You are on page 1of 10

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 1 (KD 1, Indikator Hasil Belajar 1, 2, dan 3) tentang Pemahaman yang Mendalam mengenai Definisi Perkembangan Inti pembahasan dalam presentasi oleh kelompok 1 adalah pemahaman mendalam tentang definisi perkembangan. Inti pembahasan ini meliputi tiga sub kajian, yaitu: konsepsi menurut Aliran Asosiasi, konsepsi menurut aliran Psikologi Gestal, dan konsepsi menurut Aliran Sosiologis. Pengertian perkembangan adalah suatu pola perkembangan individu. Perkembangan ini berawal pada konsepsi dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi. Artinya perkembangan tersebut berlangsung dari proses terbentuknya individu, dari proses bertemunya sperma dengan sel telur sampai dengan akhir hayat seorang individu. Perkembangan itu berbeda dengan pertumbuhan, alasannya perkembangan bersifat kualitatif (tidak dapat diukur) sedangkan pertumbuhan bersifat kuantitatif (dapat diukur). Menurut para ahli perkembangan merupakan suatu perubahan atau proses ke arah yang lebih baik atau lebih dewasa. Mengacu pada Konsepsi Aliran Asosiasi, perkembangan adalah suatu proses asosiasi. Para ahli menekankan bahwa prinsip asosiasi berperan sebagai mekanisme untuk memperoleh pengalaman. Penjelasan perkembangan secara asosiasi berfokus pada tiga hukum asosiasi. Tiga hukum tersebut adalah law of contiguity (informasi bersifat kontinyu), law of similarity (pengaitan satu informasi), law of intensity (kombinasi elemen yang membentuk elemen berbeda). John Lock membagi pengalaman menjadi dua macam, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui panca indera (pengalaman luar) dan pengalaman mengenai keadaan, batin sendiri (pengalaman dalam). Mengacu pada konsepsi yang dirintis oleh Chr. Von Ehrenfels (aliran Psikologi Gestal), perkembangan adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi, keseluruhan bersifat primer, sedangkan bagian-bagian bersifat sekunder. Aliran ini merupakan kebalikan dari aliran asosiasi. Psikologi Gestal bermula dan mencapai sukses pada lapangan pengamatan (persepsi). Psikologi Gestal memiliki demonstrasi (peranan latar belakang) dan organisasi (prosesproses secara fenomenal). Menurut Konsepsi aliran sosiologis, perkembangan merupakan proses sosialisasi. Anak-anak mulanya adalah bersifat asosial/prasosial, lambat laun berkembang menjadi sosial atau disosialisasikan. Baldwin berpendapat bahwa proses perkembangan itu berlangsung melalui adaptasi dan seleksi (Law of Effect). Menurut Baldwin, jenis peniruan ada dua, nondeliberate imitation (hanya meniru gerakan) dan deliberate imitation (meniru peranan sosial). Serta ada tiga taraf proses peniruan. Taraf pertama disebut taraf proyektif (anak mendapat kesan sebagai model). Taraf kedua disebut taraf subyektif (anak meniru sikap/gerakan model). Taraf ketiga disebut taraf eyektif (anak telah menguasai hal yang ditirunya). Konsepsi tentang proses sosialisasi ini banyak diikuti oleh ahli-ahli di daerah Anglo Saksis.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 2 (KD 2, Indikator Hasil Belajar 1, 2, dan 3) tentang Pemahaman yang Mendalam mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Perkembangan manusia memerlukan perhatian khusus mengenai proses pematangan (pematangan fungsi kognitif), proses belajar, dan pembawaan/bakat. Jika, fungsi kognitif, proses belajar, dan bakat seorang siswa dalam keadaan baik, maka begitu juga dengan proses perkembangan kehidupannya. Akan tetapi, itu semua masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: konsepsi menurut aliran Nativisme, aliran Empirisme, dan aliran Konvergensi. 