJAAN
LOKASI
TUGAS AKHIR
PEKERJAAN MIKROHIDRO
SUNGAI MARIMPA
DESA DANGRAA
KECAMATAN PINEMBANI
KETERANGAN
DIPERIKSA
DOSEN PEMBIMBING I
ALIFI YUNAR, ST. MT
DOSEN PEMBIMBING II
TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
T. TANGAN
DIGAMBAR
RAMLI KADIR
F 111 05 090
GAMBAR
1. BAK PENENANG
2. POT. BAK PENENANG
3. DET. SAL. PEMBAWA
4. DET. SAL. PEMBUANG
5. DET. SAL. PELIMPAH
SKALA
1 : 50
1 : 50
1 : 30
1 : 30
1 : 30
NO. LEMBAR JML. GAMBAR TANGGAL
3 5
25
25
70 100
30 270 30
30
150
30
Penstock 16"
Pas. Saluran Pembawa
Bak Penenang
BAK PENENANG
Skala 1 : 50
+659,5 +660,0
A A
B
B
Saluran Pelimpah
Saluran Penguras
25
70
30 30
120
30
Saluran Pelimpah
Saringan
Pas. Saluran Pembawa
POT. A - A (BAK PENENANG)
Skala 1 : 50
Penstock 16"
+659,5
+660,0
Pintu Penguras
POT. B - B
(DETAIL SALURAN PEMBAWA)
Skala 1 : 30
DETAIL SALURAN PEMBUANG
Skala 1 : 30
DETAIL SALURAN PELIMBAH
Skala 1 : 30
25 70 25
70
25
60
20 50 20
40
50
20
30 15 15
30
15
105
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
KEGIATAN
PEKERJAAN
LOKASI
TUGAS AKHIR
PEKERJAAN MIKROHIDRO
SUNGAI MARIMPA
DESA DANGRAA
KECAMATAN PINEMBANI
KETERANGAN
DIPERIKSA
DOSEN PEMBIMBING I
ALIFI YUNAR, ST. MT
DOSEN PEMBIMBING II
TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
T. TANGAN
DIGAMBAR
RAMLI KADIR
F 111 05 090
GAMBAR
1. DENAH RUMAH TURBIN
2. TAMPAK DEPAN
SKALA
1 : 50
1 : 50
NO. LEMBAR JML. GAMBAR TANGGAL
4 5
70
2
0
8
4
5
2
5
8
80
153
300
300
- 0.100
Generator
Turbin
0.00
B
A
300
DENAH RUMAH TURBIN
Skala 1 : 50
TAMPAK DEPAN RUMAH TURBIN
Skala 1 : 50
106
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
KEGIATAN
PEKERJAAN
LOKASI
TUGAS AKHIR
PEKERJAAN MIKROHIDRO
SUNGAI MARIMPA
DESA DANGRAA
KECAMATAN PINEMBANI
KETERANGAN
DIPERIKSA
DOSEN PEMBIMBING I
ALIFI YUNAR, ST. MT
DOSEN PEMBIMBING II
TOTOK HARICAHYONO, ST. MT
T. TANGAN
DIGAMBAR
RAMLI KADIR
F 111 05 090
GAMBAR
1. POTONGAN A-A
2. POTONGAN B-B
SKALA
1 : 50
1 : 50
NO. LEMBAR JML. GAMBAR TANGGAL
5 5
Urugan Pasir
Lantai Kerja
Campuran Beton
Angker Blok
Penyangga Penstock
Penstock 16"
Kuda-Kuda 6/12 List Plank 2/30
Atap Seng BJLS 28
9
3
1
0
0
1
0
0
200,00
100,00
0,00
300,00
435,00
60,00
Generator
515
Campuran Beton
Pas. Batu Kali 1 : 2
MAN MAN
300
80
50
15
POTONGAN A - A
Skala 1 : 50
POTONGAN B - B
Skala 1 : 50
99
100
Lampiran A Tabel PN.1 Hubungan Suhu (T) dengan nilai ea (mbar), W, (1-W)
dan f (t)
Suhu
(t)
ea
(mbar)
W (1-W) f (t)
Elevasi 1-250 m
24.0 29.845 0.735 0.265 15.400
24.2
24.4
24.6
24.8
25.0
