You are on page 1of 11

Profil dan Produktivitas Industri Pengolahan Minyak Goreng Kelapa di Indonesia Tahun 2010

Latar Belakang Penelitian Pohon kelapa memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hanya saja di Indonesia pohon kelapa masih kalah pamor dibandingkan dengan kelapa sawit. Namun ditinjau dari ragam produk yang dihasilkan, kelapa mampu memberikan produk yang lebih beragam jenisnya dibandingkan dengan kelapa sawit. Beberapa jenis produk yang dihasilkan oleh kelapa yang tidak dapat ditemukan dalam kelapa sawit antara lain santan, gula kelapa, dan nata de coco. Selain itu produk lainnya yang dapat diperoleh adalah kayu, arang aktif dan berbagai kerajinan yang dihasilkan dengan mendayagunakan setiap bagian dari pohon kelapa.

Tabel 1.1. Rata-rata laju pertumbuhan dan kontribusi luas areal dan kelapa di Indonesia, 1970 2009*)

produksi

Buah kelapa sendiri mampu diolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Pengolahan buah kelapa yang sering dilakukan oleh pengusaha adalah pengolahan buah kelapa menjadi kopra. Perkembangan produksi kelapa (dalam bentuk kopra) di Indonesia pada periode 1970-2009 menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 1.1). Berdasarkan status pengusahaan,

produksi kelapa Indonesia didominasi oleh kelapa hasil perkebunan rakyat (PR)

sehingga pola perkembangan produksi kelapa Indonesia serupa dengan pola perkembangan produksi kelapa PR. Produksi kelapa Indonesia pada tahun 1970 sebesar 1,2 juta ton, kemudian meningkat menjadi 3,25 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat sebesar 2,66% per tahun (Tabel 1.1). Pada periode yang sama produksi kelapa PR rata-rata mengalami peningkatan 2,61% per tahun dengan kontribusi sebesar 98,09% terhadap total produksi kelapa Indonesia. Sementara itu PBN dan PBS masing-masing memberikan kontribusi sebesar 0,37% dan 1,55%.

Gambar 1.1. Perkembangan produksi kelapa Indonesia 1970-2009 Bisnis kopra akhir-akhir ini kurang menguntungkan karena harga jual kopra yang berfluktuasi. Akibatnya, pendapatan yang diterima petani kelapa menjadi tak menentu bahkan kadang merugi. Salah satu cara untuk meningkatkan

pendapatan petani kelapa adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari produk yang selama ini dijual oleh petani dalam bentuk kelapa butiran ataupun kopra menjadi produk minyak kelapa yang dikelola sendiri oleh petani. Tingkat harga minyak kelapa yang lebih tinggi dari produk kelapa butiran ataupun kopra akan menghasilkan tambahan penghasilan sehingga akan meningkatkan

kesejahteraan petani itu sendiri. Identifikasi Masalah Dengan potensi produksi kopra yang dimiliki Indonesia saat ini, sangat perlu dikembangkan industri pengolahan produk turunan kopra menjadi minyak kelapa murni (virgin coconut oil). Hal ini penting dilakukan karena industri pengolahan

kopra memiliki potensi yang besar. Selain banyak menyerap tenaga kerja industri pengolahan juga menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Sebelum era 1980-an, kebutuhan minyak goreng dalam negeri tercukupi dari produksi minyak asal kelapa rakyat alias minyak goreng kelapa. Sayangnya, zaman keemasan kelapa di negeri nyiur melambai ini berlalu seiring derasnya ekspansi penanaman kelapa sawit seantero negeri. Produksi minyak goreng dari bahan kelapa digantikan dengan minyak goreng sawit. Konsumsi minyak kelapa per kapita turun dari 4,00 liter pada tahun 1981 menjadi 2,24 liter pada tahun 2008. Rata-rata penurunan konsumsi minyak kelapa mencapai 3,19% per tahun (Gambar 1.2). Akibatnya, Industri kopra serta minyak goreng kelapa pun perlahan menghilang satu demi satu.