1. Konsepsi menurut Aliran Nativisme Aliran filsafat Nativisme dijuluki sebagai aliran pesimistis. Pesimistis yang dimaksud adalah memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Para ahli penganut aliran Nativisme berkeyakinan bahwa perkembangan peserta didik hanya ditentukan oleh unsur pembawaan, sedangkan pengalaman dan pendidikan dianggap tidak berpengaruh (pesimisme pedagogis). Sebagai contoh, jika sepasang orang tua adalah ahli seni tari, maka anak-anak yang akan lahir menjadi penari pula. Dalam hal ini, perkembangan pembawaan dan bakat orang tua selalu berpengaruh mutlak terhadap perkembangan kehidupan anak-anaknya. Ahli yang dipandang sebagai nativis adalah Noam A. Chomsky, seorang ahli linguistik. Serta tokoh utama aliran Nativisme adalah seorang filosof Jerman bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860). 2. Konsepsi menurut Aliran Empirisme Aliran Empirisme (empiricism) merupakan kebalikan dari aliran Nativisme. Sebenarnya nama asli aliran ini adalah The School of British Empiricism (aliran Empirisme Inggris). Tokoh utama aliran ini adalah John Locke (1632-1704). Doktrin Empirisme menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan. Dengan kata lain, perkembangan peserta didik (manusia) mengabaikan bakat dan pembawaan sejak lahir. Dalam hal ini, para penganut Empirisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, tak mempunyai bakat apa-apa (dalam keadaan kosong), sehingga hal penentu kehidupannya kelak adalah bergantung pada pengalaman dan lingkungan yang mendidiknya. Contoh, jika seorang siswa berkesempatan mempelajari teknologi pertanian, kelak ia akan menjadi seorang petani. Bukan menjadi seorang penari, meskipun orang tuanya sebagai penari. 3. Konsepsi menurut Aliran Konvergensi Aliran konvergensi adalah perpaduan/gabungan antara aliran Nativisme dan aliran Empirisme. Intinya, aliran ini menggabungkan faktor pembawaan dengan faktor lingkungan. Louis William Stern (1871-1938) seorang filosof dan psikolog Jerman adalah tokoh utama aliran ini. Para penganut aliran konvergensi berkeyakinan bahwa baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan memiliki andil/pengaruh yang sama besar (seimbang) dalam hal menentukan masa depan seseorang. Contoh, seorang siswa yang lahir dalam keluarga penari, kelak akan menjadi penari yang profesional jika ia dididik dalam lingkungan pendidikan tari (sanggar tari).

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 3 (KD 3, Indikator Hasil Belajar 1, 2, dan 3) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa Prasekolah (Pra-operasional) Tiga dari tujuh konsep perkembangan anak selama masa prasekolah (praoperasional, umur: 2-7 tahun) adalah Perkembangan Fisik, Pemikiran Simbolik/Semiotik, dan Perolehan Bahasa. Untuk lebih memahami, berikut dijelaskan secara singkat mengenai pengertian dari dua konsep tersebut. 1. Perkembangan Fisik Perkembangan anak masa prasekolah lebih lamban jika dibandingkan dengan perkembangan anak pada masa bayi (berbanding terbalik). Meskipun begitu, pada masa prasekolah ini perkembangan keterampilan motorik baik yang bersifat halus maupun kasar berkembang lebih pesat (Desmita, 2005:128). Adapun aspek penting yang berpengaruh terhadap perkembangan fisik anak masa prasekolah adalah tinggi dan berat badan, perkembangan otak, serta perkembangan motorik. Pada masa ini, tinggi bertambah rata-rata 2,5 inci dan berat badan bertambah 2,5 kg s/d 3,5 kg. Aspek penting selanjutnya adalah perkembangan otak. Aspek ini merupakan bagian terpenting dari perkembangan anak. Sementara itu, perkembangan motorik yang berkembang ditandai dengan anak sudah mampu menggunakan panca inderanya dengan cukup baik. 2. Pemikiran Simbolik/Semiotik Pemikiran simbolik/semiotik diasumsikan sebagai pencapaian kognitif yang terpenting. Ini dicirikan dengan adanya semiotik (penggunaan simbol/tanda tertentu untuk menjelaskan suatu objek). Peran simbol/tanda tersebut adalah untuk membantu anak berkomunikasi dengan orang disekitarnya. Gejala yang tampak dalam pemikiran simbolik/semiotik ini, antara lain: imitasi tidak langsung (penggambaran secara mental), permainan simbolis (ekspresi diri sebagai pendengar), menggambar (penghubung antara permainan simbolis dan penggambaran secara mental), gambaran mental (reproduktif dan antisipasoris), dan bahasa ucapan (suara sebagai representasi). 