You are on page 1of 185

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

PENYUSUNAN DECISION SUPPORT SYSTEM (DSS) STUDI KELAYAKAN EKONOMI DAN FINANSIAL BAGI UKM*) Daniel Asnur**) Abstract DSS is a system based model which consisted of procedures in data processing, addressed to assist managers in taking decision. This system has to be: 1. Simple, 2. Robust, 3. Easy to be controlled, 4. Adaptable, 5. Has various important features, 6. Communicative. Implicitly its also means that this system must base on computer (computerized) and applied/use to support SME to solve their problems. DSS SME software is a computerized information system which can support its users in plan and making decision for SME business finance and economic. DSS can give amenities in doing calculation, correctness in calculation and inspection. This software application is expected to be able to give effectiveness and efficiency for government, stakeholders and intermediary institute in doing decision making to develop SME business. This application system run/compatible with Microsoft Windows, it has attractive display appearance and can yield SME financial and economic eligibility output in .doc format (Microsoft office word) for further editing and printing.

Sistem informasi, aplikasi software, UKM I. PENDAHULUAN Eksistensi UKM dalam perekonomian Indonesia cukup dominan dan signifikan. Sedikitnya, terdapat 3 (tiga) indikator yang menunjukkan bahwa keberadaan UKM di Indonesia memiliki posisi dominan dan signifikan. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Jumlah populasi UKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99% terhadap total unit usaha di Indonesia, dengan jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga
Kajian Asdep Urusan Pengembangan Perkaderan UKM tahun 2008. Artikel diterima 16 April 200, peer review 22 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Kepala Bidang Kerjasama dan aringan pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (koordinator kajian)
*)

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

kerja. Setiap unit investasi pada sektor UKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UKM menyerap 79,04 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan, yakni jumlah PDB mencapai Rp 3.957,4 triliun, dimana UKM memberikan kontribusi sebesar Rp 2.121,3 triliun atau 53,6% dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB UKM tahun 2007 terjadi di semua sektor ekonomi. Ekspor hasil produksi UKM selama tahun 2007 mencapai Rp 142,8 triliun atau 20% terhadap total ekspor nonmigas nasional sebesar Rp 713,4 triliun. Dalam situasi dan kondisi ekonomi yang belum kondusif ini, pengembangan kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) dianggap sebagai satu alternatif penting yang mampu mengurangi beban berat yang dihadapi perekonomian nasional dan daerah. Argumentasi ekonomi ini karena UKM merupakan kegiatan usaha dominan yang dimiliki bangsa ini. Selain itu pengembangan kegiatan UKM relatif tidak memerlukan kapital yang besar dan dalam periode krisis selama ini UKM relatif tahan banting, terutama UKM yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertanian. Depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika telah menyebabkan UKM dalam sektor pertanian dapat memperoleh keuntungan yang relatif besar. Sebaliknya, UKM yang tergantung pada input import mengalami keterpurukan dengan adanya gejolak depresiasi rupiah ini. Di sisi lain, permasalahan UKM yang berkaitan dengan sumber daya manusia (human resources), managemen, funding access, informasi teknologi dan market acces membuat para pengusaha UKM (umumnya) memposisikan diri untuk apatis dalam membangun simbiosis yang harmonis dengan pihak intermediary. Hal ini terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa hanya 31% pihak UKM yang menerima kucuran kredit, sisanya sebanyak 21% ditolak (tidak visible) dan bahkan 48% pengusaha UKM tidak mengajukan kredit pembiayaan sama sekali dari pihak perbankan. Di lain pihak perbankan merasa bahwa sebagian pelaku UKM yang mengajukan kredit juga belum memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh perbankan. Salah satu upaya yang dapat diusung dan dikembangkan adalah dengan menyusun Pedoman Pengambilan Keputusan Pengembangan Investasi UKM Berbasis Teknologi dan Sistem Informasi (Decision Support System/ DSS) yang menjembatani permasalahan dasar UKM dan kebutuhan pihak intermediary swasta untuk meningkatkan portofolio investasinya. DSS adalah sebuah kelas sistem informasi yang terkomputerisasi yang dapat mendukung keputusan. DSS dapat memberikan kemudahan dalam melakukan perhitungan, ketelitian dalam perhitungan dan pemeriksaan. Mengintegrasikan konsep DSS dan konsep kelayakan ekonomi dan finansial untuk pengembangan usaha UKM diharapkan dapat memberikan efektivitas, efesiensi dan ketelitian bagi pihak pemerintah, pelaku usaha dan lembaga intermediary dalam melakukan pengambilan keputusan untuk mengembangkan bisnis UKM.

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu dirancang sebuah sistem informasi dalam pengambilan keputusan untuk melihat kelayakan ekonomi dan finansial bisnis UKM yang dapat direplikasikan untuk usaha yang sejenis pada wilayah-wilayah di Indonesia, sehingga keputusan pengembangan dan pemberdayaan usaha ini dapat dijalankan secara akurat dan teliti. Selain itu, dapat juga digunakan untuk mengukur kinerja usaha ini dalam menjalankan bisnisnya dan memberikan informasi tentang kondisi yang dihadapi. II. TINJAUAN PENELITIAN SEBELUMNYA Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian Decision Support System Kelayakan Ekonomi dan Finansial bagi UMKM, diantaranya penelitian yang dilakukan Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2003) dengan judul Penyusunan DSS Informasi dan Pengendalian Ketahanan Pangan Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan dalam hal: (a) Kecepatan di dalam mencari informasi pangan sampai level kecamatan, sehingga dapat membantu mempercepat perhitungan kebutuhan, pengadaan, dan distribusi pangan; (b) Reliabilitas estimasi luas dan produksi pangan (khususnya padi), sehingga dapat digunakan sebagai opsi kedua setelah BPS dalam perhitungan pengadaan pangan; dan (c) Ketepatan luas dan penggunaan lahan dan trend perubahannya, sehingga kebijakan untuk mengantisipasi laju perubahan lahan pertanian ke non pertanian dapat dilakukan sedini mungkin. Penelitian lanjutan yang dilakukan Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (2005) dalam dengan judul Penyusunan DSS untuk Pendayagunaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Perencanaan Pertanian. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan alat bantu pengambil keputusan untuk pendayagunaan sumberdaya iklim dan air untuk perencanaan pertanian Berdasarkan kedua sumber penelitian tersebut di atas, tampak bahwa manfaat yang diberikan oleh aplikasi Decision Support System sangatlah luas. Sehingga penulis tertarik untuk mengintegrasikan aplikasi DSS ini di dalam dunia koperasi dan UKM yang antara lain untuk keperluan analisa marketing, operasi logistik dan distribusi, serta masalah-masalah yang berkaitan dengan keuangan dan akuntansi (taxation, budgeting, dsb.). III. KERANGKA PEMIKIRAN Dalam penelitian ini akan menyusun Decision Support System Kelayakan Ekonomi dan Finansial bagi UMKM. Hasil analisis tersebut ut menunjukkan apakah usaha yang dijalankan UMKM layak atau tidak untuk dilaksanakan.

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

Langkah pertama adalah menyusun variabel ekonomi dan finansial UMKM. Variabel ekonomi terdiri dari aspek produksi, aspek pemasaran, aspek managemen dan SDM, aspek lingkungan. Aspek finansial meliputi initial invesment, working capital, perhitungan cash flow dan biaya produksi dan operasi. Selanjutnya menganalisis data kuantitatif dengan menghitung kelayakan investasi yang mempunyai beberapa kriteria yaitu Break Event Point (BEP), B/C Ratio, Payback Periods (PP), NPV, PI, IRR, dan Rentabilitas Ekonomi. Kemudian mencari perhitungan analisis sensitivitas untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor pemasukan atau biaya tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi pada aspek keuangan yaitu dari layak atau menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Kemudian dari hasil perubahan biaya atau pendapatan dimasukkan kedalam analisis kelayakan investasi UKM yang diterapkan. Langkah terakhir adalah interpretasi hasil analisis kelayakan, apakah layak atau tidak. Bila hasilnya menyatakan layak maka diteruskan dengan pelaksanaan. Bila hasilnya menyatakan tidak layak maka perlu dilakukan evaluasi. Pada gambar 1 disajikan skema kerangka berpikir sebagaimana penjelasan di atas.

Gambar

1.

Skema Kerangka Pemikiran Penyusunan Decision Support System (DSS) Kelayakan Ekonomi dan Finansial bagi UMKM

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

III.

METODOLOGI 1. Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembuatan software aplikasi DSS kelayakan ekonomi dan finasial ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa kajian literatur yang berkenaan dengan indikator yang ditentukan sebagai variabel ekonomi dan finansial. Pendekatan kuantitatif dipergunakan untuk model perhitungan kelayakan ekonomi dan keuangan dari hasil penyebaran kuisioner kepada responden. Pendekatan ini dilakukan agar kegiatan ini memperoleh hasil yang valid dan komprehensif. 2. Populasi dan Sampel Dari populasi yang menjadi subjek dalam kajian ini, kemudian diambil sampel. Responden yang menjadi sampel penelitian untuk masingmasing kegiatan penyusunan software DSS studi kelayakan ekonomi dan finansial UKM dilakukan dengan purposive sampling berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Sampel diambil dari Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat dan Irian Jaya. Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut: Pelaku UKM yang usahanya merupakan produk unggulan di masing-masing propinsi Telah menjalankan usaha yang sejenis selama lima tahun Penghasilan usaha positif Data yang diambil merupakan data yang wajar.

3. Jenis dan Sumber Data: Jenis dan sumber data yang menjadi bahan dalam kajian ini terdiri dari : Data Primer, yaitu data dan informasi yang diperoleh secara langsung dari narasumber/responden baik yang berupa hasil wawancara dan kuesioner yang disebarkan kepada responden. Data primer diperoleh dari pelaku UKM pada masing-masing lokasi kajian. Data Sekunder, yaitu data dan informasi yang diperoleh dari dokumen/publikasi/laporan penelitian dari dinas/instansi maupun sumber data lainnya yang menunjang.

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

4. Teknik Pengumpulan Data: Untuk menganalisis kegiatan pengembangan software DSS studi kelayakan ekonomi dan finansial UKM yang efektif serta merekomendasi best practice yang dapat digunakan dan dikembangkan, maka akan digunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu: Studi Kepustakaan dan Literatur, digunakan untuk mendapatkan data-data awal tentang kelayakan ekonomi dan finansial. Wawancara mendalam (indepth interview), yakni teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara kepada key informan. Penyebaran kuisioner, yakni teknik pengumpulan data dengan menyebarkan kuisioner kepada pelaku bisnis dan instansi terkaitdan kuesioner ini bertujuan untuk mandapatkan data faktual tentang kajian.

5. Teknik Analisis Data: Setelah data diperoleh dari berbagai kelompok responden serta setelah dilakukan entri dan tabulasi data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap hasil survei. Hasil dari survei dan analisa ini akan menjadi dasar informasi untuk mendesain kebutuhan seperti apa yang harus dipenuhi dari sisi operasional. Kebutuhan-kebutuhan inilah yang nantinya akan menjadi dasar bagi tahapan selanjutnya, yaitu melakukan desain terhadap software DSS yang akan dibangun. 6. Tahapan Perancangan Aplikasi: Tahapan-tahapan perancangan aplikasi dengan metode Rapid Application Development (RAD) adalah sebagai yang terilustrasi pada Gambar 2. a) Pemodelan Cara Kerja Data-data masukan mengalir dari satu fungsi kerja ke fungsi kerja berikutnya. Aliran data masukan kedalam beberapa fungsi kerja tersebut dimodelkan untuk mendapatkan model cara kerja. Pemodelan cara kerja ini akan menjawab berapa pertanyan mendasar sebagai berikut: 1). Informasi apa sajakah yang dapat mempengaruhi aplikasi; 2). Informasi apa sajakah yang akan dihasilkan; 3). Bagian-bagian mana yang menghasilkan informasi; 4). Kemana informasi/data itu akan dikirimkan; 5). Siapa dan bagaimana data/informasi itu diproses.

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

Gambar 2. Tahapan Perancangan Aplikasi b) Pemodelan Data Aliran informasi yang telah didefinsikan didalam pemodelan cara kerja kemudian dianalisa kembali lebih detail untuk mendapatkan daftar objek/data yang dibutuhkan untuk mendukung cara kerja yang telah dimodelkan. Karakteristik masing-masing objek (biasanya disebut sebagai attribute) kemudian diidentifikasikan. Didalam pemodelan data juga dilakukan pendefinisian hubungan/relasi antara objek satu dengan yang lain, dan antara atribut satu dengan yang lain. c) Pemodelan Pemrosesan Data Disini konsultan akan mendefinisikan proses/transformasi di semua objek data yang telah didefinisikan pada tahap pemodelan data. Proses/ transformasi data tersebut harus disesuaikan dengan aliran informasi yang telah dirancang pada pemodelan cara kerja. Transformasi yang dimaksud antara lain, menambah, menghapus, menyunting, mengambil dan menyimpan data. Semua proses itu dimodelkan dalam pemodelan pemrosesan data ini. d) Pengembangan Aplikasi Pengembangan aplikasi dengan menggunakan model RAD ini akan sebanyak-banyaknya memanfaatkan alat bantu yang telah ada dan sering digunakan, misalnya Java, VB, C# atau Delphi. RAD

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

menekankan pada penggunaan kembali komponen-komponen yang telah tersedia, penggabungan satu atau dua aplikasi lain yang telah ada untuk pengembangan aplikasi. Fungsi tambahan yang sering dilakukan dalam model RAD ini antara lain melakukan otomatisasi, integrasi antara satu komponen dengan komponen yang lain. Didalam pengembangan aplikasi kali ini, konsultan akan menggunakan lingkungan kerja (framework) Java sebagai pengelola UI (user interface) atau antar muka. Pilihan ini diambil karena Java cukup banyak digunakan dan berukuran cukup kecil. Kemudian untuk kebutuhan kalkulasi, konsultan akan menggunakan excel sebagai prosesor untuk melakukan kalkulasi yang akurat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Disain Input dan Output DSS UMKM Disain input dan output yang dikembangkan untuk pembuatan software kelayakan ekonomi dan keuangan selain Profil Perusahaan adalah sebagai berikut: a) Aspek Produksi Analisis teknis berkenaan dengan kegiatan produksi dan operasi yang dijalankan. Penilaian kelayakan diukur secara kuantitatif dengan menggunakan kuisioner untuk melihat apakah menurut pelaku usaha kegiatan teknis produksi dan operasi yang dijalankan telah layak secara ekonomi. Faktor-faktor yang yang menjadi pertimbangan dalam aspek produksi seperti sebagai berikut: 1) Lokasi Usaha, 2) Fasilitas produksi, 3) Bahan Baku, 4) Tenaga kerja, 5) Teknologi, 6) Proses produksi, 7) Jumlah, Jenis dan mutu, 8) Produksi Optimum, 9) Kendala produksi, 10) Critical Path Method. b) Aspek Pemasaran Analisis usaha dapat dilakukan secara kualitatif atau deskriptif kuantitatif untuk mengetahui aspek pasar dan pemasaran. Secara umum, titik tolak dalam alur pikir tersebut adalah penyusunan aspek pemasaran dapat dilakukan setelah pengusaha mempunyai rencana pengembangan bisnis. Berikut ini faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melihat aspek pasar adalah sebagai berikut: 1) Permintaan, penawaran dan persaingan pasar, 2) Harga, 3) Jalur Pemasaran, 4) Pemilihan Pola usaha, 5) Market size dan market share, 6) Segmentasi, 7) Positioning, 8) Targeting.

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

c) Aspek Managemen dan SDM Pembahasan mengenai aspek managemen dan SDM ini terkait dengan, yaitu : Bentuk Organisasi Perusahaan, profil usaha dan kompensasi. Untuk bentuk organisasi terkait dengan badan hukum perusahaan dan perizinan. Kemudian untuk profil usaha terkait dengan skala usaha dan sistim pengelolaan usaha, sedang kompensasi terkait dengan tingkat kompensasi yang diberikan. d) Aspek Lingkungan Pembahasan mengenai aspek lingkungan ini terkait dengan, yaitu : tingkat ketersediaan bahan baku, sumber bahan baku, jumlah pesaing industri sejenis, penghalang memasuki industri (Entry Barier), dan jarak antar usaha sejenis. e) Aspek Keuangan Dalam variabel keuangan ini akan disajikan informasi tentang biaya investasi, modal kerja, cash flow dan biaya operasional yang terdiri dari fixed cost dan variable cost. Kelayakan investasi dapat diukur dari berbagai kriteria, yang dalam hal ini menggunakan; analisis break even point, benefit/cost ratio, payback periods, net present value, profitability index, internal rate of return dan rentabilitas ekonomi. 2. Fitur Aplikasi DSS UMKM Software DSS UKM adalah sebuah kelas sistem informasi yang terkomputerisasi yang dapat mendukung para penggunanya dalam perencanaan dan pengembalin keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan usaha. DSS dapat memberikan kemudahan dalam melakukan perhitungan, ketelitian dalam perhitungan dan pemeriksaan. Aplikasi software DSS UKM diharapkan dapat memberikan efektivitas dan efesiensi bagi pihak pemerintah, pelaku usaha dan lembaga intermediary dalam melakukan pengambilan keputusan untuk mengembangkan bisnis UKM. Aplikasi ini dijalankan diatas windows, dengan tampilan yang menarik dan mampu menghasilkan output kelayakan ekonomi dan finansial dalam format pdf yang siap di cetak maupun dalam format doc untuk proses pengeditan lebih lanjut. Fasilitas yang disedikan mengarahkan para pengguna yang awam akan perencanaan usaha untuk mampu membuat perencaaan ataupun pengambilan keputusan kelayakan usaha dengan mudah dan sederhana. Selain itu, proses pengisian langkah-langkah studi kelayakan tidak harus sekaligus dimasukkan dalam satu saat, tetapi dapat bertahap yang pada akhirnya menghasilkan sebuah perencanaan bisnis yang lengkap dan akurat. Aplikasi juga memiliki beberapa fitur yang salah satu diantaranya adalah fasilitas untuk me-review perencanaan bisnis yang dibuat.

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

Aplikasi Software DSS UKM ini memiliki fitur-fitur (fasilitas) yang dapat dimanfaatkan bagi setiap user sebagai berikut: a) Mendukung user UKM pada sektor perdagangan, pertanian, manufaktur, jasa, restoran untuk perencanaan dan pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. b) Memiliki fasilitas yang memberikan informasi dan wawasan berkaitan dengan peristilahan dan teknik-teknik pembuatan perencanaan maupun pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. c) Mampu melakukan ekspor dokumen menjadi file pdf siap cetak maupun file doc (ms word). d) Proses pengisian untuk pembuatan studi kelayakan ekonomi dan keuangan tidak harus dilaksanakan pada satu waktu dan dapat disimpan kapan saja. Untuk mempermudah penggunaan, berikut penjelasan dari masing-masing tombol toolbar yang terdapat dalam aplikasi, toolbar dari kiri ke kanan mengilustrasikan proses pembuatan studi kelayakan dan sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 3. a) Profil; merupakan toolbar yang terdiri dari profil perusahaan dan profil usaha. Toolbar ini dapat di klik untuk membantu user mendeskripsi perusahaan dan usaha yang dijalankan. b) Aspek; terkait dengan aspek produksi, pemasaran, managemen dan SDM, lingkungan dan keuangan. Toolbar ini dapat di klik untuk membantu user mendeskripsikan aspek ekonomi dan keuangan perusahaan dan usaha yang dijalankan. c) Analisis Bisnis; pada toolbar ini, sistim akan secara otomatis melakukan analisis setelah user melakukan pengisian pertanyaan yang diajukan/tersedia pada toolbar profil dan aspek produksi, pemasaran, managemen & SDM, Lingkungan dan Keuangan. Hasil analisis akan ditampilkan dalam image angka skor, grafik warna dan deskripsi hasil analisis. d) Print; toolbar ini disedikan untuk memberikan pilihan kepada user untuk memprint hasil studi kelayakan dalam format dokumen Ms Word (doc). Langkah-langkah memulai aplikasi DSS studi kelayakan ekonomi dan finansial bagi UMKM adalah sebagai berikut: a) Pilih Bidang Usaha: untuk mulai menjalankannya, user terlebih dahulu diminta untuk menyesuaikan sektor usaha yang dijalankannya atau sektor usaha yang akan dibuat studi kelayakannya dengan memilih tampilan toolbar aplikasi. Pada saat shortcut DSS UMKM di klik dua kali akan muncul menu pilihan bidang usaha yang akan

10

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

dibuat perencaan dan pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan usaha. Bidang usaha yang dapat dipilih pada software versi ini adalah Perdagangan, Pertanian, Manufaktur, Jasa dan Restoran. b) Untuk membuat studi kelayakan dari usaha, dimulai dengan Tahap Pengisian Profil Perusahaan. User dapat langsung meng-klik icon profil perusahaan. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian identitas perusahaan dan konsep awal. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form identitas perusahaan. Isian form terletak pada layar paling kanan. Setelah terisi, kembali di-klik form konsep awal untuk melakukan pengisian selanjutnya. c) Tahap pengisian profil usaha, user dapat langsung meng-klik icon profil usaha. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian kondisi perusahaan dan form pola pembiayaan bank. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form kondisi perusahaan. Isian form terletak pada layar paling kanan. Setelah terisi, kembali di-klik form selanjutnya mengenai pola pembiayaan bank untuk melakukan pengisian selanjutnya. d) Tahap pengisian Aspek Produksi, user dapat langsung meng-klik icon aspek produksi. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian aspek produksi. Lalu isilah setiap pertanyaan

Gambar 3. Layer Aplikasi DSS



JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-17

yang tersedia pada tampilan form aspek produksi. Isian form terletak pada layar paling kanan. Setelah terisi, kembali di-klik form selanjutnya mengenai pola pembiayaan bank untuk melakukan pengisian selanjutnya. e) Tahap pengisian Aspek Pemasaran, user dapat langsung meng-klik icon aspek pemasaran. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian kinerja Pemasaran. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form kinerja Pemasaran. Isian form terletak pada layar paling kanan. f) Tahap pengisian Aspek Managemen dan SDM, user dapat langsung meng-klik icon aspek managemen dan SDM. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian managemen dan SDM. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada tampilan form kinerja managemen dan SDM. Isian form terletak pada layar paling kanan. g) Tahap pengisian Aspek Lingkungan, user dapat langsung meng-klik icon aspek lingkungan. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian aspek lingkungan. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada setiap tampilan form aspek lingkungan. Isian form terletak pada layar paling kanan.

Gambar 4. Layer Pilihan Bidang Usaha

12

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

h) Tahap pengisian Aspek Keuangan, User dapat langsung meng-klik icon aspek keuangan. Setelah di-klik akan muncul layar tampilan bantuan dan form isian kinerja keuangan yang terdiri dari tujuh form. Lalu isilah setiap pertanyaan yang tersedia pada setiap tampilan form kinerja keuangan, mulai dari form satu sampai tujuh. Isian form terletak pada layar paling kanan.

Klik icon toolbar Analisis bisnis

Tab hasil analisis berdasarkan aspek

Hasil analisis perindikator

Hasil analisis komulatif seluruh indikator

Gambar 5. Layer Hasil Analisis Bisnis Aspek Produksi i) Analisis bisnis; pada toolbar ini, sistim akan secara otomatis melakukan analisis setelah user melakukan pengisian pertanyaan yang diajukan/tersedia pada toolbar profil dan aspek. Hasil analisis akan ditampilkan dalam image angka skor (indeks), angka kelayakan

13

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 1-18

keuangan (Cash Flow, IRR, BEP, BCR, PP, NPV-PI), grafik warna dan deskripsi hasil analisis. Untuk melihat hasil analisis dari masingmasing aspek dapat langsung di klik tab hasil analisis pada bagian tengah aplikasi. Pada gambar disamping diberikan contoh hasil analisis produksi. Pada layar ditunjukkan hasil analisis perindikator dan analisis secara komulatif keseluruhan indikator. Untuk hasil analisis dengan kelayakan tinggi diilustrasikan dengan warna hijau, kelayakan sedang dilustrasikan dengan warna kuning dan kelayakan rendah diilustrasikan dengan warna merah. j) Tahap printing ke MS Word, hasil isian dan analisis dapat langsung di export kedalam bentuk dokumen MS word dan siap di print. Out put print dapat langsung menjadi bagian dari perencanaan bisnis dari UKM, atau dapat menjadi alat ukur pihak-pihak yang berkepentingan (intermediary, funding) untuk melihat kelayakan ekonomi dan finansial UKM tersebut.

3. Output Aplikasi DSS UMKM Aplikasi Output dari software aplikasi DSS UMKM dirancang untuk dapat langsung menjadi semacam proposal bisnis yang dapat digunakan oleh stakeholder lain seperti dunia perbankan. Dengan begitu, output sudah langsung terprint berikut cover, daftar isi dan ilustrasi variabel (aspek produksi, pemasaran, managemen dan SDM, lingkungan serta analisis bisnisnya. V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan Sebagai kesimpulan dari kegiatan pembuatan software aplikasi DSS kelayakan ekonomi dan keuangan UKM adalah sebagai berikut : 1). Aplikasi DSS UKM dikembangkan sebagai sebuah kelas sistem informasi yang terkomputerisasi, terdiri dari prosedur-prosedur dalam pemrosesan data dan pertimbangannya yang dapat memberikan kemudahan dalam melakukan perhitungan, ketelitian dalam perhitungan dan pemeriksaan. Aplikasi DSS dirancang untuk membantu UKM dalam hal pengambilan keputusan dari aspek produksi, pemasaran, managemen, SDM, lingkungan dan keuangan dalam mengukur tingkat kelayakan sekaligus melihat peluang dan hambatan UKM dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Agar berhasil mencapai tujuannya, maka fitur-fitur sistem DSS dirancang secara sederhana, robust, mudah untuk dikontrol, mudah beradaptasi, lengkap pada halhal penting, dan mudah berkomunikasi dengannya.

14

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

2). Software aplikasi DSS UKM ini memiliki fitur-fitur (fasilitas) yang dapat dimanfaatkan oleh setiap user UKM sebagai berikut: Mendukung user UKM pada sektor perdagangan, pertanian, manufaktur, jasa, restoran untuk perencanaan dan pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. Memiliki fasilitas yang memberikan informasi dan wawasan berkaitan dengan peristilahan dan teknik-teknik pembuatan perencanaan maupun pengambilan keputusan kelayakan ekonomi dan keuangan. Mampu melakukan ekspor dokumen menjadi file doc (ms word) yang siap diprint. Proses pengisian untuk pembuatan studi kelayakan ekonomi dan keuangan tidak harus dilaksanakan pada satu waktu dan dapat disimpan kapan saja. Hasil analisis kelayakan ekonomi ditampilkan dalam image angka skor kelayakan, grafik warna (kelayakan tinggi diilustrasikan dengan warna hijau, kelayakan sedang dilustrasikan dengan warna kuning dan kelayakan rendah diilustrasikan dengan warna merah ) dan deskripsi hasil analisis. Sedang kelayakan keuangan ditampilkan tabulasi neraca, laporan laba rugi, perkembangan cash flow serta analisis Break Event Point, Benefit/Cost Rasio, Payback Periods, Net Present Value, Profitability Index, Internal Rate of Return dan deskripsi hasil analisis.

3). Aplikasi DSS UMKM ini akan berjalan baik pada komputer dengan konfigurasi hardware sebagai berikut: Komputer dengan prosesor Intel Pentium IV ataupun yang setara, RAM minimum 512MB, Monitor dengan resolusi minimum 800x600, Sistem operasi Microsoft Windows XP. Dan dukungan software; OPEN Office, AdoBe Reader dan Dot Net Framework 2. Saran Untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan aplikasi software, konsultan merekomendasikan kepada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM Kementerian Koperasi dan UKM RI untuk merancang kegiatan sosialisasi software bagi para UKM, seperti: pelaksaaan sejumlah workshop untuk para UKM terkait dengan perencanaan bisnis,

15

JURNAL VOLUME 4 AGUSTUS 2009 : 1-17

pelatihan pemanfaatn software, penggandaan CD program dan manual, Internet Up Load, uji reability penggunaan software, pengembangan sistim (DSS UMKM versi 2) ataupun kegiatan lainnya yang dapat menindaklanjutkan keberadaan software ini pada kementerian Koperasi dan UMKM. Selain itu, software aplikasi DSS UMKM kiranya dapat dimiliki oleh para pelaku usaha UMKM secara gratis (tanpa dipungut bayaran). DAFTAR PUSTAKA Jogiyanto, HM, (1990). Analisis & Disain Sistem Informasi. Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis. Andi Offset. Yogyakarta. Bakrie, Busthami, (1992). Program Aplikasi Foxpro Pada Sistem Akuntansi. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Edisi 1. Jakarta. Talib, Haer, (2003). Aplikasi Inventori Control dengan Microsoft Visual FoxPro . Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Agung, Gregorius, (2004). 11 Script Spektakuler Active Server Pages. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Amperiyanto, Tri, (2006). Melihat Keamanan Windows Vista. Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Rivai Veithzal, (2004). Managemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik. PT. Raja Grafindo Persada Edisi 1. cet 1. Jakarta. Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, (2003). Penyusunan DSS Informasi dan Pengendalian Ketahanan Pangan awa Tengah. Badan Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, (2005). Penyusunan DSS untuk Pendayagunaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Perencanaan Pertanian. Richter, Jeffrey, (2002). Applied Microsoft. NET Framework Programming (ProDeveloper), Microsoft Press. Prosise, Jeff, (2002). Programming Microsoft .NET (Core reference). Microsoft Press. Lawrence, Jacowitz, (2005). Advanced Software Project Management, West Virginia University-USA. Meginson, Byrd, (2006). Small Business Management, an entrepreneurs Guidebook, Fifh Edition, Mc Graw Hill, USA. Mondy, R. Wayne and Noe, Robert M., (1993). Human Resources Management, Allyn & Bacon.

16

Penyusunan Decision Support System (DSS) Studi Kelayakan Ekonomi dan Finansial Bagi UKM (Daniel Asnur)

Porter. E Michael, (1980). Competitive Strategy : Techniques for Analyzing Industries and Competitors, The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co, Inc. Davis, Keith & Frederick, William, (1980). Business and Society, Fifth Edition, Mc.Graw-Hill. Elton, E.J., and Gruber, M.J., (1991). Modern Portfolio Theory and Invesment Analysis, John Wiley and Sons.

17

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

KAJIAN PENGEMBANGAN FORMALISASI UMKM *) Teuku Syarif **) Abstract Formalization of Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) is granting license for certain business activities and legal status for Micro, Small and Medium which have complied with the requirements stipulated in the valid legislation. There are still a few MSMEs (4,12%) which have got license. This matter is due to there are many types of licensing which is required by one type of business and complicated licensing process including its big cost. Of 1,583,34 units of MSME in 6 districts/ municipalities, as example there are 1.12% which have got license. Total of MSMEs which have got new license are only .14%. Licensing programmes which have been implemented by Local Government have not reached to granting legal status. Several/crucial problems to be handled are: a) so many types of license which have to be fulfilled by MSMEs to be able to conduct a business activity, b) requirements do not comply with the characteristic of MSME (especially micro enterprise), less socialization and there is no clear consequence from the government by having legal status. Some variables which influence on the total of MSMEs: which got business license are: 1) approach; 2) form of licensing institution; 3) license requirements; 4) procedure of licensing; cost of licensing; 5) socialization of licensing, 6) consequences of licensing. To speed up formalization of MSME, it is expected immediately that there will be an issuance of local government regulation on licensing which is in line with the law number 20 of 2008 concerning MSME and the characteristic of MSME.

Legalitas, Program Pelayanan Satu Pintu (P2SP), Perda Perizinan sejalan UU Nomor 20 Tahun 2008, Karakteristik UMKM I. Latar Belakang UMKM banyak memiliki keunggulan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya nasional. Namun demikian perkembangannya masih terkendala oleh berbagai masalah klasik. Salah satunya adalah kesulitan dalam mendapatkan legalitas atau formalitas usahanya. Yang dimaksud dengan formalisasi UMKM adalah pemberian izin kegiatan usaha tertentu dan status badan hukum bagi UMKM sesuai dengan ketentuan perundang Kajian Asdep Urusan Penelitian Sumberdaya tahun 2008 Artikel diterima 2 April 200, peer review 2 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)
*)

18

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

undangan yang berlaku. Formalisasi UMKM dibedakan dalam dua bentuk yaitu: a) Formalisasi perusahaan adalah pengesahan bentuk badan hukum dari perusahaan yang bersangkutan. Sebagai contoh Usaha Dagang (UD), Perusahaan perorangan (CV) perusahan kongsi (Firma), Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Persero dan lain-lain; b) Perizinan kegiatan usaha yang dikeluarkan oleh instansi/lembaga sektoral. Sebagai contoh Surat Izin Usaha Pendirian (SIUP), izin penambangan, izin lingkungan, izin trayek dan lainlain. Pengesahan badan hukum perusahaan menjadi kewenangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilimpahkan kepada Notaris. Oleh sebab itu biayanya relatif cukup besar untuk ukuran usaha mikro dan usaha kecil. Kelompok usaha mikro memiliki karakteristik antara lain: a) Merupakan usaha perorangan dengan modal relatif kecil dan dikelola dengan manajemen keluarga; b) Kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah; c) Ruang lingkup dan jaringan usaha yang terbatas, d) Konsumen dan segmen pasar yang sudah tertentu, serta e) Jenis dan kegiatan usaha yang sangat mudah berganti (dinamis). Dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM ditetapkan bahwa untuk kelompok usaha mikro tidak diperlukan badan hukum. Tetapi sebagai perusahaan perorangan cukup mendaftarkan diri pada dinasdinas yang membidangi koperasi dan UKM di kabupaten atau kota madya setempat. Perizinan kegiatan usaha lebih diperlukan untuk: a) Melaksanakan kegiatan usaha, memperluas usaha atau mengembangkan jaringan usaha UMKM; b) Sebagai formalitas usaha yang menjamin jaminan bagi calon mitra dan atau stakeholder; c) Menghindari pungutan liar. Menghadapi era globalisasi UMKM dituntut dapat meningkatkan efisiensi untuk menghadapi persaingan. Salah satu unsur pendukung efisiensi adalah adanya jaringan usaha dan kemitraan. Jaringan usaha dan kemitraan akan lebih mudah diwujudkan jika UMKM yang sudah mendapat status formal. Untuk itu idealnya usaha mikro dan kecil bergabung dalam koperasi. Sampai sekarang sangat sedikit (4,12%) usaha mikro dan usaha kecil yang telah mendapatkan izin kegiatan usaha. Hal tersebut disebabkan banyaknya jenis perizinan, kesulitan dalam proses mendapatkan izin dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi masalah perizinan maka sebagian pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai kebijakan. Kebijakan tersebut antara lain dalam hal penurunan biaya perizinan, pengawasan yang lebih intensif, sosialisasi perizinan dan melaksanaan program pelayanan satu pintu. Pelayanan Perizinan Satu Pintu (P2SP) berpeluang besar untuk mempermudah dan mempercepat proses prizinan UMKM. Tetapi sampai sekarang belum ketahui seberapa jauh efektifitas dari program tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut kajian dilaksanakan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat keberhasilan, serta faktor yang mempengaruhi keberhasilan program dari berbagai pola pelaksanaan proses perizinan/formalisasi UMKM

19

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

II.

Tujuan Manfat dan Output Tujuan Kajian Pengembangan Formalisasi UKM adalah sebagai berikut: 1). Menginventarisir, mengidentifikasi tingkat keberhasilan dan faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian perizinan untuk UMKM; 2) Menentukan pendekatan, kelembagaan model dan prosedur pemberian perizinan yang sesuai dengan karakter UMKM. Manfaat kajian adalah untuk mendapatkan gambaran konkrit tentang; 1). Jumlah, persebaran serta permasalahan yang dihadapi UMKM dalam proses formalisasi usaha, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian perizinan untuk UMKM; 2). Mendapatkan alternatif model kelembagaan dan lternatif prosedur formalisasi UMKM. Ouput yang diharapkan dari kajian ini adalah mendapatkan alternatif model dan prosedur pemberian perizinan bagi UMKM

III.

Kerangka Pemikiran 3.1 Kerangka Konsepsional Pembentukan atau keikutsertaan suatu unit usaha dalam suatu jaringan yang komprehensif ditentukan oleh banyak faktor antara lain adanya informasi, kewirausahaan dari pengusaha dan formalitas unit usaha. Ketidakpastian formalitas unit usaha UMKM menurut Haryadi (2001) merupakan faktor penyebab kesulitan UMKM untuk memasuki suatu jaringan usaha. Sedangkan ketidakpastian itu sendiri menurut Sirait (2003) di Indonesia banyak disebabkan oleh faktor kebijakan makro ekonomi dan faktor birokrasi. Anwar (1995) berpendapat bahwa mitra usaha dan berbagai unsur pendukung pembangunan suatu unit usaha ekonomi (perbankan, lembaga pemasaran, dan lembaga asuransi) untuk melakukan kerjasama sangat memperhatikan karakteristik suatu perusahaan. Salah satu faktor yang dilihat adalah formalitas perusahaan. Berbagai hasil pengamatan memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2006 lebih dari 95% unit usaha UMKM terutama pengusaha mikro yang merupakan perusahaan perorangan belum memiliki badan hukum dan 91,8% diantaranya tidak memiliki izin kegiatan usaha. Salah satu program pemerintah yang secara langsung akan berdampak pada peningkatan daya saing UMKM adalah perbaikan iklim usaha. Sebagai misal dilaksanakan dalam bentuk program penyederhanaan perizinan. UMKM merupakan usaha perorangan dan tidak diharuskan untuk mempunyai badan usaha, maka kelompok ini hanya memerlukan izin kegiatan usaha.

