You are on page 1of 1

Nama : Seno Pujiamukti NPM : 16110447

PINDAH AGAMA?
Wahhh judulnya sangat provokatif sekali. Tapi jangan terkecoh dulu karena itu hanyalah judul yang saya buat dengan tujuan hanya untuk menarik perhatian pembaca. Sebelum masuk ke pembahasan judul di atas, kita akan melihat terlebih dahulu suatu issue yang sering kita hadapi di dunia kerja. Bagi para pengguna jasa layanan IT khususnya pengguna komputer terkadang sering merasa kesal dan lelah dengan perubahan yang seringkali dipaksakan oleh departemen IT terhadap pengguna. Misalnya pemaksaan untuk pindah dari menggunakan Microsoft Office ke OpenOffice, pindah dari menggunakan LIMS ke PILS, atau pindah dari fleksibelnya menggunakan Microsoft Excel ke rumitnya menggunakan Oracle Finance. Secara naluriah, sebagian besar manusia memang sering kesulitan dalam menerima perubahan. Hal ini mungkin bisa disamakan dengan mengubah kebiasaan menulis dari tangan kanan ke tangan kiri atau sebaliknya. Bahkan kita bisa meminjam istilah yang lebih ekstrim dari personel-personel di departemen IT yang juga terkadang menolak perubahan. Lho kok bisa? Bagaimana mungkin menyarankan orang untuk berubah padahal dirinya sendiri juga sulit untuk berubah? Karena personil IT juga manusia yang mempunyai naluri. Di bidang ITkhususnya dalam dunia pemrogramanmengubah kode program dari satu bahasa ke bahasa yang lainsecara ekstrimsering disebut pindah agama. Sangat sulit sekali untuk dilakukan dan tidak jarang sering membuat personil IT frustasi dan proses perubahan gagal di tengah jalan karena ada penolakan dan tidak ada dukungan. Pada proses perubahan ini, sangat sering sekali kita melakukan perbandingan-perbandingan antara yang hal yang baru dan hal yang lama, mengagung-agungkan kelebihan hal yang lama tetapi menafikan kekurangannya, sembari menjelek-jelekan kekurangan hal yang baru tetapi menafikan kelebihannya. Sama halnya dengan perubahan struktur organisasi Business Unit yang baru-baru ini dipaksakan untuk dilaksanakan. Sebagian mungkin melakukan penolakan walaupun hanya dalam hati. Sebagian mungkin merasa pesimis bahwa perubahan ini bisa membawa Puninar ke arah yang lebih baik. Tapi, tidak sedikit juga yang bersiap-siap baik itu secara terpaksa maupun ikhlas menerima perubahan yang sebentar lagi akan dilaksanakan. Orang yang ikhlas menerima perubahan tersebut biasanya meyakini 100% bahwa perubahan yang diinginkan oleh manajemen puncak pasti akan membawa Puninar ke arah yang lebih baik. Seharusnya sikap ikhlas inilah yang patut dicontoh oleh kita-kita yang menolak perubahan. Lho, bagaimana kita bisa ikhlas ketika perubahan ini membuat hidup dan pekerjaan kita semakin sulit? Coba bayangkan situasi ini: Kita sebagai pekerja adalah seekor marmut yang ditaruh dalam sebuah kandang besar lengkap dengan fasilitas tempat makan, minum, tidur, dan kebersihan oleh manajemen puncak sebagai pemilik marmut. Pada suatu waktu, pemilik marmut memindahkan lokasi, membuang, atau menambah fasilitas-fasilitas yang ada pada kandang. Kita sebagai marmut pasti akan merasa bahwa perubahan tersebut merepotkan dan tidak bisa memahami apa maksud pemilik melakukan semua ini. Ini terjadi karena kita tidak bisa melihat kandang sebagai satu kesatuan. Kita sebagai marmut tidak bisa melihat kandang secara keseluruhan dan cenderung memecah kandang menjadi ruang makan, ruang minum, ruang tidur, dan ruang-ruang lain. Ini berbeda dengan yang dilihat oleh pemilik marmut. Pemilik marmut akan melihat kandang secara keseluruhan sebagai satu kesatuan. Dia mengetahui apa yang terbaik bagi seekor marmut. Jika sang pemilik membeli seekor marmut baru dan disuruh memilih antara kandang yang lama dan kandang yang baru, niscaya marmut baru tersebut akan memilih kandang yang baru jika memang secara umum lebih nyaman.

You might also like