3. Perolehan Bahasa Bahasa adalah alat yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang di sekitar. Dengan adanya bahasa pemikiran anak akan lebih diperluas. Perkembangan ini akan berjalan lancar jika antara kemampuan nalar dan intuisi berjalan seimbang. Ada lima faktor yang mempengaruhi perolehan bahasa pada anak. Pertama, umur anak. Semakin bertambah usia maka semakin matang kemampuan dalam berbahasa. Kedua, kondisi lingkungan. Biasanya anak diperkotaan akan lebih cepat berkembang dalam hal bahasa dibandingkan dengan anak di pedesaan. Ketiga, kecerdasan anak. Kecerdasan ini berbanding lurus dengan kemampuan pembedaharaan kata. Keempat, Status sosial dan ekonomi keluarga. Anak dalam status keluarga kebangsawanan dipandang memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik. Faktor kelima adalah kondisi fisik.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 4 (KD 3, Indikator Hasil Belajar 4 dan 5) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa Prasekolah (Pra-operasional) Ada tujuh konsep dalam perkembangan anak selama masa prasekolah (pra-operasional, umur: 2-7 tahun). Konsep keempat dan kelima dari tujuh konsep itu adalah pemikiran intuitif dan perkembangan pemahaman matematika. Untuk lebih memahami hal tersebut, berikut dijelaskan secara singkat mengenai pengertian dari dua konsep tersebut. 1. Pemikiran Intuitif Dalam tahap pemikiran intuitif, anak-anak mulai menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Pemikiran intuitif merupakan subtahap kedua pemikiran pra-operasional (usia 4 tahun s/d 7 tahun). Menurut Piaget, pada tahap ini anak nampak begitu yakin tentang pengetahuan dan pemahaman yang mereka miliki. Akan tetapi, tetapi mereka belum sadar tentang proses terjadinya pengetahuan tersebut. Pemikiran anak dalam tahap pemikiran intuitif ini berkembang pesat secara bertahap ke arah konseptualisasi, keputusan anak hanya berdasarkan pada pemikiran intuitif. Adapun jenis-jenis dari pemikiran intuitif adalah mimpi, animisme, egosentris, ketiga hal ini bersumber dari miskonsepsi. Berikut adalah sedikit gambaran mengenai jenis-jenis pemikiran intuitif. Mimpi, jika anak mengalami mimpi maka anak akan membawa mimpi tersebut ke dunia nyata (seolah-olah nyata). Animisme, bersifat personifikasi artinya mengganggap benda mati sebagai benda hidup (salah satunya manusia). Egosentris, memandang segala sesuatu hanya dari satu sudut pandang (monokausal). 2. Perkembangan Pemahaman Matematika Secara umum matematika diartikan sebagai suatu penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang. Jika dijabarkan, kata matematika berasal dari kata mathema (bahasa Yunani) diartikan sebagai sains, ilmu pengetahuan, atau belajar. Serta dari kata mathematikos diartikan menjadi suka belajar. Bruner menyampaikan bahwa cara terbaik bagi seseorang yang memulai belajar konsep dan prinsip matematika adalah dengan mengkonstruksi konsep dan prinsip tersebut. Perkembangan pada tahap ini juga berkembang dengan pesat, tetapi belum sempurna. Artinya anak masih sulit membedakan kebenaran fantasi dan realisme. Kesulitan lainnya yang dialami oleh anak adalah ketidakmampuan dalam memahami prinsip kekekalan. Prinsip kekekalan yang dimaksud adalah pengetahuan yang kuantitasnya tidak berhubungan dengan susunan dan penampakan fisik suatu objek (Piaget). Salah satu cara mudah dalam mengajarkan matematika dengan memfasilitasi anak dalam suatu les private tertentu. Akan tetapi, hal ini juga harus didukung dari minat anak. Dalam masa pra-sekolah anak wajib diajarkan pendidikan matematika, tetapi tidaklah boleh dipaksa. Jika terdapat unsur paksaan maka ini berpengaruh pada psikologis anak. Akibatnya anak menjadi enggan/trauma.