30.213
30.581
30.950
31.319
31.588
0.737
0.739
0.741
0.743
0.745
0.263
0.261
0.259
0.257
0.255
15.445
15.491
15.536
15.581
15.627
25.2
25.4
25.6
25.8
26.0
32.073
32.458
32.844
32.230
33.617
0.747
0.749
0.751
0.753
0.755
0.253
0.251
0.249
0.247
0.245
15.672
15.717
15.763
15.808
15.853
26.2
26.4
26.6
26.8
27.0
34.024
34.431
34.839
35.247
35.666
0.757
0.759
0.761
0.763
0.765
0.243
0.241
0.239
0.237
0.235
15.898
15.944
15.989
16.034
16.079
27.2
27.4
27.6
27.8
28.0
36.085
36.515
36.945
37.376
37.807
0.767
0.769
0.771
0.773
0.775
0.233
0.231
0.229
0.227
0.225
16.124
16.170
16.215
16.260
16.305
28.2
28.4
28.6
28.8
29.0
38.259
38.711
39.163
39.616
40.070
0.777
0.779
0.781
0.783
0.785
0.223
0.221
0.219
0.217
0.215
16.350
16.395
16.440
16.485
16.530
29.2
29.4
29.6
29.8
30.0
40.544
41.019
41.494
41.969
42.445
0.787
0.789
0.791
0.793
0.795
0.213
0.211
0.209
0.207
0.205
16.575
16.620
16.665
16.711
16.756
Sumber : Suhardjono, 1994
101
Lampiran B. Tabel PN.2 Besaran Nilai Anggota (Ra) dalam Evaporasi Ekivalen
(mm/hari) dalam hubungannya dengan letak lintang (untuk daerah
Indonesia, antara 5 LU sampai 10 LS)
Bulan Letak Lintang
5 LU 4 LU 2 LU 0 LU 2 LS 4 LS 6 LS 8 LS 10LS
Januari
Februari
Maret
April
13.00
14.00
15.00
15.10
14.30
15.00
15.50
15.50
14.70
15.30
15.60
15.30
15.00
15.50
15.70
15.30
15.30
15.70
15.65
15.10
15.50
15.80
15.60
14.90
15.80
16.00
15.60
14.70
16.10
16.10
15.50
14.40
16.10
16.00
15.30
14.00
Mei
Juni
Juli
Agustus
15.30
15.00
15.10
15.30
14.90
14.40
14.60
15.10
14.60
14.20
14.30
14.90
14.40
13.90
14.10
14.80
14.10
13.50
13.70
14.50
13.80
13.20
13.40
14.30
13.40
12.80
13.10
14.00
13.10
12.40
12.70
13.70
12.60
12.60
11.80
12.20
September
Oktober
November
Desember
15.10
15.70
14.80
14.60
15.30
15.10
14.50
14.10
15.30
15.20
14.80
14.40
15.30
15.40
15.10
14.80
15.20
15.50
15.30
15.10
15.10
15.60
15.50
15.40
15.00
15.70
15.75
15.70
14.90
15.80
16.00
16.10
13.30
14.60
15.60
16.00
Min
Maks
Rerata
13.00
15.70
14.83
14.10
15.50
14.86
14.20
15.60
14.88
13.90
15.70
14.94
13.50
15.70
14.89
13.20
15.80
14.84
12.80
16.00
14.80
12.40
16.10
14.73
11.80
16.10
14.18
Sumber : Suhardjono, 1994
102
Lampiran C. Tabel PN.3 Hubungan nilai (Rs) dengan (Ra) dan (n/N) Rs = (0,25 +
0,54 n/N). Ra
Ra
Persentase Kecerahan Matahari (n/N) dalam (%)
20 30 40 50 60 70 80 90
12.00
12.20
12.40
12.60
12,80
4.30
4.37
4.44
4.51
4.58
4.94
5.03
5.11
5.19
5.27
5.59
5.69
5.78
5.87
5.96
6.24
6.34
6.45
6.55
6.66
6.89
7.00
7.12
7.23
7.35
7.54
7.66