20

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

Izin kegiatan usaha merupakan suatu bentuk pengaturan (regulasi) pengendalian pemerintah terhadap aktivitas usaha individual yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan lingkungan fisik ekonomi dan sosial. Izin usaha diperlukan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif (eksternalitas dis economics) yang mengeksploitasi lingkungan. Selain itu juga diperlukan dalam rangka pembinaan, yaitu untuk: a) Mempermudah pengusaha dalam mengakses sumbersumberdaya produktif; b) Melindungi para pengusaha dari berbagai pungutan liar serta; c) Mendorong pembentukan dan atau pengembangan jaringan usaha. Dua faktor penting yang diduga mempengaruhi keberhasilan proses formalisasi adalah: a) Kelembagan dan pendekatan; b) Karakteristik UMKM. Untuk dapat membangun suatu sistem pemberian perizinan yang efektif dalam mendukung pemberdayaan UMKM perlu dilakukan kajian terhadap tingkat keberhasilan dari kedua faktor di atas. Kelembagaan terdiri dari bentuk lembaga atau organisasi pemberian perizinan, peraturan mendapatkan perizinan (persyaratan yang diperlukan), sosialisasi penyuluhan dan pendampingan, konsekuensi dari keharusan UMKM mendapatkan perizinan, biaya yang harus dibayar dan prosedur mendapatkan perizinan. Dalam karakteristik UMKM terdapat faktor internal UMKM meliputi modal yang dimiliki, umur, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman, letak lokasi UMKM dari instansi perizinan serta bidang usaha yang dilaksanakan. 3.2 Kerangka Operasional Pengkajian Kerangka operasional Pengkajian diilustrasikan pada gambar 1: 1. Ouput akhir yang ingin didapatkan dari kajian ini adalah kelembagaan, model dan prosedur perizinan yang sesuai dengan karakteristik UMKM. 2. Kesulitan timbul sebagai akibat dari ketidak-sesuaian kelembagaan pende-katan dan model prosedur pemberian perizinan dengan karakteristik UMKM. 3. Untuk penyesuaian diperlukan perubahan kelembagaan pendekatan dan prosedur perizinan dengan memperhatikan UUD 1945, UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM serta karakteristik UMKM. Dengan demikian unsur kemudahan UMKM untuk medapatkan perizinan adalah variabel terikat merupakan resultante dari beberapa variabel bebas yaitu: 1) Pendekatan dalam pemberian perizinan, 2) Kelembagaan perizinan, 3) Model pemberian perizinan, 4) prosedur pemberian perizinan dan 5) karakteristi UMKM. UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2008 tidak dimasukan sebagai variabel bebas karena bersifat given untuk semua tempat di wilayah NKRI dan semua waktu.

21

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Kesulitan UMKM Untuk Mendapatkan Perinzinan

Analisis Masalah

Pendekatan MODEL PEMBERIAN PERIZINAN UMKM

KARAKTER/ KONDISI INTERNAL UMKM

Restrukturisasi Kelembagaan Model Dan Prosedur Pemberian Perizinan Untuk UMKM Kelembagaan, Model Dan Prosedur Perizinan Yang sesuai Dengan Karakteristik UMKM

UUD 1945 Dan Undang Undang UMKM

Gambar 1. Kerangka Operasional Pengkajian 3.3 Faktor Analisis 1. Variabel Bebas terdiri dari: a. Pendekatan dalam pemberian perizinan idealnya adalah ditujukan untuk mengoptimalkan semua potensi sumberdaya tersedia. Tujuannya adalah untuk mendukung pembangunan secara adil dan merata dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan fisik, ekonomi, sosial dan politik. Faktor ini diindikasikan dari komitmen pemerintah daerah dalam pemberdayaan UMKM. Hal tersebut yaitu bentuk dan kedudukan lembaga pelayanan perizinan dalam struktur organisasi Pemerintah Daerah (Pemda) dan kontribusi APBD terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. b. Prosedur formalisasi idealnya disusun sesuai kemampuan UMKM khususnya pengusaha mikro dengan segala keterbatasannya. c. Kelembagaan terdiri dari peraturan perundang-undangan, instansi organisasi, personil pelaksana, waktu pelayanan, persyaratan, biaya, dan tempat kedudukan instansi tersebut.

22

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

d. Sosialisasi dalam rangka penyebarluasan pemahaman tentang kepentingan mendapatkan perizinan serta persyaratan dan prosedur mendapatkannya. e. Konsekuensi dari didapatkannya perizinan ideal oleh UMKM akan menjadi faktor penarik bagi UMKM untuk mendapatkan perizinan. f. Kondisi internal UMKM terdiri dari pendidikan formal, pengetahuan UMKM dalam berurusan birokrasi dan kewirausahaan UMKM. 2. Variabel Terikat adalah jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan.

IV.

Ruang Lingkup Kajian 4.1 Ruang Lingkup Substansi a. Pengumpulkan data dan informasi perkembangan jumlah UMKM yang memperoleh perizinan, kelembagaan untuk perizinan, pendekatan prosedur pemberian perizinan, kondisi internal, dan masalah yang dihadapi Pemda dan UMKM berkaitan dengan pemberian perizinan; b. Analisis data dan permasalahan dalam rangka mendapatkan model pemberian perizinan sesuai dengan karakteristik UMKM; c. Perancangan model formalisasi sesuai dengan karakter UMKM dalam bentuk best practice. 4.2 Ruang Lingkup Lokasi Kajian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah dengan dua kabupaten/ kodya contoh yaitu kodya Surakarta dan kabupaten Sragen; provinsi Bali dengan dua kabupaten/kodya contoh yaitu kabupaten Jembrana dan kodya Denpasar; provinsi Sulawesi Selatan dengan dua kodya contoh yaitu kodya Makasar dan kodya Pare-pare. Kodya Makasar merupakan contoh pembanding yang belum melaksanakan P2SP.

V.

Metoda Penelitian dan Analisis Kajian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggunakan metoda stratified random sampling.

23

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

5.1

Data dan Teknik Penarikan Contoh Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari UMKM dan stakeholder yang terdiri dari: a). Kalangan pemerintahan (Dinas Koperasi dan UKM, Biro Perekonomian pemerintah daerah dan beberapa instansi terkait). Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan dan metoda pengkajian. Teknik pengumpulan data menggunakan metoda purposif sampling yang terstratifikasi. Stratifikasi lokasi contoh UMKM didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu: 1). Kelengkapan keberadaan/lembaga formalisasi UMKM; 2). Ada tidaknya programprogram formalisasi UMKM; 3). Ada tidaknya UMKM yang sudah mendapat formalitas usaha.

5.2

Model Analisa Data Sesuai dengan tujuan penelitian dan variabel-variabel analisis, maka data yang ada akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan ; 1. Model analisis deskriptif kualitatif, untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat sosial dan kebijakan. 2. Model analisis evaluatif dengan menggunakan beberapa model matematis yaitu a. Model analisis rataan dan kecenderungan (mean dan mode). b. Model analisis perbandingan (comparatif analisys). c. Model analisis regresi berganda untuk mengetahui besar pengaruh tiap variabel bebas terhadap variabel terikat.

VI.

Hasil Pengamatan dan Analisis 6.1 Kinerja UMKM Jumlah UMKM di enam kabupaten/kodya contoh, diprediksikan mencapai 1.583.734 unit usaha dan yang telah melaksanakan program P2SP, rata-rata baru 17,12% yang memiliki izin usaha. Sedangkan untuk kabupaten/kodya contoh yang belum melaksanakan program P2SP baru 7,14% yang telah memiliki izin usaha.

24

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

6.2

Jenis Kegiatan Usaha dan Perizinan Pengusaha yang bergerak di sektor pengolahan hasil perkebunan, angkutan pedesaan dan angkutan besar (bis dan truk), serta perhotelan merupakan kelompok UMKM. Sebanyak 82,42% memiliki izin kegiatan usaha. Dari jumlah tersebut 41,87% nya juga sudah mempunyai badan hukum. Sebagian lainnya terutama yang bergerak di sektor angkutan belum memiliki badan hukum dan masih merupakan usaha perseorangan. Bagi mereka yang sudah memiliki izin kegiatan, tetapi belum memiliki izin usaha tidak mendapatkan masalah dalam berhubungan dengan perbankan. Namun mereka masih sulit membangun kemitraan dengan stakeholder lainnya dalam rangka memperluas jaringan usahanya. Kelompok ini juga tidak dapat mengandalkan koperasi untuk berhadapan dengan stakeholder karena bargaining koperasi sendiri masih belum diperhitungkan oleh kalangan stakeholder, termasuk untuk mendapatkan kegiatan usaha dari pemerintah. Para pengusaha di sektor pedagangan terutama pedagang antar kecamatan, 61,8% nya telah memiliki izin kegiatan berupa SIUP. Dari jumlah tersebut, Sebagian kecil (28,27%) sudah memiliki status badan hukum terutama Usaha Dagang (UD). Bagi kedua kelompok diatas, nampaknya perizinan bukan lagi menjadi hal yang sulit. Hal tersebut disebabkan mereka memiliki modal yang relatif besar yaitu antara Rp 21,8 juta sampai Rp 246 juta. Besarnya jumlah pengusaha dari kelompok ini yang memiliki badan hukum dan izin usaha nampaknya lebih dikarenakan ketatnya pengawasan pemerintah daerah terhadap mereka, terkait dengan pungutan pajak retribusi. Walaupun kelompok UMKM tersebut sudah menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial, tetapi komitment pemberdayaan mereka oleh pemerintah daerah masih belum optimal. Hal ini diindikasikan dari sedikitnya bantuan pemerintah untuk memberdayakan mereka seperti dalam mengembangkan modal dan jaringan usaha serta adanya pungutan-pungutan liar yang idealnya dapat diatasi melalui Perda. Pengusaha mikro yang bergerak pada kegiatan penggalian sebagian semua sudah memiliki izin usaha tetapi hanya 3 dari 15 pengusaha yang menjadi sampel pada penelitian ini yang memiliki badan hukum. Kesulitan memiliki badan hukum disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a) Karakter usaha mereka yang sudah memiliki jaringan tradisional yang menjamin penyediaan modal, sarana produksi, dan pemasaran serta; b) Kecilnya skala usaha yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan badan hukum. Di daerah yang sudah melaksanakan program P2SP sebagian besar UMKM terutama pengusaha mikro menyatakan masih banyak menghadapi kesulitan. Kesulitan tersebut dalam memenuhi persyaratan dan banyaknya jenis perizinan yang harus dimiliki,

25

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Pengusaha mikro hanya mungkin dapat memiliki badan hukum jika pemerintah mengeluarkan kebijakan terobosan misalnya; a) Memberikan subsidi kepada UMKM untuk mendapatkan badan hukum; b) Menunjuk notaris yang secara khusus dapat memberikan badan hukum kepada UMKM dengan biaya yang relatif lebih murah dan; c) Reformasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan badan hukum untuk UMKM. Tidak diimilikinya status badan hukum dan atau izin kegiatan usaha akan berdampak pada kesulitan pengusaha yang bersangkutan untuk berhubungan dengan pihak-pihak luar. Dari sisi kelestarian lingkungan dan kesinambungan pembangunan akan menyebabkan terjadinya eksploitasi sumberdaya secara berlebihan. Hal tersebut secara langsung berdampak pada kelestarian lingkungan. Usaha kecil yang usahanya sebagian sudah meluas antar daerah maka pemilikan badan hukum sangat penting. Oleh sebab itu restrukturisasi prosedur dan persyaratan mendapatkan badan hukum merupakan salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan. Pengembangan sistem pelayanan satu pintu belum menjadi solusi pemecahan masalah secara tuntas. Hal tersebut dikarenan program tersebut perannya masih terbatas pada peningkatan jumlah pengusaha kecil yang mendapatkan izin usaha atau izin kegiatan. Program pelayanan satu pintu idealnya memiliki berbagai konsekuensi logis antara lain; a) Keberhasilan dalam meningkatkan pendapatan UMKM; b) Meningkatnya kemampuan penyerapan tenaga kerja dikalangan UMKM diindikasikan dari meningkatnya jumlah tenaga kerja per unit usaha UMKM; c) Meningkatnya sumbangan UMKM terhadap pembangunan daerah diindikasikan dari peningkatan GDP serta meningkatnya sumbangan UMKM terhadap Pendatan Asli Daerah (PAD). 6.3 Pendekatan dan Kelembagaan Perizinan P2SP belum dapat dijadikan indikator komitmen Pemda yang bersangkutan untuk memberdayakan UMKM melalui reformasi dibidang perizinan. Hal tersebut dapat dianalisis antara lain melalui pendekatan yang digunakan dalam membangun kelembagaan pelayanan, kedudukan lembaga tersebut dalam struktur pemerintahan daerah, dan kompetensi personil yang ditempatkan dalam lembaga perizinan. Dua dari lima kabupaten/kodya contoh yang telah melaksanakan P2SP menempatkan lembaga perizinan setingkat eselon III. Hal tersebut menyebabkan lembaga tersebut belum memiliki bargaining yang cukup dalam berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mempermudah proses pemberian perizinan. Satu dari lima kabupaten/kodya contoh yang telah melaksanakan program P2SP masih menetapkan biaya perizinan hanya

26

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

berdasarkan target pemasukan retribusi untuk mendukung PAD. Tiga dari lima kabupaten/kodya contoh, masih menempatkan personil kunci dalam instasi perizinan. Hal tersebut dilakukan karena latar belakang pekerjaan kurang kompeten, sehingga terpaksa ditempatkan di dalam instansi perizinan. Idealnya ditempatkan pada lokasi umum dengan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Kelima kabupaten/kodya contoh dalam menyusun persyaratan masih berorientasi pada paradigma lama yaitu tidak mempertimbangkan kesulitan UMKM dalam memenuhi persyaratan yang ada. Belum ada kabupaten/kodya contoh yang berani melakukan perubahan dalam hal pola perizinan, sehingga jumlah perizinan untuk satu kegiatan usaha UMKM bisa mencapai 8 jenis. 6.4 Pola pelaksanaan pemberian izin 1. Prosedur Perizinan Nilai skoring kemudahan prosedur pemberian izin usaha bagi daerah yang sudah melaksanakan program P2SP mencapai angka 2,72 (termasuk dalam katagori mudah). Sedangkan bagi yang belum melaksanakan program tersebut rata-rata nilai skoring hanya mencapai angka 1,34 (termasuk katagori sulit). Nilai rata-rata skors persyaratan perizinan di kabupaten/ kodya contoh yang sudah melaksanakan P2SP baru mencapai nilai 1,83 (termasuk dalam katagori sulit). Hal ini memang perlu mendapatkan perhatian. Harus diingat bahwa tujuan pembangunan lembaga perizinan adalah untuk mempermudah UMKM dalam mendapatkan izin usaha dari berbagai aspek pemberian perizinan tersebut. Penetapan persyaratan perizinan idealnya perlu tidak hanya dari kepentingan pemerintah untuk mengatur lokasi sumberdaya tersedia, tetapi juga dari sisi pengusaha (UMKM). 2. Biaya Perizinan Di daerah yang sudah melaksanakan Program P2SP, ratarata biaya perizinan yang harus dikeluarkan oleh UMKM untuk mendapatkan satu jenis surat izin berkisar antara Rp. 20.000 s.d. Rp. 84.000. Sedangkan untuk satu jenis kegiatan yang akan dilaksanakan UMKM memerlukan antara 4 sampai dengan 8 jenis perizinan, sehingga rata-rata biaya yang diperlukan mencapai Rp. 124.400. Jika ditambahkan dengan biaya transportasi dan akomodasi untuk mengurus perizinan yang rata-rata sebesar Rp. 246.000, maka total biaya yang harus dikeluarkan oleh UMKM untuk mendapatkan status formal tersebut mencapai Rp. 370.400. Bagi usaha kecil yang memiliki rata-rata modal mencapai Rp. 112,8 juta biaya tersebut

27

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

relatif tidak besar, karena hanya 0,03% dari modal. Tetapi bagi usaha mikro yang rata rata-rata modalnya sebesar Rp. 6.213.000, maka jumlah tersebut mencapai 5,96% dari modal yang dimiliki. Di daerah yang belum melaksanakan P2SP, biaya yang harus di bayar lebih besar lagi. Biaya perizinan berkisar antara Rp. 200.000 sampai dengan puluhan juta rupiah. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk dapat melaksanakan satu kegiatan usaha mencapai Rp. 1.234.000. Biaya yang besar ini tidak akan mungkin dapat ditanggung oleh para pengusaha mikro. Kelompok pengusaha marginal tersebut masih menjadi sasaran pungutan liar. Demikian juga ada indikasi setiap instansi yang berwenang menetapkan biaya perizinan yang beragam. Biaya tersebut menjadi dana taktis yang penarikan, pengumpulan dan penggunaannya tidak transparan. Biaya pengurusan perizinan ini idealnya hanya merupakan bentuk pajak, retribusi, atau bea meterai. Tetapi di daerah daerah yang telah melaksanakan program P2SP, biaya yang harus dibayar juga masih cukup besar. Hal ini disebabkan penetapan biaya perizinan didasarkan pada jumlah biaya riil yang dikeluarkan ditambah dengan pajak/retribusi pemda. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pemda antara lain adalah: a) Gaji pegawai; b) Biaya-biaya administratif dan; c) Biaya survey. Pemberdayaan UMKM merupakan amanat konstitusi (UUD 1945), basis perekonomian rakyat di daerah yang secara langsung berkontribusi terhadap pembangunan nasional, maka idealnya sebagian dari biaya tersebut dapat ditanggung pemerintah. 6.5 Sosialisasi Perizinan Nilai skors rata-rata sosialisi yang dicapai dari 5 kabupaten/ kodya contoh yang telah melaksanakan program P2SP adalah 1,987 atau tergolong kurang. Sosialisasi pemberian izin usaha seharusnya mendapat perhatian. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar UMKM masih beranggapan bahwa pengurusan perizinan merupakan hal yang sulit dan belum diperlukan. Sosialisasi masih dilaksanakan terbatas dalam bentuk pamflet dan baliho di jalan-jalan ataupun melalui media elektronika terutama radio-radio pemerintah daerah dan siaran lokal. Di daerah yang belum melaksanakan P2SP, maka nilai skors 1,21 atau sangat rendah. Hal ini menyebabkan sebagian besar pengusaha terutama para pengusaha mikro sama sekali tidak memahami arti penting dari adanya izin usaha. Pada umumnya mereka mengidentifikasikan izin usaha dengan pajak. Akibatnya sebagian besar dari mereka tidak ingin mendapatkan izin usaha.

28

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

6.6

Konsekwensi dari Perizinan Pengaruh langsung dari didapatkannya izin usaha belum banyak dirasakan oleh UMKM. Dari aspek internal dikalangan pengusaha mikro, pada harga tetap perubahan yang terjadi adalah; a) Rata-rata omset meningkat dari Rp 102,57 juta menjadi Rp 114,89 juta pertahun atau bertambah sebesar 12.01%; b) Laba meningkat Rp 16,87 juta dari Rp 10,32 juta atau bertambah 63,47%. Sedangkan Kemampuan akses UMKM terhadap permodalan hampir tidak ada pengaruhnya. Hal tersebut dikarenakan kalangan pengusaha masih tetap sulit untuk berhubungan dengan lembaga perkreditan formal terutama perbankan. Konsekuensi pemerintah bagi UMKM yang telah mendapatkan izin usaha juga belum jelas. Karena dalam segala bentuk kebijakan pemda tidak membedakan atau memberlakukan diskriminasi antara UMKM yang telah mendapatkan izin dengan yang belum mendapatkan izin. Kelebihan yang diterima oleh UMKM yang telah mendapatkan izin hanya terlihat di kabupaten Jembrana dan kodya Pare-Pare yang melaksanakan pelatihan managemen teknik produksi kepada UMKM di bidang angkutan dan industri kecil. UMKM yang telah mendapatkan izin usaha diberikan dari rata-rata 1,12 kali menjadi 1,47 kali per UMKM. Terbuka pula peluang UMKM untuk ikut serta dalam pameran maupun temu bisnis yang dilakukan oleh pemerintah dari rata-rata 0,89 menjadi 1,17 kali per UKM. Diperolehnya perizinan ternyata membawa konsekuensi yang cukup besar dari kalangan masyarakat. Kinerja UMKM yang telah memiliki perizinan bernilai positif dalam menjalin hubungan bisnis terhadap kinerja. Hasil pengamatan lapang mengindikasikan yang sebagian besar (74,6%) responden contoh menyatakan lebih senang melakukan kerjasama dengan UMKM yang telah memiliki izin usaha.

6.7

Jenis-Jenis Perizinan Yang Diperlukan Jumlah perizinan yang secara umum diperlukan untuk suatu jenis kegiatan usaha berkisar antara 0 (tidak memerlukan izin) sampai dengan 7 jenis. Total jumlah perizinan yang diperlukan mencapai 77 jenis di mana 49 jenis diantaranya sudah dapat dilayani melalui program P2SP. Sisanya 28 jenis masih dikelurkan oleh instansi sektoral dan lembaga lainnya seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Majelis Ulama Indonesia dan lain-lain. Untuk mendapatkan satu izin kegiatan usaha seperti industri kerajinan diperlukan persyaratan: a). Kartu Tanda Penduduk; b). Kartu Keluarga; c). Keterangan Domisili Usaha; d). Surat Izin Lingkungan; e). Pajak Bumi dan Bangunan; f). Surat Keterangan Pembuangan atau Pengolahan Limbah, dan; g). Surat Izin Penggunaan

29

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Bangunan. Persyaratan surat-surat keterangan dasar ini berbeda antara tiap daerah. Berbagai jenis perizinan, antara lain izin usaha perdagangan, izin industri rumah tangga, izin usaha perbengkelan, izin usaha pendidikan dan pelatihan serta izin pengoprerasian dan trayek angkutan, izin usaha restoran dan rumah makan serta izin penggalian Sedangkan perizinan yang kurang mendapat perhatian adalah izin usaha keuangan dan izin usaha minuman keras. Oleh karena diperlukannya persyaratan pokok tersebut, maka sebagian besar pengusaha mikro terutama mereka yang usahanya berpindah-pindah tidak mungkin untuk mendapatkan perizinan. Ketentuan tersebut di atas menyebabkan pengusaha yang berpindah-pindah, baik disebabkan karena tidak memiliki tempat usaha atau yang memang karakter usahanya berpindah-pindah (menggunakan gerobak, pikulan, lapak dan lain-lain), belum menjadi target program P2SP. Hal tersebut perlu mendapat perhatian karena jumlah pengusaha yang seperti itu sangat banyak dan diperkirakan mencapai 41,67% dari jumlah usaha mikro dan kecil yang ada di Indonesia (Ramelan 1999). 6.8 Waktu yang Diperlukan untuk Mengurus Perizinan Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mendapatkan perizinan adalah 4,39 hari. Yang terlama adalah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan rata-rata 8,76 hari dan yang paling cepat adalah untuk mendapat surat izin lingkungan yang hanya memerlukan waktu 2 hari. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan perizinan tersebut lebih cepat dibandingkan dengan sebelum adanya program P2SP yang mencapai rata-rata 23.41 hari. Tetapi mengingat jumlah jenis perizinan yang diperlukan cukup banyak (minimal 4 jenis) maka jumlah waktu yang tersita untuk mengurus perizinan ini juga masih relatif panjang. Untuk lebih meningkatkan efisien waktu pengurusan, kiranya masih diperlukan pemikiran prosedur pemberian perizinan yang lebih singkat misalnya dengan pola paket pemberian perizinan lengkap dari membuat IMB sampai dengan penerbitan izin usaha sektoral (perdagangan, jasa, pertambangan dan lain-lain). VII. Analisis Faktor Perizinan UMKM Kondisi dan Tingkat Pengaruh dari faktor-faktor Penentu 7.1 Kondisi UMKM Umur dan kelamin tidak nyata pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar responden adalah laki-laki dengan rata-rata umur 33,4

30

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

tahun atau dalam kondisi produktif. Dengan demikian UMKM tidak mengalami kesulitan untuk mengurus proses perizinan atau formalisasi kegiatan usahanya. Pemilikan modal UMKM berpengaruh nyata positif terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Pengaruh ini diduga berkaitan dengan biaya perizinan yang relatif cukup besar untuk kelompok usaha mikro (sedangkan usaha mikro bagian terbesar dari UMKM). Jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata. Hal ini mungkin dikarenakan untuk pengurusan masih diperlukan waktu dan tenaga. Dengan adanya P2SP, rata-rata waktu yang diperlukan untuk pengurusan memang berkurang, tetapi masih tidak sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang ada di lingkungan UMKM, yang rata-rata hanya memiliki tenaga kerja 2,264 orang. Tingkat pendidikan berpengaruh nyata. Hal tersebut disebabkan prosedur untuk mendapatkan perizinan memerlukan pengetahuan yang relatif luas (terutama yang berhubungan dengan pola kerja birokrasi). Rata-rata pendidikan UMKM yang telah mendapatkan izin usaha hanya mencapai nilai bobot 7,67 (relatif rendah). Oleh sebab itu masih sangat diperlukan penyederhanaan prosedur atau adanya pendampingan. Sektor usaha berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Rata-rata 43,60% UMKM yang telah mendapatkan izin usaha adalah yang bergerak di sektor sekunder, 38,67% adalah yang bergerak di sektor tersier dan hanya 4,93% yang bergerak di sektor primer terutama kegiatan pertambangan dan penggalian. 7.2 Faktor Eksternal 1) Pendekatan Model formalisasi Pada tingkat kepercayaan 90% pendekatan dalam konsepsi pemberian perizinan untuk UMKM berpengaruh positif terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan izin usaha. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lincoln (1982) yang mengatakan bahwa Tercapai tujuan dari suatu sistem sangat dipengaruhi oleh pendekatan sistem tersebuit dalam mencapai tujuannya dan adanya kelembagaan yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini tujuan pembangunan lembaga perizinan adalah untuk mengoptimalkan semua potensi sumberdaya tersedia guna mendukung pemberdayaan UMKM. Oleh sebab itu kelembagaan yang dibangun idealnya adalah yang dapat memberikan peluang seluas-luasnya bagi UMKM untuk dapat eksis dalam sistem perekonomian. Implementasi dari tujuan tersebut adalah lembaga pelayanan yang dibangun harus mampu mengatasi masalah-masalah struktural yang selama ini menghambat

31

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

proses formalisasi UMKM. Masalah tersebut antara lain banyak jenis perizinan yang harus dimiliki oleh UMKM, persayaratan yang tidak sesuai dengan karakter UMKM dan biaya yang memberatkan UMKM. 2) Bentuk Lembaga Perizinan Bentuk lembaga perizinan sampai pada tingkat kepercayaan 95% sudah menunjukan pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan izin kegiatan usaha. Hal tersebut dapat diterangkan sebagai berikut: a) Adanya satu lembaga perizinan telah menghilangkan perbedaan peresepsi tentang tujuan pemberian perizinan bagi UMKM; b) Mempermudah UMKM dalam pengurusan karena hanya harus pergi ke satu tempat serta; c) Membuka transparansi persyaratan dan biaya. 3) Kedudukan lembaga perizinan Variabel ini sampai dengan tingkat kepercayaan 80% belum menunjukan pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya: a). Peraturan yang mengharuskan mengikutsertakan semua instansi terkait agar tidak ada lagi perbedaan persepsi pemberian perizinan; b) Instansi pemberian perizinan berada di bawah instansi induk yang kompeten dengan kepentingan pemberdayaan UMKM. Misalnya di bawah Dinas Koperasi dan UKM. c) Kedudukan lembaga pemberian perizinan masih cukup tinggi yaitu minimal setara dengan eselon III. 4) Prosedur formalisasi Pada tingkat kepercayaan 90% varibel ini berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Kondisi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut bahwa Sebagian besar pengusaha mikro menyatakan bahwa prosedur pelayanan yang ditetapkan ternyata masih sulit dimengerti. Hal ini cukup beralasan karena sebagian besar dari pengusaha mikro tersebut berpendidikan rendah dan belum berpengalaman dalam berurusan dengan birokrasi. Sebaliknya sebagian besar pengusaha kecil menyatakan tidak kesulitan. Hal tersebut dikarenakan latar belakang pendidikan mereka memang cukup tinggi dan mereka sudah biasa berhubungan dengan dengan birokrasi. Dapat disimpulkan bahwa ada kaitan (korelasi) antara prosedur pelayanan dengan tingkat pendidikan dan pengalaman UMKM dalam berhubungan dengan birokrasi.

32

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

5) Kompetensi personil lembaga perizinan Sampai dengan tingkat kepercayaan 80%, variabel ini belum menunjukkan pengaruhnya terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Hal tersebut diduga dikarenakan; a) Pemberian perizinan bukan merupakan pekerjaan sederhana yang hanya mengikuti prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan; b) Personil sebelum bekerja sudah dilatih dan dibekali dengan berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan; c) Pengambilan berada pada level atas yang rata-rata memiliki pengetahuan yang cukup tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kepentingan pemberian perizinan bagi UMKM. 6) Persyaratan Perizinan Variabel ini pada tingkat kepercayaan 95% berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Pengaruh tersebut nampaknya berhubungan langsung dengan karakter UMKM yang diwarnai oleh berbagai keterbatasan (uang, pengetahuan, waktu dan tenaga). 7) Biaya Perizinan Sampai dengan tingkat kepercayaan 90% variabel ini belum berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Masih relatif besarnya biaya perizinan yang harus dibayar oleh pengusaha, akibat pendekatan dalam penetapan biaya perizinan yang tidak sesuai dengan kemampuan pengusaha mikro, diduga menyebab variabel biaya ini berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. 8) Sosialisasi Perizinan Variabel ini sampai pada tingkat kepercayaan 85% berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Pengaruh ini jelas berhubungan dengan pemahaman UMKM terhadap kepentingan, konsekuensi prosedur dan persyaratan perizinan. 9) Konsekuensi adanya perizinan Pada tingkat kepercayaan 90% variabel ini berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan perizinan. Ada dan tidaknya nilai tambah yang akan diperoleh UMKM sebagai konsekuensi dari didapatkannya perizinan akan menjadi faktor penarik bagi UMKM untuk mendapatkan perizinan

33

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

VIII. Kesimpulan Dan Saran 8.1 Kesimpulan 1. Jumlah UMKM yang telah mendapat formalitas usaha dalam bentuk perizinan relatif sedikit tidak terkecuali pada daerah-daerah yang telah melaksanakan P2SP yang baru mencapai 17,12%. 2. Program-program perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah belum menjangkau masalah pemberian badan hukum. Hal ini dikarenakan pemberian badan hukum merupakan kewenangan dari Departemen Hukum dan Ham yang dalam UU otonomi daerah juga tidak dilimpahkan kewenangannya kepada pemerintah daerah. 3. Bagi pengusaha mikro, izin perusahaan atau badan hukum secara yuridis formal memang untuk waktu sekarang belum diperlukan. Hal tersebut disebabkan karena usaha mikro sebagian besar merupakan perusahaan perorangan yang ruang lingkup usahanya yang relatif sempit. 4. Berbagai usaha untuk mempermudah pemberian perizinan yang dilakukan sekarang (program P2SP) belum sepenuhnya dapat menyelesaikan masalah formalisasi UMKM. Ketidakmampuan ini berkaitan dengan implementasi kelembagaan yang belum sesuai dengan karakteristik UMKM. 5. Beberapa masalah yang sangat mendesak untuk diperbaiki adalah: a) Banyaknya jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh UMKM untuk dapat melaksanakan suatu kegiatan usaha; b) Persyaratan yang belum sesuai dengan karakteristik UMKM khususnya pengusaha mikro; c) Kurangnya sosialisasi dan belum adanya konsekuensi yang jelas dari pemerintah dengan dimilikinya badan hukum. 6. Beberapa variabel yang berpengaruh nyata terhadap jumlah UMKM yang mendapatkan izin usaha adalah: 1) pendekatan; 2) Bentuk lembaga perizinan; 3) Persyaratan perizinan; 4) Prosedur perizinan; 5) Sosialisasi perizinan ; 6) Konsekuensi dari adanya perizinan. 7. Dari hasil temuan di atas dapat disusun best practice penyusunan konsep Lembaga perizinan UMKM 8.2 Saran-saran 1. Dalam penyusunan konsep pemberian perizinan perlu diperhatikan adanya kesesuaian antara pendekatan, kelembagaan dan karakteristik UMKM. 2. Program formalisasi usaha harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan masalah yang dihadapi yaitu banyaknya

34

Kajian Pengembangan Formalisasi UMKM (Teuku Syarief)

jenis perizinan yang harus dipenuhi oleh UMKM dan kemampuan UMKM untuk memenuhi persyaratan tersebut. 3. Perlu dilakukan sosialisasi best pratice formalisasi UMKM yang telah disusun dengan memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi efektifitas sistem pelayanan. DAFTAR PUSTAKA Anonim, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 12 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Ditjen Bina Lembaga Koperasi, Jakarta. Anonim, (2001). Policy Reform for Increasing Small and Medium Enterprise Gowth. Study Report. Support by The Asia Foundation and PEG-USAID. Anonim, (2003). Medium Enterprise Dynamics: The Barriers Constraining on The Development of Medium-Size Enterprises. Study Report. Supported by The Asia Foundation. Anonim, (2005). Pedoman Pengembangan Kewirausahaan, Basic Penumbuhan Wirausaha Baru. Kementerian Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Pengembangan Sumberdaya, Jakarta. Anonim, (2002). Strategi Pengembangan Iklim Usaha dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Daerah. Jurnal Ekonomi UNTAR, Vol 7 nomor 1, Jakarta. Anonim, (2006). Kajian Model Penumbuhan Unit Usaha Baru. Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK, Jakarta. Anonim, (1999). The Asia Foundation, 1, Small and Medium Entreprise Development. Jakarta. Anonim, (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Manggara Tambunan, (2004). Melangkah ke Depan Bersama UKM. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 September 2004. Saleh, Kusnadi dan R. Heriawan, (1999). Indonesia Small Business Statistics. Conference on The Economic Issues Facing The New Government. Jointly orgized by LPEM-UI and PEG-USAID.

35

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 18-36

Yudhoyono S.B., (2004). Terapkan Ekonomi Terbuka. Bisnis Indonesia, Kamis 21 Oktober 2004. Jakarta. World SME Convention, The Bucharest Declaration: Preparing SMEs for the Knowledge Based Economy, 16th International Conference, Bucharest May 15-18, 2005. The Symphony Consortium, Symphony Solution for Strategic Network: Project Overview, November 2004. Zsehong Tsai, Building The Policy of ICT Development, National Information & Communications Initiative Committee & Science and Technology Advisory Group (STAG), Taiwan, January 2005. Entrepreneurship & Small Business Problem Solving, 2nd ed., Singapore: John Willey & Son. Gibb, Allan A. (1993), The Entreprise Culture and Education dalam International Small Business Journal Vol. 2, USA.

36

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

ANALISA KOMPARATIF ANTARA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) DAN KOPERASI KREDIT (KOPDIT)*) Riana Panggabean**) Abstract Objective of the activity is to compare Savings and Loan Cooperative (SLC) and Credit Cooperative (CC) in implementing cooperative basic principle. The result of the assessment showed that: 1) There is a difference between SLC and CC in implementing cooperative principles. The difference lays on determining member requirements on the first cooperative principle: a) The implementation of education on the fifth cooperative principle, b) Cooperation horizontal and vertical and interlending implementation on the sixth cooperative principle, c) Obligation of to pay tax on the sevent cooperative principle. 2) Whats really at the bottom of that (CC) is better in implementing cooperation principles: a) Members are the owner of cooperative should be serviced well, b) Education is a facility to increase the capability and cooperative motivation, c) Cooperation among CC is an instrument of helping each other among CC and resource of business increase in rendering service to the members, d) CC has a clear promotional operational standard. Suggestion which is proposed in line with the conclusion above mentioned: 1) LSC should make members requirement which are more operational so that member of LSC will be more selective on its quality. 2) Education to members and management of SLC should be conducted regularly and consistence, 3) SLC is necessary to conduct horizontal and vertical cooperation and implements financial interlending, 4) SLC is necessary to establish secondary level of SLC in the district level or for some primary SLCs which the function to coordinate the interests of SLCs in the area of business and finance, 5) SLC is necessary to prepare implementation of operational standard for SLC like CC. KSP dan Kopdit berbeda dalam implementasi prinsip koperasi, syarat anggota, pendidikan, kerjasama horisontal dan vertikal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika krisis ekonomi melanda di Indonesia, koperasi dapat bertahan dan bahkan berkembang, khususnya koperasi simpan
Kajian Kelompok Peneliti tahun 2008. Artikel diterima April 200, Peer review 22 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti)
*)

37

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

pinjam. Ini merupakan bukti bahwa koperasi perlu diperkuat dan dipertahankan sebagai lembaga keuangan mikro agar selalu mampu melayani anggota dan masyarakat disekitarnya. Usaha simpan pinjam juga menjadi cikal bakal pertumbuhan dan pengembangan koperasi simpan pinjam di Indonesia dan usaha ini merupakan usaha dominan koperasi hingga saat ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelakanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan,koperasi lain dan atau anggotanya. Koperasi simpan pinjam yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM ada dua bentuk yaitu (1) Koperasi Simpan Pinjam disebut KSP melaksanakan kegiatan usahanya hanya usaha simpan pinjam dan (2) Unit Usaha Simpan Pinjam disebut USP adalah unit usaha yang dibentuk dalam suatu koperasi sebagai bagian dari kegiatan usaha koperasi melakukan kegiatan usaha simpan pinjam (PP No 9 Thn 1995). Selain koperasi tersebut koperasi kredit (credit union) mulai timbul di Indonesia pada tahun 1950 adalah koperasi yang mempunyai kegiatan simpan pinjam sama dengan KSP/USP yang dikembangkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM tersebut. Koperasi kredit dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka untuk tujuan produktif dan kesejahteraan anggotanya. Tujuan produktif dan kesejahteraan berarti bahwa pinjaman hanya diberikan pada anggota untuk dimanfaatkan modal usaha yang bisa meningkatkan penghasilan atau usaha stabilitas kehidupan para anggota. Artinya pinjaman tidak bisa diberikan untuk tujuan konsumtif ataupun spekulatif. Koperasi ini berhasil karena melaksanakan prinsip-prinsip koperasi secara tepat dalam menjalankan organisasi dan usahanya. Prinsip koperasi merupakan esensi dari dasar kerja koperasi sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri koperasi yang membedakannya dari usaha lain. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip koperasi adalah (1) Keanggotaan sukarela dan terbuka, (2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis, (3) Partisipasi ekonomi anggota, (4) Otonomi dan kebebasan, (5) Pendidikan dan pelatihan serta informasi, (6) Kerjasama antar koperasi dan (7) Kepedulian terhadap komunitas (Internasional Co-operative Alliance/ICA).