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 5 (KD 3, Indikator Hasil Belajar 6 dan 7) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa Prasekolah (Pra-operasional) Dua dari 7 konsep perkembangan dalam masa prasekolah (pra-operasional, umur: 2-7 tahun) adalah Perkembangan Pemahaman Sains dan Perkembangan Sosioemosional. Untuk lebih memahami, berikut dijelaskan secara singkat mengenai pengertian dari dua konsep tersebut. 1. Perkembangan Pemahaman Sains Pengenalan tentang sains untuk anak pra-sekolah merupakan sesuatu hal yang penting. Artinya orang tua hendaknya mampu menstimulasi kegiatan anak yang terkait dengan sains dan teknologi. Penerapan sains dalam kehidupan anak pra-operasional hendaknya dilaksanakan dengan metode belajar sambil bermain. Ini bertujuan agar memancing minat anak agar termotivasi untuk mengeksplorasi kegiatan sains. Dalam masa ini pengenalan sains untuk anak lebih ditekankan pada proses daripada hasil (produk). Produk sains meliputi fakta, konsep, teori, prinsip, dan hukum. Menurut Fisher, secara etimologis sains berasal dari bahasa latin yaitu scientia. Scentia berarti pengetahuan. Berikut adalah berbagai pendapat para ahli mengenai definisi sains: Fisher, sains adalah kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode berdasarkan observasi. Nash, sains adalah suatu proses/cara untuk meneropong dunia. Wigner, sains adalah gudang/penyimpanan tentang gejala-gejala alam. Bube, sains adalah pengetahuan tentang dunia alamiah. Benyamin, sains adalah mode of inquiry. Rambu-rambu dalam pengenalan sains harus bersifat konkret, memperlihatkan hubungan sebabakibat, membiarkan anak melakukan eksplorasi, memberikan kesempatan pada anak untuk membangun pengetahuannya sendiri, serta yang terpenting adalah lebih menekankan proses daripada hasil (produk) 2. Perkembangan Sosioemosional Pada hakikatnya, perkembangan sosioemosional adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial dan emosional (menyangkut perasaan). Berikut adalah mekanisme emosi dari seorang anak: elicitor (dorongan peristiwa terjadi), receptors (berpusat pada sistem saraf), state (perubahan spesifik), experission (perubahan pada rasiologis), dan experience (inter individu). Salah satu fungsi emosi adalah mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. Adapun jenis-jenis emosi tersebut antara lain: senang, marah, takut, dan sedih. Jenis emosi ada dua yaitu, emosi positif dan emosi negatif. Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak, menimbulkan kecemasan bagi orang tuanya. Faktor-faktor tersebut adalah pengaruh keadaan individu, konflik dalam proses perkembangan, dan pengaruh dari lingkungan. Adapun faktor-faktor yang bersifat lebih khusus adalah tingkah laku agresif, daya saing kurang, pemalu, anak manja, perilaku berkuasa, dan perilaku merusak.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 6 (KD 4, Indikator Hasil Belajar 1 dan 2) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa Sekolah Dasar (usia 7 s/d 11 tahun) Selama masa Sekolah Dasar (operasional konkret) usia 7 s/d 11 tahun, cara berpikir anak sudah berkembang lebih kompleks jika dibandingkan dengan masa pra-operasional. Dalam keadaan ini anak memiliki ciri yang lebih khas dalam kegiatan belajarnya. Ciri-ciri tersebut antara lain: konkret, integratif, dan hierarkhis. Adapun proses penting selama masa operasional konkret adalah sebagai berikut: pengurutan, klasifikasi, decentering, reversibility, konservasi, dan penghilangan sifat egosentrisme. 1. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik adalah perkembangan biologis (jasmani) seorang individu. Perkembangan ini terdiri atas perubahan fungsi bagian tertentu, perubahan bentuk dan volume kepala, perubahan organ-organ tubuh lainnya, kesemuanya itu menuju pada proses kematangan. Pada hakikatnya, perkembangan fisik meliputi perkembangan anatomis (perubahan kuantitatif) dan perkembangan fisiologi (perubahan secara kuantitatif, kualitatif, dan fungsional). Adapun aspek pokok perkembangan fisik adalah tinggi dan berat badan, proporsi bentuk tubuh, otak, dan perkembangan motorik. Dalam aspek pokok perkembangan fisik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain: nutrisi dan kesehatan, olahraga, luka dan penyakit, perhatian orang tua, dan lingkungan. 