7.79
7.91
8.04
8.18
8.32
8.46
8.59
8.73
8.83
8.98
9.13
9.27
9.42
13.00
13.20
13.40
13.60
13.80
4.65
4.73
4.80
4.87
4.94
5.36
5.44
5.52
5.60
5.69
6.06
6.15
6.24
6.34
6.43
6.76
6.86
6.97
7.07
7.18
7.46
7.58
7.69
7.81
7.92
8.16
8.29
8.42
8.54
8.67
8.87
9.00
9.14
9.28
9.41
9.57
9.72
9.86
10.01
10.16
14.00
14.20
14.40
14.60
14.80
15.00
5.01
5.08
5.16
5.23
5.30
5.37
5.77
5.85
5.93
6.02
6.10
6.18
6.52
6.62
6.71
6.80
6.90
6.99
7.28
7.38
7.49
7.59
7.70
7.80
8.04
8.15
8.27
8.38
8.50
8.61
8.79
8.92
9.04
9.17
9.29
9.42
9.55
9.68
9.82
9.96
10.09
10.23
10.30
10.45
10.60
10.75
10.89
11.04
15.20
15.40
15.60
15.80
16.00
5.44
5.51
5.58
5.66
5.73
6.26
6.34
6.43
6.51
6.59
7.08
7.18
7.27
7.36
7.46
7.90
8.01
8.11
8.22
8.32
8.72
8.84
8.95
9.07
9.18
9.55
9.67
9.80
9.92
10.05
10.37
10.50
10.64
10.78
10.91
11.19
11.33
11.48
11.63
11.78
16.20 5.80 6.67 7.55 8.42 9.30 10.17 11.05 11.92
Min
Maks
Rerata
4.30
5.80
5.05
4.94
6.67
5.81
5.59
7.55
6.57
6.24
8.42
7.33
6.89
9.30
8.09
7.54
10.17
8.85
8.18
11.05
9.62
8.83
11.92
10.38
Sumber : Suhardjono, 1994
103
Lampiran D. Tabel PN.4 Hubungan antara (ea) dan (ed) untuk berbagai keadaan
(RH) guna penggunaan rumus Penman.
ea
(mbar)
Besaran ed = (ea x RH) adapun RH dalam (%)
50 55 60 65 70 75 80 85 90
29.00
29.25
29.50
29.75
30.00
14.50
14.63
14.75
14.88
15.00
15.95
16.09
16.23
16.36
16.50
17.40
17.56
17.70
17.85
18.00
18.85
19.01
19.18
19.34
19.50
20.30
20.48
20.65
20.83
21.00
21.75
21.94
22.13
22.31
22.50
23.20
23.40
23.60
23.80
24.00
24.65
24.86
25.08
25.29
25.50
26.10
26.33
26.56
26.78
27.00
30.25
30.50
30.75
31.00
15.13
15.25
15.36
15.50
16.64
16.78
16.91
17.05
18.15
18.30
18.45
18.60
19.66
19.83
19.99
20.15
21.18
21.35
21.53
21.70
22.69
22.88
23.06
23.25
24.20
24.40
24.60
24.80
25.71
25.93
26.14
26.35
27.23
27.45
27.68
27.90
31.25
31.50
31.75
32.00
15.63
15.75
15.88
16.00
17.19
17.33
17.46
17.60
18.75
18.90
19.05
19.20
20.31
20.48
20.64
20.80
21.88
22.05
22.23
22.40
23.44
23.63
23.81
24.00
25.00
25.20
25.40
25.60
26.56
26.78
26.99
27.20
28.13
28.35
28.58
28.80
32.25
32.50
32.75
33.00
16.13
16.25
16.38
16.50
17.74
17.88
18.01
18.15
19.35
19.50
19.65
19.80
20.96
21.13
21.29
21.45
22.58
22.75
22.93
23.10
24.19
24.38
24.56
24.75
25.80
26.00
26.20
26.40
27.41
27.63
27.84
28.05
29.03
29.25
29.48
29.70
33.25
33.50
33.75
34.00
16.63
16.75
16.88
17.00
18.29
18.43
18.56
18.70
19.95
20.10
20.25
20.40
21.61
21.78
21.94
22.10
23.28
23.45
23.63
23.80
24.94
25.13
25.31
25.50
26.60
26.80
27.00
27.20
28.26
