You are on page 1of 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI 1. Kontrasepsi a. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dengan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma (Wikjosastro, 2003). Di Indonesia alat konstrasepsi yang telah dikembangkan menjadi program adalah pil, suntik, IUD, implant dan kontap (BKKBN, 2003). Menurut Hartanto ( 2004 ) pelayanan kontrasepsi diupayakan untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna. b. Tujuan Kontrasepsi 1) Untuk menunda kehamilan atau kesuburan 2) Untuk menjarang kehamilan 3) Untuk mencegah kehamilan atau kesuburan c. Syarat-Syarat Kontrasepsi Syarat syarat kontrasepsi menurut Mochtar (1998) antara lain sebagai berikut: 1) Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya

2) Lama kerja dapat diukur menurut keinginan 3) Tidak mengganggu hubungan persetubuhan 4) Sederhana, sedapat-dapatnya tidak perlu dikerjakan oleh seorang dokter. 5) Harganya murah supaya dapat dijangkau masyarakat luas 6) Dapat menerima pasangan suami istri 7) Tidak memerlukan bantuan medik atau control yang terlambat selama pemakaian d. Sasaran Kontrasepsi 1) Pasangan usia subur 2) Ibu yang mempunyai banyak anak 3) bu yang mempunyai resiko tinngi terhadap kehamilan. e. Cara-Cara Kontrasepsi Menurut Mochtar (1998) cara cara kontrasepsi dapat dibagi menjadi beberapa metode antara lain: 1) Pembagian menurut jenis kelamin pemakai a) Cara atau alat yang dipakai oleh suami (pria) b) Cara atau alat yang dipakai oleh istri (wanita) 2) Menurut pelayanannya a) Cara medis dan non medis b) Cara klinis dan non klinis 3) Pembagian menurut efek kerjanya a) Tidak mempengaruhi fertilitas

b) Menyebabkan fetilitas temporer atau merata c) Kontrasepi permanen dengan infertilitas menetap 4) Pembagian menurut cara kerja alat/cara kontrasepsi a) Menurut keadaan biologisnya meliputi senggama terputus, metoda kalender, suhu badan b) Memakai alat barier yang meliputi kondom, diafragma, kap posio (mekanis) dan spermisida (kimiawi) c) Kontrasepsi Intra uteri yang meliputi IUD atau AKDR d) Hormonal yang melliputi pil KB, suntik KB dan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) e) Operatif yang meliputi tubektomi dan vasektomi 5) Pembagian umum dan banyak dipakai a) Metoda merakyat (Folk Methods) (1) Senggama terputus (Coitus Intruptus) (2) (3) Pembilasan pasca senggama (Postcoital Douche) Perpanjangna masa laktasi (Prolonged Lactation)

b) Metoda Tradisional ( Traditional Method) (1) Pantang berkala (system kalender, system suhu basal) (2) Kondom (karet KB) (3) Diafragma vagina (4) Spermesida c) Metoda Modern (1) Kontrasepsi hormonal

(2)

Kontrasepsi intra uterin

d) Metoda Permanen Operatif (1) (2) Tubektomi pada wanita Vasektomi pada pria

2. Medis Operasi Pria (MOP) / Vasektomi a. Kontrasepsi Vasektomi Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vas deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (saifuddin, 2003). Menurut Mochtar (1998) vasektomi (sterilisasi pria) adalah tindakan memotong dan menutup saluran mani (vasdeferens) yang menyalurkan sel mani (sperma) keluar dari pusat produksinya di testis. Vasektomi merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada efek buruk pada pria terhadap kegairahan seksual, kemampuan ereksi atau ejakulasi setelah menjalani operasi (Hartanto, 2004). b. Cara kerja/teknik vasektomi (MOP) Ada dua cara kerja/teknik sterilisasi vasektomi yaitu : 1) Teknik vasektomi standar Teknik ini ada 10 langkah, diantaranya yaitu : a) Celana dibuka dan baringkan pasien dengan posisi terlentang.

b) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam bingkai dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75% atau larutan klorheksidin (hibiscrub) 4% atau asam pikrat 2%. Bila ada bulu perlu dicukur terlebih dahulu, sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri sebelum berangkat ke klinik. c) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. d) Tepat di linea mediana diatas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau Xilokain 12%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens di deponir lagi masing-masing 0,5 ml. e) Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat diatas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit. f) Setelah kulit dibuka, vasdeferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anastesi kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam) hingga memudahkan penjahitan kembali. Setelah fasia vas deferens dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih mengkilat

seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya dibebaskan dengan gunting halus berujung runcing. g) Jepitkan vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1 - 2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengkilat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik perdarahan, jangan terlalu banyak karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau defernsialis yang berakibat kematian testis itu sendiri. h) Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutra no 00,0 atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens. i) Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak diluar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi. j) Lakukanlah tindakan diatas (langkah 6 - 9) untuk vas deferens kanan dan kiri, dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1 - 2 jahitan plain catgut no.00,0 kemudian rawat luka operasi

sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester (Saifuddin, 2003). 2) Teknik Vasektomi Tanpa Pisau a) Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang. b) Rambut di daerah skrotum di cukur sampai bersih. c) Penis di plester ke dinding perut. d) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis, dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75%, atau larutan klorheksidin (hibiscrub) 4%. e) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. f) Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi lokal (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau Xilokain 1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens searah distal, kemudian di deponir lagi masing-masing 3 - 4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri. g) Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan di fiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan kebawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit. h) Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah

ujung klem diseksi dengan membentuk sudut 45 derajat. Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vasdeferens, kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujungujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens. i) Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat. j) Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujunng klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap keatas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vasdefrens yang telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi. k) Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan kebawah dengan klem diseksi. Kalau lubang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian buka ujung-ujung klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang

diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3 - 0. l) Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak di potong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum. m) Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lubang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum. n) Lakukan tindakan diatas (langkah 7-13) untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama, kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu di jahit hanya di proksimalkan dengan band aid atau tensoplas (Saifuddin, 2003). 3) Hal yang harus dilakukan setelah menjalani operasi: a) Istirahat secukupnya dan selama 7 hari setelah operasi sebaiknya tidak bekerja berat. b) Bekas luka harus bersih dan tetap kering selama 7 hari.

c) Minum obat yang diberikan oleh dokter sesuai aturan. d) Walaupun sudah diperbolehkan berhubungan intim dengan istri/pasangan setelah 7 hari tindakan operasi, namun pasangan tersebut masih harus memakai alat kontrasepsi lain selama kurang lebih 3 bulan. Bagi pria, kira-kira pada 10-12 kali persenggamaan setelah operasi, dianjurkan memakai kondom. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kehamilan akibat sisasisa sperma yang terdapat dalam cairan mani. Sementara pasangannya menggunakan metode lain yang cocok. Setelah vasektomi, air mani tetap ada, tetapi tidak lagi mengandung bibit. Ini karena vasektomi tidak sama dengan pengebirian. e) Jangan lupa memeriksa ulang ke dokter 1 minggu, 3 bulan, dan 1 tahun setelah operasi (Hartanto, 2004). c. Indikasi Kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2003). Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah bahwa pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya (Prawirohardjo, 1999).

Adapun indikasi pemakaian kontrasepsi vasektomi antara lain : 1) Pasangan yang sudah tidak ingin menambah jumlah anak. 2) Istri yang tergolong sebagai kelompok yang beresiko tinggi untuk hamil atau untuk suami yang istrinya tidak dapat dilakukan minilaparotomi atau laparoskopi. 3) Akibat usia atau kesehatan, pihak istri termasuk resiko untuk hamil 4) Pasangan yang telah gagal dengan kontrasespi lain (Saifuddin, 1996). d. Kontra Indikasi Kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) Menurut Hartanto (2004) ada beberapa kontra indikasi dari kontrasepsi mantap pria/vasektomi yaitu : 1) Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies. 2) Infeksi traktus genitalia. 3) Kelainan skrotum dan sekitarnya seperti varicocele, hydrocele besar, filariasis, hernia inguinalis, luka parut bekas operasi hernia, skrotum yang sangat tebal. 4) Penyakit sistemik seperti penyakit-penyakit perdarahan, diabetes mellitus, dan penyakit jantung koroner yang baru. 5) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil. e. Keuntungan Kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) Keuntungan vasektomi antara lain: 1) Efektif.

2) Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas. 3) Sederhana. 4) Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit. 5) Menyenangkan bagi akseptor karena memerlukan anestesi lokal saja. 6) Biaya rendah. 7) Secara kultural, sangat dianjurkan di negara-negara dimana wanita merasa malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita dan paramedis wanita (Hanafi, 2004). Menurut Mochtar (1998), keuntungan vasektomi ada beberapa anatara lain : 1) Teknik operasi kecil yang sederhana dapat dikerjakan kapan dan dimana saja 2) Komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan. 3) Hasil yang diperoleh (efektivitas) hampir 100%. 4) Biaya murah dan terjangkau oleh masyarakat. 5) Bila pasangan suami istri ingin mendapatkan keturunan lagi, kedua ujung vasdeferens disambung kembali (operasi rekanalisasi). f. Kerugian Kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) Ada beberapa kerugian dari penggunaan kontrasepsi vasektomi, yaitu: 1) Diperlukan suatu tindakan operatif. 2) Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau

infeksi. 3) Kontap-pria belum memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa, yang sudah ada didalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi vas deferens dikeluarkan. 4) Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif menyangkut sistem reproduksi pria (Hanafi, 2004). g. Efek Samping/Komplikasi Vasektomi (MOP) Ada beberapa efek samping yang mungkin terjadi pada pria setelah operasi antara lain: 1) Reaksi Alergi Anastesi Reaksi ini terjadi karena adanya reaksi yang

hipersensitif/alergi karena masuknya larutan anastesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian anastesi lokal yang melebihi dosis. Penanggulangan dan pengobatannya adalah dengan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) untuk menjelaskan sebab terjadinya. Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan anastesi dan pada setiap tindakan operasi baik operasi besar atau kecil. Oleh karena itu perlu diterangkan sebelum dilakukanoperasi dan klien harus mengerti semua resiko operasi tersebut. Setelah itu klien diwajibkan untuk menandatangani informed consent.

2) Perdarahan Biasanya terjadi perdarahan pada luka insisi di tempat operasi, dan perdarahan dalam skrotum. Penyebab terjadinya perdarahan tersebut karena terpotongnya pembuluh darah di daerah saluran mani dan atau daerah insisi. Penanggulangannya perdarahan dihentikan dengan

penekanan pada pembuluh darah yang luka apabila terjadi pada saat operasi. 3) Hematoma Hematoma ditandai dengan adanya bengkak kebiruan pada luka insisi kulit skrotum. Hal ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah kapiler. Penanggulangannya dilakukan dengan tindakan medis yaitu memberikan kompres hangat, beri penyangga skrotum. Bila perlu dapat diberikan salep anti hematoma. 4) Infeksi Gejala/keluhan apabila terjadi infeksi yaitu adanya tanda-tanda infeksi seperti panas, nyeri, bengkak, merah dan bernanah pada luka insisi pada kulit skrotum. Penyebab infeksi ini karena tidak dipenuhinya standar sterilisasi peralatan, standar pencegahan infeksi dan kurang sempurnanya teknik perawatan pasca operasi.