2. Kemampuan-Kemampuan Kognitif Pada masa ini anak telah mampu mengembangkan operasi logis yang bersifat reversible, konservasi, dan seriasi mengklasifikasi objek. Adapun pokokpokok materi yang dibahas pada bagian ini adalah transformasi reversible, sistem kekekalan, dan seriasi. Transformasi reversible adalah suatu tahapan yang ditandai dengan anak sudah mulai mengerti proses perubahan. Ini dibagi menjadi dua macam yaitu, inersi dan resiprok. Selanjutnya, anak telah mulai memahami sistem konsep kekekalan. Konsep kekekalan yang dimaksud adalah konsep kekekalan objek bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda tidak berhubungan dengan pengaturan objek tersebut. Berdasarkan penelitian Piaget didapatkan berbagai macam tahap perkembangan pengertian kekekalan. Berbagai macam kekekalan tersebut adalah kekekalan bilangan, kekekalan substansi, konservasi panjang, kekekalan luas, kekekalan berat, dan kekekalan volume. Ciri-ciri pemikiran operasi konkret yang lainnya adalah adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh, melihat dari berbagai segi, seriasi, klasifikasi, bilangan, ruang, waktu, kecepatan, kausalitas, probabilitas, penalaran, egosentrisme, dan sosialisme.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 7 (KD 4, Indikator Hasil Belajar 3) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa Sekolah Dasar (usia 7 s/d 11 tahun) 1. Perkembangan Sosioemosional Sosioemosional berasal dari kata sosialisasi dan emosi. Loree mengungkapkan bahwa sosialisasi adalah suatu proses individu (anak) dalam melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan. Selain itu, juga mengenai hal belajar bergaul dengan bertingkah laku seperti orang lain dalam lingkungan sosial. Emosi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang kompleks (berupa perasaan atau pikiran) yang ditandai dengan perubahan biologis perilaku seseorang. Dengan demikian, pengertian perkembangan sosioemosional adalah perkembangan individu (anak) dalam suatu keadaan berupa kepekaan perasaan atau pikiran dalam kehidupan sosial. Dengan tujuan agar individu tersebut diterima dalam lingkungan sosial. Dalam masa ini keterampilan-keterampilan fundamental (membaca, menulis, berhitung) telah dikuasai oleh anak. Prestasi dianggap sebagai sesuatu yang sangat sentral. Selain itu, juga ditandai dengan adanya peningkatan pengendalian diri yang masih tetap ada dalam tuntunan orang tua. Antara satu anak dengan anak yang lainnya memiliki kemampuan (karakteristik) yang berbeda terkait dengan perkembangan sosioemosional. Ada beberapa hal yang menjadi tolok ukur perkembangan emosi anak usia 7 s/d 11 tahun. Hal tersebut antara lain: bersifat cenderung lebih aktif, tertarik dan senang pada hal-hal baru, menunjukkan ketegasan, bersifat lebih mandiri, mampu mengekspresikan berbagai jenis emosi, serta mampu mengenali campuran emosi. Peran serta orang tua dalam mendidik anaknya adalah dengan cara yang bervariasi. Semua variasi tersebut sebenarnya bertujuan untuk memperoleh hasil yang terbaik. Adapun variasi yang dimaksud, yaitu: otoriter (kepatuhan pada orang tua), otoratif (kebebasan terbatas pada anak), dan premisif (kebebasan penuh pada anak). Menurut penelitian Baumrind, cara yang paling efektif adalah gaya orang tua yang otoratif. Diharapkan lebih ditekankan tentang pentingnya kontrol kehangatan orang tua dalam memahami keadaan anaknya. Penerapan teori Baumrind juga didukung oleh teori Hoffman, yang mengharapkan dianjurkannya kiat-kiat sebagai berikut: merangsang empati, mengingatkan anak dengan kepentingan orang lain, serta membantu anak untuk menemukan pijakan bersama. Selanjutnya, Hoffman menemukan bahwa orang tua cenderung menggunakan tiga pendekatan dalam disiplin anak. Pendekatan tersebut adalah penonjolan kekuasaan, tidak menunjukkan kasih sayang, dan induksi.