28.48
28.69
28.90
29.93
30.15
30.38
30.60
34.25
34.50
34.75
35.00
17.13
17.25
17.38
17.50
18.84
18.98
19.11
19.25
20.55
20.70
20.85
21.00
22.26
22.43
22.59
22.75
23.98
24.15
24.33
24.50
25.69
25.88
26.06
26.25
27.40
27.60
27.80
28.00
29.11
29.33
29.54
29.75
30.83
31.05
31.28
31.50
35.25
35.50
35.75
36.00
17.63
17.75
17.88
18.00
19.39
19.53
19.66
19.80
21.15
21.30
21.45
21.60
22.91
23.08
23.24
23.40
24.68
24.85
25.03
25.20
26.44
26.63
26.81
27.00
28.20
28.40
28.60
28.80
29.96
30.18
30.39
30.60
31.73
31.95
32.18
32.40
36.25
36.50
36.75
37.00
18.13
18.25
18.38
18.50
19.94
20.08
20.21
20.35
21.75
21.90
22.05
22.20
23.56
23.73
23.89
24.05
25.38
25.55
25.73
25.90
27.19
27.38
27.56
27.75
29.00
29.20
29.40
29.60
30.81
31.03
31.24
31.45
32.63
32.85
33.08
33.30
Sumber : Suhardjono, 1994
104
Lampiran E. Tabel PN.5 Besaran f (ed), f (ed) = 0,34 0,044 , guna
perhitungan rumus Penman.
ed
(mbar)
Besaran f (ed) = 0,34 0,044 ,
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
0.169
0.163
0.158
0.153
0.148
0.168
0.163
0.158
0.152
0.147
0.168
0.162
0.157
0.152
0.147
0.167
0.162
0.156
0.151
0.146
0.167
0.161
0.156
0.151
0.146
0.166
0.161
0.155
0.150
0.145
0.166
0.160
0.155
0.150
0.145
0.165
0.160
0.154
0.149
0.144
0.165
0.159
0.154
0.149
0.144
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
0.143
0.138
0.133
0.129
0.124
0.142
0.137
0.133
0.128
0.124
0.142
0.137
0.132
0.128
0.123
0.141
0.136
0.132
0.127
0.123
0.141
0.136
0.131
0.127
0.122
0.140
0.136
0.131
0.126
0.122
0.140
0.135
0.130
0.126
0.121
0.139
0.135
0.130
0.125
0.121
0.139
0.134
0.129
0.125
0.120
25.00
26.00
27.00
28.00
29.00
0.120
0.115
0.111
0.107
0.103
0.119
0.115
0.111
0.106
0.102
0.119
0.114
0.110
0.106
0.102
0.118
0.114
0.110
0.106
0.101
0.118
0.113
0.109
0.105
0.101
0.117
0.113
0.109
0.105
0.101
0.117
0.113
0.108
0.104
0.100
0.117
0.112
0.108
0.104
0.100
0.116
0.112
0.108
0.103
0.099
30.00
31.00
32.00
33.00
34.00
34.50
0.099
0.096
0.091
0.087
0.083
0.081
0.098
0.094
0.090
0.086
0.083
0.081
0.098
0.094
0.090
0.086
0.082
0.080
0.097
0.093
0.090
0.086
0.082
0.080
0.097
0.093
0.089
0.086
0.082
0.080
0.097
0.093
0.089
0.086
0.081
0.079
0.096
0.092
0.088
0.086
0.081
0.079
0.096
0.092
0.088
0.084
0.080
0.079
0.096
0.091
0.088
0.084
0.080
0.078
35.00 0.079 0.079 0.079 0.078 0.078 0.077 0.077 0.077 0.076
Sumber : Suhardjono, 1994
105
Lampiran F. Tabel PN.6 Besaran f (n/N)
f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N, guna perhitungan rumus Penman.