38

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Kerjasama dan Jaringan Informasi pada Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK, perkembangan KSP sampai Tahun 2005 sangat pesat dijelaskan sebagai berikut: (1) Jumlah KSP 1.598 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 480.326 orang, (3) Jumlah nasabah 878.379 orang, (4) Modal pinjaman Rp 195,873,18 juta, (5) Modal sendiri Rp 776.216,03 juta, (6) Modal penyertaan Rp 6.640,94 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 325.270,95 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 107.364,73 juta, (9) Total aset Rp 1.393.932,55 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 1.154.815,88 juta. Demikian juga perkembangan USP pada tahun yang sama cukup menonjol yaitu: (1) Jumlah USP koperasi sebanyak 36.485 unit, (2) Jumlah anggota sebanyak 4.987.783 orang, (3) Jumlah nasabah 10.524.908 orang, (4) Modal pinjaman Rp 1.557.374,67 juta, (5) Modal sendiri Rp 4.054.858,83 juta, (6) Modal penyertaan Rp 200.000 juta, (7) Simpanan yang diterima Rp 1.545.578,36 juta, (8) SHU yg belum dibagi Rp 1.864.693.91, (9) Total aset Rp 7.524.063.62 juta dan (10) Pinjaman yang diberikan Rp 13.495.662 juta. Selanjutnya perkembangan koperasi kredit (kopdit) secara kuantitatif pada tahun 2006 dijelaskan sebagai berikut: (1) Jumlah koperasi kredit di Indonesia sebanyak 1.011 unit; (2) Jumlah anggota keseluruhan 668.346 orang, terdiri dari jumlah anggota laki-laki 399.502 orang dan jumlah anggota perempuan 268.844 orang; (3) Jumlah saham sebanyak Rp 1.118.165.288.633; (4) Simpanan non saham Rp 791.834.460.114 dan; (5) Jumlah pinjaman beredar sebanyak Rp 1.865.877.600.438 (Robert M.Z. Lawang 2007). Secara kualitatif menurut hasil penelitian dijelaskan bahwa kopdit cukup pesat perkembangannya dilihat dari pertumbuhan dan usahanya karena kopdit dapat bertahan dan berkembang terus bahkan dianggap berprestasi walaupun pada masa krisis. Koperasi ini dikembangkan dan berkembang sesuai dengan jatidiri koperasi (Sumisjokartono, 2002) KSP dan USP cukup pesat perkembangannya seperti yang disebut di atas. Namun dalam prakteknya disinyalir: (1) Ada terjadi penyimpangan-penyimpangan managemen organisasi dan usaha yang kurang sesuai dengan peraturan perundangan terutama yang menyangkut dengan prinsip dasar koperasi, (2) KSP saat ini menjadi alat untuk mencari rente ekonomi terutama fasilitasi perkuatan dari pemerintah, (3) Banyak KSP yang telah berubah menjadi lembaga keuangan yang hanya mencari keuntungan semata sehingga mengabaikan pelayanan kepada anggota. Sedangkan kopdit berhasil karena melaksanakan/menjalankan koperasinya sesuai dengan prinsip dasar koperasi secara konsisten. Kopdit dalam melaksanakan usahanya

39

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

tidak menggantungkan diri kepada fasilitas dan bantuan pemerintah dan kopdit dalam melaksanakan usahanya hanya melayani anggota. masalah yang akan diamati dalam kajian ini adalah belum diketahui apa perbedaan antara KSP dengan kopdit dalam mengimplementasikan jati diri koperasi. 1.2 Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan kegiatan ini adalah membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi. 1.3 Manfaat Kajian Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan/keputusan untuk pengembangan KSP dan kopdit lebih lanjut. II. TINJAUAN KONSEP Sesuai dengan tujuan kegiatan ini yaitu membandingkan KSP dan kopdit dalam implementasi prinsip dasar koperasi. Perlu ditelusuri konsep prinsip-prinsip dasar koperasi, sesuai Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi dan Manajemen Operasional Koperasi Kredit. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut: 2.1 Prinsip-prinsip Koperasi Menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian disampaikan bahwa prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut, koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial. Selanjutnya menurut Internasional Co-operative Alliance (2001) prinsip-prinsip ini tidak independen satu dengan lainnya sehingga tidak boleh dinilai secara parsial berdasarkan salah satu diantara prinsip-prinsip tersebut tetapi harus dinilai seberapa jauh koperasi secara benar mentaati prinsip-prinsip tersebut sebagai satu kesatuan. Perincian prinsip-prinsip koperasi yang menjadi landasan operasional KSP dan kopdit dijelaskan sebagai berikut: 1). Keanggotaan yang Bersifat Terbuka dan Sukarela Keterbukaan dalam organisasi koperasi hanya bisa terlaksana jika ada kesukarelaan. Ada 4 prinsip yang berkaitan dengan keanggotaan yaitu (1) prinsip sukarela, (2) keterbukaan,

40

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

(3) non diskriminasi dan (4) tanggung jawab. Prinsip keterbukaan adalah tanpa pembatasan yang dibuat-buat seperti simpanan pokok atau pendaftaran. Prinsip yang utama adalah sekali anggota diterima menjadi anggota koperasi mempunyai hak-hak yang sama dengan anggota sebelumnya termasuk dalam hak suara tanpa melihat besarnya total simpanan. Prinsip nondiskriminasi adalah bahwa anggota tanpa diskriminasi sosial, politik dan agama apapun. Prinsip tanggung jawab adalah keanggotaan koperasi harus terbuka terhadap semua orang yang mau menerima tanggung jawab sebagai anggota. Tanggung jawab meliputi: kontribusi dalam modal, partisipasi dalam bisnis, menanggung kontrol organisasi secara demokratis dan bila perlu meminta pertanggungjawaban pemimpin yang dipilih anggotanya. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi artinya bahwa: (1) Menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksa oleh siapapun, (2) Seorang anggota dapat mengundurkan diri dari koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran dasar. Sifat terbuka memberi arti dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi apapun. Sukarela artinya orang-orang yang secara sukarela memilih untuk membuat komitmen terhadap koperasi mereka bahwa bergabungnya seseorang menjadi anggota koperasi tidak karena paksaan dalam bentuk apapun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah organisasi yang bersifat sukarela dan terbuka bagi semua orang yang bersedia memanfaatkan pelayanannya dan bersedia pula untuk menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa membedakan jenis kalamin (gender), latar belakang, sosial, ras, politik dan agama. 2). Pengelolaan Dilakukan Secara Demokratis Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Karena koperasi adalah organisasi demokratis dikendalikan oleh anggotanya maka setiap anggota memiliki hak suara, hak pilih dan hak untuk menentukan sikap yang sama. Operasional prinsip ini dalam banyak koperasi diwujudkan pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) dimana anggota aktif dalam membahas masalah dan kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan, untuk menemukan sikap yang sama.

41

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

3). Anggota Berpartisipasi Dalam Kegiatan Ekonomi Para anggota memberikan kontribusi modal secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis terhadap modal, Sebagian dari modal menjadi milik bersama koperasi. Apabila ada modal lain hanya akan diberikan imbalan yang terbatas. Sisa Hasil Usaha dialokasikan untuk pengembangan koperasi, membentuk dana cadangan, dibagikan kepada anggota seimbang dengan transaksi yang mereka lakukan mendukung kegiatan lainnya yang disahkan rapat anggota. 4). Adanya Otonomi dan Kemandirian Koperasi adalah organisasi otonom, menolong diri sendiri serta diawasi oleh para anggota. Apabila koperasi mengadakan perjanjian dengan organisasi lain, termasuk pemerintah, atau memupuk modal dari sumber luar, koperasi melakukannya berdasarkan persyaratan yang menjamin pengawasan demokratis oleh para anggotanya dan mempertahankan otonomi mereka. 5). Pendidikan, Pelatihan dan Penerangan Koperasi memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para anggota, memberikan penerangan kepada masyarakat umum, khususnya kepada pemuda dan pembentuk opini dimasyarakat tentang hakekat perkoperasian dan manfaat berkoperasi. 6). Kerjasama Antara Koperasi Koperasi melayani para anggotanya secara efektif dan memperkuat gerakan koperasi dengan kerjasama melalui struktur lokal, nasional, regional dan internasional. 7). Memiliki Kepedulian Terhadap Masyarakat Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat secara berkelanjutan, melalui kebijakan kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota. 2.2 Koperasi Kredit Menurut Badan Koordinasi Koperasi Kredit Daerah (1996:7) pengertian kopdit adalah badan usaha yang dimiliki oleh sekumpulan orang dalam suatu ikatan pemersatu, bersepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama guna dipinjamkan diantara sesama mereka dengan bunga yang layak serta untuk tujuan produktif dan kesejahteraan. Pengertian konsep ini dijelaskan sebagai berikut:

42

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

1).

Badan Usaha Pengertian badan usaha (UU Nomor 25 Tahun 1992) pada kopdit adalah badan usaha dengan ciri khas pemiliknya adalah anggota-anggotanya. Oleh karena itu koperasi harus dikelola dengan memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi tanpa melupakan tujuan dibentuknya usaha ini oleh kelompok pemiliknya. Anggota wajib mendukung kemajuan kopdit sebagai badan usaha.

2).

Dimiliki Oleh Sekumpulan Orang Dimiliki oleh sekompulan orang pria dan wanita yang berjumlah sekurang-kurangnya 20 orang. Anggota dalam kopdit adalah pemilik pelaksana, dan pengawas.

3).

Dalam Suatu Ikatan Pemersatu Dalam suatu ikatan pemersatu artinya sekumpulan orang diikat dipersatukan oleh adanya kepentingan bersama dan kebutuhan yang dirasakan bersama di dalam salah satu lingkungan masyarakat seperti: a). Lingkungan Kerja (Accupational Common Bond) Dimana sekelompok orang/anggota dipersatukan karena melakukan pekerjaan yang sama. Misalnya karyawan sebuah pabrik, rumah sakit, dan guru. Kopdit akan berkembang baik bila potensi keanggotaannya cukup besar. Jika potensi keanggotaannya tidak besar maka koperasi di tempat kerja saat tertentu dianjurkan membuka diri bagi bagi masyarakat sekitarnya. b). Lingkungan tempat tinggal (Teritorial Commond Bond) Dimana sekumpulan orang yang diikat oleh karena bertempat tinggal pada suatu tempat atau menjadi warga dari suatu daerah yang sama Misalnya satu lingkungan RT, RW dan RK. Bila sudah berkembang diharapkan membuka diri bagi masyarakat sekitarnya. c). Lingkungan Perkumpulan (Asosieson Commond Bond) Dimana sekumpulan orang diikat oleh karena sama-sama menjadi anggota dari suatu perkumpulan. Misalnya mahasisiwa, pramuka, buruh, olahraga, petani, wanita, pemuda dsb. d). Bersepakat Untuk Menabung Uang Mereka yang Disisihkan Dari Penghasilan Bahwa sekumpulan orang setuju tanpa paksaan untuk menabungkan uang yang mereka hematkan dari

43

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

penghasilannya bersepakat untuk menabung. Ini berarti bahwa masing-masing bertanggung jawab, saling melayani dan mempercayai serta memanfaatkan tabungan untuk kemajuan bersama. e). Menciptakan Modal Bersama Bahwa modal diperoleh dari tabungan bersamasama para anggotanya, sebagai (a) Modal sendiri berupa simpanan wajib dan pokok, (b) Modal-modal lain yang berupa modal hutang, modal penyertaan dan hibah. f). Dipinjamkan Diantara Sesama Mereka Artinya bahwa pinjaman diberikan kepada anggotaanggotanya dan pinjaman dijamin oleh watak baik si anggota peminjam serta kelayakan usaha. g). Bunga yang Layak Bahwa bunga pinjaman pada kopdit harus layak. Layak artinya dapat memberi balas jasa simpanan sesuai pasar dan dapat membiayai operasional kantor kopdit. h). Tujuan Produktif dan Kesejahteraan Pinjaman hanya diberikan untuk kebutuhan anggota bagi usaha-usaha yang bisa meningkatkan penghasilan dan atau usaha stabilitas kehidupan para anggota. Artinya pinjaman tidak boleh diberikan untuk tujuan konsumtif ataupun spekulatif. Tujuan kopdit diimplementasikan dalam membimbing dan mengembangkan sikap menghemat diantara para anggotanya. Menghemat itu penting, karena dengan menghemat orang bisa menabung. Kopdit mengajarkan cara menghemat dengan memberikan bimbingan perencanaan keuangan keluarga anggota dengan baik, cara menyimpan uang secara praktis, menarik dan berhasil bagi anggota. Dengan menghemat seseorang bisa: (1) Menabung; (2) Memberikan Pinjaman layak, tepat, cepat, dan terarah; dan (3) Mendidik anggota dalam hal menggunakan uang secara bijaksana. i). Tiga Pilar Koperasi Kredit Sebagai alat Pembangunan Tiga pilar ini disebut Trilogi pembangunan yaitu: (1) Pendidikan, kopdit dimulai dengan pendidikan, dikembangkan dengan pendidikan dan dikontrol dengan pendidikan. (2) Setia kawan/Solidaritas. Kopdit tidak sekedar

44

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

menghimpun dan menyalurkan kredit dari dan untuk anggota namun yang paling penting adalah bagaimana setiap anggota memperhatikan kepentingan kelompok daripada kepentingan sendiri. (3) Swadaya. Kopdit selalu berusaha untuk sedapat mungkin membiayai dirinya dalam pengertian bahwa anggota kopdit selalu berusaha agar koperasi kreditnya semakin besar dan sehat. 2.3 Implementasi Konsep Kredit Prinsip Koperasi Menurut Koperasi

Implementasi konsep prinsip koperasi pada kopdit (credit union) dituangkan dalam Manajemen Profesional Koperasi Kredit yang diterbitkan oleh Induk Koperasi Kredit pada Pebruari 2003, sebagai acuan bertindak untuk melaksanakan usaha simpan pinjam. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Koperasi Kredit Dikendalikan oleh Anggota Perkembangan serta kegiatan pergerakan kopdit Indonesia selama ini dikendalikan oleh prinsip-prinsip kopdit (Mission Statement) yang diakui secara internasional dan pernyataan misi yang dikembangkan oleh Gerakan Koperasi Kredit Indonesia. Agar dapat memahami sifat kopdit dan mengerti aspekaspek unik gerakan ini terlebih dahulu perlu dipelajari prinsipprinsip visi yang selama ini mengarahkan perkembangan gerakan tersebut. Sebuah kopdit adalah usaha koperasi yang dimiliki dan dikendalikan oleh para anggotanya. Secara teoritis kopdit ditujukan untuk beroperasi secara non profit (tidak mengambil keuntungan). Pada kenyataannya keuntungan dan laba dari modal para anggota adalah sasaran yang justru harus diraih oleh semua kopdit. Namun kopdit tidak didirikan hanya sekedar untuk memberi keuntungan modal para anggota. Keuntungan yang diraih kopdit digunakan untuk tujuan-tujuan demokratis kesadaran sosial dan pengembangan manusianya. Inilah ciri khas yang membedakan kopdit dari lembaga keuangan lain seperti bank dan perusahaan-perusahaan pengawasan harta benda lainnya (trust companies). Kopdit juga memberikan manfaat dan layanan bagi para anggota sesuai dengan besarnya jasa yang diberikan kepada kopdit tersebut.

45

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

2).

Struktur yang Demokratis Kopdit beroperasi berdasarkan prinsip demokrasi dimana keanggotaan terbuka untuk siapa saja. Para anggota memiliki hak yang sama dalam pemberian suara dan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kelangsungan hidup kopdit tersebut.

3).

Keanggotaan yang Terbuka dan Suka Rela Keanggotaan kopdit bersifat sukarela dan terbuka bagi siapa saja dalam batas ikatan pemersatu sebuah kopdit tersebut, yang ingin mengambil manfaat dari layanan yang disediakan kopdit dan bersedia menerima tanggung jawab yang diakibatkannya.

4).

Pengendalian (control) Demokratis Para anggota kopdit memiliki hak suara yang sama dan hak yang sama pula untuk berpartisipasi dalam menentukan keputusan yang berpengaruh terhadap kopdit dimana hak ini tidak tergantung pada jumlah tabungan, simpanan atau volume bisnis masingmasing anggota. Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak dilakukan secara proporsional ataupun representatif sesuai dengan prinsip koperasi. Kopdit juga memiliki otonomi sendiri kaitannya dengan hukum dan peraturan negara dimana negara mengakui kopdit sebagai suatu koperasi yang melayani dan dijalankan sepenuhnya oleh anggota. Pengurus yang duduk dalam suatu kopdit sifatnya sukarela dan para pengurus yang terpilih seharusnya tidak digaji. Kopdit boleh mengganti biayabiaya sah yang dikeluarkan oleh para pengurus terpilih tersebut.

5).

Non Diskriminasi Kopdit tidak membedakan ras, kebangsaan, jenis kelamin agama maupun politik.

6).

Layanan kepada Anggota Layanan kopdit ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan baik ekonomis maupun sosial para anggotanya.

7).

Distribusi kepada Anggota Dalam rangka mendorong penghematan melalui menabung dan juga agar dapat menyediakan pinjaman serta layanan lainnya maka setiap tabungan dan simpanan diberikan bunga dengan tingkat yang wajar berada dalam batas kemampuan kopdit bersangkutan.

46

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

Jika ada laba yang tersisa dari hasil kegiatan kopdit setelah dikurangi dana cadangan dan membayar deviden terbatas atas modal sendiri sesuai ketentuan. Sisa tersebut adalah hak semua anggota. Dimana tidak boleh ada anggota yang mendapat keuntungan lebih sementara anggota lain ada yang rugi. Kelebihan itu bisa dibagikan kepada anggota dalam bentuk bunga atau laba sesuai jumlah transaksi yang mereka lakukan dengan kopdit bisa digunakan untuk meningkatkan pelayanan tambahan yang dibutuhkan anggota. 8). Membangun Stabilitas Keuangan Salah satu aspek utama dari kopdit adalah membangun kekuatan finansial termasuk pengadaan cadangan keuangan dan pengendalian internal yang memadai agar layanan anggota bisa terjamin keanggotaannya. 9). Tujuan Sosial Kopdit harus secara aktif mempromosikan pendidikan kepada anggotanya dan kerjasama dengan organisasi lain demi kepentingan bersama. 10). Pendidikan yang berkelanjutan Kopdit harus secara aktif menyelanggarakan pendidikan mengenai prinsip-prinsip ekonomi, perkoperasian, managemen koperasi, managemen keuangan, sosial, demokrasi, kemandirian dari koperasi tersebut dalam melayani kebutuhan anggota. 2.4 Peubah dan Indikator Kajian Untuk mencapai tujuan umum pada kajian ini diidentifikasi indikator yang diasumsikan mampu menjelaskan inplementasi pelaksanaan prinsip-prinsip koperasi pada kedua sasaran kajian yang akan dibedakan dalam kajian ini. Ketujuh prinsip tersebut dijadikan variabel dan dari variabel diidentifikasi indikatornya seperti pada Tabel 1. III. METODE KAJIAN 3.1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode survey. Data dan informasi yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder dan data primer.

47

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

Gambar 1. Skema Identifikasi Prinsip & Peubah Kajian

3.2. Teknik Penetapan Sampel 1). Populasi dalam kajian ini adalah semua KSP dan kopdit yang ada di kabupaten lokasi kajian 2). Teknik penarik lokasi sampel dalam kajian ini dilakukan dengan metode purposive dengan ciri di kab/kodya yang bersangkutan terdapat KSP/USP dan kopdit yang sudah berjalan selama 5 tahun dan koperasi tersebut aktif 3). Teknik penarikan sampel KSP dan kopdit dilakukan secara purposive dengan ciri ciri KSP dan kopdit aktif melakukan usaha simpan pinjam 4). Lokasi kajian ini dilakukan di 4 (empat) provinsi: Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali 5). Jumlah sampel koperasi masing-masing kabupaten 2 KSP dan 2 kopdit. Responden masing koperasi 3 orang (1 orang pengurus/ managemen dan dua orang anggota). 3.3. Teknik Analisis Data 1). Metode analisis yang digunakan dalam kajian ini menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantatif .

48

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

2). Analisis kualitatif dilakukan melalui teknik pembobotan dan skoring. Skor masing-masing koperasi dijumlah dan dibagi 100. Jumlah skoring masing-masing KSP/kopdit itulah yang menjadi pembeda antara KSP dengan kopdit, dijelaskan pada tabel 1 (lampiran 1). 3). Data sekunder profil KSP dan kopdit di tingkat kab/kota diolah dengan analisis pengujian varian satu jalur (one way anova) Uji ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata untuk lebih dari dua kelompok sampel yang tidak berhubungan (DuwiPryanto, 2008). IV. HASIL KAJIAN 4.1 Profil Responden KSP dan Kopdit Profil KSP dan kopdit dilihat dari (1) Jumlah anggota, (2) Jumlah nasabah, (3) Total Modal yang terdiri dari Modal sendiri dan modal luar, (4) Total asset dan (5) SHU. Hasil kajian menjelaskan bahwa jumlah rata-rata anggota pada 8 unit KSP responden sebanyak 1684 orang, Jumlah anggota terendah terdapat di Bali dan Jumlah anggota tertinggi terdapat di Jawa Barat. Sedangkan jumlah anggota 8 unit kopdit responden jauh lebih besar dibanding dengan jumlah anggota KSP yaitu sebanyak 7.039 atau empat kali lebih besar dari jumlah anggota KSP Jumlah anggota kopdit terbanyak terdapat di provinsi Sumut sebanyak 16.386 dan jumlah anggota terkecil terdapat di Jawa Barat. Mengapa jumlah anggota kopdit jauh lebih besar dari jumlah anggota KSP. Temuan di lapang menunjukkan bahwa kopdit berusaha melayani anggota sebaik mungkin karena kopdit menumbuhkan dan mengembangkan modal dari anggota sedangkan KSP disinyalir melayani non anggota. Jumlah nasabah yang dilayani pada KSP kurang jelas sedangkan jumlah nasabah di kopdit otomatis sama dengan jumlah anggotanya karena prinsip kopdit adalah melayani anggota. Total modal rata-rata 8 orang responden KSP sebanyak Rp. 2.805.757.795.25. Jumlah ini jika dibagi dengan banyaknya anggota maka rata-rata anggota memiliki modal sebanyak Rp. 166.612.695.679,. Total modal rata-rata terbanyak terdapat di provinsi Sumut sebanyak Rp. 7.323.261.761 dan jumlah modal terkecil terdapat di provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp 222.071,017,-. Total modal rata-rata kopdit sebanyak Rp. 34.993.013.750,-. Total modal ini berasal dari anggota dan disalurkan untuk anggota. Total modal ini 10 kali lipat lebih besar dari total modal KSP. Jika dilihat dari jumlah anggota maka perbandingan jumlah anggota kopdit 4 kali lipat lebih besar dari jumlah anggota KSP. Kondisi ini menjelaskan bahwa modal kopdit berasal dari anggota dan dikembangkan untuk anggota.

49

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

Tabel 1. Variabel dan Indikator Analisis Komparatif Simpan Pinjam dan Koperasi Kredit Koperasi :..................................
No. 1. Variabel Kajian (Prinsip) Keanggotaan Sukarela dan Terbuka Indikator/Kegiatan yang harus dilakukan KSP/kopdit KSP/kopdit mengadakan persyaratan anggota Anggota bebas masuk dan keluar.koperas Jumlah anggota yang dilayanai: : - Anggota tetap: ............. orang - Calon anggota:............. orang KSP/kopdit melaksanakan Rencana Kerja dan RAPB. Anggota berperan aktif dalam RAT. Anggota melaksanakan pengawasan Anggota aktif dalam memecahkan masalah. Anggota melunasi simpanan pokok Anggota aktif menyetor s wajib & s rela Anggota ikut dalam pengambilan keputusan Anggota aktif bertransaksi dengan koperasi. KSP& kopdit membuat perencanaan dan melaksanakan KSP/kopdit mengutamakan pelayanan kpd anggota KSP/kopdit diaudit auditor independen KSP/kopdit mengambil keputusan sendiri KSP/kopdit membuat perhitungan tentang likuiditas. dan solvabilitas KSP/kopdit menyelenggarakan kegiatan penerangan dan penyuluhan. KSP/kopdit menyelenggarakan kegiatan Diklat bagi anggota. dan karyawan Kerjasama usaha secara horizontal. Kerjasama usaha secara vertikal. Interlending keuangan Ketaatan Koperasi membayar pajak. Penyerapan tenaga kerja. dari lingkungan Kerjasama Koperasi dengan organisasi kemasyarakatan. Jumlah Bobot (0-100) 10

Koperasi

1. 2. 3.
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.

Skor (0-100)

Nilai (BxS)i

2.

Pengendalian oleh Anggota Secara demokratis Partisipasi Ekonomi Anggota

20

3.

25

4.

Otonomi dan Kemandirian

1. 2. 3. 4. 5.

15

5.

Pendidikan dan Pelatihan

1. 2.

10

6. 7.

Kerjasama diantara koperasi Kepedulian terhadap komunitas

1. 2. 3. 1. 2. 3.

10 10

100

Nilai Akhir

( BXS ) 100

Struktur modal sendiri KSP rata-rata Rp. 2.447.078.337 dan modal luar Rp 358.670.458,25 dan modal luar Rp. 358.679.458,25. dan jumlah modal yang berasal dari pemerintah sebesar Rp. 407.871.625,sedangkan modal kopdit hanya modal sendiri dan modal ini semuanya berasal dari anggota.

50

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

Total asset rata-rata KSP Rp. 2.752.842.596.75,- terbesar terdapat pada KSP di provinsi Bali sebesar Rp 5.865.340.471,sedangkan total asset terkecil terdapat di provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp 370.691.950 dibanding dengan total asset kopdit ternyata total asset kopdit jauh lebih besar yaitu sebesar Rp 25.549.819593.50 atau 10,7 kali lipat jauh lebih besar. Total rata-rata SHU sebesar Rp. 145.471.075.50,- jauh lebih kecil dibanding dengan SHU kopdit sebesar Rp. 1.734.875.807,-. Dari indikator-indikator profil koperasi dan kopdit di atas ternyata nilai indikator kopdit jauh lebih baik dibanding dengan KSP. 4.2 Profil KSP dan Kopdit Tingkat Kabupaten/Kota Memperkuat hasil diskriftip diatas, hasil analisis one way anova pada Tabel 2, menjelaskan, bahwa kopdit dan KSP berbeda secara signifikan dalam kriteria Jumlah Anggota, Modal Sendiri, Modal Luar, Modal Pemerintah dan SHU (Sig. < 0.05). Dimana kopdit memiliki nilai lebih besar dalam kriteria-kriteria tersebut dibandingkan dengan KSP sedangkan dalam kriteria Total Aset tidak berbeda secara signifikan antara kopdit dengan KSP (Sig. = 0.127). Tabel 2. Deskripsi Data Kopdit dan KSP 5 Provinsi
Variabel Jumlah Anggota M Sendiri M Luar M Pemtah Total Aset SHU Kopdit Rata-rataa 2,346.25 15,009,412,990.09 2,705,338,953.29 1,433,566,666.67 11,938,877,297.38 730,474,023.89 SDb 2,395.40 23,012,544,717.95 3,112,996,524.64 776,460,020.43 23,153,683,022.30 1,174,980,249.87 Rata-rataa 566.63 919,768,408.82 260,857,787.73 407,871,625.00 1,330,228,397.75 68,456,976.59 KSP SDb 920.06 2,024,781,670.50 220,335,943.36 410,142,977.06 1,124,386,307.13 45,369,090.00 Sig. 0.001c 0.007 c 0.016 c 0.016 c 0.127 c 0.027 c

Sum Uta-ra

Tabel Keterangan: 3. Deskripsi Data Kopdit dan KSP Masing-Masing Provinsi a. Rata-rata dari data yang ada b. Standar Deviasi (Simpangan Baku) Kopdit KSP Prop c. Nilai Signifikasi dari Uji Ragam Satu Arah (One-Way ANOVA), berbeda secara Variabel a b a SD Rata-rata SDb Rata-rata signifikan jika 5,461.8 Jumlah Anggota 905.0 350.2 293.8 Sig. < 0.05 (Taraf nyata 5%)
Modal Sendiri Modal Luar SHU Jumlah Anggota 19,282,711,105.5 30,272,119,237.3 2,887,880,880.5 4,516,959,054.9 6,416,970,154.5 3,259,728,294.3 201.3 892,236,904.5 205,144,121.3 361,865,518.0 13,457,234.3 635.2 1,723,254,562.5 2,496,381,627.5 560,664,930.2 40.5 904,005,253.8 274,704,151.4 81,186,388.2 9,104,986.3 229.5 857,625,034.8 500,000,000.0 74,656,829.7 1,532.0 993,814,404.5 276,573,345.6 524,392,983.0 99,245,876.3 105.3 269,679,118.7 30,241,169.7 1,503.6 800,898,859.7 258,148,179.0 58,169,366.9 31.8 175,941,340.0

Sig. 0.000c 0.323c 0.124c 0.001c 0.055c 0.841c 0.670 c 0.085 c 0.005 c 0.000 c 0.003 c

Jawa BarAt

Modal Sendiri Modal Luar Total Aset SHU Jumlah Anggota Modal Sendiri

51 110,044,327.1

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

Pada tabel 3 menjelaskan bahwa kriteria antara kopdit dan KSP berbeda secara signifikan di provinsi Sumatera Utara adalah Jumlah Anggota dan SHU, dimana untuk kedua kriteria tersebut kopdit memperlihatkan nilai yang lebih besar. Diantara 5 kriteria antara kopdit dan KSP yang dianalisis pada provinsi Jawa Barat tampak berbeda secara signifikan hanya SHU, dimana SHU kopdit lebih rendah dibandingkan dengan SHU KSP (Tabel 2). Terdapat 4 kriteria antara kopdit dan KSP yang berbeda secara signifikan di provinsi Bali yaitu jumlah anggota, modal sendiri, total aset, dan SHU. Dimana untuk kriteria jumlah anggota, modal sendiri dan SHU, kopdit memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan KSP. Namun untuk kriteria total aset, KSP lebih tinggi dibandingkan dengan kopdit (Tabel 2). Tabel 3. Deskripsi Data Kopdit dan KSP Masing-Masing Provinsi
Prop Variabel Jumlah Anggota SumUtara Modal Sendiri Modal Luar SHU Jumlah Anggota Jawa Barat Modal Sendiri Modal Luar Total Aset SHU Jumlah Anggota Modal Sendiri Bali Modal Luar Total Aset SHU Jumlah Anggota KalBarat Modal Sendiri Total Aset SHU Kopdit Rata-rataa 5,461.8 19,282,711,105.5 6,416,970,154.5 3,259,728,294.3 201.3 892,236,904.5 205,144,121.3 361,865,518.0 13,457,234.3 635.2 1,723,254,562.5 575,000,000.0 1,198,637,900.2 163,904,053.2 3,086.7 33,710,729,912.0 29,625,323,762.2 639,911,579.8 905.0 30,272,119,237.3 2,496,381,627.5 560,664,930.2 40.5 904,005,253.8 274,704,151.4 81,186,388.2 9,104,986.3 229.5 857,625,034.8 379,568,971.8 50,694,846.0 2,044.7 22,013,472,338.1 31,183,448,003.5 268,772,432.7 SDb Rata-rataa 350.2 2,887,880,880.5 500,000,000.0 74,656,829.7 1,532.0 993,814,404.5 276,573,345.6 524,392,983.0 99,245,876.3 105.3 269,679,118.7 197,313,787.4 2,346,136,188.2 38,218,419.0 279.0 183,736,722.2 370,691,950.0 51,076,920.0 293.8 4,516,959,054.9 30,241,169.7 1,503.6 800,898,859.7 258,148,179.0 110,044,327.1 58,169,366.9 31.8 175,941,340.0 187,286,050.4 1,032,495,387.5 12,442,133.1 128.5 205,383,561.7 54,537,095.4 33,807,588.6 KSP SDb

Sig. 0.000c 0.323c 0.124c 0.001c 0.055c 0.841c 0.670 c 0.085 c 0.005 c 0.000 c 0.003 c 0.139 c 0.048 c 0.001 c 0.007 c 0.004 c 0.265 c 0.011 c

Keterangan: a. Rata-rata dari data yang ada b. Standar Deviasi (Simpangan Baku) C. Nilai Signifikasi dari Uji Ragam Satu Arah (One-Way ANOVA), berbeda secara signifikan jika Sig. < 0.05 (Taraf nyata 5%)

52

SHU Jumlah Anggota Jawa BarAt Modal Sendiri Modal Luar

3,259,728,294.3 201.3 892,236,904.5 205,144,121.3

560,664,930.2 40.5 904,005,253.8 274,704,151.4

74,656,829.7 1,532.0 993,814,404.5 276,573,345.6

30,241,169.7 1,503.6 800,898,859.7 258,148,179.0

Total Aset 361,865,518.0 81,186,388.2 524,392,983.0 110,044,327.1 Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean) SHU 13,457,234.3 9,104,986.3 99,245,876.3 58,169,366.9 Jumlah Anggota Modal Sendiri Bali

Kopdit dan KSP di provinsi Kalimantan Barat berbeda secara 1,723,254,562.5 857,625,034.8 269,679,118.7 175,941,340.0 signifikan dalam 3 kriteria, yaitu jumlah anggota, modal sendiri, dan Modal Luar 575,000,000.0 197,313,787.4 187,286,050.4 TotalSHU. Dimana untuk kesemua kriteria tersebut kopdit memiliki nilai Aset 1,198,637,900.2 379,568,971.8 2,346,136,188.2 1,032,495,387.5 yang lebih tinggi dibandingkan dengan KSP. 38,218,419.0 SHU 163,904,053.2 50,694,846.0 12,442,133.1
Jumlah Anggota Modal Sendiri

635.2

229.5

105.3

31.8

Kal BarAt

Lebih lanjut pada Tabel 4, hasil analisis regresi 205,383,561.7 parsial 33,710,729,912.0 22,013,472,338.1 183,736,722.2 memperlihatkan bahwa jumlah anggota berpengaruh secara signifikan Total Aset 29,625,323,762.2 31,183,448,003.5 370,691,950.0 54,537,095.4 terhadap SHU (Sig. = 0.000), dimana semakin besar jumlah anggota SHU 639,911,579.8 268,772,432.7 51,076,920.0 33,807,588.6 maka semakin tinggi SHU yang diperoleh. Tabel 4. Analisis Regresi dengan Peubah Bebas Jumlah Anggota Tabel 4. Analisis Regresi dengan Peubah Bebas Jumlah Anggota
Beta (Constant) Jumlah Anggota Dependent Variable: SHU Adjusted R Square = 0.548 0.75 T -0.580 6.591 Sig. 0.566 0.000

3,086.7

2,044.7

279.0

128.5

0.001 0.055c 0.841c 0.670 c 0.085 c 0.005 c 0.000 c 0.003 c 0.139 c 0.048 c 0.001 c 0.007 c 0.004 c 0.265 c 0.011 c

Tabel 5 menunjukan analisis regresi parsial dengan peubah bebas modal sendiri yang berpengaruh secara signifikan terhadap SHU (Sig. = 0.000), dimana pengaruh yang terjadi bersifat positif, semakin besar modal maka semakin tinggi SHU yang diperoleh.
Tabel 5. Analisis Regresi Dengan Peubah Bebas Modal Sendiri Tabel 5. Analisis Regresi Dengan Peubah Bebas Modal Sendiri
Beta t Sig. (Constant) Analisis Regresi Dengan Peubah Bebas Modal Sendiri 1.535 0.134 Tabel 5. Modal Sendiri 0.46 2.876 0.007 Dependent Variable: SHU Beta Adjusted R Square = 0.185 (Constant) Modal Sendiri t Sig. 1.535 0.134 2.876 0.007 Analisis 0.46 regresi parsial memperlihatkan bahwa modal sendiri

Dependent Variable: SHU berpengaruh secara signifikan Peubah SHU Total 0.003). Pengaruh Tabel 6. Analisis Regresi denganterhadap Bebas(Sig. =Aset Adjustedyang terjadi bersifat positif, dimana semakin besar modal sendiri, R Square = 0.185 Sig. (Constant) 2.784 0.011 Tabel 6. Analisis Regresi dengan Peubah Bebas Total Aset Tabel 6. Analisis Regresi dengan Peubah Bebas Total Aset Total Aset 0.59 3.401 0.003 Dependent Variable: SHU Beta Adjusted R Square = 0.315 (Constant) Total Aset 0.59 Dependent Variable: SHU Adjusted R Square = 0.315 t 2.784 3.401 Sig. 0.011 0.003

SHU yang diperoleh akan semakin tinggi (Tabel 6). Beta t

Tabel 7. Analisis Regresi dengan peubah bebas Modal luar

Beta T Sig. (Constant) Analisis Regresi dengan peubah bebas Modal luar 0.743 -0.332 Tabel 7. Modal Luar 0.73 4.623 0.000 T -0.332 4.623 Sig. 0.743 0.000

Dependent Variable: SHU Beta Adjusted R Square = 0.505 (Constant) Modal Luar 0.73

53

Tabel 8. Analisis Dependent Variable: SHU Regresi dengan Peubah Bebas Modal Pemerintah

Adjusted R Square = 0.185Beta (Constant) Modal Sendiri 0.46

Tabel 6. Analisis Regresi dengan Peubah Bebas Total Aset Dependent Variable: SHU JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61
Adjusted R Square = 0.185 (Constant) Total Aset Beta

t 1.535 2.876

Sig. 0.134 0.007

t Sig. 2.784 0.011 Analisis regresi parsial memperlihatkan bahwa 0.003 luar modal 0.59 Tabel 6. Analisis Regresi dengan Peubah3.401 Total Aset Sig. Bebas t juga berpengaruhBeta secara signifikan terhadap SHU (Sig. = 0.000), Dependent Variable: SHU (Constant) jika terjadi kenaikan satu rupiah modal luar akan meningkatkan 1.535 0.134 dimana Adjusted R Square = 0.315Beta t Sig. Modalperolehan SHU sebesar 0.73 Rupiah (Tabel 7). Sendiri 0.46 2.876 0.007 (Constant) 2.784 0.011 Dependent Variable: SHU Regresi dengan peubah bebas Modal luar Tabel 7. Analisis Total Aset 0.59 Tabel 7. Analisis Regresi dengan peubah3.401 Modal luar0.003 bebas Adjusted R Square = 0.185 Dependent Variable: SHU T Sig. Adjusted R Square = 0.315 Beta (Constant) Analisis Regresi dengan Peubah Bebas Total Aset 0.743 -0.332 Tabel 6. Tabel 7. bebas Modal Luar Analisis Regresi dengan peubah4.623 Modal luar 0.000 0.73

Tabel 5. Analisis Regresi Dengan Peubah Bebas Modal Sendiri

t Sig. Dependent Variable: SHU Beta Adjusted R Square = 0.505Beta (Constant) 2.784 0.011 T Sig. Total Aset 0.59 3.401 0.003 (Constant) -0.332 0.743 Modal pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan Tabel 8. Analisis Regresi dengan Peubahdiperlihatkan Analisis regresi Bebas Modal Pemerintah Modal Luar 4.623 0.000 Dependent Variable: SHU 0.73 terhadap perolehan SHU seperti yang parsial diatas (Sig. = 0.001), dimana jika terjadi kenaikan satu rupiah Adjusted R Square =SHU 0.315 Dependent Variable: Adjustedmodal dari0.505 R Square = pemerintah akan meningkatkan perolehan SHU sebesar Beta t Sig.