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 8 (KD 5, Indikator Hasil Belajar 1 dan 2) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa SMP dan SMA (usia 11 tahun ke atas) Menurut Samsunuwiyati, masa remaja dibedakan menjadi 3, yaitu: masa remaja awal (12 s/d 15 tahun), masa pertengahan (15 s/d 18 tahun), dan masa remaja akhir (18 s/d 21 tahun). Sementara itu, menurut WHO masa remaja dibagi menjadi dua, yaitu: masa remaja awal (10 s/d 14 tahun) dan masa remaja akhir (15 s/d 20 tahun). Jean Piaget mengungkapkan bahwa usia remaja merupakan tahap formal operasional anak. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12 s/d 22 tahun. Pada masa tersebut terjadi proses pematangan (baik pematangan fisik maupun pematangan psikologis). 1. Perkembangan Fisik Perubahan fisik yang terjadi pada anak masa ini adalah gejala primer dalam perkembangan dan pertumbuhan anak masa remaja. Hal ini ditandai dengan adanya pubertas. Artinya kematangan organ-organ seks dan kemampuan kognitif sudah mulai berkembang (terjadi pada baik laki-laki maupun perempuan). Pada fase ini, sedang terjadi perubahan-perubahan fisik. Perubahan fisik yang paling terlihat adalah pada organ reproduksi. Perubahan ini disebabkan oleh adanya dua kelenjar yang menjadi aktif bekerja dalam sistem endokrin. Perubahan-perubahan penting dalam masa remaja adalah perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, ciri kelamin yang utama, ciri kelamin kedua (percepatan pertumbuhan dan proses pematangan seksual). Sementara itu, kondisi-kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan fisik juga dipengaruhi oleh keluarga, gizi, gangguan emosional, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kesehatan, dan pengaruh bentuk tubuh. 2. Perkembangan Kognitif Pada saat masa remaja terjadi suatu proses perkembangan otak untuk menuju kesempurnaan. Mussen menjelaskan bahwa pada masa ini remaja memiliki kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara tepat dan efisien. Perkembangan kognitif remaja membahas tentang perkembangan remaja dalam berpikir. Dengan kemampuan penalaran yang dimiliki anak remaja, mereka dapat melakukan pertimbangan dan perdebatan mengenai abstraksi tentang manusia (kebaikan, kejahatan, kebenaran, dan keadilan). Keating mengungkapkan perbedaan antara pemikiran formal operasional dan konkret operasional, yaitu: penekanan pada kemungkinan versus kenyataan, menggunakan penalaran ilmiah, dan kecakapan dalam mengkombinasikan ide-ide. Selanjutnya, Vygotsky mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif remaja tidak berlangsung terlepas dari lingkungan sosial.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 10 (KD 5, Indikator Hasil Belajar 5, 6, dan 7) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa SMP dan SMA (usia 11 tahun ke atas) Pada kesempatan sebelumnya telah dijelaskan mengenai perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosional, serta implikasinya dalam praktik pendidikan. Agar memahami lebih mendalam berikut akan dijelaskan mengenai perkembangan identitas, empat status identitas Erikson, dan konsep diri dan harga diri, yaitu: 1. Perkembangan Identitas Pada hakikatnya, konsep identitas mengacu pada suatu kesadaran akan kesatuan dan kesinambungan pribadi, serta keyakinan yang sifatnya stabil (meskipun terjadi suatu perubahan). Dijelaskan bahwa orang yang mencari identitas adalah mereka yang ingin menentukan siapakah atau apakah yang diinginkan pada masa mendatang. Jika identitas itu telah diperoleh, mereka akan menyadari karakteristik dari kepribadiannya. Teori Erikson menyatakan bahwa perkembangan individu dibedakan menjadi delapan tahap, yaitu: tahap kepercayaan melawan ketidakpercayaan (masa bayi), tahap otonomi melawan rasa malu dan ragu-ragu (masa kanakkanak), tahap inisiatif melawan rasa bersalah (masa prasekolah), masa ketekunan melawan rasa rendah diri (masa sekolah dasar), tahap identitas melawan kebingungan (masa remaja), tahap keintiman melawan isolasi (masa awal dewasa), tahap generativitas melawan stagnasi (masa pertengahan dewasa), dan tahap integritas ego melawan keputusan (65 tahun s.d. akhir hayat). Dari delapan tahap tersebut, tahapan yang dialami pada masa remaja adalah tahap kelima. 