n/N
(%)
Besaran f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N
1 2 3 4 5 6 7 8 9
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
0.379
0.469
0.559
0.649
0.739
0.829
0.388
0.478
0.568
0.658
0.748
0.838
0.397
0.487
0.577
0.667
0.757
0.847
0.406
0.496
0.586
0.676
0.766
0.856
0.415
0.505
0.595
0.685
0.775
0.865
0.424
0.514
0.604
0.694
0.784
0.874
0.433
0.523
0.613
0.703
0.793
0.883
0.442
0.532
0.622
0.712
0.802
0.892
0.451
0.541
0.631
0.721
0.811
0.901
Sumber : Suhardjono, 1994
Lampiran G. Tabel PN.7 Besaran f (u)
f (u) = 0,27 (1 + U x 0,864), guna perhitungan rumus Penman.
U
m/det
Besaran f (u) = 0,27 (1 + U x 0,864)
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
0.293
0.527
0.760
0.993
1.226
1.460
0.317
0.550
0.783
1.016
1.250
1.483
0.340
0.573
0.807
1.040
1.273
1.506
0.363
0.597
0.630
1.063
1.296
1.530
0.387
0.620
0.853
1.086
1.320
1.553
0.410
0.643
0.877
1.110
1.343
1.576
0.433
0.667
0.900
1.133
1.366
1.600
0.457
0.690
0.923
1.156
1.390
1.623
0.490
0.713
0.947
1.180
1.413
1.646
Sumber : Suhardjono, 1994
106
Lampiran H. Tabel PN.8 Besaran angka koreksi (c) bulanan untuk rumus Penman
(berdasarkan perkiraan perbandingan kecepatan angin siang/malam
di daerah Indonesia).
Bulan Angka koreksi (c)
Blaney-Criddle Radiasi Penman
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
0.800
0.800
0.750
0.750
0.700
0.700
0.750
0.750
0.800
0.800
0.825
0.825
0.800
0.800
0.750
0.750
0.700
0.700
0.750
0.750
0.800
0.800
0.825
0.825
1.100
1.100
1.000
1.000
0.950
0.950
1.000
1.000
1.100
1.100
1.150
1.150
Sumber : Suhardjono, 1994
Lampiran I. Tabel Nilai Q/n
0,5
dan R/n
0,5
107
Lampiran J. Tabel Hubungan Reduksi Data Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data
(n)
108
Lampiran K. Tabel Hubungan antara Deviasi Standar (Sn) dan Reduksi Data
dengan Jumlah Data (n)
109
Lampiran L-1 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2000
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
110
Lampiran L-2 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2001
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
111
Lampiran L-3 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2002
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
112
Lampiran L-4 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2003
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
113
Lampiran L-5 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2004
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
114
Lampiran L-6 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2005
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
115
Lampiran L-7 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2006
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
116
Lampiran L-8 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2007
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
117
Lampiran L-9 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2008
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
118
Lampiran L-10 : Data Curah Hujan Harian Tahun 2009
Sumber : Balai Wilayah Sungai Sulawesi 3
119
Lampiran M : Dokumentasi Lokasi Penelitian
Gambar 1 : Lokasi PLTMH
Gambar 2 : Lokasi Penelitian
120
Gambar 3 : Lokasi Pengukuran Kecepatan Air
Gamabr 4 : Lokasi Pengukuran Kedalaman Air
121
Gambar 5 : Lokasi Penelitian
Gambar 6 : Lokasi Power House
122
Gambar 7 : Daerah Penelitian