Gambar 1.2. Perkembangan konsumsi kelapa butiran dan minyak kelapa di Indonesia, 1981-2008 Minyak goreng kelapa yang beredar di masyarakat identik dengan istilah minyak kampung/tradisional. Sebutan kampung melekat kepada minyak kelapa kerena kualitasnya yang kurang bagus, Rata-rata minyak kelapa tradisional sudah bau tengik dibawah waktu 1 bulan. Persoalan ini menurunkan citra bahwa minyak kelapa tidak bisa bersaing denga minyak sawit. Padahal sesungguhnya sangat bisa bersaing dan jauh lebih unggul dari minyak sawit. Minyak goreng kelapa yang dikembangkan saat ini jauh berbeda dengan minyak goreng kelapa yang banyak melekat di masyarakat. Minyak kelapa saat ini kualitasnya jauh lebih baik dari minyak kelapa yang dikenal dulu. Minyak goreng

kelapa kini dikenal dengan sebutan minyak goreng kelapa premium atau virgin coconut oil (VCO) . VCO mampu bertahan lebh dari 2 tahun. Selain itu menurut Direktur PT Tropica Nucifera Industri (PT TNI), VCO mampu menggoreng hingga sembilan kali sementara jenis minyak lain hanya mampu tujuh kali saja, itu pun sebenarnya sudah tidak layak. Lebih lanjut, dilihat dari segi kesehatan, minyak kelapa merupakan minyak yang paling sehat jika dibandingkan dengan minyak sayuran (seperti: minyak jagung, minyak kedelai, minyak canola, dan minyak bunga matahari). Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian yang antara lain dilaporkan oleh Bruce Fife pada tahun 2003 dalam bukunya The Healing Miracle of Coconut Oil (Budiarso, 2004). Ada beberapa alasan yang menjadi dasar minyak goreng VCO harus segera dikembangkan, antara lain : Bahan dasar dari minyak murni (VCO) lebih bersih, wangi dan terhindar dari jamur Tidak ada tambahan bahan kimia lain selain NaOH yang berfungsi sebagai pengikat FFA menjadi gliserol / sabun Minyak tidak cepat tengik atau tahan lama bisa mencapai 2-3 tahun Proses mudah bisa dikerjakan oleh masyarakat biasa Biaya produksi murah Mendidik masyarakat untuk hidup lebih sehat dengan banyak mengkonsumsi minyak goreng kelapa

Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Terjadi penurunan nilai produksi minyak goreng kelapa murni (VCO) karena minyak goreng kelapa kini sudah tergantikan dengan minyak goreng sawit. Padahal sesungguhnya minyak goreng kelapa sangat bisa bersaing dan jauh lebih unggul dari minyak goreng sawit. 2. Terjadi penurunan konsumsi minyak goreng kelapa dari tahun ke tahun sejak tahun 1981-2008. Penurunan nilai konsumsi ini akan

berdampak serius pada penurunan nilai produksi minyak kelapa sehingga akan banyak mematikan industri minyak goreng kelapa. 3. Dengan potensi produksi kopra yang dimiliki Indonesia, sampai saat kopra belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menjadi produk minyak kelapa murni (VCO) yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. 4. Kurangnya modal dan tenaga kerja untuk mengembangkan produk minyak goreng kelapa murni (VCO) karena saat ini investor lebih tertarik untuk mengembangkan usaha minyak goreng berbahan baku sawit.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Profil industri minyak goreng kelapa Indonesia tahun 2010. 2. Efisiensi penggunaan faktor produksi modal, tenaga kerja, dan bahan baku dalam industri pengolahan minyak goreng kelapa murni (VCO) di Indonesia tahun 2010. 3. Pengaruh faktor produksi modal, tenaga kerja, dan bahan baku terhadap nilai produksi industri pengolahan minyak goreng kelapa murni (VCO) di Indonesia tahun 2010.

Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Pemerintah dalam mengambil kebijakan-kebijakan terutama yang menyangkut pengembangan industri minyak goreng kelapa murni (VCO) 2. Petani kelapa di Indonesia lebih terbuka untuk mengembangkan usaha pengolahan kelapa menjadi minyak goreng kelapa murni (VCO) yang memiliki nilai tambah lebih tinggi agar mampu meningkatkan kesejahteraan petani kelapa. 3. Inverstor yang ingin berinvestasi pada industri pengolahan minyak goreng kelapa murni (VCO)

4. Peneliti dan pemerhati yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang industri minyak goreng kelapa murni (VCO)

Landasan teori Produksi merupakan suatu proses penggunaan barang atau jasa (masukan/input) untuk dijadikan barang dan jasa (keluaran/output). Menurut definisi Badan Pusat Statistik (BPS), kegiatan produksi merupakan suatu proses mengubah suatu barang secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi benda/barang/produk baru yang nilainya lebih tinggi, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai terakhir. Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan teknis antara produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dikenal dengan istilah factor relationship (FR). Produksi fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal, dan tenaga kerja. (Hanafie,2010:187) Menurut Dalam teori ekonomi, berbagai jenis industry dipandang sebagai unitunit perusahaan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencari keuntungan maksimum. Menurut Sadono Sukirno (1994), untuk mencapai tujuan tersebut pengusaha mengatur penggunaan faktor-faktor produksi dengan cara yang seefisien mungkin sehingga usaha memaksimumkan keuntungan dapat dicapai dengan cara yang paling efisien dipandang dari sudut ekonomi. Efisiensi menunjukkan besarnya/banyaknya input yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output. Menurut Soekartawi (1995) fungsi produksi merupakan antara variabel yang dijelaskan (Y) hubungan fisik

dan variabel yang menjelaskan (X).

Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Menurut pyndick dalam bukunya microeconomics fungsi produksi

menunjukkan output terbesar yang dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi input tertentu. Ada banyak jenis fungsi produksi, namun fungsi produksi yang umum dan sering digunakan adalah:

1. Fungsi produksi linier. Rumus umum dari fungsi produksi linier adalah :

fungsi fungsi

produksi

linier

biasanya

dibedakan

atas

dua

yaitu

linier sederhana dan fungsi linier berganda. Fungsi linier dimana variabel bebasnya

sederhana adalah fungsi produksi

hanya satu dan berpangkat satu. Sedangkan fungsi produksi linier berganda adalah fungsi produksi dimana variabel bebasnya lebih dari satu dan berpangkat linier ini adalah satu. Keuntungan dari penggunaan analsisnya mudah dilakukan fungsi

dan hasilnya

mudah dimengerti secara cepat. 2. Fungsi produksi kuadratik Rumus umum dari fungsi produksi kuadratik adalah:

fungsi produksi kuadratik berbeda dengan fungsi produksi

linier.

Fungsi produksi kuadratik mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum ini akan tercapai apabila turunan pertama dari tersebut disamakan dengan nol fungsi

fungsi

ini cocok untuk diterapkan pada proses produksi dimana

berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang. 3. Fungsi produksi eksponensial Secara umum bentuk dari fungsi produksi eksponensial adalah:

Fungsi diatas lebih populer dengan sebutan fungsi Cobb Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas yang mengambarkan tingkat produksi atau penciptaan nilai tambah yang disebabkan oleh pengaruh dua jenis faktor produksi,

yaitu modal dan tenaga kerja. Bentuk fungsi Cobb Douglas adalah sebagai berikut:

Dimana = modal = tenaga kerja = elastisitas modal = elastisitas tenaga kerja

Fungsi produksi diatas dapat diperluas dengan penambahan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan bahan baku, ketrampilan pekerja, prospek usaha, dan lainlain. Bentuk fungsinnya menjadi :

Dimana = modal = tenaga kerja = bahan baku = elastisitas modal = elastisitas tenaga kerja = elastisitas bahan baku.