5) Granuloma Sperma Granuloma sperma yaitu adanya benjolan kenyal yang kadang disertai rasa nyeri di dalam skrotum. Penyebabnya adalah keluarnya spermatozoa dari saluran dan masuk ke dalam jaringan sebagai akibat tidak sempurnanya ikatan vas deferens. Apabila granuloma sperma kecil akan di absorpsi spontan secara sempurna. Bila granuloma besar rujuk ke RS untuk dilakukan eksisi sperma granuloma dan mengikat kembali vas deferens, namun biasanya akan sembuh sendiri. Rasa nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgetik. 6) Gangguan Psikis Meningkatnya gairah seksual (libido) dan menurunnya kemampuan ereksi (impotensi) merupakan keluhan yang sering dialami oleh pria setelah operasi. Kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan psikologis (baik yangmeningkat libidonya ataupun yang impotensi), karena secara biologis pada vasektomi produksi testoteron tidak terganggu sehingga libido (nafsu seksual) tetap ada. Penanggulangan dari efek samping ini tidak perlu dilakukan tindakan medis, namun perlu dilakukan psikoterapi. Pada penelitian di Jakarta terhadap 400 pria yang telah dilakukan vasektomi, dilaporkan 50% gairah seksualnya bertambah, 40%

tidak merasakan perubahan, 7% tidak memperhatikan dan hanya 3% yang menurun gairah seksualnya (DEPKES RI, 2000). 3. Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Akseptor Kontap Pria Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu : a. Faktor predisposisi ( predisposing factors ) Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu.Yang termasuk dalam kelompok ini adalah ilmu pengetahuan, sikap, nilai-nilai budaya, kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan status ekonomi. Faktor predisposisi dalam penelitian ini adalah: 1) Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penentu pemilihan alat kontrasepsi. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan akseptor dapat menerima suatu pemahaman terhadap suatu alat kontrasepsi, sehingga semakin tinggi

pemahaman tentang alat kontrasepsi maka semakin selektif dalam pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi akseptor. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda tingkah lakunya dengan orang hanya berpendidikan dasar (Budiono, 2002).

2) Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu Notoatmodjo (2003). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.Pengetahuan disini sangat Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk didalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk yang

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginteraksikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c) Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipalajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lalu. d) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu strukur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3) Ekonomi Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang termasuk

kebutuhan sekunder. 4) Paritas Paritas adalah angka-angka yang menunjukkan jumlah anak yang dimiliki PUS yaitu 2 orang anak. 5) Kepercayaan Kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa yang dipercayai itu benar. Kepercayaan disini terkait dengan mitos atau anggapan yang keliru dari ibu dan masyarakat tentang KB MOP. 6) Nilai Nilai adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang dan diinginkan. 7) Sikap Sikap yaitu evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu. b. Faktor Pendukung (enabling factors) Faktor pendukung adalah faktor yang mendukung untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah

ketersediaan sumber daya kesehatan/fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan sumber daya kesehatan, prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan dan ketrampilan yang berkaitan dengan kesehatan. Tersedia atau tidaknya sarana yang dapat dimanfaatkan adalah hal penting dalam munculnya perilaku seseorang dibidang kesehatan. Betapapun positifnya latar belakang, kepercayaan dan persiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu seseorang tidak akan dapat berbuat banyak dan perilaku kesehatan tidak akan muncul (Maryani, 2006). Hanya 40% sarana pelayanan yang mau melayani vasektomi/Medis Operatif Pria (studi Wibowo, 2002). c. Faktor Pendorong (reinforcing factors) Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk faktor ini adalah pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman kerja, tokoh masyarakat, tokoh agama, juga dari petugas kesehatan sendiri. Menurut Friedman (1998) dukungan istri dianggap melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh kesehatan mental individu dalam keluarga. Keberadaan dukungan istri yang adekuat terbukti berhubungan dengan status kesehatan yaitu timbulnya suatu motivasi bagi suami yang mengarah pada perilaku

tertentu. Bentuk dukungan dari istri dapat berupa persetujuan istri pada suami untuk menggunakan MOP.

B. Kerangka Teori Faktor predisposisi: Pendidikan Pengetahuan Ekonomi Paritas Kepercayaan Nilai Sikap

Faktor pendukung: Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan Keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan

Perilaku kesehatan

Faktor pendorong: Dukungan istri

Gambar 1 Kerangka Teori Sumber : Lawrence W. Green, Health Education Planninga Diagnostic Approach. Mayfield Publishing, California, 1980 dalam Notoatmodjo 2003. Keterangan : : yang diteliti : yang tidak diteliti

You might also like