4.3

0.94 Rupiah (Tabel 8). Tabel 7. bebas (Constant)Analisis Regresi dengan peubah 0.080 Modal luar 0.939 Tabel 8. Analisis Regresi dengan Peubah BebasModal Pemerintah Modal Pemerintah 6.464 0.001 Tabel 8. Analisis Regresi 0.94 dengan Peubah Bebas Modal Pemerintah Beta T Sig. Dependent Variable: SHU (Constant) -0.332 0.743 Adjusted R Square = 0.854 Beta t Sig. Modal Luar 0.73 4.623 0.000 (Constant) 0.080 0.939 Dependent Variable: Modal Pemerintah SHU 0.94 6.464 0.001 Tabel 9. Nilai Skor Adjusted R Square = 0.505 Implementasi Prinsip Koperasi di Daerah Kajian Dependent Variable: SHU Adjusted R Square = 0.854 Nilai Skor Prinsip Koperasi Tabel 8. AnalisisProvinsi dengan Peubah Bebas Modal Pemerintah Regresi No
KSP Implementasi Prinsip-Prinsip Koperasi

Tabel 9. Nilai Skor Implementasi Prinsip Koperasi di Daerah Kajian


No 1 2 3. 4 Provinsi Sumut Jawa Barat Bali Kalimantan Barat Rata-Rata Nilai Skor Prinsip Koperasi KSP Kopdit 80 90 84 93.6 79.55 90 45 82,94 73.356 89.94

Kopdit 1 Sumut 80 90 Tabel 9. 2 Hasil kajian implementasi prinsip-prinsip koperasiSig. KSP Nilai SkorBarat Implementasi Prinsip Koperasi di Daerah Kajian Beta Jawa 84 t 93.6 pada 3. 79.55 90 (Constant) di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Bali dan 0.939 0.080 dan kopdit Bali Kalimantan 4 45 6.464 82,94 Barat No Kalimantan menjelaskan bahwa nilai Nilai Skor Prinsip Koperasi 0.001 Modal Pemerintah Provinsi Barat skor penerapan prinsip-prinsip koperasi 0.94 Rata-Rata adalah nilai KSP KSP sebesar 89.94 dan kopdit 73.356 Kopdit pada Variable: SHU skor 73,356 DependentKSP dan kopdit 1Artinya, adalah Sumut 90 89,94. Square = 0.854 bahwa KSP80 dalam mengimplementasi prinsip Adjusted R 2 Jawa Barat 84 93.6 prinsip koperasi lebih lemah dibanding dengan kopdit. Rincian masing3. Bali 79.55 90 masing nilai per provinsi dijelaskan sebagai berikut: 4 Kalimantan Barat 45 82,94 Tabel 9. Nilai Skor Implementasi Prinsip Koperasi di Daerah Kajian Rata-Rata 73.356 89.94

54

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

1).

Keanggotaan Sukarela dan Terbuka Pada umumnya KSP dan kopdit menentukan persyaratan terhadap anggota. Namun dalam implementasinya antara KSP dan kopdit terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut terdapat pada: (1) KSP mensyaratkan keanggotaan bersifat umum seperti: (a) Warga negara Indonesia, (b) Berdomisili di wilyah kerja KSP, (c) Mampu membayar pinjaman, (c) Membayar simpanan pokok dan wajib. Sedangkan (2) Kopdit mensyaratkan keanggotaan sebagai berikut: (a) Mengikuti pendidikan calon anggota yang dilaksanakan dalam waktu lima kali pertemuan, (b) Umur calon anggota pada saat mendaftar tidak lebih dari 45 tahun, (c) Tidak dalam status pelajar (SD, SMP, SMA, atau sederajat), (d) Dijamin dan didukung oleh anggota kelompok yang aktif dalam satu lingkungan, (e) Mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan tidak mempunyai usaha yang bersaing dengan kopdit. Dilihat dari perkembangan jumlah anggota ternyata perkembangan jumlah anggota KSP jauh lebih sedikit dibanding dengan jumlah anggota kopdit. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa jumlah anggota kopdit 4 kali lebih besar dari jumlah anggota KSP Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kopdit berusaha mencari dan menerima anggota dengan ciri atau kualitas serta membangun anggotanya melalui pendidikan. Suatu kelebihan kopdit adalah mengadakan pendidikan terhadap anggotanya dari awal masuk, dan setelah menjadi anggota. Pendidikan menjadi alat atau metode bagi kopdit untuk membangun motivasi dan mememlihara partisipasi anggota. Kegiatan seperti ini tentunya sangat baik dilakukan oleh KSP agar anggota dapat mengetahui apa yang akan dan dilakukan oleh koperasi.

2).

Pengendalian oleh Anggota Secara Demokratis Dalam variabel ini indikator yang dikaji adalah (1) KSP/ kopdit melaksanakan rencana RAPB, (2) Anggota berperan aktif dalam RAT, (3) Anggota aktif dalam memecahkan masalah. Hasil kajian menunjukkan bahwa semua responden (8 unit KSP dan 8 unit kopdit) membuat RAPB setiap tahun. Dalam rencana tersebut dijelaskan apa saja yang akan dilaksanakan selama setahun berjalan. RAPB ini biasanya di jelaskan pada Rapat anggota untuk mendapat pengesahan dari anggota. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara KSP dan kopdit. Yang berbeda adalah materi karena masing-masing responden (koperasi mempunya rencana masing-masing).

55

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

Tabel 10. Nilai Skor KSPKSP dan Kopdit Penerapan Prinsip Koperasi di 4 Tabel 10. Nilai Skor dan Kopdit Penerapan Prinsip Koperasi di 4 Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi (Sumut, Jabar, Bali, Kalbar) (Sumut, Jabar, Bali, Kalbar)
No  Variabel Kajian (Prinsip) Indikator/kegiatan yang harus dilakukan KSP/Kopdit Skor KSP 4000 Nilai Skor Kopdit 4000

3 4

Keanggotaan sukarela 1. KSP/kopdit mengadakan persyaratan anggota dan terbuka 2. Anggota bebas masuk dan keluar koperasi 3. Jumlah anggota yang dilayani - Anggota tetap : ............................. org - Calon anggota : ............................ org Pengendalian oleh 1. KSP/kopdit melaksanakan rencana kerja dan anggota secara RAPB demokratis 2. Anggota berperan aktif dalam RAT 3. Anggota melaksanakan pengawasan 4. Anggota aktif dalam memecahkan masalah Partisipasi ekonomi 1. Anggota melunasi simpanan pokok anggota 2. Anggota aktif menyetor wajib dan sukarela Otonomi dan 1. KSP & kopdit membuat perencanaan dan kemandirian melaksanakan 2. KSP/kopdit mengutamakan pelayanan kepada anggota 3. KSP/kopdit diaudit auditor independen 4. KSP/kopdit mengambil keputusan sendiri 5. KSP/kopdit membuat perhitungan tentang likuiditas dan solvabilitas Pendidikan pelatihan Kerjasama koperasi Kepedulian komunitas dan 1. KSP/kopdit menyelenggarakan kegiatan penerangan dan penyuluhan 2. KSP/kopdit menyelenggarakan kegiatan diklat bagi anggota karyawan. diantara 1. Kerjasama usaha secara horizontal 2. Kerjasama usaha secara vertikal 3. Interlending keuangan terhadap 1. Ketaatan koperasi membayar pajak 2. Penyerapan tenaga kerja dari lingkungan 3. Kerjasama koperasi dengan organisasi kemasyarakatan Jumlah Total Nilai Skor Nilai Rata-rata

6750

7000

8625

9000

7387.5

4994

2250

3000

6 7

330

3660

3000 29343 293.43 73.356

4000 35654 356.5 89.14

Pada indikator kedua variabel ini ukuran keaktifan anggota dalam RAT dilihat dari seberapa banyak anggota hadir dalam RAT. Hasil kajian menunjukkan bawa jumlah anggota yang hadir setiap RAT pada KSP antra 51 sampai dengan 80% sedangkan pada kopdit antara 51 sampai dengan 90%. Mengapa kehadiran anggota pada RAT di KSP lebih sedikit dari anggota yang hadir pada kopdit, penyebabnya adalah karena pada kopdit kegiatan pendidikan itu dilaksanakan secara rutin sehingga informasi mengenai kegiatan

56
5

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

apa saja yang ada di kopdit langsung dikomunikasikan dalam forum pendidikan itu sehingga semua informasi sampai kepada anggota melalui forum pendidikan tersebut. Indikator ketiga yaitu anggota aktif dalam memecahkan masalah dalam koperasi diukur dari seberapa banyak anggota memberi masukan dalam setiap rapat yang diadakan oleh KSP/ kopdit. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada KSP anggota memberikan saran untuk memecahkan masalah terjadi hanya pada RAT sedangkan pada kopdit pemberian saran lebih dari sekali setahun karena pada kopdit rapat-rapat atau pertemuan sering dilakukan melalui rapat-rapat kelompok. 3). Partisipasi Ekonomi Anggota Partisipasi ekonomi anggota diamati melalui: (1) Anggota melunasi simpanan pokok, (2) Anggota aktif melunasi simpanan wajib dan sukarela, (3) Anggota ikut dalam pengambilan keputusan dan (4) Anggota aktif bertransaksi dengan koperasi. Dan hasil kajian menunjukkan bahwa pada indikator pertama semua responden baik kopdit maupun KSP anggota KSP dan kopdit wajib melakukan atau membayar simpanan pokok karena simpanan pokok hanya sekali dilakukan pada saat dia menjadi calon anggota sehingga pada indikator ini antara KSP dan kopdit tidak ada perbedaan. Indikator kedua menunjukkan bahwa anggota aktif menyetor simpanan wajib dan sukarela. Hasil kajian menjelaskan bahwa pada KSP pembayaran simpanan wajib dilakukan pada saat membayar pinjaman yang langsung ditarik beserta pinjaman ditambah bunga sedangkan pada kopdit simpanan wajib diantar oleh anggota dengan kesadran sendiri karena kopdit memupuk modal dari anggota dan untuk anggota disinilah kelebihan kopdit dibanding dengan KSP. Pada kopdit anggota disadarkan pemahamannya bahwa kalau modal itu hanya bersumber dari anggota dan dikembangkan/dipakai untuk anggota sehingga jika anggota tidak aktif membayar simpanan wajib koperasi tidak berkembang. Pemahaman-pemahaman seperti inilah yang perlu dilaksanakan oleh pengurus terhadap anggotanya agar mereka mau dan mampu mengembangkan modal dari anggota. Hal seperti itu jarang ditemui pada KSP. Dalam pengambilan keputusan pada KSP peran anggota terakomoder hanya pada RAT sedangkan pada kopdit pengambilan

57

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

keputusan itu selain pada RAT juga terjadi pada rapat-rapat kelompok. Selanjutnya pada indikator keempat hasil kajian menunjukkan bahwa pada KSP dan kopdit transaksi anggota terjadi pada saat meminjam dan mengembalikan pinjaman. 4). Otonomi dan Kemandirian Otonomi dan kemandirian pada KSP dan kopdit dilihat dari (1) KSP/kopdit membuat perencanaan dan melaksanakan, (2) KSP/kopdit mengutamakan pelayanan kepada anggota, (3) KSP dan kopdit diaudit auditor independen, (4) KSP/kopdit membuat perhitungan tentang likuiditas dan solvabilitas. Semua responden membuat perencanaan dan melaksanakan rencana serta evaluasi sejauhmana hasil antara perencanaan dan pelaksanaan. Hasil kajian menunjukkan bahwa rata-rata hasil pelaksanaan program pada KSP tercapai diatas 80% sedangkan pada kopdit tercapai hampir 100%, dan ada kopdit yang melebihi pelaksanaan diatas 100%, seperti pada kopdit Satolop di Tapanuli Utara. Pada indikator kedua KSP selain melayani anggota KSP juga melayani calon anggota rata-rata calon anggota pada KSP diatas 14% dari jumlah anggota sedangkan kopdit hanya melayani anggota saja. Pada kopdit tidak ada calon anggota dan anggota dididik pada saat masuk dan diikuti perkembangannya selama anggota menjadi anggota koperasi. Disinilah perbedaan yang terlihat menonjol antara keanggotaan KSP dengan kopdit. Pada indikator ketiga menunjukan bahwa sebagian atau 50% KSP diaudit oleh Lembaga Audit Koperasi dan 50% lainnya diaudit oleh auditor independen. Sedangkan kopdit diaudit oleh auditor internal kopdit bersangkutan. Indikator kelima, menunjukkan bahwa semua responden KSP maupun kopdit melakukan evaluasi kinerja keuangan tentang likuiditas dan solvabilitas. 5). Pendidikan dan Pelatihan Indikator pendidikan dan pelatihan diamati dari: (1) KSP/kopdit menyelenggarakan pendidikan terhadap karyawan dan (2) KSP/kopdit menyelenggarakan pendidikan terhadap anggota. KSP responden menyelenggarakan pendidikan terhadap

58

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

karyawan melalui pendidikan yang diadakan oleh Dinas KUKM yang ada di daerah masing-masing. Demikian juga dengan kopdit. Pada kopdit pendidikan baik terhadap karyawan maupun anggota wajib dilakukan. Karena kopdit membangun koperasi dan mengembangkan nya melalui pendidikan. Pendidikan pada kopdit diadakan pada saat anggota mendaftar. 6). Kerjasama Diantara Koperasi Indikator penilaian untuk variabel ini: (1) Kerjasama usaha secara horizontal, (2) Kerjasama usaha secara vertikal dan (3) Interlending keuangan antar koperasi. Hasil kajian memperlihatkan bahwa kerjasama diantara koperasi menunjukan nilai KSP sebesar 330 sedangkan kopdit sebesar 3360. Artinya bahwa kerjasama horizontal maupun vertikal dan interlending belum dilakukan oleh KSP sedangkan kopdit sudah melakukan kerjasama ini dengan baik. Mengapa kopdit memiliki nilai lebih tinggi dari KSP, penyebabnya adalah kopdit menyadari tanpa kerjasama antar sesama kopdit tidak akan kuat untuk melayani anggotanya. Atas kesadaran ini untuk memudahkan kerjasama kopdit medirikan Pusat Koperasi Kredit yang berada di Tingkat Kabupaten/Kota. Puskopdit berfungsi dan bertugas untuk melakukan pengaturan pembiayaan bagi kopdit-kopdit yang ada di bawahnya. Satu pusat kopdit membawahi antara 5-10 kopdit dimasing-masing wilayah kerjanya. Puskopdit tidak mengadakan operasional menandingi kopdit-kopditnya. Kekuatan kopdit sangat tergantung pada kerjasama ini, karena jika kopdit mengalami kekurangan dana maka kopdit dapat memenuhi pembiayaan melalui interlending ini. Mempelajari keberhasilan kopdit di kota Denpasar provinsi Bali ada beberapa KSP. KSP telah membentuk Pusat Koperasi KSP untuk melaksanakan interlending keuangan bagi KSP. Mengapa kopdit berhasil dan mampu mengimplementasikan prinsip koperasi dibanding dengan KSP. Hasil kajian menunjukkan bahwa kopdit dalam mengelola usaha simpan pinjam mempunyai Standart Operasional Pelaksanaan (SOP), sedangkan KSP hanya memiliki Petunjuk Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam yang umum.

59

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 37-61

7).

Kepedulian Terhadap Komunitas Indikator variabel ini adalah: (1) Ketaatan koperasi membayar pajak, (2) Penyerapan tenaga kerja dan (3) Kerjasama koperasi dengan organisasi kemasyarakatan. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa nilai skor implementasi prinsip koperasi KSP sebanyak 73,356 sedangkan kopdit 89,14. Artinya bahwa kopdit lebih baik mengimplementasikan prinsip koperasi dibanding dengan KSP. Perbedaan tersebut terdapat pada: (1) Prinsip pertama dalam menentukan persyaratan anggota. Perbedaannya terletak pada: (a) KSP melakukan persayaratan anggota secara umum seperti KTP, (b) Berdomisili di wilayah KSP. Sedangkan kopdit membuat persyaratan anggota untuk mencari anggota yang berkualitas seperti: (a) Dijamin oleh lima orang anggota lama, (b) Mempunyai penghasilan tetap setiap bulan, (b) Usia maksimal saat pendaftaran 45 tahun, (c) Bersedia mengikuti pendidikan dalam 5 kali pertemuan. (2) Prinsip ke lima dalam melaksanakan pendidikan. KSP belum melakukan pendidikan kepada anggotanya. Sedangkan kopdit melakukan pendidikan secara reguler rata-rata 5 kali dalam setahun kepada pengurus, manajer dan anggota. (3) Prinsip ke enam dalam melakukan kerja sama secara horizontal, vertikal dan mengadakan interlending keuangan. KSP belum melakukan kerjasama vertikal, horizontal dan belum melakukan interlending keuangan. Sedangkan kopdit melakukannya melalui Koordinasi Pusat Kopdit (Puskopdit). (4) Prinsip ke tujuh kepedulian terhadap lingkungan dalam hal membayar pajak. KSP membayar pajak karena melayani non anggota sedangkan kopdit tidak membayar pajak karena hanya melayani anggota.

V.

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penjelasan diatas kesimpulan kajian ini adalah: 1). Ada perbedaan antara KSP dan kopdit dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip koperasi, Perbedaannya terletak pada: (a) Penetapan persyaratan anggota pada prinsip koperasi pertama, (b) Pelaksanaan pendidikan pada prinsip koperasi kelima, (c) Kerjasama horizontal, vertikal dan pelaksanaan interlending pada prinsip ke-6 dan; (d) Kewajiban membayar pajak pada prinsip koperasi ke-7.

60

Analisa Komparatif Antara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Kredit (KOPDIT) (Riana Panggabean)

2). Penyebab kopdit lebih baik mengimplementasikan prinsip koperasi: (a) Anggota adalah pemilik koperasi yang perlu dilayani dengan sebaik-baiknya, (b) Pendidikan adalah suatu sarana meningkatkan kemampuan dan motivasi berkoperasi, (c) Kerjasama antar kopdit merupakan wahana saling membantu antar kopdit dan sumber peningkatan usaha dalam meningkatkan pelayanan kepada anggota, (d) Kopdit memiliki standar operasional pembinaan yang jelas. 5.2 Saran-Saran Dari kesimpulan di atas ada beberapa saran yang diusulkan dalam kajian ini yaitu: 1). KSP perlu membuat persyaratan anggota yang lebih teknis operasional sehingga anggota KSP lebih terseleksi pada kualitas, 2). Pendidikan pada anggota dan pengelola KSP perlu dilakukan secara teratur dan konsisten 3). KSP perlu melakukan kerja sama secara horizontal, vertikal dan mengadakan interlending keuangan 4). KSP perlu membangun Pusat KSP ditingkat Kabupaten atau untuk beberapa KSP primer yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kepentingan KSP-KSP baik dalam usaha dan keuangan, 5). KSP perlu membuat Standar Operasinal Pelaksanaan KSP seperti kopdit. DAFTAR PUSTAKA -------------------, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 12 Tentang Perkoperasian. Biro Hukum dan Organisasi Departemen Koperasi. Jakarta. ------------------, (2004). Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 15 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil, dan Menengah Republik Indonesia. Jakarta. Duwi Pryanto, (2008). Mandiri Belajar SPSS. Media Kom. Yogyakarta. International Co-operative Alliance, (2001). atidiri Koperasi. ICA Co-operative Identity Statement Prinsip-prinsip Koperasi Untuk Abad Ke-21 Terjemahan Pengantar Ibnoe Soedjono. LSP2I. Muhammad Yunus, (2007). Bank Kaum Miskin. Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan). PT. Batu Merah.

61

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

KAJIAN KONTRIBUSI KREDIT BANTUAN PERKUATAN DALAM MENDUKUNG PERMODALAN UMKM*) Teuku Syarif**) dan Etty Budhiningsih***) Abstract Sondakh dan Hafiz (1987), Birowo and Lukman Sutrisno (1994), cautioned that most of Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) (80,5%) depended upon nonformal financial resources and private in implementing their business activities. This condition as a consequence of unparticipated formal credit institutions. To overcome the problem, the government has done several credit programmes during the last four decades but the effectiveness of those programmes were still asked after up to the end of 200. The result of the assessment by The State Ministry of Cooperatives and SMEs in 2006, said that enforcement support programme which were done since 2000 it was only 4,63% accessible by micro and small enterprises. From the result of this assessment, it was found that capital structure of micro enterprises 15,5% were from own/internal capital, 11,6% from governments loan, ,20% from bank and non-bank loan, 56,0% from capital owner/private money lender and the rest 6,5% were from among family and neighbour. This condition still shows the dominant role of private money lenders and capital owner in supporting business survival of micro enterprises.

Kontribusi kredit, program, tujuan penggunaan, karakteristik UMKM, sumber perkreditan I. Pendahuluan Kondisi perekonomian dunia pada akhir tahun 2007 yang diwarnai oleh gejolak akibat krisi ekonomoni di AS dan Eropa secara langsung berimbas pada perekonomian nasional. Yang dikhawatirkan adalah krisis yang terjadi sekarang berbeda dengan yang terjadi pada tahun 1997 yang imbasnya tidak mempengaruhi kelangsungan usaha UMKM. Walaupun demikian eksistensi UMKM masih cukup besar karena dampak krisis masih terbatas hanya pada beberapa produk usaha kecil yang berorientasi ekspor, seperti misalnya hasilhasil perkebunan. Sebaliknya masalah besar yang dikhawatirkan timbul dan berdampak luas adalah bertambahnya jumlah penganggur yang secara langsung akan meningkatnya angka kemiskinan. Kejadian tersebut masih
*)

**) ***)

Kajian Asdep Urusan Pengembangan Perkaderan UKM tahun 2008. Artikel diterima 2 April 200, peer review 2 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM (tim peneliti) Kasubid. Bisnis dan UKM, Asdep Urusan. Penelitian UKM (tim peneliti)

62

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

dapat diantisipasi oleh UMKM karena masih cukup banyak kesempatan kerja yang terbuka dilingkungan UMKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM (2008) menginformasikan bahwa sampai dengan akhir tahun 2007 jumlah unit usaha UMKM telah mencapai 49,258 juta, atau 99,99% dari pelaku bisnis yang ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut 46,795 juta atau 95, 2% adalah pengusaha mikro. Menurut Sutanto (2007) sebagian besar pengusaha mikro terutama yang bergerak di sektor pertanian dan sektor informal memiliki pendapatan bersih kurang dari 1.440 Dolar AS per keluarga per tahun. Dengan pendapatan sekecil itu mereka masih tergolong kelompok miskin yang berpendapatan kurang dari 1 Dolar AS per orang per hari. Namun demikian kelompok usaha ini menyererap lebih kurang 89 juta tenaga kerja atau identik dengan 96,7% tenaga kerja yang ada dalam dunia usaha. Karena itu pemberdayaan UMKM sudah menjadi komitmen nasional. Sampai sekarang sangat banyak masalah di lingkungan UMKM yang belum terselesaikan terutama yang berhubungan dengan iklim usaha. Berbagai kenyataan di lapang menunjukan bahwa baru sedikit yang dapat diimplementasikan dalam kebijakan dan program program nyata. Salah satu masalah yang sampai sekarang ini belum terselesaikan adalah kesulitan UMKM dalam mengembangkan permodalannya. Berbagai hasil penelitian antara lain yang dilakukan oleh Sondakh dan Hafiz (1987), Birowo dan Lukman Sutrisno (1994), mensinyalir bahwa sebagian besar atau sebanyak 80,75% UMKM dalam melaksanakan kegiatan usahanya masih terikat pada sumber-sumber keuangan non formal. Kondisi tersebut merupakan konsekuensi dari belum berperannya lembaga-lembaga perkreditan formal Untuk mengatasi masalah permodalan bagi UMKM pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan perkreditan yang dilaksanakan oleh berbagai instansi sektoral. Antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 saja pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar Rp 39,54 triliun untuk 214 jenis program yang disalurkan melalui 12 instansi. Dari dana tersebut lebih kurang Rp 3,4 triliun disalurkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa sampai sekarang masalah pengembangan modal dikalangan UMKM masih terus mengemuka dan seberapa besar kontribusi program-program pemerintah tersebut dalam mendukung permodalan UMKM khususnya pengusaha mikro dan pengusaha kecil. Berbagai isue dan sinyalemen yang berkembang banyak meragukan keseriusan pemerintah untuk memberdayakan UMKM dibidang permodalan. Keraguan tersebut juga dialamatkan kepada program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dinilai oleh banyak pihak lebih terlihat sebagai isue politis ketimbang perhatian pemerintah terhadap nasib UMKM khususnya pengusaha mikro dan kecil. Dari adanya permasalahan diatas perlu diketahui seberapa besar peranan kredit program-program pemerintah dalam mendukung permodalan kelompok UMKM khususnya pengusaha mikro yang menjadi bagian terbesar dari UMKM.

63

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

II.

TUJUAN DAN MANFAAT Kajian bertujuan untuk ini adalah: 1) Menginventarisir dan mengidentifikasi sumber-sumber permodalan UMKM khususnya pengusaha mikro; 2) Menganalisis kontribusi kredit program terhadap struktur permodalan usaha mikro. Manfaat kajian adalah mendapatkan gambaran kongkrit tentang struktur permodalan usaha mikro dan kontribusi kredit program pemerintah dalam mendukung permodalan usaha mikro.

III.

KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Konsepsional Belum membaiknya kondisi usaha UMKM karena adanya berbagai kendala yang sejak lama belum terpecahkan, antara lain kesulitan akses terhadap permodalan dan iklim usaha yang belum kondusif. Untuk mengatasi masalah kelangkaan modal di kalangan UMKM khususnya pengusaha mikro dan pengusaha kecil pemerintah telah melaksanakan berbagai program perkreditan sejak dari program Bimas, Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Usaha Tani (KUT) dan yang terkhir adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM). Kesemua program tersebut pada hakekatnya dilaksanakan secara sektoral melalui berbagai instansi yang terkait. Dalam pelaksanaan program-program, Nasution (1999) mengemukakan adanya indikasi bahwa tujuan, dan pendekatan serta pola pelaksanaan program-program tersebut berbeda antara satu dengan lainnya, serta ada beberapa diantaranya memang ditujukan untuk mendukung keberhasilan program sektoral, sehingga penyebarannya dikalangan UMKM juga berbeda. Jika di satu pihak UMKM menghadapi kesulitan mengakses permodalan padahal di pihak yang lain banyak indikasi dan sinyalemen antara lain yang dikemukakan oleh Hutagalung (2007) bahwa dana dari perbankan yang tersimpan pada Bank Indonesia sampai Agustus 2007 mencapai Rp 218 triliun. Paradoks masalah antara demand dan suplay uang ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana peranan Bank Indonesia sebagai regulator pasar uang mampu mengalokasikan sumberdaya potensial tersebut secara optimal. Di sini dinyatakan bahwa permasalahannya terletak pada ketidaksinkronan antara aturan pasar uang dengan karakter UMKM. Kesulitan UMKM untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga perkreditan formal menurut Muna (1989) merupakan simptom dari permasalahan yang ada dibelakangnya, yaitu ketidaksesuaian pendekatan pola dan prosedur lembaga perkrediatn formal dengan karakteristik dari sebagaian besar UMKM, khususnya pengusaha mikro dan pengusaha

64

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

kecil. Akar permasalahan yang masih menjadi kendala bagi UMKM adalah kesulitan untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga perkreditan formal terutama perbankan. Terkait dengan peranan perbankan dalam mendukung permodalan UMKM, Soemardjan, Muna, Sondakh dan Hafiz (1987) dari hasil penelitian tentang lembaga perkreditan pedesaan mengemukakan bahwa sebagian besar pengusaha kecil jarang sekali berhubungan dengan bank. Sumber utama permodalan mereka adalah dari perorangan, lembaga non formal, atau kalangan keluarga dan tetangga. Sebagian dari mereka mendapatkan pinjaman dari program pemerintah dalam jumlah terbatas dengan tujuan penggunaan yang umumnya dikaitkan dengan kepentingan pembangunan terutama di sektor pertanian. Dengan kata lain mereka yang bermata pencaharian sebagai pengusaha mikro di luar sektor pertanian sangat jarang mendapatkan pinjaman dari bank Hasil kajian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya Koperasi dan UKM tahun 2006 menginformasikan, bahwa modal yang diperlukan oleh usaha mikro untuk melaksanakan kegiatan usahanya berkisar antara Rp 326.700,- sampai dengan Rp 9.118.450,- dengan rata-rata sebesar Rp 4.306,913,-. Dari jumlah modal tersebut diketahui bahwa 12,81% merupakan modal sendiri dan sisanya berasal dari modal pinjaman. Dengan demikian untuk mengembangkan usahanya, per unit usaha mikro diperlukan tambahan modal sebesar Rp 3.755.197,. Total keperluan dana untuk memberdayakan pengusaha mikro yang jumlahnya mencapai 49 juta unit usaha adalah sebesar Rp 184,004 triliun. Dibandingkan dengan besarnya kebutuhan dana untuk UMKM tersebut, jumlah dana yang telah disalurkan pemerintah dari berbagai program pemberdayaan UMKM relatif kecil atau baru lebih kurang 21,2% dari kebutuhan. Disamping kecilnya dana yang disalurkan banyak faktor lain yang menjadi kendala bagi UMKM untuk mendapatkan kredit program antara lain untuk: a) Tujuan pendekatan dan pola penyaluran; b) Distribusi secara sektoral dan regional; c) Ketepatan sasaran penyaluran dan; d) Unsur-unsur lain yang tidak terkait dengan kepentingan pemberdayaan UMKM. Memang program perkreditan dari pemerintah tidak ditujukan untuk dapat memenuhi semua kebutuhan UMKM. Oleh sebab itu ada sebagian program yang menggunakan pola perguliran seperti program Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Tetapi dalam pola inipun ada satu faktor penting yang perlu dikaji yaitu mengenai pola perguliran termasuk sistem kelembagaannya. Dalam hal efektifitas penggunaan dana oleh peminjam disini juga harus diperhatikan apakah pinjaman tersebut digunakan untuk tujuan produktif atau konsumtif. Dengan demikian sangat banyak faktor yang menentukan besar kontribusi kredit program terhadap struktur permodalan UMKM, khususnya pengusaha mikro.

65

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

3.2 Kerangka Analisis Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kontribusi kredit program terhadap permodalan UMKM yaitu: 1) Tujuan program; 2) Pendekatan program 3) Pola Penyaluran; 4) Alokasi dana; 5) Pendistribusian Sektoral; 6) Pendistribusian Regional; 7) Ketepatan Sasaran; 8) Ketepatan Waktu Penyaluran; 9) Prioritas Kegiatan usaha; 10) Prioritas Daerah; 11)Prioritas Kepentingan; 12) Kelembagaan Perguliran; 13) Model Perguliran; 14) Kinerja SDM UMKM; Kinerja usaha UMKM IV. RUANG LINGKUP DAN METODA PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup Penelitian 4.1.1. Ruang Lingkup Substansi Oleh karena pengusaha mikro merupakan bagian terbesar UMKM, maka yang dimaksud dengan UMKM dalam kajian ini adalah usaha mikro, dengan kriteria sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Ruang lingkup substansi penelitian adalah sebagai berikut: 1) Inventarisasi dan identifikasi permodalan UKM dan sumber-sumber permodalan UMKM khususnya pengusaha serta kemudahan modal dari kalangan pengusaha mikro; 2) Menganalisis kontribusi kredit program terhadap permodalan usaha mikro. 4.1.2. Ruang Lingkup Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di tiga kabupaten contoh yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat. 4.2. Metoda Penelitian dan Analisis 4.2.1. Metoda Penelitian dan Teknik pengambilan Contoh Kajian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggunakan model pengambilan data stratified random sampling. Stratifikasi didasarkan pada keragaman jumlah dan jenis program perkreditan yang dilaksanakan di daerah contoh. Sedangkan analisis untuk penarikan kesimpulan dilakukan dengan model analisis deskriptif dan penggunaan model-model statistik sederhana

66

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

V.

HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS 5.1 Sumber-sumber Permodalan UMKM 5.1.1 Sumber-sumber Pinjaman Untuk Usaha Mikro Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan sumber-sumber pinjaman usaha mikro dan serta besar kontribusi kredit program terhadap permodalan kelompok usaha mikro.
Tabel 1. Sumber-sumber pinjaman Untuk Usaha Mikro
Sumber Modal Sumatera Barat Nilai Persen Rp rb % 34,28 13,64 11,74 33,00 7,34 100,00 Kalimantan Barat Nilai (Rp rb) 426 358 310 1.697 301 2.934 Nusa Tenggara Barat Persen Nilai Persen % Rp rb (%) 14,51 12,20 10,56 57,83 10,26 100,00 568 245 520 2.884 753 3.927 8,46 8,96 5,30 73,45 19,17 100,00

Tabel 1. Sumber-sumber pinjaman Untuk Usaha Mikro


Rata-rata Nilai (Rp rb) 833 409 325 1.882 2388 3.527 Persen (%) 19,08 11,60 9,20 53,37 6,75 100,00

No

 2 3 4 5

1.141 Modal Sdri 461 Kred Prog 396 Perbankan Pelepas Uang 1.114 586 Lainnya Jumlah 3.378

Tabel 2 . Sumber-sumber Pinjaman Untuk Usaha Kecil


Sumatera Barat No Sumber Modal

Dari tabel 1 dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut : Kalimantan Nusa Tenggara 1)
Rata-rata

Nilai (Rp rb) 18.392 4.297 2.600 1.807 20.028 14.166 2)

 2 3 4 5 6

24,31 program pemerintah masih sangat kurang yaitu rata-rata baru Jumlah 61.290 100 dari 100 69.739 100 69.297 100 11,6% 73.782jumlah UMKM, dengan rata-rata pinjaman Rata-rata sebesar Rp 409.000,- per orang. Jumlah ini juga sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan tambahan modal Tabel 3. Jumlah Usaha Mikro dan Usaha Kecil Yang Mendapatkan Pinjaman yang diperlukan oleh mereka yaitu sebesar Rp 3.527.000,. dari Kredit Program Kontribusi kredit program relatif kecil dibandingkan dengan rata-rata pinjaman dari para pelepas uang yang Kredit Program Dari Kredit dari Jumlah Prediksi mencapai rata-rata Rp 1.882.000 atau 53,37%. Kemeneg KUKM Instansi Sektoral No Propinsi Jumlah UMKM (ribu) UMKM (rb unit) 36.984 42.143 48.238 127.365 Persen (%) 4,49 5,59 5,94 5,33 UMKM Persen UMKM (rb unit) (%) (rb unit) 46,28 22,99 37,68 106.947 5,62 3,05 4,64 4,48 83,26 65,13 85,92 234.312 Per sen (%)

Modal Sdri Men KUKM Ins sektoral Pemda Perbankan Lainnya

Barat Rata-rata usaha mikro yangBarat menggunakan modal sendiri Nilai di ketiga propinsi contoh relatif rendah yaitu Persen sebesar Persen Nilai Persen Nilai Persen (Rp rb) (%) 833.000,- atau 19,08% dari modal yang dibutuhkan. (%) (%) Rp (Rp rb) (%) (Rp rb) Sedangkan rata-rata jumlah modal yang diperlukan oleh pengusaha mikro adalah sebesar Rp 3.527.000,- Data 27,15 18.815 37,46 16,17 26.128 30,00 11.927 tersebut5.853 mengindikasikan rendahnya pemilikan modal 7,07 4.899 6,51 4.538 7,93 8,01 7,11 4.928 4,27 2.978 8,44 6.229 3,24 awal, sehingga para pengusaha mikro tidak akan mampu 2,89 0,00 Tda 5,69 4.200 2,95 berusaha tanpa adanya pinjaman modal. 2.002 21.805 27,62 35,41 19.261 32,68 26.128 16.848 24,14 26,49 16.834 23,11 19.545 Rata-rata pinjaman kredit yang bersumber dari 31,47

 2 3

Sumbar Kalbar NTB Jumlah

823,7 754,3 811,8 2.389,8

10,11 8,63 10,58 9,80

67

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

3)

Hal tersebut diatas sangat wajar, mengingat jenis program yang dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintah relatif sangat banyak (mencapai 56 jenis), dan alokasi dana yang disediakan relatif kecil-kecil dibandingkan dengan kebutuhan usaha para pengusaha mikro yang jumlahnya sangat banyak (lebih kurang 49 juta unit usaha). Sharing pemerintah dalam mendukung permodalan kelompok usaha mikro sebesar Rp 39.542 milyar belum sebanding dengan apa yang seharusnya diberikan oleh pemerintah. Pinjaman kepada UMKM yang bagian terbesar dari dunia usaha yang ada di Indonesia sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah kredit perbankan untuk usaha besar yang pada tahun 2008 mencapai Rp 986 triliun. Sumber-sumber permodalan lainnya bagi kelompok pengusaha mikro adalah dari kalangan keluarga dan tetangga sebesar 6,75%, sedangkan dari perorangan dan lembaga perkreditan non formal termasuk rentenir adalah sebesar 53,37%.