Alasan penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam penelitian ini adalah karena model ini dinilai memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan fungsi produksi lainnya, yaitu : a. Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah karena dapat dengan mudah ditransformasikan dalam bentuk linear. b. Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas yang besarnya sama untuk setiap nilai observasi. c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus dapat menunjukkan tingkat return to scale. Dalam jangka panjang perluasan produksi dapat dilaksanakan dengan menambah semua faktor produksi secara bersama-sama. Dengan menganggap bahwa keadaan teknologi yang dipakai tetap, maka akan berlaku tiga kemungkinan hukum perluasan produksi, yaitu : 1. Increasing return to scale Dapat diartikan bahwa jika kombinasi input ditambah secara proporsional sebesar k maka akan menyebabkan peningkatan nilai

produksi lebih besar dari k sehingga dapat dikatakan bahwa proses produksi sudah efisien dan kapasitas produksi masih dapat ditambah. Increasing return to scale terjadi jika 2. Constant return to scale Dapat diartikan bahwa jika kombinasi input ditambah secara proporsional sebesar k maka akan menyebabkan peningkatan nilai produksi sama dengan k sehingga dapat dikatakan bahwa proses produksi kurang efisien. Constant return to scale terjadi jika . 3. Decreasing return to scale Dapat diartikan bahwa jika kombinasi input ditambah secara proporsional sebesar k maka akan menyebabkan peningkatan nilai produksi lebih kecil dari k sehingga dapat dikatakan bahwa proses produksi tidak efisien. Decreasing return to scale terjadi jika . Dalam penelitian ini, digunakan fungsi produksi yang telah diperluas dengan penambahan bahan baku. Variable bebas yang digunakan untuk mengukur produksi minyak goreng kelapa murni (VCO) adalah modal, tenaga kerja, serta bahan baku. .

Metodologi Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.Objek studi dari penelitian ini adalah melihat profil dan fungsi produksi industri minyak kelapa di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data dari perusahaan industi minyak goreng kelapa murni (VCO) di Indonesia tahun 2010. Industri minyak goreng kelapa merupakan industri yang tergolong dalam KBLI 5 digit dengan kode 10423 yaitu industri minyak goreng kelapa. Untuk menjelaskan profil dari industry minyak goreng kelapa murni (VCO) di Indonesia tahun 2010 digunakan analisis deskriptif sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh signifikan secara statistik dalam proses produksi

minyak goreng kelapa murni (VCO) di Indonesia digunakan analisis regresi linear berganda yang diturunkan dari fungsi produksi Cobb-Douglas.

Dimana Nilai Produksi minyak goreng kelapa (Ribu rupiah) Mesin dan perlengkapan (ribu rupiah) Total tenaga kerja Bahan baku total (ribu rupiah) = koefisien regresi modal/elastisitas modal = koefisien regresi tenaga kerja/elastisitas tenaga kerja = koefisien regresi bahan baku/elastisitas bahan baku

Selanjutnya berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dilakukan permodelan regresi linear berganda. Bentuk persamaan regresi fungsi produksi berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah sebagai berikut : ; i =1, 2, , n

DAFTAR PUSTAKA Agusmidah. 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan. Medan : USU Press Agribisnis. Manfaat Minyak Kelapa Murni (VCO, Virgin Coconut Oil). http://agribisnis.pedagangkakionline.com/manfaat-minyak-kelapa-murnivco-virgin-coconut-oil-2.html. (15 Maret 2011)

Agrina.

Menanti

Bangkitnya

Industri

Minyak

Goreng

Kelapa. (15

http://www.agrina-online.com/show_article.php?rid=7&aid=1261. Maret 2011) Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta : andi.

Neter, John, William Wasserman dan Michael H. Kutner.1989. Applied linier regression Models. Boston: Irwin.

Pindyck, Rubinfeld. 2007. Mikroekonomi edisi keenam Jilid I. Jakarta : indeks. Repindo. Bio Virgin Minyak Goreng Kelapa Berkualitas
.

http://pelatihanrepindo.blogspot.com/2010/02/bio-virgin-minyak-gorengkelapa.html. (15 Maret 2011)

Sukirno, sadono. 2001. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : Graffindo Wordpress. Sepuluh Alasan Minyak Goreng Kelapa Refining VCO

Lebih Unggul.

http://produkkelapa.wordpress.com/2010/02/03/sepuluh-

alasan-minyak-goreng-kelapa-refining-vco-lebih-unggul/ (15 Maret 2011) Wordpress. Analisis Produktivitas Perusahaan Menggunakan Pendekatan CobbDouglas. http://file2shared.wordpress.com/analisis_produktivitas/ (2

Februari 2011)

You might also like