2. Empat Status Identitas Erikson Erikson mengungkapkan bahwa identitas adlah konsep yang koheren tentang diri sendiri, terdiri dari tujuan, nilai-nilai dan keyakinan pada seseorang (komitmennya yang solid). Teori ini menyebutkan empat status identitas yang dapat dialami oleh remaja dan ada hubungannya dengan aspek kepribadian, yaitu: confusion/diffusion artinya tidak melakukan eksplorasi dan tidak membuat komitmen, foreclosure artinya tidak melakukan eksplorasi, tetapi membuat komitmen, dipengaruhi oleh orang tua, moratorium artinya melakukan eksplorasi, tetapi tidak membuat komitmen, achievement artinya melakukan eksplorasi dan membuat komitmen. 3. Konsep Diri dan Harga Diri Konsep diri merupakan sesuatu yang dipandang, dirasakan, dan dialami individu dalam mengenal dirinya sendiri. Komponen yang ada di dalamnya adalah komponen kognitif (pengetahuan) dan komponen afektif (penilaian). Ada banyak faktor yang mempengaruhi konsep diri pada remaja.

SEMANGATISME Oleh: Putu Gede Asnawa Dikta [1113021011] Mahasiswa Semester 1 Jurusan Pendidikan Fisika UNDIKSHA

Ringkasan Presentasi 11 (KD 5, Indikator Hasil Belajar 8 dan 9) tentang Pemahaman Mendalam mengenai Perkembangan Anak Selama Masa SMP dan SMA (usia 11 tahun ke atas) Pada kesempatan sebelumnya telah dijelaskan mengenai hal-hal yang terkait dengan perkembangan anak selama masa SMP dan SMA. Guna memahami lebih mendalam berikut akan dijelaskan mengenai hubungan-hubungan sosial dan masalah-masalah remaja. 1. Hubungan-Hubungan Sosial Hubungan sosial adalah suatu hubungan antarmanusia yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Hubungan sosial berbanding lurus dengan tingkat kedewasaan seseorang. Papalia dan Olds mengungkapkan bahwa pada tahap operasional, perkembangan hubungan sosial lebih ditekankan pada hubungan seorang individu dengan sebayanya, jika dibandingkan dengan hubungan dengan orang tua. Ini disebabkan oleh remaja lebih sering melakukan interaksi dengan dunia luar (lingkungan di luar keluarga). Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental (terutama emosi dan intelegensi). Naland mengungkapkan bahwa ada beberapa sikap yang sebaiknya orang tua lakukan terhadap anaknya (memasuki tahap formal operasional), yaitu: orang tua hendaknya bersikap fleksible dalam bertindak dan berbicara, remaja perlu diajarkan kemandirian secara bertahap, remaja diberikan kesempatan untuk mlakukan eksploitasi (positif), orang tua hendaknya bersikap authorative. 2. Masalah-Masalah Remaja Adanya perubahan pada masa remaja sudah pasti menimbulkan suatu permasalahan. Permasalahan tersebut antara lain: permasalahan berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik, berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa, berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, berkaitan dengan perkembangan kepribadian dan emosional, dan berkaitan dengan tugas perkembangan. Berbagai permasalahan tersebut terkait dengan perilaku menyimpang, kenakalan remaja (terisolir, neutrik, psikotik, dan defek moral), penyalahgunaan narkoba dan alkoholisme, dan penyimpangan perilaku seksual. Penyimpangan-penyimpangan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: identitas, kontrol diri, keluarga, pengaruh teman sebaya, sosial ekonomi, lingkungan sekitar tempat tinggal. Pencegahan perilaku menyimpang tersebut dapat dilakukan dengan cara menjaga keharmonisan keluarga, pengembangan pribadi remaja (melalui pendidikan khusus sekolah), serta penggalian bakat yang dimiliki oleh remaja. Dengan harapan remaja dapat tertuntun ke jalan yang baik dan benar.

You might also like