4)

5)

5.1.2

Sumber-sumber Pinjaman Untuk Usaha Kecil Dari tabel 2 dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut : 1) Rata-rata modal sendiri usaha kecil di ketiga propinsi contoh relatif masih rendah yaitu hanya sebesar Rp 18.815.000,- atau hanya 27,15% dari total modal kerja yang digunakan, tetapi proporsi modal sendiri ini sudah lebih baik dibandingkan dengan usaha mikro yang hanya sebesar 23,61%. Pinjaman modal dari kalangan perbankan pada kelompok ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha mikro yaitu mencapai 31,47%. Meningkatkan proporsi Meningkatkan proporsi pinjaman dari kalangan perbankan karena kelompok usaha ini tidak memiliki kemampuan memenuhi persyaratan lembaga keungan yang menerapkan ketentuan The five C of credit. Rata-rata pinjaman kredit yang bersumber dari bantuan perkuatan Kementerian Negara Koperasi dan UKM

2)

3)

68

No

Sumber Modal

Barat Nilai Persen Rp rb %

Kalimantan Barat Nilai (Rp rb)

Barat Persen Nilai Persen % Rp rb (%)

Rata-rata Nilai (Rp rb) Persen (%)

833 8,46 568 14,51 426 34,28 1.141 Modal Sdri  Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM 409 8,96 245 12,20 358 13,64 461 Kred Prog 2 (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih) 325 5,30 520 10,56 310 11,74 396 Perbankan 3 4 5

19,08 11,60 9,20 53,37 1.882 73,45 57,83 2.884 1.697 33,00 Pelepas Uang 1.114 6,75 2388 19,17 753 10,26 301 7,34 586 Lainnya ternyata lebih rendah dibandingkan dengan yang Jumlah 3.378 100,00 kepada usaha mikro. Hal 100,00 2.934 100,00 3.927 3.527 100,00 diberikan tersebut nampaknya

terkait dengan kecil pagu kredit per peminjam.

Tabel . Sumber-sumber Pinjaman Untuk Usaha Kecil Tabel 2 .2Sumber-sumber Pinjaman Untuk Usaha Kecil
Sumatera Barat No Sumber Modal Nilai (Rp rb) 18.392 4.297 2.600 1.807 20.028 14.166 61.290 Persen (%) 30,00 8,01 3,24 2,95 32,68 23,11 100 Kalimantan Barat Nilai (Rp rb) 11.927 5.853 6.229 4.200 26.128 19.545 73.782 Persen (%) 16,17 7,93 8,44 5,69 35,41 26,49 100 Nusa Tenggara Barat Nilai (Rp rb) 26.128 4.538 2.978 Tda 19.261 16.834 69.739 Persen (%) 37,46 6,51 4,27 0,00 27,62 24,14 100 Rata-rata Nilai (Rp rb) 18.815 4.899 4.928 2.002 21.805 16.848 69.297 Persen (%) 27,15 7,07 7,11 2,89 31,47 24,31 100

 2 3 4 5 6

Modal Sdri Men KUKM Ins sektoral Pemda Perbankan Lainnya Jumlah Rata-rata

4) Mikro dan pinjaman Yang Mendapatkan Pinjaman Tabel 3. Jumlah Usaha Kontribusi Usaha Kecildari perseorangan dan lembagadari Kredit Program lembaga kredit non formal. Kondisi ini mungkin dapat

No

 2 Kalbar 3 5.2 NTB Jumlah Jumlah 5.2.1 Rata-rata

dihubungkan dengan semakin baiknya kemampuan SDM Kredit Program Dari Kredit dari dilingkungan pengusaha kecil dalam membangun dan Jumlah Prediksi Kemeneg KUKM bisnis. Instansi Sektoral menjalankan strategi Jumlah Propinsi Per UMKM UMKM Persen UMKM Persen UMKM 5) Rendahnya peran pemerintah daerah dalam membangun sen (ribu) (rb unit) (%) (rb unit) (%) (rb usaha kemampuan permodalan usaha mikro dan unit) kecil, (%) terlihat sedikitnya kontribusi pinjaman modal dari pemerintah daerah untuk kelompok usaha ini. 5,62 83,26 10,11 823,7 36.984 4,49 46,28 Sumbar
4,64 85,92 10,58 811,8 48.238 5,94 37,68 UMKM yang mendapatkan Pinjaman Kredit Program 2.389,8 127.365 5,33 106.947 4,48 234.312 9,80 Jumlah Pengusaha Mikro Yang Mendapat Kredit Program 796,6 42.455 5,33 35.649 4,48 78.104 9,80 754,3 42.143 5,59 22,99 3,05 65,13 8,63

Jumlah usaha mikro dan usaha kecil di ketiga propinsi contoh yang mendapatkan kredit sebanyak 127.365 unit usaha, hanya 5,32% dari jumlah pengusaha mikro yang ada diketiga propinsi contoh sebanyak 2.389.800 unit. Disini terlihat bahwa bahwa kredit program belum banyak memberikan kesempatan bagi usaha mikro untuk mengembangkan permodalannya. Hal tersebut berdampak besar pada kondisi pasar uang ditingkat bawah yang semakin didominansi oleh lembaga kredit non formal dan perorangan, disebabkan oleh: 1). Jumlah dana untuk ketiga daerah contoh relatif sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah usaha mikro yang mencapai 2.389.000 unit usaha

69

Sumatera Barat No Sumber Modal Nilai (Rp rb) 18.392 4.297 2.600 2). 1.807 20.028 14.166 61.290 3). Persen (%)

Kalimantan Barat Nilai (Rp rb) Persen (%)

Nusa Tenggara Barat Nilai (Rp rb) Persen (%)

Rata-rata Nilai (Rp rb) Persen (%)

 2 3 4 5 6

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87


Modal Sdri Men KUKM Ins sektoral Pemda Perbankan Lainnya

27,15 18.815 37,46 16,17 26.128 30,00 11.927 7,07 4.899 6,51 4.538 7,93 5.853 8,01 7,11 4.928 4,27 2.978 8,44 6.229 3,24 Distribusi kredit program Tda belum merata dan banyaknya 2,89 2.002 0,00 5,69 4.200 2,95 jenis kredit program menyebabkan adanya21.805 31,47 tumpang tindih 27,62 35,41 19.261 32,68 26.128 diantara 19.545 26,49tersebut 24,31 16.848 24,14 16.834 23,11 kredit-kredit 100 73.782 100 69.297 100 Penyaluran kredit 100 69.739 sektoral membuka peluang terjadinya kesalahan sasaran

Jumlah Rata-rata

Tabel 3. Jumlah Usaha Usaha dan Usaha Kecil Yang Mendapatkan Pinjaman Tabel 3. Jumlah Mikro Mikro dan Usaha Kecil Yang Mendapatkan dari Kredit Kredit Pinjaman dariProgramProgram
Prediksi Jumlah UMKM (ribu) 823,7 754,3 811,8 2.389,8 796,6 Kredit Program Dari Kredit dari Kemeneg KUKM Instansi Sektoral UMKM (rb unit) 36.984 42.143 48.238 127.365 42.455 Persen (%) 4,49 5,59 5,94 5,33 5,33 Jumlah Per sen (%) 10,11 8,63 10,58 9,80 9,80

No

Propinsi

UMKM Persen UMKM (rb unit) (%) (rb unit) 46,28 22,99 37,68 106.947 35.649 5,62 3,05 4,64 4,48 4,48 83,26 65,13 85,92 234.312 78.104

 2 3

Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rata-rata

Dari ketiga hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa untuk memperbesar jumlah kredit program tidak saja diperlukan penambahan alokasi kredit tetapi yang lebih penting  adalah memperbaiki sistem distribusi dan mengkoordinasikan pemberian bantuan melalui satu lembaga yang secara khusus disesuaikan dengan karakter UMKM 5.2.2 Sumber-sumber Permodalan Pengusaha Mikro Tabel 4 memperlihatkan pinjaman usaha mikro dari perbankan, dan Lembaga Kredit Formal (LKF) dan sumbersumber perkreditan non formal, termasuk perseorangan baik, tetangga kerabat maupun pemilik modal atau pelepas uang. Hal-hal yang dapat dikemukakan dari tabel 4 yaitu: 1) Pelepas uang masih mendominasi sumber pinjaman bagi pengusaha mikro dengan pangsa kredit terhadap permodalan pengusaha mikro mencapai 34,45%. Dapat dikatakan bahwa para money leander ini masih menjadi andalan utama bagi pengusaha mikro dalam mendapatkan modal bagi kelanjutan usahanya. 2) Sebagian pengusaha mikro sudah mampu berhubungan dengan lembaga perkreditan formal terutama BPR (10%)

70

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

Pemerintah Tabel 4. Sumber-sumber Permodalan Usaha Mikro Diluar Program Pemerintah


Sumatera Barat No Sumber Modal UKM (unit ) 4 5 6 3 18 9 9 6 60 Persen % 6,67 18,33 5,00 10,00 10,00 8,33 20,00 25,00 100,00 Kalimantan Barat UKM Persen (Unit % 2 7 8 9 22 2 6 4 60 3,33 11,67 13,33 23,33 23,33 1,66 15,00 11,66 100,00 Nusa Tenggara Barat UKM (unit ) 5 6 13 4 22 4 4 2 60 Persen (%) 8,33 15,00 10,00 13,33 31,67 10,00 11,67 8,33 100,00 Rata-rata UKM (unit ) 3,67 6,00 9,00 5,33 20,67 5,00 6,33 4,33 60 Persen (%) 6,11 10,00 15,00 8,88 34,45 8,33 11,67 7,22 100,00

Tabel 4. Sumber-sumber Permodalan Usaha Mikro Diluar Program

 2 3 4 5 6 7 8

Bank umum BPR Pemilik modal Koperasi Money Leander Tetangga/teman Kerabat Tdk meminjam Jumlah

Keterangan : Diolah dari data 180 Sample di tiga Propinsi Contoh

Keterangan : Diolah dari data 180 Sample di tiga Propinsi Contoh

dan bank umum sebanyak 6,11%, tetapi mereka lebih banyak bersandar pada kalangan kerabat (11,67%) 3) Sumber-sumber hanya memiliki kontribusi Tabel 5.Koperasi ternyataPermodalan Usaha Kecil sebesar 8,33% hal ini Kredit Program Pemerintah Diluar mungkin sedikitnya dukungan dari program-program kredit pemerintah yang diperuntukan bagi koperasi
Kalimantan Nusa Tenggara Rata-rata 4) Sumatera7,22% usahaBarat Hanya Barat mikro yang tidak memiliki pinjaman, Barat hal ini UKM mengindikasikan bahwa kebutuhan kredit dikalangan Sumber Modal Persen UKM Persen UKM Persen UKM Persen (unit ) mikro masih sangat besar. usaha % (Unit) % (unit ) (%) (unit) (%) Bank umum 1) BPR Pemilik modal Koperasi Money Leander Tetangga/teman Kerabat Tidak meminjam Jumlah Rata-rata 11,65 2,33 10,00 2 10,00 2 15,00 3 Dikalangan pengusaha kecil dominansi pinjaman6,00 modal 30,00 dari 30,00 6 35,00 7 25,00 5 6,65 1,33 5,00  5,00  2 pelepas 10,00 mulai berkurang (tinggal 10%), dibandingkan uang 3,33 0.66 5,00  5,00  0,00 0 dengan pengusaha mikro yang mencapai 34,45%. Sumber 10,00 2,00 5,00  15,00 3 pinjaman bagi pengusaha kecil 2 adalah1,00 Bank Perkreditan 13,30 2,66 20,00 4 10,00 2 Rakyat 10,00 dengan pangsa kredit terhadap permodalan (BPR) 2 20,00 4,00 10,00 2 30,00 6 20,00 4 pengusaha kecil mencapai 30%, 2diikuti dengan pinjaman 5,00 1,00 10,00 0,00 0 5,00  dari kalangan kerabat yang mencapai 20%. 100,00 100,00 20 100,00 20 100,00 20 20

No  2 3 4 5 6 7 8

Dari tabel 5 terlihat bahwa:

2) Sample di tiga propinsi contoh Keterangan : Diolah dari data 60Pengusaha kecil sudah lebih

mampu berhubungan dengan bank komersial yang pangsa kreditnya terhadap permodalan usaha kecil mencapai 11,65%. Hal ini diduga karena kalangan usaha kecil lebih mampu dalam hal penyediaan agunan dan mengikuti prosedur bank umum atau bank komersial

71
2

Tdk meminjam Jumlah

6 60

25,00 100,00

4 60

11,66 100,00

2 60

8,33 100,00

4,33 60

7,22 100,00

Keterangan : Diolah dari data 180 Sample di tiga Propinsi Contoh

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

Tabel 5. Sumber-sumber Permodalan Usaha Kecil Tabel 5. Sumber-sumber Permodalan Usaha Kecil Diluar Kredit Program Pemerintah
Diluar Kredit Program Pemerintah
Kalimantan Barat UKM (Unit) 2 7    2 6 0 20 Persen % 10,00 35,00 5,00 5,00 5,00 10,00 30,00 0,00 100,00 Sumatera Barat No  2 3 4 5 6 7 8 Sumber Modal UKM (unit ) 3 5 2 0 3 2 4  20 Persen % 15,00 25,00 10,00 0,00 15,00 10,00 20,00 5,00 100,00 Nusa Tenggara Barat UKM (unit ) 2 6   2 4 2 2 20 Persen (%) 10,00 30,00 5,00 5,00 1,00 20,00 10,00 10,00 100,00 Rata-rata UKM (unit) 2,33 6,00 1,33 0.66 2,00 2,66 4,00 1,00 20 Persen (%) 11,65 30,00 6,65 3,33 10,00 13,30 20,00 5,00 100,00

Keterangan : Diolah dari data 60 Sample di tiga propinsi contoh

Bank umum BPR Pemilik modal Koperasi Money Leander Tetangga/teman Kerabat Tidak meminjam Jumlah Rata-rata

Keterangan : Diolah dari data 60 Sample di tiga propinsi contoh

3) Peran koperasi dalam mendukung permodalan kelompok pengusaha kecil ternyata sangat sedikt (3,33%) dibandingkan dengan peran koperasi terhadap permodalan pengusaha mikro yang mencapai 8,33%. Hal ini mungkin disebabkan dana yang diperlukan oleh pengusaha kecil relatif lebih besar dibandingkan dengan pengusaha mikro sehingga koperasi tidak mampu menyediakan pinjaman untuk kelompok 2 ini. 4) Hanya 5% usaha kecil yang tidak memiliki pinjaman, hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan kredit dikalangan usaha kecil juga masih sangat besar. Oleh sebab itu perlu perhatian yang lebih besar dari para stakeholder terutama pemerintah agar lebih banyak lagi melaksanakan programprogam pemberdayaan permodalan untuk kalangan pengusaha kecil. 5.2.3 UMKM Yang Mendapatkan Pinjaman Program dan Pinjaman Pihak Lain Dari tabel 6 terlihat bahwa jumlah UMKM yang disamping mendapatkan pinjaman dari kredit program juga masih mengambil pinjaman dari tempat lain relatif banyak yaitu untuk usaha mikro 17 unit usaha atau 43,30% dari jumlah sample. Sedangkan untuk usaha kecil lebih sedikit yaitu ratarata 5,67 unit atau 14,17% dari jumlah sampel.

72

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

Tabel 6. UMKM Yang Mendapat Kredit Program Tabel 6. UMKMYang Mendapat Kredit Program Tabel 6. UMKM Yang Mendapat Kredit Program dan Pinjaman Dari Tempat Lain Pinjaman Dari Tempat Lain dan Pinjaman Dari Tempat Lain
UKM Yang Mendapat Kredit Program dan Pinjaman UKM Yang Mendapat Kredit Program dan Pinjaman Dari Tempat Lain (dalam satuan unit usaha) Dari Tempat Lain (dalam satuan unit usaha) Mikro Usaha Kecil Mikro Usaha Kecil Jumlah Persentase Jumlah Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Jumlah Persentase (Unit) (%) sample unit usaha (%) (Unit) (%) sample unit usaha (%) 42,40 40 2 5,00 42,40 40 2 5,00 60,00 40 8 20.00 60,00 40 8 20.00 27,50 40 7 17,50 27,50 40 7 17,50 129,90 120 17 42,50 129,90 120 17 42,50 43,30 40 5,67 14,17 43,30 Sample40 5,67 mendapat pinjaman 14,17 dan 30 usaha kecil yang

No No

Propinsi Propinsi

Jumlah Jumlah Sample Sample

Sumbar Sumbar Kalbar Kalbar NTB NTB Jumlah Jumlah Rata-rata Rata-rata dari Keterangan : Diolah

  2 2 3 3

Keterangan : Diolah dari Program Usaha Mikro dan 30 Sample usaha kecil yang mendapat pinjaman dari Kredit 60 Sample dari Kredit Program

40 17 40 17 40 24 40 24 40  40  120 52 120 52 40 17,33 40 17,33 Mikro 60 Sample Usaha

Tabel 7. Kebutuhan Modal Modal Tersedia dan Kecukupan Modal Tabel 7. Kebutuhan Modal Modal Tersedia dan Kecukupan Modal Untuk Usaha Mikro 1) Jumlah pinjaman yang diterima dari kredit program belum Untuk Usaha Mikro

Hal ini mengindikasikan bahwa:

Propinsi Propinsi

Program Pihak lain Kecukupan modal Kebutuhaan Modal Program Pihak lain Kecukupan modal Kebutuhaan Modal per 2) Modal sebagian pinjaman yang tidak digunakan untukPersentase Ada tujuan sendiri Modal Modal per Persentase UKM (Rp rb) Nilai Persen Kecukupan sendiri Modal rb) tujuan Nilai Persen usaha UKM (Rp rb) (Rpproduktif atau Persen pengembangan tersedianmelainkan Nilai Nilai Persen Kecukupan (Rp rb) % (Rp rb) % (Rp rb) tersedian modal (%) (Rp modal (%) (Rp untuk tujuan lain rb) konsumtif rb) % (Rp atau % digunakanrb) (Rp rb) 3.378. 3) 3.378. 3.467 3.467 3.927 3.927 10.772

mencukupi bagi kalangan tersebut untuk mampu memenuhi Pinjaman kredit Pinjaman dari Modal tersedia dan kebutuhan modalnya Pinjaman kredit Pinjaman dari Modal tersedia dan

Sumbar Sumbar Kalbar Kalbar NTB NTB Jumlah Jumlah Rata-rata Rata-rata

Kurangnya pembinaan dalam penggunaan dana, serta tidak 98,93 3.342 18,70 632 44,02 1.487 1.223 98,93 3.342 18,70 44,02 1.487 1.223 adanya perencanaan yang 632 dalam memperhitungkan baik 38.45 86,96 3.015 1.128 33,69 1.168 719 86,96 3.015dan usaha 38.45 1.128 33,69 1.168 719 kebutuhan965 pinjaman bagi 1.445 31,70 mikro kalangan usaha 3.678 93,65 24,57 1.268 93,65 3.678 31,70 1.445 24,57 965 1.268 kecil.
3.210 3.620 108,39 3.205 88,85 10.035 279,54

10.772 3.210 3.620 108,39 3.205 88,85 10.035 279,54 5.3 Struktur Permodalan, Kontribusi Kredit Program dan Kecukupan 3.574 1.070 1.207 36,13 1.068 29,62 3.345 93,18 3.574 1.070 1.207 36,13 1.068 29,62 3.345 93,18 Modal

Kecukupan Modal usaha mikro Tabel 8. Struktur Permodalan dan Kecukupan Modal Usaha Kecil Tabel 8. Struktur Permodalan dan Kecukupan Modal Usaha Kecil
Propinsi Propinsi (1) (1) Sumbar Sumbar Kalbar Kalbar NTB NTB Jumlah Jumlah Rata-rata Rata-rata Modal Modal (Rp rb) (Rp rb) (2) (2) 61.298 61.298 73.782 73.782 69.739 69.739 68.273 68.273

5.3.1

Struktur Permodalan, Kontribusi kredit Program dan

Dari hasil temuan lapang seperti diperlihatkan pada Pinjaman dari Kebutuhan pinjaman Modal sendiri Pinjaman dari Kebutuhan pinjaman tabel 7 dapat dikemukakan lain Pihak beberapa hal sebagai berikut: modal Dari program Modal sendiri
Pihak lain modal Dari program Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen tase Nilai Persen Nilai digunakan Nilai tersedia oleh % Persen 1) rb) atau usaha (Rp Rata-rata modal yang % (Rp rb) % Rp rb Persen tase % (7) = 6/2 x 100 (Rp rb) % (Rp rb) % Rp rb (3) (4) (5) (6) (7) = 6/2 x 100 mikro sebesar Rp 3,345 juta relatif(6) hampir sama (93,18%) (3) (4) (5) (6) (6) 49.401 19,40 32.021 52,23 11.897 mereka hampir mencapai titik optimal. 49.401 19,40 32.021 52,23 11.897 47.600 35,48 21.287 28,85 26.182 47.600 35,48 21.287 28,85 26.182 42.223 39,45 31.451 45,09 digunakan 27.516 2) Dari 39,45 sejumlah modal 45,09 yang 42.223 31.451 27.516 21.865 21.865 32,02 32,02 28.253 28.253 42,39 42,39 46,408 46,408 80,59 80,59 64,51 64,51 60,54 pengusaha oleh 60,54

dengan kebutuhan modal usaha mikro sehingga skala usaha

mikro, hanya rata-rata 36,13% yang bersumber dari modal


68,54 68,54

73
3 3

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

pinjaman kredit program sedangkan sisanya berasal dari modal sendiri (rata-rata 29,93%) dan pinjaman dari sumbersumber lain rata-rata-rata sebesar Rp 1,068 juta (29,62%). Tabel 7. Kebutuhan Modal Modal Tersedia dan Kecukupan Modal Untuk Usaha Mikro
Kebutuhaan Modal per UKM (Rp jt) Modal sendiri (Rp jt) Pinjaman kredit Program Nilai (Rp jt) 1,487 1,168 965 3,620 1,207 Persen % 44,02 33,69 24,57 108,39 36,13 Pinjaman dari Pihak lain Nilai (Rp jt) 632 1,128 1,445 3,205 1,068 Persen % 18,70 38.45 31,70 88,85 29,62 Modal tersedia dan Kecukupan modal Persentase Modal Kecukupan tersedian modal (%) (Rp jt) 3,342 3,015 3,678 10,035 3,345 98,93 86,96 93,65 279,54 93,18

Propinsi

Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rata-rata

3,378. 3,467 3,927 10,772 3,574

1,223 719 1,268 3,210 1,070

3) Besarnya pinjaman dari pihak-pihak lain dikhawatirkan akan berdampak pada: a) Mengganggu kelancaran pengembalian kredit program; b) Mempertahankan eksistensi para pelepas uang dalam usaha dan kehidupan para pengusaha mikro serta; c) Menyebabkan penggunaaan pinjaman sulit diawasi. 4) Rendahnya kontribusi pinjaman program pemerintah dalam struktur permodalan pengusaha mikro diduga disebabkan oleh: a) Perencanaan yang bersifat sektoral dan terpusat; b) Belum adanya pemikiran untuk menjadikan biaya hidup sebelum produksi sebagai salah satu unsur dalam mengkalkulasi kebutuhan kredit para pengusaha mikro. Hal ini seharusnya mendapat perhatian karena biaya hidup sebelum produksi di kalangan UMKM dapat dikelompokan sebagai biaya produksi karena UMKM sebagian besar (79,84%) menggunakan tenaga kerja keluarga. 5.3.2 Struktur permodalan dan Kecukupan Permodalan Usaha Kecil Dari tabel 8 dapat dikemukakan bahwa: 1) Rata-rata modal yang digunakan oleh usaha mikro sebesar Rp. 68,273 juta sedangkan rata-rata modal sendiri yang dimilikinya sebesar Rp. 21,865 juta sehingga untuk

74

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

mencapai break event point usahanya diperkirakan masih memerlukan tambahan modal sebesar Rp. 46,408 juta. Keperluan ini sebagian (rata-rata Rp. 28,253 juta), dapat ditutupi dengan meminjam dari berbagai pihak terutama para pelepas uang. 2) Skala usaha usaha kecil pada umumnya belum mencapai titik break event point (titik impas) sehingga untuk dapat meningkatkan efisiensi produksi kalangan usaha ini perlu dibantu dengan memberikan pinjaman agar tercapai break event point yaitu rata-rata sebesar Rp. 46,408 juta rupiah. Tabel 8. Struktur Permodalan dan Kecukupan Modal Usaha Kecil
Propinsi (1) Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rata-rata Modal (Rp juta) (2) 61,298 73,782 69,739 68,273 Modal sendiri Nilai (Rp jt) (3) 11,897 26,182 27,516 21,865 Persen % (4) 19,40 35,48 39,45 32,02 Pinjaman dari Pihak lain Persen Nilai (Rp jt) % (6) (5) 32,021 21,287 31,451 28,253 52,23 28,85 45,09 42,39 Kebutuhan pinjaman modal Dari program Nilai Persen tase % Rp jt (7) = 6/2 x 100 (6) 49,401 47,600 42,223 46,408 80,59 64,51 60,54 68,54

3) Dengan meningkatnya skala usaha diharapkan efisiensi produksi akan terjadi dan para pengusaha mikro mendapatkan laba yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan sekaligus menyerap banyak tenaga kerja dan meningkatkan PDB. 5.4 Dampak Kredit Program 5.4.1 Dampak Kredit Program terhadap kondisi dan Kinerja Bisnis UMKM Dari data pada tabel 9 dapat dikemukakan: 1) Rata-rata UMKM contoh tergolong dalam kelompok usaha mikro, dengan rata-rata pemilikan aset sebelum menerima bantuan perkuatan sebesar Rp. 13,76 juta; 2) Dengan adanya bantuan program perkuatan, rata-rata aset UMKM meningkat sebesar Rp. 3,086 juta (25,92%) menjadi rata-rata Rp. 17,29 juta. Peningkatan ini merupakan pengaruh langsung dari adanya pinjaman dari program perkuatan,

75

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

yang terutama digunakan untuk modal kerja. Dengan perkataan lain peminjam belum mampu menginvestasikan sebagian laba yang diperoleh untuk menambah aset dalam bentuk investasi. Hal ini dapat diterangkan dari dua sebab yaitu: a) Para penerima pinjaman sebagian besar sudah mendapatkan pinjaman dari dari pihak ketiga sehingga sebagian laba dipergunakan untuk menutupi pinjaman tersebut; b) Sebagian peminjam lainnya mempersiapkan kelebihan laba yang diperoleh untuk digunakan membayar pinjaman dari program perkuatan walaupun mungkin belum jatuh tempo. Tabel 9. Aset, Permodalan dan Omset UKM Berbantuan Tabel 9. Aset, Permodalan dan Omset UKM Berbantuan
No Propinsi Rata-rata Pertambahan Total Asset Rata-rata Pertambahan Modal (Rp Jt) Per tahun Sebelum Sesudah Pertambahan Pertambahan Sebelum Sesudah (Rp jt) (Rp Jt) (%) (%) 18,61 25,48 14,83 29,18 11,41 14,74 Rata-rata Pertambahan23,12 Asset Total 18,53 15,05 Per tahun Sebelum 51,88 Sesudah 77,78 Pertambahan 41,29 (Rp jt) 17,29 Jt) 25,92(%) (Rp 13,76 57,80 7,04 10,82 8,61 69,66 5,28 47,54 7,82 11,30 Rata-rata Pertambahan Modal (Rp Jt) Pertambahan 175,00 58,33(%)

 2 3

No

Sumbar Kalbar NTB Propinsi Jumlah Rataan Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rataan

Tabel 9. Aset, Permodalan dan Omset UKM Berbantuan

20,14 Sebelum 30,73 Sesudah 6,71 10,24

 2 3

13,76 17,29 25,92 6,71 10,24 58,33 untuk Omset Usaha UMKM yang tahun Rata-rata menutup kebutuhan modal Rata-rata Laba per selama ini sebagian berasal dari pinjaman pihak ketiga. jt) Per tahun (Rp jt) (Rp No Propinsi Selisih Selisih Sebelum Tabel 10. Kinerja UKM Berbantuan (yang(yangSebelum bantuan) Dari Aspek Sesudah Persen Tabel 10. Kinerja UKM Nilai Berbantuan menerima Sesudah Nilai Persen menerima bantuan) dan (Rp Jt) Rp Jt (%) DariVolume UsahaUsahaLaba Aspek Volume (%) dan Laba  Sumbar 2 Kalbar 3 NTB No Propinsi Jumlah Rataan  2 3 No Sumbar Kalbar NTB Jumlah Propinsi Rataan 59,78 70,81 11,02 Rata-rata Omset Usaha18,45 36,41 45,58tahun9,17 jt) 25,20 Per (Rp 45,05 51,58 6,53 14.49 Selisih 141,24 26,72 58,14 Sebelum 167,97 Sesudah Nilai 19,38 Persen 47,083 55,99 8,90 (Rp Jt) (%) 12,25 Rata-rata Laba3.94 tahun 16,19 32,18 per 9,24 11,56 (Rp jt) 2,31 25,03 9,98 11,79 1,80 18,09 Selisih 31,47 39,54 8,05 75,30 Sebelum Sesudah Nilai Persen 10,49 13,18 2,68 25,10 Rp Jt (%)

Tabel 10. Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan) rata-rata sebesar Rp. 6,71 juta menjadi rata-rata sebesar Rp. 41,29Dari Aspek Volume Usaha dan Laba 51,88 77,78 20,14 30,73 175,00

57,80 7,04 10,82 18,61 25,48 14,83 3) bertambah 29,18 5,28 8,61 11,41Dari adanya bantuan perkuatan modal UMKM 69,66 14,74 18,53 23,12 15,05rata-rata sebesar Rp. 3,5307,82 atau11,30 juta 58,33%, 47,54 dari yaitu

10,24 juta. Tambahan modal ini relatif belum mencukupi

Tabel 11. Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima 16,19 bantuan )3.94 59,78 70,81 11,02 18,45 12,25

32,18 36,41 45,58 9,17 25,20 9,24 11,56 2,31 25,03 Rata-rata Jam Kerja6,53 Hari 14.49 Per Rata-rata Peningkatan Produksi18,09 45,05 51,58 9,98 11,79 1,80 (Jam) 26,72 (%) 141,24 167,97 58,14 31,47 39,54 8,05 75,30 Selisih 19,38 Selisih 25,10 47,083 55,99 8,90 10,49 13,18 2,68 Sebelum Sesudah Nilai Persen Sebelum Sesudah Nilai Persen (Jam) (%) (Rp ) (%) Tabel 11. Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuanJt) 9,50 1,05 12,10 11,05 Rata-rata Jam Kerja Per Hari 13,00 1,55 13.45 (Jam) 11,90 6,32 0,55 9,25 8,70 Selisih 31,65 34,80 3,15 28,82 Sebelum Sesudah Nilai 9,61 Persen 10,55 11,60 1,05 (Jam) (%) 146,00 8,41 14,17 5,76 Rata-rata Peningkatan Produksi 16,30 12,84 (%)1,80 11,04 45,50 2,07 6,61 4,55 Selisih 21,35 33,62 15,28 207,8 Sebelum Sesudah Nilai Persen 7,17 11,21 5,09 69,27 (Rp Jt) (%)

76 2

Sumbar Kalbar NTB 3 No Propinsi Jumlah Rataan 

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

Dari tabel 10 dapat dikemukakan: 1) Sejalan dengan adanya pertambahan modal, omset UMKM juga meningkat dari rata-rata Rp 47,083 juta, menjadi Rp 55,99 juta, atau rata-rata bertambah sebesar Rp 8,90 juta (19,38%). Pertambahan ini nampaknya masih lebih kecil dari tambahan modal yang diterima UMKM yang rata-rata mencapai 51,23%; 2) Selain mempengaruhi pertambahan omset usaha, meningkatnya modal UMKM juga mempengaruhi pertambahan laba yang diterima UMKM. Laba UMKM meningkat dari rata-rata Rp 10,49 juta, menjadi Rp 13,18 juta per tahun, atau bertambah Rp 2,68 juta (25,10%). Persentase pertambahan laba ini juga masih lebih kecil dibandingkan dengan persentase pertambahan modal yang mencapai 51,23%; 3) Dengan memperhatikan pertambahan omset dan laba, belum terlihat adanya indikasi bahwa pertambahan modal telah dapat menekan biaya produksi misalnya bahan baku, sehingga meningkatnya laba tidak lebih besar dari peningkatan modal; 4) Dari kondisi pada butir 1 sampai dengan butir 3 di atas dapat dikemukakan bahwa pinjaman yang diberikan jumlahnya relatif kecil, sehingga belum mencukupi bagi UMKM untuk dapat mencapai skala ekonomi (ecomic of scale), yang memungkinkan terjadinya peningkatan efisiensi produksi. Disamping itu pertambahan modal juga belum mampu meningkatkan bargaining UKM dalam pasar, baik di pasar input (pengadaan bahan baku) maupun di pasar output-nya (pemasaran produknya). Selain dampak perkuatan terhadap tiga aspek bisnis UMMK di atas, tabel 11 memperlihatkan dampak pemberian bantuan perkuatan modal terhadap perubahan kinerja UMKM, dari aspek peningkatan etos kerja dan peningkatan produksi UMKM. Dari tabel 11 dapat dikemukakan bahwa: 1) Peningkatan etos kerja yang diindikasikan dari pertambahan jam kerja UMKM memperlihatkan adanya tambahan sebesar 1,05 jam per hari, yaitu dari 10,55 jam menjadi 11,60 jam. Dalam hal ini etos kerja, merupakan derivasi

77

Tabel 10. Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan) JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87 Dari Aspek Volume Usaha dan Laba
Rata-rata Omset Usaha Rata-rata Laba per tahun Per tahun (Rp jt) (Rp jt) dari keberhasilan usaha seseorang dan kepentingan orang Selisih Selisih Sebelum tersebut untuk mendapatkan prestasi yang secara langsung Sesudah Sebelum Sesudah Nilai Persen Nilai Persen maupun tidak langsung mempengaruhi kesejahteraannya; (Rp Jt) (%) Rp Jt (%)

No

Propinsi

 2 3

Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rataan

2) 59,78 36,41 45,05 141,24 47,083

Hasil pengamatan lapang memperlihatkan adanya indikasi 70,81 11,02 18,45 12,25 16,19 3.94 32,18 ke45,58 kondisi peningkatan etos kerja, seberapa25,03 arah 9,17 jauh 25,20 9,24 11,56 2,31 51,58 6,53 9,98 11,79 1,80 18,09 dan sebatas mana 14.49 kerja dapat dikembangkan sangat etos 167,97 26,72 58,14 31,47 39,54 tergantung pada pola pelaksanaan program; 8,05 75,30
55,99 8,90 19,38 10,49 13,18 2,68 25,10

Tabel 11. Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan )


Tabel 11. Kinerja UKM Berbantuan (yang menerima bantuan )
Rata-rata Jam Kerja Per Hari Rata-rata Peningkatan Produksi (Jam) (%) Selisih Selisih Sebelum Sesudah Nilai Persen Sebelum Sesudah Nilai Persen (Jam) (%) (Rp Jt) (%) 11,05 11,90 8,70 31,65 10,55 12,10 13.45 9,25 34,80 11,60 1,05 1,55 0,55 3,15 1,05 9,50 13,00 6,32 28,82 9,61 5,76 11,04 4,55 21,35 7,17 14,17 12,84 6,61 33,62 11,21 8,41 1,80 2,07 15,28 5,09 146,00 16,30 45,50 207,8 69,27

No

Propinsi

 2 3

Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rataan

3) Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan terburuk yang menyebabkan timbulnya permasalahan yang dapat menghambat keberhasilan program ini, UMKM harus diarahkan agar mampu pengembangan etos kerja. Pengembangan etos kerja juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, yang akan mendorong semangat kewirausahaan. 4 5.4.2 Dampak Kredit Program Terhadap Perekonomian Daerah 1. Dampak program perkuatan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja 1) Rata-rata jumlah tenaga kerja poduktif (umur antara 17 sampai dengan 60 tahun) yang ada di 3 (tiga) Propinsi contoh cukup besar yaitu mencapai 412.046 orang, dimana sebanyak 325.352 orang (78,06%), diantaranya adalah mereka yang melakukan kegiatan usaha (bekerja) dalam kelompok UMKM. Dari jumlah tersebut sebanyak 52.895 orang atau 10,97%, adalah para pencari kerja yang diharapkan dapat terserap dengan meningkatnya aktifitas usaha dari kelompok UMKM.

78

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

2) Rata-rata pertambahan tenaga kerja UMKM setelah mendapat bantuan pinjaman modal dari program perkuatan adalah sebesar 0,61 orang per UKM. Dengan memperhitungkan jumlah UMKM yang mendapatkan bantuan per propinsi sebanyak 7613 orang, maka dapat diprediksikan jumlah pengangguran yang mampu diserap oleh UMKM baru sebanyak 4.644 orang atau 8,78% dari jumlah penganggur yang ada di ke tiga propinsi contoh. Tabel Tabel 12. Jumlah Tenagakerja dan Kinerja UMKM Berbantuan 12. Jumlah Tenaga kerja dan Kinerja UMKM Berbantuan (yang menerima bantuan) ) di Lima Propinsi Contoh (yang menerima bantuan di Lima Propinsi Contoh
Jumlah Tenaga Kerja dan Rata-rata Tenaga Kerja per UMKM di UMKM di Kabupaten Contoh ( Orang) kabupaten Contoh (Orang) UMKM Tambahan Pencari Tenaga Sesudah UMKM berbantuan Sebelum Tenaga Persen Kerja Kerja Jumlah Tenaga kerja dan Kinerja UMKM Berbantuan Tabel 12. (unit) (Org) (org) (unit) Kerja (%) (Org) (Org)(yang menerima bantuan ) di Lima Propinsi Contoh (Org) 36,87 0,52 1,93 1,41 Rata-rata Tenaga Kerja per UMKM di kabupaten Contoh (Orang) 44,44 0,64 2.08 1,44 65,71 0,69 Tambahan 1.74 1,05 3,90 Sebelum 5,75 Sesudah 1,85 Tenaga 147.02 Persen 1,30 1,92 0,61 (Org) (org) Kerja 49,00 (%) (Org)

Propinsi

*) Tenaga kerja usia produktif yang tersedia, termasuk penganggur 36,87 0,52 1,93 1,41 10.652 326.742 32.154 421.843 Sumbar Tabel 13. Pertumbuhan Sumbangan UMKM terhadap Total Pendapatan Kotor Daerah 1,44 176.904 31.659 202.769 2. Dampak Kredit Jumlah dan Kinerja 2.08 kontribusi 44,44 Kalbar Program terhadap (Product Regional Domestic Bruto) serta 6.677 Koperasi 0,64 Penyalur UMKM
65,71 0,69 1.74 1,05 5.510 472.411 94.873 611.528 NTB dalam Menyumbang PDB Jumlah 1.236.140 158.686 976.057 22.839 3,90 5,75 1,85 147.02 Jumlah dan Kinerja Koperasi Yang 49,00 Rata-rata 412.046 Perkiraan Sumbangan UMKM 52,895 325.352 7.613 1,30 1,92 0,61 Terhadaptersedia, termasuk penganggurmenyalurkan bantuan Perkuatan PDB (Rp miliar) *) Tenaga kerja usia produktif yang Tabel 13. Pertumbuhan Sumbangan UMKM terhadap

Jumlah Tenaga Kerja dan 10.652 326.742 32.154 421.843 Sumbar UMKM31.659 di Kabupaten Contoh ( Orang) 6.677 176.904 202.769 Kalbar 5.510 472.411 94.873 611.528 NTB UMKM Propinsi Pencari 976.057 Tenaga 158.686 Jumlah 1.236.140 berbantuan UMKM 22.839 Kerja 325.352 Kerja Rata-rata 412.046 52,895 7.613 (unit) (unit) (Org) (Org) *) Tenaga kerja usia produktif yang tersedia, termasuk penganggur

Total Pendapatan Kotor Daerah (Product Regional Domestic Bruto) (miliar) tambah tase Kop luran Rp juta Tabel 13. Pertumbuhan Sumbangan UMKM terhadap Total Pendapatan patan Daerah Kotor Kop UMKM (%) Rp Juta Rp jt serta Jumlah dan Kinerja Koperasi Penyalur (Product Regional Domestic Bruto) serta Jumlah dan Kinerja Koperasi Penyalur
 2 3 No Sumbar Kalbar NTB Propinsi Jumlah Rataan 172,455 1,58 10.877 Perkiraan Sumbangan2,01 UMKM 197,186 9.765 Terhadap PDB (Rp 0,90 miliar) 64,968 7.224 PDRB 434.609 4,49 Nilai Persen 27.866 (miliar) 144.870 1,50 tambah tase 92.88 UMKM (%) 111,3 374,4 10.700 263,1 36 161,3 429,8 13.540 268.5 26 Jumlah dan Kinerja Koperasi Yang menyalurkan bantuan178.9 Perkuatan 35,7 143,2 7.180 14 Penya Biaya 983,1 Penda 310,1 SHU 76Jlh 31.420 674,8 Kop luran Rp juta 327,7 patan 103,3 Kop 25,33 10.473 224.9 Rp Juta Rp jt 111,3 161,3 35,7 310,1 103,3

No

Propinsi

PDRB

Nilai

Persen

Jlh

Penya

Biaya

Penda

SHU

*) PDRB 2005 dan prediksi tambahan pendapatan UKM tahun 2006

 2 3

No

Propinsi

Rata-rata Peningkatan Rata-rata Peningkatan Jumlah anggota / tahun (%) Simpanan Anggota /tahun (%) *) PDRB 2005 dan prediksi tambahan pendapatan UKM tahun 2006 Sebelum Sesudah Peningk. Sebelum Sesudah

374,4 10.700 263,1 36 172,455 1,58 10.877 Sumbar 429,8 13.540 268.5 26 197,186 2,01 9.765 Kalbar 178.9 143,2 7.180 14 0,90 64,968 7.224 NTB Tabel 14. Dampak Program Perkuatan terhadap Kinerja Koperasi Jumlah 27.866 434.609 4,49 76 31.420 674,8 983,1 327,7 Rataan 92.88 144.870 1,50 25,33 10.473 224.9

Rata-rata Peningtan Modal Koperasi Per tahun(%) Sesudah

*) PDRB 2005 dan prediksi tambahan pendapatan UKM tahun 2006


Peningk. Sebelum

Peningk.

 2 3

Sumbar Kalbar NTB No Jumlah Propinsi Rataan

3,91 7,38 berikut: 3,47 3,44 7,56 4,12 Rata-rata Peningkatan Jumlah anggota / tahun (%) 4,32 8,21 3,89 11,48 23,15 11,67 3,82 Sebelum 7,72 Sesudah 3,89 Peningk. 3,47 4,12 3,89 11,48 3,82 7,38 7,56 8,21 23,15 7,72 3,91 3,44 4,32 11,67 3,89

Tabel 14. DampakDari tabel 13 dapat dikemukakanKoperasi Program Perkuatan terhadap Kinerja beberapa
1,20 4,18 2,98 0,93 2,90 1,97 Rata-rata Peningkatan Anggota /tahun (%) 1,41 3,48Simpanan4,89 8,43 11,97 3,54 2,81 Sebelum 3,99 Sesudah 1,18 Peningk. 2,98 1,97 3,48 8,43 2,81 4,18 2,90 4,89 11,97 3,99 1,20 0,93 1,41 3,54 1,18

hal sebagai

1,31 4,45 3,14 Modal 9,88 4,45 Rata-rata Peningtan5,33 2,56 6,32 3,76 Koperasi Per tahun(%) 11,35 20,65 9,20 3,78 Sebelum 6,88 Sesudah 3,07 Peningk. 3,14 4,45 3,76 11,35 3,78 4,45 9,88 6,32 20,65 6,88 1,31 5,33 2,56 9,20 3,07

79

 2 3

Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rataan

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

1) Dengan asumsi sebagian (50%) UMKM yang mendapat bantuan perkuatan bekerja pada kegiatan usaha produktif, dan tidak dengan memperhitungkan dampak kegiatan yang dilaksanakannya, maka sumbangan usaha mikro terhadap PDRB tidak berubah banyak, atau tidak mengalami tambahan yang signifikan. Hal ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan bahwa pertambahan jumlah PDRB yang berasal dari adanya UMKM yang mendapat bantuan perkuatan per kabupaten relatif kecil yaitu sebesar Rp. 144,870 juta (1,46%), dibandingkan dengan rata-rata PDRB daerah yang mencapai Rp. 928,8 miliar per kabupaten. Kondisi yang demikian nampaknya cukup wajar karena jumlah UMKM yang menerima bantuan, juga relatif masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah UMKM yang berada dimasing masing lokasi tersebut. Seandainya semua (308.342 orang) UMKM sudah mendapat bantuan perkuatan maka diprediksikan sumbangan UMKM akan mencapai 71,83% atau meningkat 23,83 dibandingkan dengan kondisi tahun 2005 yang diperkirakan 48%. 2) Usaha-usaha yang dilaksanakan oleh UMKM merupakan kegiatan spesifik daerah yang tidak lagi memberikan imbasan yang signifikan terhadap kegiatan usaha yang ada dibelakangnya (back word efect), maupun di depannya (fore Word efect). Kondisi ini dikarenakan usaha-usaha tersebut sudah ada sebelumnya dan pertambahan jumlah kebutuhan maupun produk yang dihasilkan oleh UKM yang mendapat bantuan perkuatan relatif masih kecil. 5.4.3 Dampak Kredit Koperasi Perkuatan Terhadap Pembangunan

Dari tabel 14 terlihat bahwa terlihat bahwa: 1) Rata-rata jumlah anggota koperasi mengalami kenaikan dari rata-rata 3,82% pada lima tahun sebelumnya menjadi 7,72% pada tahun 2007. Dari sini terlihat adanya dampak positif dari pelaksanaan program perkuatan dalam mendorong pertumbuhan jumlah anggota sebanyak 3,89%. Kenaikan jumlah anggota yang cukup signifikan ini mengindikasikasikan adanya ketertarikan masyarakat untuk menjadi anggota koperasi. Unsur ini jelas didorong oleh adanya program perkreditan yang memang angat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan perkataan lain masyarakat ingin menjadi anggota koperasi karena adanya

80

No

Propinsi

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih) 172,455 1,58 111,3 374,4 10.700 263,1 36 10.877 Sumbar 
2 3 Kalbar NTB Jumlah Rataan

Perkiraan Sumbangan UMKM Terhadap PDB (Rp miliar) PDRB Nilai Persen (miliar) tambah tase UMKM (%)

Jumlah dan Kinerja Koperasi Yang menyalurkan bantuan Perkuatan Jlh Penya Biaya Penda SHU Kop luran Rp juta patan Kop Rp Juta Rp jt

161,3 429,8 13.540 268.5 26 197,186 2,01 9.765 35,7 178.9 143,2 7.180 14 0,90 64,968 7.224 harapan 434.609 4,49 untuk mendapatkan 31.420 674,8 983,1perkuatan. bantuan kredit 27.866 76 310,1 Motivasi144.870memang 25,33 10.473 224.9 yang ideal. Hal ini 1,50 bukan motivasi 103,3 92.88 327,7

*) PDRB 2005 dan prediksi tambahan pendapatan UKM tahun 2006

tersebut mencerminkan kebutuhan masyarakat pada bantuan permodalan cukup besar.

Tabel 14. Dampak Program Perkuatan terhadap Kinerja Koperasi Tabel 14. Dampak Program Perkuatan terhadap Kinerja Koperasi
Rata-rata Peningkatan Jumlah anggota / tahun (%) No Propinsi Sebelum  2 3 Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rataan 3,47 4,12 3,89 11,48 3,82 Sesudah 7,38 7,56 8,21 23,15 7,72 Peningk. 3,91 3,44 4,32 11,67 3,89 Sebelum 2,98 1,97 3,48 8,43 2,81 Sesudah 4,18 2,90 4,89 11,97 3,99 Peningk. 1,20 0,93 1,41 3,54 1,18 Sebelum 3,14 4,45 3,76 11,35 3,78 Sesudah 4,45 9,88 6,32 20,65 6,88 Peningk. 1,31 5,33 2,56 9,20 3,07 Rata-rata Peningkatan Simpanan Anggota /tahun (%) Rata-rata Peningtan Modal Koperasi Per tahun(%)

2) Sejalan dengan peningkatan jumlah anggota juga terjadi kenaikan simpanan anggota dari rata-rata 2,81% selama 4 tahun sebelum program perkuatan dilaksanakan, menjadi 3,99% sesudah dilaksanakannya program perkuatan, atau meningkat sebesar 1,18%. Peningkatan jumlahnya 5 simpanan ini terlihat belum sejalan dengan pengingkatan rata-rata jumlah anggota yang mendapat bantuan perkuatan, yang mencapai 23%. Kejadian ini mungkin disebabkan sebelumnya memang partisipasi anggota dalam membayar simpanan sudah tinggi, sehingga adanya bantuan perkuatan tidak lagi mempengaruhi besar simpanan yang dapat dikumpulkan. 3) Modal koperasi meningkat dari rata-rata lima tahun sebelumnya sebesar 3,78% pertahun menjadi rata-rata 4,88%, atau naik sebanyak 1,10%. Dibandingkan dengan tambahan modal luar yang bersumber dari program perkuatan nampaknya tambahan modal koperasi yang bersumber dari SHU pelaksanaan program perkuatan pengaruhnya belum signifikan. Hal tersebut disebabkan adanya tambahan modal luar yang melonjak dari pinjaman modal program perkuatan. Sedangkan pengaruh dari pelaksanaan program terhadap kenaikan modal sendiri relatif sangat sedikit dibandingkan dengan total modal koperasi dalam yang dimiliki koperasi. Lebih lanjut pada tabel 15 diperlihatkan dampak pelaksanaan program perkuatan terhadap volume usaha dan SHU koperasi.

81

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

Tabel 15. Dampak Pelaksanaan Program Perkuatan Terhadap Tabel 15. Dampak Pelaksanaan Program Perkuatan Terhadap Volume Usaha dan Sisa Hasil Usaha Koperasi Volume Usaha dan Sisa Hasil Usaha Koperasi
No Propinsi Rata-rata Peningkatan Volume Usaha per tahun (%) Sebelum Sesudah Peningk. 4,76 3.11 2,34 10,21 3,40 6,78 4,87 5,59 17,24 5,74 2,02 1,76 3,25 7,03 2,34 Rata-rata Peningkatan Sisa Hasil Usaha per tahun (%) Sebelu Sesudah Peningk. 2,96 1,89 2,14 6,99 2,33 3,43 2,81 3,18 9,42 3,14 0,47 0,92 1,04 2,43 0,81

 2 3

Sumbar Kalbar NTB Jumlah Rataan

Dari tabel 15 terlihat bahwa: 1) Rata-rata volume usaha koperasi mengalami peningkatan dari rata-rata 3,40 pertahun pada lima tahun sebelumnya, menjadi 5,74% sesudah menyalurkan program perkuatan, atau meningkat sebesar 2,34%. Peningkatan ini nampaknya merupakan pengaruh langsung dari pelaksanaan kegiatan penyaluran program bantuan perkuatan saja. Dengan kata lain program perkuatan belum memberikan dampak ikutan bagi kegiatan koperasi diluar kegiatan program itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa koperasi belum mampu mengembangkan kegiatan yang diperlukan anggotanya, yang berkaitan dengan adanya program perkuatan tersebut, seperti penyediaan bahan baku produksi, transportasi dan pemasaran hasil produksi anggotanya. 2) Rata-rata Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi meningkat sebesar 0,81%, bila dibandingkan dengan peningkatan SHU pada lima tahun sebelumnya yaitu dari rata-rata 2,33% menjadi 3,14%. Sama seperti peningkatan volume usaha, peningkatan SHU ini juga murni sebagai sumbangan dari pelaksanaan program perkuatan dan tidak terlihat dampak dari adanya kegiatan pengembangandari pelaksanaan kegiatan penyaluran program. 3) Dari kegiatan melaksanakan penyaluran kredit perkuatan, koperasi memperoleh bagian biaya operasional sebesar 4% dari dana yang disalurkan. Dengan biaya operasional riil yang ternyata masih lebih kecil dari yang didapatkannya tersebut, rata-rata koperasi memperoleh SHU sebesar Rp 8,45 juta. Dengan demikian terlihat bahwa koperasi

82

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

juga memperoleh dampak positif dari kegiatan ini. Tetapi karena jumlah dana yang disalurkan masih relatif kecil, maka bagian koperasi yang menjadi SHU belum signifikan dengan total SHU koperasi. 4) Hal lain yang juga dapat dicatat bahwa jumlah dana yang telah dikembalikan dari peminjam ada yang belum dapat digulirkan lagi oleh koperasi. Hal tersebut terjadi karena belum ada ketentuan tentang pola pergulirannya dan belum ada institusi yang secara formal mengatur perguliran dana tersebut. VI. PENUTUP 1. Rata-rata tambahan modal yang diperlukan oleh kalangan pengusaha mikro dan pengusaha kecil adalah sebesar Rp. 3.574.000,- yang terendah adalah untuk mereka yang berusaha di sektor informal dan perdagangan eceran sebesar Rp 1.876.000,- dan yang tertinggi adalah untuk mereka yang berusaha di sektor pengolahan hasil pertanian tanaman pangan dan perkebunan sebesar Rp. 22.783.000,-. Dengan demikian dana yang diperlukan untuk memberdayakan UMKM khususnya pengusaha mikro dan pengusaha kecil, diperkirakan mencapai Rp. 171,55 triliun, sehingga idealnya program-program perkreditan dari pemerintah selama 7 tahun terakhir sudah menjangkau 23,05% dari kebutuhan modal UMKM, atau sudah menjangkau 23,05% dari jumlah UMKM khususnya pengusaha mikro. 2. Struktur permodalan usaha mikro dibangun 15,75% oleh modal sendiri, 11,60% dari pinjaman program pemerintah, 9,20% pinjaman dari lembaga perkreditan formal (Bank dan non bank), 56,70% pinjaman dari pemilik modal/pelepas uang dan sisanya 6,75% bersumber dari kalangan keluarga dan tetangga. Kondisi ini masih menunjukkan peranan yang dominan dari para pelepas uang dan pemilik modal dalam mendukung kelangsungan usaha para pengusaha mikro. 3. Adanya perbedaan antara persentase kebutuhan pinjaman UMKM dan dana yang telah dialokasikan oleh pemerintah (23,05%) dengan hasil pengamatan kontribusi kredit program terhadap permodalan usaha mikro dan usaha kecil yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu 11,60%. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh: 1) Sebagian dana program pemerintah memang diberikan dalam bentuk pinjaman (kredit sesuai dengan pengertian kredit dan ensiklopedia Indonesia) sebagian lagi dalam bentuk subsidi atau hibah, sehingga tidak dinyatakan sebagai kredit; 2) Ada kesalahan sasaran dalam penyaluran kredit; dan 3) Deviasi sampel.

83

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

4. Hanya 11,60% pengusaha mikro yang pernah mendapatkan pijaman dari kredit program pemerintah dan 21,83% dari usaha mikro tersebut menyatakan jumlah pinjaman yang diperoleh belum menutupi kebutuhan modal, atau tidak sesuai dengan peruntukannya, akibatnya yang bersangkutan masih meminjam dari sumber-sumber lain terutama para pelepas uang dan pemilik modal. 5. Dari 214 jenis program perkreditan yang dapat diinventarisir diketahui bahwa 47,5% bertujuan untuk mendukung pembangunan sektoral seperti untuk program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) 35,25% bertujuan mengurangi kemiskinan, seperti Kredit Keluarga Miskin (KKM) dan Kredit Pemilikan RSS, dan hanya 17,25% yang bertujuan untuk memberdayakan UMKM seperti P3KUM dan KUR. Sedangkan dari aspek pendekatan program 41,75% menggunakan pendekatan pengembangan komoditas, 11,45% menggunakan pendekatan pengembangan potensi daerah, seperti Program pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal 26,85% menggunakan pendekatan pengembangan kelompok seperti seperti dalam program Lembaga Usaha Ekonomi Bersama (LUEB), dan sisanya 19,95% menggunakan pendekatan pengembangan kelembagaan. 6. Kredit-kredit yang bersumber dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM yang kesemuanya bertujuan memberdayakan KUMKM, 28,65% menggunakan pendekatan pengembangan komoditas, 44,35% pengembangan kelembagaan, 10.25% pengembangan potensi kelompok, dan sisanya 16,75% menggunakan pendekatan pengembangan daerah. Hasil analisis dari aspek kemanfaatan kredit dalam meningkatkan pendapatan UMKM menunjukkan bahwa, pengembangan potensi daerah dan pengembangan kelompok (Community development) merupakan pendekatan yang efektif untuk memberdayakan UMKM. 7. Dalam hal pola pelaksanaan perkreditan terlihat bahwa: a) Prosedur dan persyaratan cenderung didasarkan pada kepentingan sektoral dan keamanan kredit, sehingga sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakter pengusaha mikro; b) Bunga bersubsidi membuka peluang terjadinya manipulasi penggunaan kredit baik ditingkat penyalur maupun oleh peminjam; c) Bentuk dan besar pinjaman yang cenderung menggunakan sistem paket, tidak selalu sesuai dengan kebutuhan pengusaha mikro serta; d) Banyaknya jenis kredit yang disalurkan, menyebabkan terjadinya tumpang tidih penggunaan dan sasaran kredit di tingkat peminjam. 8. Dari aspek pendistribusian dana diketahui 41,18% disalurkan di Pulau Jawa dan sisanya 58,92% disalurkan untuk daerah-daerah lainnya. Banyaknya dana yang disalurkan di Pulau Jawa dilakukan berdasarkan pertimbangan jumlah orang yang berhak menerima, sebanding dengan banyaknya jumlah penduduk.

84

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

9. Dalam hal ketepatan sasaran, 79,52% responden menilai kredit program tepat sasaran dan hanya 54,65% kredit tersebut tepat waktu penyalurannya. Sebagian kredit yang tidak tepat sasaran adalah yang diberikan kepada kelompok orang miskin sebagai bantuan sosial. Sedangkan yang tidak tepat waktu penyalurannya adalah kredit yang diberikan dalam bentuk natural seperti pupuk benih, dan pestisida serta untuk pedagang kecil. 10. Sebagian besar (56,87%) responden menilai tidak ada unsur lain yang menentukan penjatahan kredit, sedangkan yang menilai ada unsur lain yang menentukan penjatahan kredit ada sebanyak 28,92% dan sisanya sebanyak 14,21% menyatakan tidak tahu. 11. Sebagian besar (90,77%) kredit program dilaksanakan dengan tidak meng-gunakan model perguliran dan hanya 9,23% yang menggunakan model perguliran. Sebagian dari yang tidak menggunakan perguliran adalah yang berupa hibah untuk masyarakat, maupun untuk lembaga penyelenggaranya. Dalam hal keperluan kelembagaan perguliran, sebagian besar (87,40%) responden menyatakan perlu adanya kelembagaan tersebut (organisasi dan ketentuan-ketentuannya), tetapi 96,85 % dari mereka tidak mengetahui adanya Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). 12. Kondisi internal pengusaha mikro didominasi oleh meraka yang memiliki aset terbatas yaitu rata-rata Rp. 6,51 juta, yang paling sedikit Rp. 0,23 juta dan yang terbesar Rp. 32,1 juta. Dalam hal tingkat pendidikan, ratarata responden berpendidikan formal 8,11 tahun atau setingkat dengan SLP. Dari aspek pengalaman, sebagian besar (63,25%) peminjam adalah mereka yang berpengalaman dibidang usahanya kurang dari lima tahun dan sisanya (36,75%) adalah mereka yang berpengalaman lebih dari 5 tahun. Sedangkan dari aspek omset yang diperoleh per tahun rata-rata Rp 37,2 juta dengan laba rata-rata sebesar Rp 11,81 juta per tahun. 13. Kesimpulan 1) Dari temuan-temuan di atas dapat disimpulkan bahwa: a) Kontribusi kredit program terhadap permodalan usaha mikro relatif masih sangat sedikit (11,60%); b) Rendahnya kontribusi kredit program tersebut disebabkan karena tidak semua program diberikan dalam bentuk kredit (pinjaman yang harus dikembalikan). Selain itu tujuan penggunaannya yang sebagian besar bersifat sektoral, dan pola pelaksanaan yang ada, ternyata tidak sesuai dengan karakteristik UMKM; c) Adanya unsur-unsur yang tidak berkaitan dengan tujuan pemberdayan UMKM serta; d) Kondisi internal pengusaha mikro yang sangat lemah serta belum siapnya lembaga perguliran dana.

85

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 62-87

2) Peranan sumber-sumber perkreditan non formal masih cukup besar. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal antara lain: a) Besarnya permintaan kredit dari kalangan pengusaha mikro karena tidak tercover oleh lembaga-lembaga perkreditan formal. b) Para pemilik modal dan pelepas uang mampu memberikan pinjaman lepada pengusaha mikro dalam waktu singkat. c) Kondisi lingkungan sosial budaya memungkinkan para pemilik modal dan pelepas uang membangun sistem hubungan Patron Client. 14. Saran 1) Perlu dilakukan perubahan orientasi kredit program yang semula untuk kepentingan pembangunan sektoral diarahkan kepada pemberdayaan UMKM, pengembangan kelembagaan dan kelompok. 2) Perlu adanya pola pelaksanaan program dengan karakter UMKM khususnya pengusaha mikro. 3) Membangun sistem kelembagaan yang komprehensif memperkecil dalam hal jumlah instansi yang terlibat dan jenis kredit program yang disalurkan sehingga koordinasi menjadi mudah dan dana pemerintah tidak berserakan di mana-mana. DAFTAR PUSTAKA Anonim, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 12 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Ditjen Bina Lembaga Koperasi. Jakarta. Anonim, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Jakarta. Anonim, (2003). Medium Enterprise Dynamics: The Barriers Constraining on The Development of Medium-Size Enterprises. Study Report. Supported by The Asia Foundation. Anonim, (2003). Petunjuk Teknis Tentang Modal Awal dan Padanan. Kementerian Negara KUKM. Jakarta. Anonim, (2002). Strategi Pengembangan Iklim Usaha dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Daerah. Jurnal Ekonomi UNTAR, Vol 7 nomor 1, Jakarta. Jakarta. Anonim, (1999). The Asia Foundation, 1, Small and Medium Entreprise Development. Jakarta.

86

Kajian Kontribusi Kredit Bantuan Perkuatan Dalam Mendukung Permodalan UMKM (Teuku Syarief & Etty Budhiningsih)

Anonim, (2006). Perhitungan Kinerja UMK Ditinjau dari Aspek Kontribusi Terhadap Berbagai Indikator Makro Ekonomi Serta Survei Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) UKM. BPS-2006. Jakarta. Anonim, (2007). Informasi Tentang Kredit Usaha Mikro dan Kecil dari Dana SUP005. Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta. Anonim, (2002). Mid Term Action Plan for SME Development : Strategy and Recommendations. Project Report. ADB MSE Development Technical Assistant. Asian Development Bank. 2002. Indonesia. Anonim, (2006). Kajian pemanfaatan Bantuan Perkuatan. Deputi Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi, Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta. ----------, (2006). Annual Report Bank Indonesia 2006. Bank Indonesia Jakarta. Nasution Muslimin, (1991). Lembaga Perkreditan Pedesaan. Badan Litbang Koperasi dan PK. Departemen Koperasi dan PPK. Jakarta. Sondagh, Lucky. F. Penelitian Lembaga Kredit Pedesaan di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Jakarta. Tambunan Mangara, (2002). Apakah Usaha Menengah Mengalami Stagnasi. Paper Staff, Center for Economic and Social Studies (CESS). Tambunan Mangara, (2002). Strategi Industrialisasi Berbasis Usaha Kecil dan Menengah: Sebuah Rekonstruksi pada Masa Pemulihan dan Pasca Krisis Ekonomi. Orasi Ilmiah Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian IPB, 19 Oktober (tidak dipublikasi). John Willey & Son. Entrepreneurship & Small Business Problem Solving, 2nd ed., Singapore. Gibb, Allan A, (1993). The Entreprise Culture and Education.

87

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

KAJIAN PENATAAN KELEMBAGAAN KOPERASI PENERIMA BANTUAN DANA BERGULIR PENGEMBANGAN PASAR TRADISIONAL*) Saudin Sijabat**) Abstract Institution is an organizational system which can control on resources. Institutional has characteristic among others are: a) Yurisdiction border which determine who and what is encompassed in the system and related to authority limit and power; b) Intellectual property rights. This feature refers to the definite of right and obligation regulated by the law, custom/tradition and / or consensus. Clarification of intellectual property right in the institution is as strength resource of development participant in developing access and control on the traffic and allocation of resources. The other characteristic is c) Representation regulation which can make sure who is entitle towards something in every process of decision making. Revolving fund for traditional market development through cooperative is government fund derives for state budget of The State Ministry of Cooperatives and SMEs which was distributed to cooperative to develop traditional market by cooperative and from then on lend it to the members unders revolving fund scheme among cooperatives. Koperasi, kelembagaan, managemen, dana bergulir, pasar tradisional I. Pendahuluan Pesatnya perkembangan pembangunan sarana pemasaran yang dilakukan oleh pemerintah dan dunia usaha perdagangan lainnya seperti supermaket, mall, swalayan dan bentuk-bentuk perkulakan lainnya yang sudah merambah ke daerah pemukiman dan pedesaan, juga diikuti dengan perkembangan usaha ritel dan pedagang eceran dalam bentuk Indomart atau Alfamart dan sejenisnya, berdampak pada koperasi yang bergerak dibidang perdagangan khususnya koperasi pengelola pasar tradisional harus menyesuaikan diri agar selalu bisa eksis untuk memberikan pelayanan kepada anggotanya para pedagang. Apabila hal ini tidak dilakukan, sudah barang tentu koperasi pasar akan semakin jauh dari akses-akses usaha yang diperlukan anggota karena tidak dapat memberikan pelayanan yang efektif kepada anggota sehingga koperasi tidak mampu bersaing dengan usaha-usaha sejenis.
Kajian yang dilaksanakan oleh penulis tahun 200. Artikel diterima 5 April 200, peer review 22 April s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200 **) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK.
*)

88

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

Disadari bahwa swadana pembangunan dan pengelolaan pasar oleh pemerintah setempat atau lembaga lainnya melalui fasilitas-fasilitas tertentu, tanpa keterlibatan para pengguna pasar itu sendiri, akan merugikan para pedagang, baik secara finansial, organisasi maupun usaha. Bercermin atas keadaan sebagaimana diuraikan di atas, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melalui program pemasaran dan jaringan usaha melaksanakan program penyaluran bantuan dana bergulir untuk meningkatkan kelayakan sarana dan prasarana usaha pasar tradisional melalui koperasi pasar yang sudah ada. Sesuai karakteristik pokok organisasi koperasi aktivitasnya mempadukan dua kepentingan secara bersama-sama, yaitu kepentingan bisnis (bisnis entity) dan kepentingan sosial (social entity). Dengan tercapainya kedua kepentingan tersebut yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan harus selalu dipelihara, diharapkan pembangunan dan pengelolaan pasar tradisional oleh koperasi pasar, akan sesuai dengan perubahan lingkungan untuk mewujudkan perilaku yang responsif dan inovatif dari para anggotanya. Dari pengamatan yang dilakukan terhadap maju mundurnya suatu koperasi, menunjukkan bahwa kebanyakan kegagalan suatu organisasi koperasi disebabkan oleh masalahmasalah yang bersumber dari dalam koperasi (internal), dan hanya sebagian kecil penyebab kemunduran koperasi yang bersumber dari pengaruh luar (eksternal). Pengaruh dari dalam yang paling dominan mempengaruhi maju mundurnya koperasi adalah dukungan partisipasi aktif dari anggotanya. Dukungan partisipasi anggota koperasi pasar (sebagai pedagang), diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk keikutsertaan dalam meletakkan fondasi bagi bangun struktur organisasi koperasi sebagai milik bersama. Partisipasi anggota, harus tercermin dalam bentuk konstribusi dalam menetapkan tujuan dan sasaran usaha, memelihara organisasi serta menggunakan kegiatan usaha koperasi. Dengan demikian koperasi pasar yang memperoleh bantuan dana bergulir untuk membangun pasar tradisional akan melakukan kegiatan usaha dan organisasinya sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan para anggotanya. Dari beberapa uraian di atas, maknanya sesuai dengan penjelasan pasal 17 (ayat 1) Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992. Dalam penjelasan disebutkan bahwa sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi. Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingan anggota dan lembaga koperasi, maka koperasi dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya. Hal ini dimaksudkan selain untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota koperasi juga untuk memperluas skala usaha koperasi dan memperluas pangsa pasar yang dimiliki. Berbagai fasilitas yang disediakan oleh pemerintah melalui program Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, melalui penyaluran bantuan perkuatan dana bergulir untuk pembangunan pasar

89

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

tradisional, belum menjamin kelangsungan koperasi untuk memenuhi harapan di atas, Oleh karenanya selain pemanfaatan fasilitas tersebut, lembaga koperasi harus memiliki kelembagaan yang baik, usaha yang sehat dan pengurus yang memiliki dedikasi yang tinggi. Untuk mendukung program yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, maka penulis melakukan Kajian pada tahun 2007 mengenai Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan dana bergulir pengembangan Pasar Tradisional. 1.1 Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk penataan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional, sehingga koperasi pasar tradisional selain mampu melakukan program dengan baik, juga agar koperasi memiliki daya tahan dan daya saing untuk melakukan aktivitas, terutama menjalankan usahanya dalam memberikan pelayanan terhadap anggota. 1.2 Sasaran Sasaran kajian adalah: 1). Terwujudnya Lembaga Koperasi Pasar yang baik, untuk mengelola pasar tradisional; 2). Terwujudnya peningkatan kinerja koperasi pasar sehingga pengelola pasar tradisional semakin baik dalam memberikan pelayanan kepada anggota dan UKM yang berusaha dalam pasar tradisional dimaksud; 3). Terwujudnya peningkatan peran serta anggota koperasi dan UKM secara aktif dalam membangun kemandirian koperasi yang tangguh secara berkelanjutan; 4). Terwujudnya peningkatan nilai manfaat dan nilai tambah bagi anggota koperasi dan UKM melalui peningkatan aktivitas usaha dan organisasi koperasi secara terbuka dan demokratif. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan adalah penataan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional, sehingga partisipasi anggota koperasi tidak hanya pada aktivitas usaha saja, tetapi juga dalam aktivitas managemen koperasi. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: 1). Memilih lokasi pelaksanaan survey terhadap pembina koperasi propinsi, kabupaten/kota, dan pengurus koperasi; 2). Menyiapkan panduan dan kuesioner pengumpulan data dari pengurus koperasi; 3). Merumuskan indikator kajian penetaan kelembagaan koperasi pengelola pasar tradisional; 4). Melakukan pengumpulan data dan informasi lapang; 5). Melakukan pembahasan konsep kajian untuk penataan kelembagaan koperasi pengelola pasar tradisional; 6). Penyempurnaan konsep final hasil kajian penataan kelembagaan koperasi pengelola pasar tradisional.

90

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

1.4

Metodologi Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah penelitian lapang dengan metode Analisis Deskriptif, pendekatan partisipatif. Dengan model analisis ini, pembahasan hasil analisa dapat dilakukan secara komprehensif dan selanjutnya menyusun ruang lingkup wilayah dan pendataan, meliputi: 1. Wilayah Kajian Untuk memperoleh data dan informasi sebagai dasar analisis dilakukan diskusi dengan pembina koperasi, di 5 (lima) propinsi dan 7 (tujuh) kabupatan/kota. Diskusi ini dilakukan untuk memperoleh data yang representatif, dari sejumlah responden yang memungkinkan dapat mewakili pembina koperasi pengelola pasar tradisional. 2. Jenis dan Sumber Data Sesuai dengan lingkup kajian dan tujuan yang ingin dicapai, maka kegiatan ini menghimpun beberapa macam data dan informasi. Data Data dan informasi yang dihimpun digali dari berbagai sumber, antara lain mencakup: a). Undang-undang dan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan kegiatan koperasi; b). Data dan informasi dari pembina koperasi propinsi dan kabupaten/kota; c). Data dan informasi dari pengurus koperasi; d). Data dan informasi kelengkapan organisasi dan tatalaksana koperasi; e). Informasi pengawasan anggota dalam RAT; f). Informasi dari instansi terkait dan litetatur yang relevan.

II. Tinjauan Teoritis 2.1 Pemahaman Koperasi Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang ha atau badan hukum koperasi, dalam melakukan kegiatannya berdasarkan pada prinsip koperasi, seperti tertuang dalam UU Republik Indonesia, Nomor 25 Tahun 12, Tentang Perkoperasian. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional. Perumusan jatidiri koperasi menurut ICA di Manchaster (ICA Cooperative Identity Statement/ICS) tahun 1995, terdiri dari: 1. Definisi Koperasi. Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orangorang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis;

91

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

2. Nilai-nilai. Koperasi memiliki nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang lain; 3. Prinsip-prinsip (sebagai penjabaran nilai-nilai), prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: a). Keanggotaan sukarela dan Keanggotaan sukarela dan terbuka; b). Pengendalian oleh anggota secara demokratis; c). Partisipasi ekonomi anggota; d). Otonomi dan kebebasan; e). Pendidikan, pelatihan dan informasi; f). Kerjasama diantara koperasi; g). Kepedulian terhadap komunitas. 2.2 Ciri-ciri Koperasi Indonesia Indonesia termasuk salah satu negara yang menerbitkan perundang-undangan yang khusus mengatur koperasi. Undang-undang ndangan (UU) yang berlaku saat ini adalah UU RI Nomor 25 Tahun 1992, Tentang perkoperasian. Ciri-ciri koperasi Indonesia secara umum dituangkan dalam pasal 2, 3, 4, dan 5 menetapkan prinsip koperasi Indonesia, yang terdiri dari 7 (tujuh) butir yang dituangkan dalam 2 ayat, yaitu: 1). Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; 2). Pengelolaan dilakukan secara demokratis; 3). Pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa masing-masing anggota; 4). Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5). Kemandrian; 6). Pendidikan perkoperasian; 7). Kerjasama antar koperasi. Ketujuh butir prinsip koperasi Indonesia di atas, bila dibandingkan dengan prinsip koperasi yang berlaku secara internasional berdasarkan rumusan kongres ICA di Manchaster 1995, pada dasarnya hampir sama (identik) walaupun dalam penerapannya terdapat perbedaan tetapi tidak signifikan. 2.3 Ciri-ciri Organisasi Koperasi Koperasi, merupakan bentuk perusahaan yang unik berbeda dengan bentuk perusahaan kapitalistik pada umumnya. Perbedaan itu antara lain: a. Koperasi dibentuk bukan untuk mengejar keuntungan bagi perusahaan koperasi sendiri, melainkan diberi tugas melayani anggotanya, agar anggotanya meraih keuntungan yang lebih baik. b. Keberhasilan perusahaan kapitalistik diukur dari kemampuan meraih laba, perusahaan koperasi diukur dari kemampuannya memperbaiki kondisi ekonomi rumah tangga para anggotanya. Hans H. Muenker menyatakan adanya ciri-ciri khusus koperasi sebagai organisasi usaha, yaitu: 1). Adanya orang yang menjalin

92

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

hubungan antara sesamanya atas dasar sekurang-kurangnya satu kepentingan ekonomi yang sama; 2). Adanya dorongan (motivasi) untuk mengorganisasikan diri di dalam kelompok dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, melalui usaha-usaha bersama atas dasar swadaya dan saling tolong menolong; 3). Adanya suatu perusahaan yang didirikan, dibiayai, dan diawasi secara bersama sama sebagai sarana untuk mencapai sasaran bersama bagi para anggota. Sebagai perbandingan, maka pemilik perusahaan kapitalistik tidak identik dengan pelanggannya. Status khusus tersebut merupakan identitas koperasi dimana anggota memiliki identitas ganda atau prinsip ganda anggota (dual identity). Apabila identitas ganda dari anggota koperasi tersebut hilang, maka hilang pula ciri perusahaannya sebagai anggota koperasi. Oleh sebab itu, dalam koperasi berlaku prinsip-prinsip: 1). Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi pada koperasi; 2). Satu anggota satu hak suara tanpa melihat besar kecilnya kontribusi modal masing-masing; 3). Managemen koperasi bersifat terbuka (tentunya terhadap anggotanya) serta dilengkapi dengan prinsip-prinsip koperasi. 2.4 Konsep Managemen Koperasi Managemen koperasi adalah proses mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia, material dan keuangan koperasi untuk mencapai tujuan koperasi yang ditetapkan, yaitu untuk menghasilkan manfaat yang dapat digunakan oleh anggotanya dalam upaya meningkatkan kegiatan ekonominya. Proses, berarti managemen koperasi merupakan serangkaian kegiatan yang teratur, melalui tahap perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan dan pengendalian. Optimal mengandung maksud bahwa sumber daya koperasi dikelola secara efisien dan efektif. Managemen koperasi dapat diartikan dalam dua pendekatan yaitu; pertama pendekatan kebudayaaan, yaitu menunjuk kepada orang/ kelompok orang dan yang kedua pendekatan proses, yaitu pelaksanaan proses managemen itu sendiri (Caska 2003, 51). The term management refers to the institution and to the function (Helmut Wagner 1994, 579). Managemen sebagai institusi menggambarkan orang-orang yang melaksanakan tugas-tugas organisasi, sedangkan managemen sebagai fungsi berarti keseluruhan tugas/fungsi yang harus dijalankan dalam rangka menjamin keberhasilan organisasi dalam jangka panjang. Menurut UU Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian pasal 21 menyatakan bahwa perangkat organisasi koperasi terdiri dari (a) Rapat Anggota, (b) Pengurus, (c) Pengawas. Ketiganya dalam organisasi koperasi memiliki tugas mengembangkan kerjasama sehingga membentuk suatu kelompok pengelola. Untuk menjalankan fungsifungsi dari perangkat organisasi koperasi (rapat anggota, pengurus dan

93

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

pengawas), secara bertahap dan harmonis harus dilakukan berdasarkan koordinasi fungsi managemen. Banyak pakar berpendapat bahwa fungsi managemen sangat bervariasi. Misalnya menurut Griffin (1990, 8) menyebutkan bahwa fungsi managemen meliputi planning, and decisison making, organizing, leading, controling. Dalam penyelenggaraan administrasi organisasi koperasi, ada 16 (enam belas) buku yang dianjurkan untuk dimiliki oleh koperasi yaitu: Buku Daftar: Anggota, Pengurus, Pengawas, Manajer dan Karyawan. Selain itu juga harus ada buku-buku antara lain: Keputusan Rapat Anggota, Notulen Rapat Pengurus dan Rapat Pengawas, Buku Saran Anggota dan Saran Pengawas, Saran/Anjuran Pejabat, Instansi Terkait, Buku Catatan Kejadian Penting, Buku Tamu, Buku Agenda, Buku Simpanan Anggota dan Buku Inventaris. Buku Daftar Anggota memuat nomor urut anggota, nama lengkap, umur, jenis kelamin, mata pencaharian, alamat, tanggal masuk menjadi anggota, cap ibu jari anggota dan atau tanda tangan anggota. Dalam penyelenggaraan administrasi usaha dan keuangan, koperasi melaksanakan pembukuan/akuntansi koperasi secara tertib lengkap dan akurat sesuai norma pembukuan/akuntasi yang ditentukan. 2.5 Konsepsi Penataan Kelembagaan Program bantuan perkuatan yang disalurkan Kementerian Negara Koperasi dan UKM selama ini, masih kurang memperhatikan unsur kelembagaan sebagai faktor penting untuk menjamin keberhasilan dan kelangsungan pembangunan, khususnya pemberdayaan UMKM, yang relatif belum berkembang. Hal ini karena kita masih kurang menyadari, bahwa kelembagaan adalah faktor strategis yang menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi terutama di sektor pertanian, industri kerajinan, bisnis ritel karena sifatnya yang padat karya dan lingkup usahanya yang relatif luas. Kelembagaan merupakan unsur esensial yang tidak bisa dijiplak mentah-mentah atau dipinjam dari luar, tidak seperti halnya modal dan teknologi (Soetrisno, 1989). Dengan demikian, penataan kelembagaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mengembangkan usaha. Pertumbuhan kelembagaan harus diarahkan agar dapat mengimbangi gejolak, dalam bidang ekonomi, mampu mengantisipasi berbagai perubahan sosial, dan sekaligus mampu menyerap berbagai masukan yang diperlukan bagi pertumbuhan lembaga yang bersangkutan. Ketidakmampuan usaha kecil, menengah, dan koperasi untuk mengikuti gerak pembangunan ekonomi terutama disebabkan adanya kelemahan akses mereka di bidang permodalan, teknologi, informasi, dan pasar. Oleh sebab itu, pengembangan kelembagaan pada hakikatnya ditujukan agar dapat mendukung kemampuan pengusaha kecil dan koperasi melalui: 1).

94

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

Penciptaan iklim usaha berpihak kepada mereka yang merupakan bagian terbesar dari ekonomi rakyat; 2). Pengembangan potensi SDM, material, modal serta institusi dari para pengusaha kecil dan koperasi; 3). Pembenahan masalah sindikasi perdagangan nasional dan internasional yang memungkinkan para pengusaha kecil dan koperasi dapat eksis di dalamnya; 4). Pernantapan peran koperasi untuk mampu menjadi lembaga alternatif bagi pengembangan kemampuan para pengusaha kecil; 5). Pembenahan kondisi struktural agar lebih kondusif bagi pengembangan para pengusaha kecil dan koperasi. Tertinggalnya faktor kelembagaan dibandingkan dengan laju perubahan teknologi sedikit banyak ditentukan oleh model perencanaan. Model perencanaan indikatif yang mengandalkan prestasi sektoral sebagai performa pembangunan ekonomi, dalam jangka waktu pendek untuk mencapai sasaran antara, tidak selalu sinkron dengan tujuan akhir yang ingin dicapai. Kecenderungan penerapan model indikatif pada umumnya akan lebih diwarnai oleh peningkatan produksi dan rata-rata pendapatan. Demikian juga dalam perencanaan indikatif kelembagaan sering dilihat sebagai faktor eksogen, karenanya tidak dimasukan sebagai faktor strategis dalam kalkulus perencanaan. Akibatnya pembangunan kelembagaan jadi tertinggal, sehingga fungsi institusi sebagai pengatur alokasi sumber daya dan pendistribusian hasil-hasil pembangunan mengalami kegagalan dan dapat menimbulkan kesenjangan. Dalam kondisi ekonomi yang diwarnai kesenjangan, peran kelembagaan harus diperhitungkan sebagai faktor endogen, supaya peluang koperasi menjadi lembaga penyangga pemberdayaan usaha para pengusaha kecil, secara positif dan normatif menjadi sangat besar. Pentingnya kelembagaan dianggap sebagai faktor endogen dalam pembangunan tidak diragukan lagi. Namun bagaimana pendefinisian kelembagaan itu secara tegas masih sukar dan kompleks karena sangat ditentukan oleh asumsi dan pendekatan yang digunakan. Untuk itu perlu disepakati terlebih dahulu bahwa karakteristik yang tercakup dalam kelembagaan adalah mengacu pada optimalitas pengalokasian sumber daya dan pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam hal ini, mungkin perlu diperhatikan pendapat Pakpahan (1990) yang memberikan batasan bahwa kelembagaan adalah suatu sistem organisasi yang dapat mengontrol sumber daya. Seperti telah diuraikan dimuka, kelembagaan mempunyai karakteristik antara lain, a) Batas juridiksi yang menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam sistem serta menyangkut batas otoritas dan kekuasaan. Banyak masalah pembangunan ekonorni muncul karena terkait dengan batas jurisdiksi, b) Hak-hak properti. Ciri ini mengacu pada kepastian masalah hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum, adat, dan atau konsensus. Kejelasan hak properti dalam kelembagaan

95

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

adalah sebagai sumber kekuatan partisipan pembangunan dalam mengembangkan akses dan pengontrolan lalu lintas dan alokasi sumber daya. Karakteristik lainnya adalah, c) Aturan reprensentasi yang dapat memastikan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam setiap proses pengambilan keputusan, Dari uraian di atas dapatlah kita nyatakan bahwa kelembagaan itu sangat berdimensi normatif di samping dimensi positif. Refleksi kelembagaan dengan sendirinya sangat luas dan beragam, mencakup nilai (baik buruknya dan benar salahnya), pranata sosial (sosial budaya), peraturan perundang-undangan, dan kebijakan pembangunan serta lainya yang dianggap penting. Hal ini dapat dikategorikan pada perangkat lunak dan keras. Termasuk di dalam analisis kelembagaan adalah bentuk-bentuk organisasi (badan hukum), tetapi bukan berarti dibangunnya berbagai organisasi/lembaga di perdesaan dapat menjawab masalah kelembagaan. Selarna ketiga karakterisitik di atas belum menjiwai lembaga yang dibentuk maka kelembagaan dimaksud tidak akan efektif terutama dalam fungsinya sebagai unsur pengatur alokasi sumber daya dan pemerataan hasil pembangunan. Dalam struktur dunia usaha yang sangat dinamis tidak memungkinkan kelompok pengusaha kecil untuk secara sendiri-sendiri mampu tumbuh dan berkembang. Umumnya mereka tidak terorganisir dan kalaupun mereka membentuk sindikasi, organisasi yang terbentuk bukan merupakan suatu sistem yang utuh sehingga tidak memiliki kriteria sebagai kelembagaan yang tangguh. Akibatnya mereka banyak menemui kesulitan untuk melibatkan diri ke dalam sistem kelembagaan ekonomi masyarakat sehingga mereka terlepas dari jangkauan atau jaringan fasilitas dan kebijaksanaan pemerintah yang sebenarnya tertuju kepada mereka. III. Kebijakan Program Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional Melalui Koperasi 3.1 Persyaratan Pasar Tradisional, Koperasi dan Pedagang Calon Penerima Bantuan Dana Bergulir 1. Pasar Sebagai calon penerima perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Pasar tradisional yang sedang atau akan dikembangkan diprakarsai oleh koperasi atau prakarsa Pemda dengan

96

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

melibatkan koperasi, baik dalam perencanaan, penentuan harga, penempatan pedagang maupun pengelolaan. b. Pasar tradisional yang akan dikembangkan memliki pola kepemilikan atau pemanfaatan kios dan los yang memberikan kepastian tempat berusaha bagi pedagang dalam jangka panjang. c. Pasar tradisional yang akan dikembangkan harus didukung oleh Pemda setempat. d. Pasar tradisional yang akan dikembangkan memiliki jumlah pedagang anggota koperasi paling sedikit 30 (tiga puluh) orang, dan pedagang yang siap menempati kios atau los segera setelah selesai dikembangkan. 2. Koperasi Persyaratan koperasi penerima bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut: a. Telah berbadan hukum paling sedikit 1 (satu) tahun dan berkedudukan serta berusaha di wilayah pasar tradisional yang akan dikembangkan; Mendapat persetujuan dari anggota/pedagang untuk melaksanakan program pengembangan yang dibuktikan dengan berita acara Rapat Anggota atau surat pernyataan; Organisasi, managemen dan usaha koperasi dalam kondisi sehat yang dibuktikan dengan pernyataan hasil penilaian dari Dinas; Mempunyai anggota sebagai pedagang minimal 30 orang; Belum pernah mendapat bantuan dana bergulir serupa; Bersedia dan mampu mengelola dana bergulir pengembangan pasar tradisional sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dan dibuktikan dengan surat pernyataan serta rekomendasi dari dinas; Bersedia memenuhi kewajiban pelaporan secara berkala sesuai format yang ditentukan ; Bersedia dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan pasar tradisional serta pengembalian dana bergulir secara tepat jumlah dan waktu, sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pedoman Teknis;

b.

c.

d. e. f.

g. h.

97

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

3.

Anggota Koperasi/Pedagang Kriteria anggota koperasi/pedagang penerima bantuan perkuatan dana bergulir adalah: a. b. c. d. Terdaftar sebagai kewajiban. anggota koperasi, telah memenuhi

Berdomisili dan bertempat tinggal di wilayah kerja koperasi Sanggup dan bersedia mentaati peraturan dan memnuhi persyaratan yang ditetapkan oleh koperasi. Tidak memiliki tunggakan pinjaman pada bank atau lembaga lain.

3.2

Penetapan, pencairan, pemanfaatan dan pengembalian bantuan dana bergulir 1. Penetapan Koperasi Penetapan koperasi calon penerima dana bergulir dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Keuangan kabupaten/kota melalui tahapan sebagai berikut: a. Menerima permohonan dari koperasi calon penerima dana bergulir yang dilampiri dengan identitas diri Pengurus berupa KTP, bukti keanggotaan pada Koperasi dan Berita Acara Pemilihan Pengurus yang diketahui lurah setempat. b. Mengadakan penelitan dan peniliain terhadap pemenuhan persyaratan Koperasi penerima. c. Mengumumkan hasil penelitian dan penilain koperasi calon penerima pada papan Pengumuman di kantor kecamatan tempat kedudukan Koperasi dan pada dinas/instansi kabupaten/kota setempat. d. Menetapkan calon koperasi yang akan disusulkan kepada Menteri paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal pengumuman dengan Surat Keputusan Kepala Dinas yang membidangi pengembangan koperasi dilampiri berita acara hasil penilaian yang ditandatangani paling sedikti oleh 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah anggota Pokja. e. Menyampaikan hasil seleksi calon koperasi penerima dana bergulir Pokja Keuangan Propinsi untuk diteruskan kepada Pokja Keauangan Pusat dan Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha.

98

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

2.

Tatacara pencairan bantuan Tata cara pencairan bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan dana bergulir pengembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut: a. Menteri menetapkan koperasi penerima bantuan perkuatan dengan memperhatikan usulan koperasi yang disampaikan oleh bupati/walikota setempat. b. Melalui Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, Menteri menyampaikan pemberitahuan penetapan sebagaimana dimaksud huruf a kepada koperasi yang bersangkutan melalui Pokja Keuangan kabupaten/kota. c. Koperasi penerima bantuan perkuatan yang telah ditetapkan Menteri, mengajukan permohonan pencairan dan rencana penggunaan bantuan perkuatan dana bergulir kepada Menteri atau Pokja Keuangan kabupaten/kota atau dinas secara bertingkat. d. Ketua dan bendahara koperasi penerima dana bergulir membuka nomor rekening tabungan di kantor cabang bank terdekat atas nama koperasi yang berfungsi sebagai rekening penampungan koperasi. e. Menteri meneliti kelengkapan permohonan koperasi penerima bantuan perkuatan dan selanjutnya diajukan ke KPKN-I untuk mentransfer dana bantuan perkuatan tersebut ke rekening penampungan masing-masing koperasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam Bidang Keuangan Negara.

3.

Penggunaan Tata cara penggunaan bantuan perkuatan dana bergulir untuk pengembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut: a. Dana bergulir digunakan oleh koperasi penerima untuk kegiatan sebagai berikut: 1). Pembangunan kios atau los bagi pedagang anggotanya pada pasar tradisional; 2). Renovasi kios dan los bagi pedagang anggotanya pada pasar tradisional. b. Penggunaan dana dari rekening penampungan koperasi dilaksanakan sesuai dengan perencanaan sebagaimana dituangkan dalam proposal yang diajukan. c. Jasa yang timbul pada rekening penampungan koperasi sebelum digunakan wajib terlebih dahulu dipindahbukukan oleh koperasi ke rekening perguliran koperasi.

99

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

4.

Penyaluran Tata cara penyaluran dana bergulir dari koperasi kepada anggotanya adalah sebagai berikut: a. Pedagang anggota koperasi mengajukan permohonan pinjaman untuk pembangunan atau renovasi kios atau los kepada koperasi. Pedagang anggota yang memenuhi syarat ketentuan koperasi membuat perjanjian kredit dengan koperasi untuk menentukan jumlah pinjaman, jangka waktu pengembalian dan besarnya jasa pinjaman. Atas dasar permohonan anggotanya, koperasi melaksanakan kegiatan pembangunan atau renovasi pasar tradisional baik dilaksankan sendiri oleh koperasi meupun kerjasama dengan pihak ketiga. Setelah pembangunan atau renovasi pasar selesai, koperasi melaksanakan serah terima kios atau los dengan anggota sesuai dengan perjanjian yang dibuat antara anggota dan koperasi sebagimana dimaksud butir b).

b.

c.

d.

5.

Pengembalian. Tata cara pengambilan dana bergulir adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. Jangka waktu pengembalian dana bergulir koperasi adalah 8 (delapan) tahun. Terhadap dana bergulir sebagaiman huruf a diberlakukan grace period selam 1 (satu) tahun. Koperasi melakukan penagihan pada menyetorkannya kepada Bank setiap bulan. anggota dan

Koperasi mebukukan secara terpisah antara pengembalian dana bergulir dan jasa operasional dari anggota Pengembalian dana bergulir dari anggota disetorkan pada rekening perguliran koperasi, sedangkan jasa/bunga dari anggota disetorkan pada rekening jasa koperasi. Bunga yang timbul pada rekening perguliran koperasi sebelum digulirkan kembali diakumulasikan pada rekening perguliran koperasi. Dana pada rekening perguliran koperasi hanya dapat dicairkan untuk keperluan perguliran kepada koperasi lain dengan ketetapan Menteri.

f.

g.

100

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

6.

Pengembalian Dana Bergulir dari Anggota Tata cara pengembalian dana bergulir dari anggota kepada koperasi penerima dana bergulir adalah sebagai berikut: a. b. Besarnya pokok angsuran per bulan setiap anggota adalah: jumlah total dibagi jumlah bulan angsuran. Pengembalian pokok pinjaman dimulai setelah berakhir masa grace period yaitu bulan ke-13 setelah serah terima kios atau los. Besarnya jasa yang harus dibayarkan anggota setiap bulan adalah 1% dikali sisa pokok pinjaman. Jasa dibayar anggota sejak serah terima kios atau los. Dalam hal anggota membayar uang muka atau DP (down payment) maka besarnya total pokok pinjaman berkurang sebesar uang muka yang dibayarkan. Anggota menyetor angsuran pokok dan jasa kepada koperasi melalui unit simpan pinjam koperasi. Jangka waktu pengembalian pinjaman dari anggota selamalamanya 8 (delapan) tahun.

c. d. e.

f. g. 7.

Penetapan dan pemanfaatan jasa. Tata cara Penetapan dan Pemanfaatan Jasa atas pinjaman diatur sebagai berikut: a. Koperasi penerima dana bergulir dikenakan jasa atau bunga menurun sebesar 12% per tahun efektif dari sisa pokok. b. Alokasi pemanfaatan jasa/bunga sebagaimana dimaksud huruf a) diatur sesuai dengan ketentuan di Juknis; c. Pemanfaatan jasa untuk biaya monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud huruf b), ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri.

8.

Perguliran Dana. Tata cara Perguliran Dana adalah sebagai berikut: a. Dana bergulir pada program ini khusus untuk keperluan pengembangan pasar tradisional oleh koperasi.

101

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

b. Dana pada rekening perguliran koperasi penerima dana hanya dapat dicairkan khusus untuk keperluan perguliran kepada koperasi penerima dana berikutnya dengan ketetapan menteri. c. Proses perguliran dari satu koperasi kepada koperasi lainnya ditetapkan oleh menteri atas usulan dari bupati/walikota. d. Perguliran antar koperasi dapat dilakukan setiap waktu tanpa harus menunggu seluruh dana dikembalikan. e. Proses pemindahbukuan dari rekening perguliran koperasi penerima dana kepada rekening penampungan koperasi penerima berikutnya dilakukan oleh koperasi dengan persetujuan atau contra sign dari bupati/walikota. IV. Evaluasi Terhadap Kelembagaan Koperasi Pasar Penerima Program Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional 4.1 Koperasi Pasar Penerima Program Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional Dari data sekunder yang diperoleh dari Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha, Kementerian Negara Koperasi dan UKM sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 telah melakukan pengembangan pasar tradisional di 5 (lima) propinsi dan 7 (tujuh) kabupaten/kota serta jumlah koperasi sebanyak 9 (sembilan) koperasi pasar, dengan jumlah dana yang telah direalisasikan sebesar Rp 34,125 miliar. Data hasil kunjungan kepada koperasi pasar penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional, dapat disampaikan seperti pada tabel 1. 4.2 Keragaan Kelembagaan Koperasi Pasar 1. Propinsi Nangro Aceh Darussalam, Kabupaten Gayo Lues di Koperasi Pasar Pelita Karya Koperasi Pasar Pelita Karya ini, berada di Kabupaten Gayo Lues merupakan salah satu koperasi pasar yang berkesempatan untuk mengelola bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional, namun demikian pasar yang sudah dibangun dengan anggaran APBN tahun 2003 sebesar 1,5 milyar belum disalurkan kepada anggota, dan kios dan los yang dibangun sudah terbengkalai selama 2 tahun lebih, dan belum ada kepastian kapan akan dibuka pasar tersebut. Permasalahan yang dihadapi adalah bahwa jalan masuk ke pasar hanya satu jalan, sementara Pemda mengharapkan adanya dua (2) jalan tembus menuju pasar.

102

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

Tabel Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tabel 1. Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional dari Tahun 2003- 2005 Tradisional dari Tahun 2003- 2005
No  Propinsi Sulawesi Selatan Nama Koperasi Dan Alamat 1.KUD Mandiri Puncak, Kabupaten Sinjai 2.KUD Waempubbue, Kabupaten Bone 3.KUD Tenri Sangkae, Kabupaten Bone 4.KUD Telumpoccoe, Kabupasten Bone 1.Koppas Saka Selabung, Kabupaten OKU 2.KSU Tunas Baru, Kota Palembang 3.Kop. BMT Tarbiyah, Kota Palembang Koperasi Pelita Karya, Kab. Gayo Lues Kop.PKL Bangun Wijaya, Kota Bengkulu Koppas Melati, Kabupaten Kebumen Lokasi Pasar Ps. Songging Ps. Tanete Ps. Palatte Ps. Pompanua Ps. Muaradua Ps. Jakabaring Ps.Alang-Alang Lebar Ps. Centong Blangkerejen Ps. Pagar Dewa Ps. Kuwarasan Ps. Kr. Anyar Ps. Gw. Retno Ps. Tumenggung Ps. Jatisari Ps. Kutowinarya Ps. Prembun Thn Bantuan 2003 2005 2005 2005 2003 2004 2004 2003 2003 2003 Jlh Dana (Rp. 000) 982.500,750.000,750.000,1.000.000,7.000.000,10.000.000,7.652.000,1.500.000,3.000.000,2.500.000,-

Ket

Sumatera Selatan

3 4 5

NAD Bengkulu Jawa Tengah

Dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) kepada koperasi dalam pengembangan pasar tradisional berupa bantuan los dan kios, sarana mushola dan MCK, serta pembelian tanah untuk jalan ke lokasi pasar dan tanah pembangunan gedung pasar telah diupayakan oleh Pemda. Adapun kendala yang dihadapi pengurus koperasi untuk pengembangan pasar tradisional adalah pasar belum beroperasi, sehingga usaha koperasi belum berjalan terutama usaha pertokoan, dan simpanan wajib anggota tidak lancar penagihannya, karena operasional koperasi belum optimal. Performance kelembagaan koperasi pasar sangat kurang baik, hal ini terlihat dari pelaksanaan RAT dua tahun terakhir tidak dilakukan, demikian pula usaha yang jalan hanya simpan pinjam yang tidak ditunjang dengan sistem administrasi dan pembukuan yang baik. Walaupun memiliki pengurus yang lengkap dan mempunyai

103

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

karyawan sebanyak 3 orang, tetapi tidak mendukung jalannya usaha koperasi, karena tidak memiliki buku-buku organisasi sebagaimana layaknya koperasi yang ditentukan dalam penetapan koperasi yang boleh dapat bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional. Kondisi koperasi Pasar Pelita Karya lebih rinci dapat terlihat pada tabel 2. 2. Propinsi Bengkulu, Kota Bengkulu di Koperasi Pasar Pagar Dewa Koperasi Pasar Pagar Dewa ini, berkedudukan di Kota Bengkulu, Propinsi Bengkulu yang mengelola program bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisonal pada tahun 2003, dengan dana sebesar 3 (tiga) miliar rupiah. Penyaluran kios sudah dilakukan kepada anggota, namur angsuran pengembalian belum berjalan sebagaimana mestinya, karena penjualan kios dilakukan oleh Dinas Pasar Kota Bengkulu dan hasil penjualan juga belum diserahkan kepada koperasi sebagai pengelola dana bergulir. Kendala yang dihadapi pengurus koperasi untuk pengembangan pasar tradisional ini, adalah kebijakan Pemda kota Bengkulu memfungsikan pasar belum menyentuh apa yang diharapkan oleh koperasi selaku pengelola pasar dan pedagang, demikian pula pemanfaatan kios dan los yang dibangun belum maksimal, karena minimnya sarana penunjang pasar seperti sarana transportasi dan lain sebagainya. Keragaan organisasi dan administrasi organisasi koperasi sebagai berikut, selama dua tahun tidak ada perubahan jumlah anggota yaitu sebanyak 87 Orang, tetapi telah melaksanakan RAT tepat waktu pada 2 tahun terakhir, pengurus, pengawas dan karyawan sudah lengkap dan menjalankan tugas dengan baik. Buku-buku organisasi lengkap, dikerjakan dengan baik dan tertib. Usaha koperasi yang berjalan adalah unit usaha simpan pinjam dan perdagangan. Buku-buku administrasi usaha lengkap, demikian pula pengerjaan buku-buku adminstrasi usaha baik dan tertib. Koperasi ini, kinerjanya cukup baik dilihat dari organisasi dan usaha yang dilaklukan, namun terjadi penurunan simpanan wajib anggota, tetapi simpanan pokok dan simpanan sukarela meningkat, dan modal sendiri dua tahun terakhir juga meningkat yaitu dari Rp. 56.023.000,- menjadi Rp. 119.086.000,-. Dilain pihak modal luar jangka pendek menurun dari Rp.28.688.000,- menjadi Rp. 22.135.000,- dan modal luar jangka panjang tetap yaitu sebesar 3 (tiga) miliar rupiah. Adapun keragaan koperasi Pasar Pagar Dewa seperti terlihat pada tabel 3.

104

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

Tabel 2. Keragaan Organisasi, Administrasi Organisasi, Administrasi Usaha dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Tabel 2. Keragaan Organisasi, Administrasi Organisasi, Administrasi Usaha Pasar Tradisional dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pasar Tradisional Di Propinsi Nanggro Aceh Darusalam Tahun 2006 Di Propinsi Nanggro Aceh Darusalam Tahun 2006
NO I  2 3 4 5 6 7 Keterangan Organisasi Jumlah Anggota Pelaksanaan RAT Jumlah Pengurus Jumlah Pengawas Jumlah Karyawan Pembagian Tugas/ Wewenang/Tanggungjawab Rencana Kerja Pengurus Semseteran Triwulan Bulanan Adiminstrasi Organisasi Buku-buku Organisasi Pengerjaan Adm Sistem Pembukuan Pengerjaan Pembukuan Unit Usaha Simpan Pinjam Usaha Pertokoan/Perdagangan Usaha Pengolahan Pasar Administrasi Usaha Sistem buku kas tabelaris - Bendel bukti KM-KK - Buku kas harian - Buku kas tabelaris - Buku-buku pendukung Sistem akuntansi - Buku-buku besar - Buku-buku Bantu - Laporan Keuangan Simpanan Anggota Simpanan pokok Simpanan wajib Simpanan sukarela Modal Sendiri Modal Luar Jangka Pendek Jangka Panjang Koperasi Pasar Pelita Karya Kec. Blangkejeren- Kab.Gayo Lues Thn. 2004 = 120 Org, 2005 =216 ORG Thn 2004 dan thn 2005 tdk ada 3 Org, melaks. tugas dgn baik 3 Org, melaks. tugas dgn baik 3 Org, melaks. tugas dgn baik Ada Ada tidak Ada Tidak Ada Tidak lengkap Kurang Baik Tabelaris Betul Ada, kurang lancar Ada, tidak jalan Tidak Ada dan Tidak tertib Tidak Ada dan Tidak tertib Tidak Ada dan Tidak tertib Tidak Ada dan Tidak tertib Tidak Ada dan Tidak tertib Tidak Ada dan Tidak tertib Tidak Ada dan Tidak tertib Thn 2004= 12, jt, thn 2005 = 21, jt Thn 2004= 2, jt, thn 2005 = 5, jt Thn 2004= 18,5 jt, thn 2005 = 40, jt Thn 2004= 0 jt, thn 2005 = 0 jt Thn 2004= 0 jt, thn 2005 = 0 jt

II  2 3 4 III  2 3 IV 

V.

VI VII

105
2

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

3.

Propinsi Sumatera Selatan, Kabupaten OKU dan Kota Palembang sebanyak tiga ( 3) Koperasi 1) Koperasi Pasar Saka Selabung di Kabupaten OKU, menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional pada tahun 2003 dengan anggaran sebesar Rp. 7 milyar, namun pengelolaan pasar tradisional belum berjalan seperti yang diharapkan. Keragaan organisasi dan usaha sebagai berikut, koperasi memiliki anggota sebanyak 50 orang dan tidak ada penambahan anggota selama dua tahun terahir, serta belum melaksanakan RAT dua tahun berturut-turut, usahanya pun tidak berjalan dan tidak memiliki dan mengerjakan bukubuku administrasi bagaimana seharusnya. Koperasi Serba Usaha Tunas Baru, di Kota Palembang, menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional pada tahun 2004, dengan dana sebesar Rp 10 milyar. Pengelolaan bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar dikelola dan disalurkan lepada anggota dengan tertib. Sudah melaksanakan RAT dua tahun terakhir walaupun waktunya kurang tepat, dan penambahan anggota dari tahun 20042005 meningkat kurang lebih 500 Orang. Usaha pengelolaan pasar berjalan dengan baik, perkembangan modal dan perolehan SHU cukup baik, Bukubuku administrasi ada, dan tertib dilakukan. Koperasi BMT Tarbiyah, di Kota Palembang menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pada tahun 2004, dengan dana sebesar Rp.7,6 milyar. Pengelolaan bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional dikelola dan disalurkan kepada anggota dengan baik dan tertib. Keragaan organisasi dan Usaha koperasi adalah sebagai berikut, sudah melaksanakan RAT dua tahun terakhir tepat waktu sesuai ketentuan, namun perkembangan anggota tidak ada yaitu 99 Orang. Usaha pengelolaan pasar berjalan dengan baik, modal dan perolehan SHU meningkat, Buku-buku administrasi lengkap, dan dikerjakan cukup tertib.

2)

3)

106

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

Tabel 3. Keragaan Organisasi, AdministrasiI Organisasi, Administrasi Usaha dan Permodalan Koperasi Penerima Organisasi, Administrasi Tabel 3. Keragaan Organisasi, AdministrasiI Bantuan Dana Bergulir Usaha Pasar Tradisional dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pasar Tradisional Di Propinsi Bengkulu Tahun 2006 Di Propinsi Bengkulu Tahun 2006
NO I 1 2 3 4 5 6 7 Keterangan Organisasi Jumlah Anggota Pelaksanaan RAT Jumlah Pengurus Jumlah Pengawas Jumlah Karyawan Pembagian Tugas/ Wewenang/Tanggungjawab Rencana Kerja Pengurus Semseteran Triwulan Bulanan Adiminstrasi Organisasi Buku-buku Organisasi Pengerjaan Adm Sistem Pembukuan Pengerjaan Pembukuan Unit Usaha Simpan Pinjam Usaha Pertokoan Usaha Pengolahan Pasar Administrasi Usaha Sistem buku kas tabelaris - Bendel bukti KM-KK - Buku kas harian - Buku kas tabelaris - Buku-buku pendukung Sistem akuntansi - Buku-buku besar - Buku-buku Bantu - Laporan Keuangan Simpanan Anggota Simpanan pokok Simpanan wajib Simpanan sukarela Modal Sendiri Modal Luar Jangka Pendek Jangka Panjang Koperasi Pasar Pagar Dewa, Jln Raden Patah Thn. 2004 =87 Org danThn. 2005 = 87 Org 14-02-2005 dan 13-03-2006 3 Org, melaks. tugas dgn baik 3 Org, melaks. tugas dgn baik 8 Org, melaks. tugas dgn baik Ada Ada Ada Ada Lengkap Baik Administrasi Manajerial Tertib ada ada

II 1 2 3 4 III 1 2 3 IV 1

Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Thn 2004= 1,9 31jt, thn 2005 = 1,981 jt Thn 2004= 53,453 jt, thn 2005 = 52,698 jt Thn 2004= 18,5 jt, thn 2005 = 40, jt Thn 2004= 56,023 jt, thn 2005 = 119,086 jt Thn 2004= 28,688 jt, thn 2005 = 22,135 jt Thn 2004= 3 m, thn 2005 = 3 m

VI VII

107

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

Dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan usaha koperasi pasar tradisional, antara lain; Penentuan lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) dan pendirian bangunan tidak dikenakan biaya, memberikan akses dan dukungan terhadap sumber pembiayaan melalui perbankan dan non bank. dan rencana proposal bantuan dana bergulir, dan Penyediaan lahan pembangunan pasar.dan kantor serta fasilitas umum. Dilain pihak kendala yang dihadapi pengurus untuk pengembangan koperasi pasar, yaitu belum berfungsinya operasional pasar secara maksimal, dan Jumlah transportasi belum memadai. Keragaan ketiga koperasi di atas dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Keragaan Organisasi, Administrasi Organisasi, Administrasi Usaha dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pasar Tabel 4. Keragaan Organisasi, Administrasi Organisasi, Administrasi Usaha Tradisional dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pasar Tradisional Di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2006 Tahun 2006 Di Propinsi Sumatera Selatan
NO I  2 3 4 5 6 7 Keterangan Organisasi Jumlah Anggota Pelaksanaan RAT Jumlah Pengurus Jumlah Pengawas Jumlah Karyawan Pembagian Tugas/ Wewenang/Tg jawab Rencana Kerja Pengurus Semseteran Triwulan Bulanan Adiminstrasi Organisasi Buku-buku Organisasi Pengerjaan Adm Sistem Pembukuan Pengerjaan Pembukuan Unit Usaha Usaha Pengolahan Pasar - Laba Usaha Peng. Usaha Administrasi Usaha Sistem buku kas tabelaris - Bendel bukti KM-KK - Buku kas harian - Buku kas tabelaris -Buku-buku pendukung Sistem akuntansi - Buku-buku besar - Buku-buku Bantu - Laporan Keuangan Simpanan Anggota Simpanan pokok Simpanan wajib Simpanan sukarela Modal Sendiri Modal Luar Jangka Pendek Jangka Panjang Koperasi BMT Tarbiah Tlg.Betutu, Plg KSU Tunas Baru Jln HM Ryakudu. Plg Kop. Pr SakaSelabung Kec.Maraduo 2004/5 = 50 Org/ 50 Org tidak ada data 5 Org, melaks. tgs dgn baik 3 Org, melaks. tgs dgn baik Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap Tidak Lengkap

2004/5 = 99 Org/= 99 Org 2004/5=1541 Org/2052 Org 30-04-2005/29-04-2006 24-08-2005/31-01-2006 5 Org, melaks. tgs dgn baik 3 Org, melaks. tgs dgn baik 3 Org, melaks. tgs dgn baik 3 Org, melaks. tgs dgn baik 24Org, melaks. tgs dgn baik 81Org,melaks. tgs dgn baik Ada Ada Ada Ada Lengkap Baik Manual Betul/Tertib Ada Ada Ada Ada Lengkap Baik Tabelaris Tertib 692.340.000 3.637.256 Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib 2004/5=2,680jt, / 3,350 jt 2004/5=0,249 jt,/0,312 jt 2004/5= 3,607 jt,/ 4,509 jt 2004/5=72,823 jt,/91,029 jt Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib 2004/5=8,825jt,/=29,850 jt 2004/5=4,235 jt/19,505 jt 2004/5=1,740 jt/ 1,835jt 2004/5=16,396 jt,/110,185 jt

II  2 3 4 III  IV 

Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib 2004/5=2,500jt,/=2,750 jt 2004/5= 0 jt,/ 0 jt 2004/5= 0 jt,/ 0 jt 2004/5= 2,500 jt,/3,750 jt 2004/5= 0 jt/ 0 jt 2004/5= 0 m,/ = 0 m

2004/5= 0 jt,/ 0 jt 2004/5=0,207 jt, / 2,406 M 2004/5= 7,902 m,/=7,837 m 2004/5=10,310m,/10,123 m

108

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

4.

Propinsi Sulawesi Selatan, Kab. Sinjai dan Kab. Bone ada 3 Koperasi Pengelola dan penyaluran bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional di propinsi Sulawesi Selatan ada 3 Koperasi Unit Desa (KUD), maka KUD ini digolongkan sebagai Koperasi Pasar, namun yang melakukan pengelolaan dengan baik baru satu koperasi yaitu KUD Puncak, Kabupaten Sinjai. 1). KUD Puncak, Kabupaten Sinjai menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pada tahun 2003, dengan dana sebesar Rp. 982,5 juta. Pengelolaan bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional dikelola dan disalurkan kepada anggota dengan baik dan tertib. Sudah melakukan RAT pada tahun buku 2 tahun terakhir dengan tepat waktu, tetapi perkembangan anggota tidak ada tetap sebanyak 518 Orang. Unit usaha yang berjalan adalah unit usaha simpan pinjam dan pertokoan, namun demikian, pelayanan usaha simpan pinjam yang dilakukan lebih banyak kepada non anggota. Tidak jelas penyebabnya. Walaupun perolehan sisa hasil usaha meningkat, namun tidak demikian dengan perkembangan simpanan anggota. Buku-buku administrasi dan keuangan lengkap dan dikerjakan dengan tertib. 2). KUD Waepubbue, Kab. Bone menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pada tahun 2005, dengan dana sebesar Rp.750.Juta. Pedagang sebagai penerima bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang disalurkan oleh KUD tidak seluruhnya anggota koperasi.Telah melaksanakan RAT tepat waktu dua tahun terakhir, dan tidak ada penambahan anggota tetap sebanyak 158 Orang. Usaha yang berjalan adalah unit usaha simpan pinjam dan perkembangan simpanan anggota tidak ada. Koperasi ini tidak memiliki dan mengerjakan bukubuku administrasi secara tertib. 3). KUD Tenrisangkae Kab. Bone. menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pada tahun 2005, dengan dana sebesar Rp.750 juta.Koperasi ini salah satu yang dipercayakan sebagai penyalur bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional, namun demikian sampai pada saat dilakukan kunjungan kelokasi, pasar dimaksud belum dibangun. KUD ini belum melaksanakan RAT pada 2 tahun terakhir. Usaha yang dilakukan adalah unit usaha simpan pinjam dan usaha pertokoan, namun demikian volume usahanya sangat kecil. Tidak tersedia

109

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

data-data organisasi dan usaha, dengan demikian disimpulkan koperasi ini tidak memiliki dan mengerjakan administrasi pembukuan sebagaimana seharusnya. Kendala yang dihadapi pengurus koperasi untuk pengembangan pasar tradisional, antara lain: status anggota masih lebih banyak calon anggota, sehingga belum mengetahui mengenai hak dan kewajibannya, dan status tanah pengembangan pasar masih mempunyai masalah, masyarakat ada yang menuntut hak miliknya, sehingga penagihan cicilan masih belum dilaksanakan terhadap anggota. Keragaan ketiga koperasi di atas dapat dilihat pada tabel 5. 5. Propinsi Jawa Tengah Kabupaten Kebumen di Koperasi Pasar Melati Koperasi Pasar Melati, Kabupaten Kebumen menerima program bantuan perkuatan dana bergulir pada tahun 2003, dengan dana sebesar Rp.2.500 juta. Koperasi ini salah satu yang dipercayakan sebagai penyalur bantuan perkuatan dana bergulir, dan pengelolaan program bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional telah dilakukan dengan baik. Keragaan organisasi dan administrasi organisasi seprti berikut, telah melaksanakan RAT tepat waktu dua tahun terakhir, adanya pertumbuhan anggota, memiliki pengurus, pengawas, dan karyawan lengkap serta melaksanakan tugs dengan baik. Pembagian tugas dan wewenang pengurus, pengawas dan karyawan ada, demikian pula rencana kerja. Pemilikan dan pengerjaan buku-buku administrasi organisasi lengkap dan tertib dilaksanakan. Unit usaha yang dilaksanakan koperasi adalah simpan pinjam dengan volumen usaha sebesar Rp. 529.625.000,- dan usaha pasar dengan volumen usahasebesar Rp. 2.500.298.000, administrasi usaha dilakukan dengan sistim buku kas tabelaris dan sistim akuntansi dan memiliki buku-buku lengkap serta dikerjakan dengan baik. Perkembangan modal sendiri meningkat melalui pemupukan modal yang bersumber dari anggota, walaupun simpanan pokok dan simpanan wajib peningkatan dalam dua tahun terakhir sangat kecil, bahkan simpanan sukarela tidak ada. Dilain pihak perkembangan modal luar meningkat khususnya modal jangka pendek, sedangkan modal jangka panjang tidak ada. Permasalahan yang dihadapi pengurus koperasi pasar adalah karena belum dikeluarkan petunjuk dari Menteri Negara Koperasi

110

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

dan UKM, perihal pemanfaatan jasa atau bunga yang termuat dalam pasal 14 Juknis pelaksanaan bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional, maka dana dimaksud belum dapat dimanfaatkan oleh koperasi sebagaimana mestinya, juknis yang bermasalah tentang pengunduran diri dari anggota, dimana diminta ada petunjuk/persetujuan dari menteri tentang pelaksanaan pasal 14, pola RAT yang sudah ada kurang tepat untuk dilaksanakan, dan pembayaran cicilan kios tidak rutin dilakukan anggota. Tabel. 5 Keragaan Organisasi, Administrasi Organisasi, Administrasi Usaha Tabel. 5 Keragaan Organisasi, Administrasi Organisasi,Dana Bergulir dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Administrasi Usaha dan Pasar Tradisional Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pasar Tradisional Di Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006 Di Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2006
NO I  2 3 4 5 II  2 3 4 III  2 Keterangan Organisasi Jumlah Anggota Pelaksanaan RAT Jumlah Pengurus Jumlah Pengawas Jumlah Karyawan Adminstrasi Organisasi Buku-buku Organisasi Pengerjaan Adm Sistim Pembukuan SP Volume Usaha : - Untuk Anggota - Non Anggota - Laba Usaha Pertokoan - Untuk Anggota - Non Anggota - Laba Usaha Administrasi Usaha Sistem buku tabelaris - Bendel bukti KM-KK - Buku kas harian - Buku kas tabelaris -Buku pendukung Sistem akuntansi - Buku-buku besar - Buku-buku Bantu - Laporan Keuangan Simpanan Anggota Simpanan pokok Simpanan wajib Simpanan sukarela Modal Sendiri Modal Luar Jangka Pendek Jangka Panjang KUD Puncak, Kab. Sinjai 2004/5 = 518 Org/518 Org 21-03-2005/20-01-2006 3 Org, melaks. tugas dgn baik 3 Org, melaks. tugas dgn baik 9 Org, melaks. tugas dgn baik Lengkap Baik Akuntansi Tertib 933.968.366 363.439.000 570.529.366 36.515.000 14.163.800 6.750.800 Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib 2004/5=5,426 jt/5,426 jt 2004/5=41,798 jt/41,798 jt 2004/5=14,383jt/ =14,383, jt 2004/5=61,607jt/64,727 jt 2004/5= 61,607jt /61,607, jt 2004/5=114,024jt / 50, jt KUD Waempubbue, Kab. Bone 2004/5 = 158 Org/158 Org 05-01-2005/18-02-2006 3 Org, melaks. tgs dgn baik Tidak ada data 4 Org, melaks. tgs dgn baik Tidak Lengkap Tidak Baik Stndar Akuntansi Tidak Tertib 599.052.000 599.052.000 17.812.000 Ada dan tidak tertib Ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib 2004/5=1,075 jt/1,075 jt 2004/5=0,900jt/0,900 jt 2004/5= 0 jt/ 0 jt 2004/5=557, 980 jt/557,980jt 2004/5= 0 jt / 0 jt 2004/5= 10 0 jt / 100 jt KUD Tentri Sangkae. Kab. Bone 2004/5= tidak ada data tidak ada data 3 Org, melaks. tgs dgn baik 3 Org, melaks. tgs dgn baik 5 Org, melaks. tgs dgn baik Lengkap Baik Akuntansi Tidak Tertib 11.300.000 11.300.000 1.500.000 1.500.000 Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib Tidak ada dan tidak tertib 2004/5= 0 jt/ 0 jt 2004/5= 0 jt/ 0 jt 2004/5= 0 jt/ 0 jt 2004/5= 0 jt/ 0 jt 2004/5= 0 jt / 0 jt 2004/5= 0 jt / 0 jt

IV 

VI VII



JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

Tabel 6. Keragaan Organisasi, AdministrasiI Organisasi, Administrasi Usaha Keragaan Organisasi, AdministrasiI Bantuan Dana Bergulir Usaha Tabel 6.dan Permodalan Koperasi Penerima Organisasi, Administrasi Pasar Tradisional dan Permodalan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pasar Tradisional Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006 Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006
NO I  2 3 4 5 6 7 Keterangan Organisasi Jumlah Anggota Pelaksanaan RAT Jumlah Pengurus Jumlah Pengawas Jumlah Karyawan Pembagian Tugas/ Wewenang/Tanggungjawab Rencana Kerja Pengurus Semseteran Triwulan Bulanan Adiminstrasi Organisasi Buku-buku Organisasi Pengerjaan Adm Sistem Pembukuan Pengerjaan Pembukuan Unit Usaha Simpan Pinjam Volume Usaha : - Laba Usaha Usaha Pertokoan/Perdagangan - Laba Usaha Usaha Pengolahan Pasar - Laba Usaha Peng. Usaha Administrasi Usaha Sistem buku kas tabelaris - Bendel bukti KM-KK - Buku kas harian - Buku kas tabelaris - Buku-buku pendukung Sistem akuntansi - Buku-buku besar - Buku-buku Bantu - Laporan Keuangan Simpanan Anggota Simpanan pokok Simpanan wajib Simpanan sukarela Modal Sendiri Modal Luar Jangka Pendek Jangka Panjang Koperasi Pasar Melati Jl.Dwi Karsa Kebumen 2004 = 1002 Org dan 2005 = 1033 Org 16-02-2005 dan 16-02-2006 5 Org, melaks. tugas dgn baik 3 Org, melaks. tugas dgn baik 7 Org, melaks. tugas dgn baik Ada Ada Ada Ada Lengkap Baik Betul/Tertib 529.625.000 15.227.505 10.646.950 2.552.944 2.500.298.116 Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib Ada dan tertib 2004/5= 5,110jt/ 5,153 jt 2004/5=13,297 jt/15,873 jt 2004/5= 0 jt / = 0 jt 2004/5=61,678 jt/70,538 jt 2004/5= 183,035 jt /195,260 jt 2004/5= 0 jt / 0 jt

II  2 3 4 III  2 3 IV 

VI VII

112

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

4.3

Langkah-Langkah Penataan Tradisional.

Kelembagaan Koperasi Pasar

Untuk perbaikan pelaksanakan penataan kelembagaan koperasi penerima program bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang akan datang, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan formulir angket isian, untuk mengetahui kelengkapan organisasi, tatalaksana dan administrasi usaha koperasi pasar yang mengajukan permohonan bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional. Melakukan kunjungan ke koperasi yang terdaftar sebagai calon penerima program bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional untuk melakukan evaluasi. Mengecek kelengkapan buku-buku administrasi koperasi sebagaimana ditetapkan (16 buku) dan menguji ketertiban pelaksanaannya. Dalam mengelola administrasi usaha koperasi, pengelola supaya menyelenggarakan pembukuan sesuai standar akuntasi keuangan koperasi yang berlaku. Mengecek kebenaran laporan pengurus/pengelola koperasi tentang pengelolaan organisasi dan usaha yang dilaksanakan, apakah sesuai dengan laporan yang disampaikan kepada Tim. Memberikan saran-saran pembenahan tata usaha organisasi dan managemen kepada pengurus/pengelola baik kelembagaan maupun usaha koperasi, terutama menyangkut adminiatrasi keuangan dan usaha koperasi. Mengkroscek keterangan yang disampaikan pengurus, pengelola dan pengawas dengan keterangan dari anggota tentang kebenaran tertib administrasi dan tertib usaha koperasi, untuk memperoleh data yang baik. Memberikan saran, penjelasan, dan penyelesaian untuk perbaikan pengelolaan koperasi yang baik dan disertai contoh-contoh konkrit. Melakukan sosialisasi penataan kelembagaan koperasi kepada calon penerima bantuan perkuatan dana bergulir pasar tradisional terhadap pengurus, pengawas, pengelola dan anggota/kader koperasi, sesuai kebutuhan.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

113

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 88-115

V.

Kesimpulan dan Saran Hasil kajian penataan kelembagaan koperasi pasar penerima program bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional yang telah dilaksanakan, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kelembagaan koperasi pasar tradisional sangat perlu didata, mengingat dari sampel yang ditinjau diberbagai propinsi, kondisi kepemilikan dan pengerjaan buku-buku administrasi sangat kurang baik. Pelaksanaan RAT pada beberapa koperasi belum dilaksanakan sebagaimana mestinya, pada hal RAT adalah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Laporan pertanggungjawaban pengurus belum memenuhi standar pelaporan sebagaimana layaknya. Hal ini terkait dengan kurang tertibnya administrasi organisasi dan usaha serta lemahnya kemampuan SDM koperasi dalam pemahaman administrasi managemen. Pengelolaan dan penyaluran bantuan perkuatan dana bergulir pengembangan pasar tradisional masih kurang tertib sesuai dengan ketentuan. Dalam penunjukan/penetapan koperasi pelaksana program, khususnya pengelola bantuan perkuatan atau sejenisnya, agar terlebih dahulu dilakukan penataan kelembagaan terhadap koperasi calon pengelola bantuan perkuatan. Koperasi Pengelola bantuan dana bergulir perlu memiliki sistem administrasi yang lengkap sebagai dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengelola dana publik, maka dianjurkan koperasi pengelola bantuan dana bergulir pembangunan pasar tradisional agar memiliki buku-buku tersebut di atas. Pemanfaatan jasa atau bunga yang termuat dalam pasal 14 Juknis pelaksanaan bantuan perkuatan dana bergulir pembangunan pasar tradisional, maka dana dimaksud belum dapat dimanfaatkan oleh koperasi sebagaimana mestinya, juknis yang bermasalah tentang pengunduran diri dari anggota, dimana diminta ada petunjuk/persetujuan dari menteri tentang pelaksanaan pasal 14. Meningkatkan kemampuan managerial dan kompetensi SDM koperasi (anggota, pengurus, Badan Pengawas dan Karyawan Koperasi) untuk membangun komitmen, kapasitas dan tanggung jawabnya terhadap kegiatan koperasi pengelola pasar tradisional sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing dalam managemen koperasi. Untuk itu perlu diintensifkan pelaksanaan bimbingan konsultasi, pendidikan dan latihan, diskusi temu usaha, pengendalian, monitoring dan evaluasi secara reguler oleh pejabat pembina koperasi. Kegiatan pembinaan ini difokuskan pada

2.

3.

4. 5.

6.

7.

8.

114

Kajian Penataan Kelembagaan Koperasi Penerima Bantuan Dana Bergulir Pengembangan Pasar Tradisional (Saudin Sijabat)

peningkatan kemampuan kelembagaan koperasi penerima bantuan dana bergulir pengembangan pasar tradisional. DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 12, Tentang Perkoperasian. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Mengah R.I. Jakarta -------------, (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. R.I. Jakarta. --------------, (2007). Peraturan Pemerintah R.I. Nomor : 9 Tahun 1995, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Kementerian Kementerian Negara Koperasi dan UKM R.I. Jakarta. -------------, (2007). Pembinaan Peningkatan Kualitas Pemberdayaan Kelembagaan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM. Jakarta. --------------, (2004. Kamus Istilah Pemberdayaan Koperasi dan UKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Jakarta. ---------------, (2007). Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor : 22/PER/M. KUKM/IV/200, Tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. R.I. Jakarta. Soediyono Reksoprayitno, (2000). Ekonomi Makro, Analis IS-LM dan PermintaanPenawaran Agregatif. BPFE. Yokyakarta. Halomoan Tamba, Saudin Sijabat, (2006). Pedagang kaki Lima : Entrepreneur Yang Terabaikan. Infokop No. 29 Tahun XXII 2006, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta. Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat). Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta. Saudin Sijabat, (2008). Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UKMK. Infokop Volume 16 - September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta. Saudin Sijabat, (2008). Kajian Pengendalian Anggota pada Koperasi Dalam Rangka Peningkatan Kinerja Koperasi. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Volume 3 September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.

115

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

KAJIAN EFEKTIFITAS MODEL PROMOSI PEMASARAN PRODUK USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM)*) Indra Idris**) dan Sri Lestari***) Abstract Study aim to: a) to measure the impact of MSMEs, product marketing promotion, b) to know problems faced and dominant factors which are influencing the effective product marketing promotion of MSMEs, and also c) to know most efficient and effective promotion program to support development of MSMEs,. Some problems which often arise and lessen effective promotion is: a) the minim of socialization, b) partial planning, c) the lack of location information with the product especially related to product demand and goods to be promoted and also; d) time management with product demand fluctuation. Promotion affect positively to 1) Improvement of profit and omset of MSMEs, posed at from the increasing of profit mean, having the character of quadratic to improvement of omset, 2) The labor absorption improvement, 3) Improvement of production technology, 4). System management improvement. Result of four activities (as ranked) 1) Trading Board 2) Meeting Business, 3) Exhibition and 4) Mission Trade. pasar, pemasaran, informasi pasar, promosi pemasaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kendala yang dihadapi oleh UMKM adalah akses pasar, untuk itu perlu dibangun sistem pemasaran bagi UMKM yang lebih baik. Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah ketersediaan informasi pasar. Informasi pasar disatu sisi berupa informasi tentang barang-barang hasil produksi UMKM dan kebutuhan atau kecenderungan pasar, yaitu jenis barang, kualitas, kuantitas, maupun spesifikasi suatu barang yang diminati masyarakat. Untuk memenuhi permintaan pasar dan selera pasar serta menghadapi persaingan global menuntut inovasi dan kreatifitas para pelaku usaha termasuk dalam aspek teknologi.
*)

**) ***)

Kajian Asdep Urusan Penelitian UKM tahun 200. Artikel diterima 18 Mei 200, peer review 8 Mei s.d. 8 uni 200, review terakhir uli 200 Kabid. Penyelenggaraan, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (koordinator kajian) Eks Pegawai Asdep Urusan Penelitian UKM sebagai Pemerhati KUKM

116

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

Persaingan pasar yang semakin terbuka menuntut semua pelaku usaha agar mampu beradaptasi dengan perubahan perilaku bisnis yang terjadi, bila tidak ingin tergilas atau lenyap sama sekali dalam pertarungan pasar. Adanya permasalahan internal UMKM serta perkembangan lingkungan dan teknologi yang demikian cepat menyebabkan UMKM belum mampu mengakses informasi pasar. Perlu komitmen berbagai pihak untuk memberdayakannya terutama meningkatkan akses pasar melalui peningkatan akses informasi dan teknologi bagi UMKM. Pengembangan sistem informasi untuk UMKM selama satu dekade terakhir ini memang sudah dilaksanakan baik oleh UMKM sendiri, pemerintah dan pihak-pihak lainnya, terutama dalam berbagai bentuk promosi produk UMKM. Program promosi pemasaran produk UMKM pada intinya adalah ditujukan untuk memperkenalkan produk UMKM kepasaran nasional dan internasional. Kegiatan promosi pemasaran diharapkan dapat mendorong UMKM meningkatkan efesiensi dan produktifitas, serta meningkatkan kemampuan dalam memperbaiki kualitas teknologi dan managemen usahanya. Dampak lebih lanjut yang diharapkan adalah peningkatan penyerapan tenaga kerja sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Pelaksanaan kegiatan promosi pemasaran produk UMKM memang telah dilaksanakan baik oleh pemerintah, UMKM sendiri, maupun para stakeholder lainnya, tetapi frekuensinya belum mencukupi. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh UMKM sendiri ruang lingkupnya sangat terbatas, sedangkan program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah jumlahnya relatif masih sedikit, dibandingkan dengan jumlah dan jenis produk UMKM. Dari data Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Kamar Dagang Indonesia (KADIN) dan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) diketahui bahwa antara tahun 2001 sampai dengan bulan Agustus tahun 2007, telah dilakukan promosi pemasaran oleh Instansi pemerintah, dan pihak-pihak pihak lainnya sebanyak 127 kali, dengan perincian 76 kali di dalam negeri dan 51 kali di luar negeri. Jumlah UMKM yang diikutsertakan dalam kegiatan tersebut mencapai 2.478 orang dari 1.864 unit usaha. Frekuensi keikutsertaan UMKM tersebut relatif besar, tetapi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah jenis UMKM dan jumlah jenis barang yang diproduksi oleh UMKM. Disamping promosi secara individual UMKM juga melaksanakan kegiatan promosi pemasaran lainnya seperti iklan di media masa, penyebaran brosur dan leaflet, pemasangan spanduk, iklan reklame dan lain-lain yang bersifat parsial. Bentuk promosi invidual ini cenderung memiliki jangkauan pasar yang relatif sempit (tingkat daerah dan nasional saja).

117

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

Sejalan dengan uraian di atas, maka diperlukan kajian eksploratif evaluatif untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut 1. Apakah program promosi dalam berbagai bentuk ditingkat nasional maupun internasional tersebut telah memberikan dampak nyata (signifikan) terhadap peningkatan produksi dan pangsa pasar UMKM? 2. Jika terjadi kenaikan produksi dan omset UMKM, apakah itu karena adanya promosi yang diprakarsai dan dilakukan baik oleh pemerintah, UMKM sendiri maupun pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya? 3. Apa permasalahan yang dihadapi dalam upaya meninglkatan efektifitas berbagai kegiatan promosi yang telah dan yang bisa dilakukan? 4. Apa saja faktor kunci yang menentukan tingkat keberhasilan program promosi pemasaran UMKM ? 1.2 Tujuan Kajian Kajian ini bertujuan untuk: 1) Mengukur dampak kegiatan promosi pemasaran produk UMKM dalam berbagai bentuk, baik yang dilaksanakan di dalam maupun di luar negeri, terhadap peningkatan omset, laba, penyerapan tenaga, perbaikan teknologi serta pengembangan sistem managemen usaha UMKM; 2) Mengetahui permasalahan yang dihadapi dan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi efektifitas kegiatan promosi pemasaran produk UMKM, serta; 3) Mengetahui bentuk program promosi yang paling efektif dan efisien dalam mendukung pengembangan usaha UMKM yang diindikasi dari peningkatan omset dan laba UMKM. 1.3 Sasaran Kajian Sasaran Kajian ini adalah: 1) Mengetahui tingkat pengaruh promosi pemasaran UMKM terhadap perluasan pangsa produk UMKM; 2) Menetapkan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan promosi pemasaran produk UMKM; 3) Mendapatkan solusi pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi serta menetapkan dan mengembangkan bentuk promosi pemasaran yang efektif.

118

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

II.

KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kerangka Dasar Salah satu masalah besar yang dihadapi dalam pemberdayaan UMKM adalah rendahnya akses UMKM terhadap pasar. Teori ekonomi menjelaskan bahwa konsep pemasaran meliputi 4 unsur pendukung yaitu produk, harga, tempat atau lokasi dan promosi produk. Keempat aspek ini saling terkait dalam meningkatkan fungsi pemasaran. Dari keempat unsur tersebut promosi merupakan unsur terakhir yang dianggap memiliki posisi strategis sebagai faktor kunci yang menghubungkan atau memperkenalkan produk yang dihasilkan UMKM kepada konsumen atau pasar. Pengertian promosi adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk memperkenalkan UMKM dan produknya kepada konsumen. Dengan dikenalnya produk UMKM diharapkan dapat meningkatkan volume usaha sehingga pada akhirnya meningkatkan laba. Hal tersebut berdampak meningkatnya tabungan (saving) guna mendukung upaya perluasan skala usaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka promosi harus dilakukan secara profesional. UMKM harus dapat memilih bentuk promosi yang memiliki efektifitas dan efisiensi tinggi. Untuk tujuan tersebut produsen harus mengalokasikan sejumlah sumberdaya yang jumlahnya cukup besar. Beberapa faktor yang harus diperhitungkan oleh UMKM sebagai produsen menurut Harry (1968) adalah kelayakan penggunaan dana, jenis barang yang akan dipasarkan, peluang pasar, pesaing, barang substitusi dan komplementer, selera konsumen atas barang tersebut, trent atau mode serta faktor-faktor eksternal lainnya. Beberapa kegiatan promosi yang paling banyak dilakukan oleh UMKM dan para stakeholder adalah berupa pameran, trading board, misi dagang dan temu bisnis, dengan tujuan utama untuk memperoleh pembeli (buyers). Menurut Ramlan (2001) dalam pameran/festival terbuka peluang bagi UMKM untuk menjual produknya secara langsung juga terbuka. Penjualan langsung ini umumnya kurang menguntungkan karena laba yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Beberapa hasil pengamatan empiris seperti yang dilakukan poleh Wachidin (2002) dan Sujito (2001) menunjukkan bahwa pada kesempatan pameran UMKM lebih cenderung menjual produknya secara retail. Kebiasaan ini menandakan bahwa UMKM masih terobsesi pada kesempatan pameran lokal yang menjadi ajang penjualan langsung, dan belum berorientasi sistem bisnis modern, yang mengutamakan relasi dan kesinambungan pasar.

119

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

Temu bisnis atau misi dagang pada dasarnya juga merupakan media yang bertujuan untuk mempromosikan produk kepada buyer/ pasar. Biasanya dalam misi dagang dilaksanakan dalam ruang lingkup yang sangat luas, menyangkut semua aspek perdagangan dan kebijakan pemerintah yang mendukung kelancaran perdagangan. Misi dagang Misi dagang umumnya hanya melibatkan para pengusaha menengah dan besar. Ruang lingkup promosi hanya terbatas diantara produsen dengan beberapa buyer saja. Dampaknya sangat besar karena pembelian biasanya dilakukan dalam bentuk partai besar dan jangka waktu yang relatif panjang. Temu bisnis juga merupakan kegiatan yang cukup luas, memerlukan biaya besar, dan menuntut pengetahuan luas dari produsen dan buyer tentang barang dan managemen pemasarannya. Djauhari (2006) mengatakan bahwa disamping bentuk promosi di atas yang telah pernah dilakukan oleh UMKM, ada wacana untuk membangun trading house dan bussines center di beberapa negara konsumen. Pembangunan dan penyelenggaraan promosi ini hanya mungkin dilaksanakan oleh pemerintah, atau para pengusaha kelas menengah dan besar. Promosi tersebut memang diperlukan UMKM untuk menarik konsumen dari daerah yang sudah menggunakan produk sejenis, yang diproduksi oleh UMKM. Sebagai misal yang telah dilakukan oleh pemerintah China dan pemerintah Vietnam di Afrika Barat dan beberapa negara Arab. Sujito (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan pengamatannya, UMKM skala usaha kecil menuju menengah di sektor industri kerajinan yang sering mengikuti kegiatan promosi. Keikutsertaan mereka dalam kegiatan promosi pemasaran yang bersifat terkoordinir tersebut juga dikarenakan apabila mereka melakukan promosi secara mandiri tidak memiliki pengetahuan dan biaya yang cukup besar, sehingga sulit dilakukan. Atas pertimbangan tersebut di atas maka untuk mendukung pertumbuhan bisnis UMKM, Kementerian Negara Koperasi dan UMKM merencanakan dan telah melaksanakan berbagai program promosi bagi UMKM berupa misi dagang, temu bisnis, trading house, pameran/exhibition dan lainnya. 2.2 Kerangka Operasional Kajian ini difokuskan untuk melihat seberapa besar dampak dari pelaksanaan promosi terhadap perluasan pasar yang berdampak pada peningkatan omset UMKM. Secara skematis hubungan antar keterkaitan faktor penentu, dengan dampak keberhasilan promosi dalam bentuk pemasaran serta keterkaitan antar dampak tersebut seperti pada gambar 1.

120

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

Dari gambar 1 dapat dikemukakan bahwa keberhasilan kegiatan promosi pemasaran ditentukan oleh banyak faktor antara lain kondisi internal UMKM, jenis produk yang ingin dipromosikan, frekuensi keikutsertaan dalam promosi, penyelenggara promosi, biaya promosi lokasi atau tempat promosi, lama waktu penyelenggaran, prosedur dan keikutsertaan dalam promosi, kualitas produk, jumlah pesaing dan kondisi persaingan.
PEMERINTAH DAN STAKEHOLDER LAINNYA FAKTOR FAKTOR KEBERHASILAN PROMOSI LINGKUNGAN EKONOMI MAKRO

KEGIATAN PROMOSI

Peningkatas Kualitas Produk Dan SDM

Perluasan Pasar Produk UMKMK

Inovasi Teknologi

Peningkatan Omset Peningkatan Pendapatan /Laba Pertambahan Investasi Perbaikan Produktifitas

Gambar 1. KaitanKaitan Dampak Pameran terhadap peningkatanpeningkatan Gambar 1. Dampak Pameran terhadap peningkatan Omset, Omset, ProduktifitasProduktifitas dan Pendapatan UKM peningkatan dan Pendapatan UKM 2.3 Variabel Analisis A. Tabel 1. Dampak Promosi Pemasaran terhadap peningkatan (%) Faktor Penentukan Keberhasilan Beberapa unsur yang secara langsung mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program promosi pemasaran dalam kajian Pameran Misi Dagang Temu Bisnis Trading Board ini diasumsikan menjadi faktor kunci (keyKnaikan Knaikan analisis factor). Dalam Knaikan Knaikan Knaikan Knaikan Knaikan Knaikan Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah faktor akan unsur-unsur tersebut akan menjadi variabel bebas yang Omset Omset Omset Omset Pembeli Pembeli Pembeli ( %) %) ( %) ( %) dapat ditentukanPembeli signifikansi pengaruhnya (dengan (menggunakan %) ( %) ( %) ( %)
40,9 39,5 43,4 41,26 11,92 17,85 10,41 13,39 30,88 50,46 61,70 47,68 14,1 8,2 7,7 10,8 14,16 28,00 42,30 28,15 65,05 59,55 37,98 54,18 35,15 70,81 53,85 121 53,27

Jumlah Pembeli (buyers) dan Omset UMKM

No 1. 2. 3.

Propinsi Jateng D.I.Y. Jatim Rata-rata /Propinsi

48,5 62,5 64,5 63,4

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

model-model kualitatif maupun kuantitatif (matematis), yaitu terdiri dari: 1) Kondisi internal UMKM, 2) Jenis produk yang ingin di pamerkan/pasarkan, 3). Frekuensi keikutsertaan dalam kegiatan promosi pemasaran, 4). Penyelenggara pameran, 5). Bentuk promosi, 6). Biaya promosi, 7) Lokasi atau tempat, 8) Lama waktu penyelenggaran, 9) Prosedur dan keikutsertaan, 10) Kualitas barang produk, 11) Jumlah pesaing dan kondisi persaingan. B. Dampak keberhasilan pelaksanaan promosi Dampak yang dikaji dengan keikutsertaan UMKM dalam kegiatan promosi pemasaran yaitu: 1) Peningkatan omset, baik dari penjualan langsung (untuk promosi dalam bentuk pameran) dan barang yang terjual sesudah dilaksanakannya kegiatan promosi (pemesanan), 2) Peningkatan laba, 3) Peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja, 4) Peningkatan teknologi produksi, 5) Peningkatan kualitas managemen usaha. III. METODA KAJIAN DAN ANALISIS 3.1 Ruang Lingkup Substansi Kajian Ruang lingkup kajian adalah: a) Mengukur tingkat pengaruh promosi pemasaran produk UMKM terhadap perluasan pangsa pasar UMKM b). Mengidentifikasi dan menganalisis efektifitas modelmodel promosi pemasaran produk UMKM, 3) Menetapkan faktorfaktor dominan yang mempengaruhi efektifitas program promosi pemasaran produk UMKM. Selain itu kajian dilaksanakan di tiga propinsi contoh yaitu Jawa Tengah, D I.Yogyakarta, dan Jawa Timur. 3.2 Metoda Pengumpulan Data Kajian ini merupakan penelitian exploratif dengan menggunakan metoda survey terbatas. Data yang digunakan terdiri dari data primer yang diperoleh dari responden sample. Sampel ditetapkan dengan menggunakan teknik pengumpulan acak terbatas (purposive random sampling). Adapun data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait dan berbagai referensi. 3.3 Metoda Analisis Kajian ini menggunakan analisis deskriftif kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan metoda komparatif yaitu membandingkan kondisi ideal dan kondisi riil di lapang. Analisis kuantitatif menggunakan beberapa model analisis ekonomi dan matematik antara lain:

122

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

1) Analisa ekonomi sederhana berupa model analisa biaya manfaat (benefid cost ratio), yang ditujukan untuk menentukan kelayakan keikutsertaan UMKM dalam suatu kegiatan promosi. Adapun model dasar yang digunakan adalah K = M/B, dimana: K = Kelayakan keikutsertaan UMKM, bila K > 1 dinilai layak, sedangkan bila K < 1, UMKM dinilai tidak layak untuk ikut promosi Manfaat yang diperoleh berupa kenaikan laba UMKM dari keikutsertaannya dalam pameran pada pada satu periode waktu (dalam Rupiah per tahun) Biaya yang dikeluarkan oleh UMKM untuk ikut serta dalam pameran pada pada satu periode waktu (dalam Rupiah per tahun)

M =

B =

2) Regresi linier berganda (multy variety analisys) untuk menentukan ada tidaknya serta seberapa besar pengaruh independent terhadap dependent variable; 3) Oleh karena adanya dugaan bahwa ada pengaruh silang antar tiap peubah bebas (independet variable) terhadap kinerja peubah tetap (dependent variable) maka akan digunakan model analisis regresi berjenjang (step wise analisys); Adapun model dasar yang digunakan adalah: Y = a + Bx + e Y = Peubah tetap yaitu kinerja/indikator keberhasilan pameran dalam mendukung pengembangan usaha UMKM yang terdiri dari; Perluasan Pasar Produk UMKM. Peningkatan teknologi produksi.

Y1 = Y2 =

Yang mana A=Intersep (constanta), B=Koefisien regresi, E=Galat (error), dan X= Peubah bebas (independent variable). Adapun peubah bebas terdiri dari beberapa faktor-faktor yang diduga berpengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pelaksanaan program promosi UKMK yaitu: Kondisi internal UMKM=X1, Jenis produk yang ingin di pamerkan/ pasarkan=X2, Frekuensi Keikutsertaan=X3, Penyelenggara promosi= X4, Tema promosi= X5, Biaya promosi= X6, Lokasi atau tempat=X7, Lama waktu penyelenggaran=X8, Prosedur Prosedur keikutsertaan dalam promosi=X9, Kualitas barang=X10, Jumlah pesaing dan kondisi persaingan=X11.

123

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

Untuk menguji ada tidaknya pengaruh, serta seberapa besar pengaruh dari independent variable terhadap dependent variable akan digunakan Uji t (t test), dengan tingkat kepercayaan 90 %. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh berjenjang antar dependent variable akan digunakan step wise analisys dengan Uji a (alpha test). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan program Statistical Analisys System (SAS) dengan uji t dan Uji a sampai dengan tingkat kepercayaan (level of significant) 90%. 4) Model analisis komparatif, digunakan untuk menjawab indikator dampak kegiatan promosi pemasaran terhadap peningkatan Kualitas SDM yang diindikasikan dari perubahan pola pikir produsen baik dalam hal managemen, penggunaan teknologi, kualitas produk dan orientasi pasar. IV. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS 4.1 Penyelenggaraan Promosi Pemasaran 4.1.1. Pelaksanaan, Jenis, Frekwensi ,dan Jumlah Peserta Hasil kajian di propinsi Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dan Jawa Timar, menunjukkan bahwa bentuk promosi pemasaran yang paling banyak diikuti UMKM adalah pameran, dengan frekuensi kegiatan selama lima tahun terakhir sebanyak 29 kali dan peserta 1.082 orang. Berikutnya adalah trading board sebanyak 19 kali dengan peserta sebanyak 359 orang serta, misi dagang dan kontak dagang, dengan frekuensi sebanyak 17 kali dan peserta kegiatan sebanyak 73 orang. Temu bisnis merupakan kegiatan promosi yang paling sedikit diikuti oleh UMKM yaitu sebanyak 8 kali dan peserta 49 orang. Frekuensi keikutsertaan, tiap propinsi contoh rata-rata telah mengirim UMKM ikut dalam program promosi sebanyak 14,6 kali per tahun. Jumlah ini menurut mereka sudah cukup memadai. Jumlah peserta yang diikutkan sebanyak 312,6 orang per tahun, atau 104,2 per propinsi per tahun. Nampaknya masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah UMKM yang ada di ketiga propinsi contoh,yang diperkirakan mencapai 8,94 juta unit usaha. Bentuk promosi yang relatif banyak menyerap peserta adalah pameran, diikuti dengan trading board. Sedangkan bentuk promosi yang paling sedikit menyerap jumlah peserta adalah temu bisnis. Hasil pengamatan menyimpulkan bahwa rendahnya jumlah penyelenggaraan promosi dan keikutsertaan UMKM dalam

124

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

kegiatan tersebut adalah disebabkan adanya berbagai kendala antara lain: a) Keterbatasan dana dan SDM, baik dikalangan stakeholder (terutama pemerintah), maupun dikalangan UMKM sendiri; b) Terbatasnya kepedulian dan komitmen dari kalangan yang berkepentingan langsung dengan kegiatan tersebut dan; c) Kurangnya inisiatif UMKM sendiri untuk melakukan promosi pemasaran. 4.1.2. Keikutsertaan UMKM dalam Kegiatan Promosi Menurut Sektor dan Skala Usaha Ekonomi Keikutsertaan UMKM dalam kegiatan promosi pemasaran menurut Sektor dan Skala Usaha Ekonomi selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 yaitu sebagian besar UMKM bergerak di sektor industri kerajinan, dengan peserta sebanyak 833 orang (53,23%), pertambangan/penggalian sebanyak 353 orang (22,56%), dan pariwisata 302 orang (19,29%). Sedangkan UMKM yang bergerak di sektor lainnya sangat sedikit, yaitu hanya 84 orang (5,47%), Dari aspek skala usaha, dari 1.565 orang yang ikut dalam kegiatan promosi pemasaran pertanian terdiri dari 171 orang (10,93%) tergolong usaha mikro, 922 orang (58,91%) tergolong usaha kecil dan 472 orang (30,16%) tergolong kelompok usaha menengah. Keikutsertaan UMKM dalam kegiatan promosi juga dipengaruhi oleh: a) Faktor penyelenggara (pusat, internasional, lokal); b) Tempat, lama/waktu penyelenggaraan promosi, jarak tempat promosi dengan produsen; c) Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang; d) Besar biaya dan atau ketersedian dan sumberdana dari penyelenggara serta; e) Inisiatif dan atau kepedulian dari stakeholder. Beberapa masalah yang sering timbul dan mengurangi efekfitas penyelenggaraan promosi antara lain; a) Perencanaan yang bersifat parsial sektoral (tidak terkoordinasi); b) Kesesuaian lokasi dengan produk yang akan dipromosikan terutama yang berkaitan dengan demand atas barang yang akan dipromosikan serta; c) Waktu penyelenggaraan dengan sifat barang dan fluktuasi permintaan atas barang tersebut. 4.1.3. Waktu dan Tempat Penyelenggaraan Dilihat dari tempat dan waktu penyelenggaraan promosi pemasaran ditunjukkan bahwa: (a) Dari 73 kali keikutsertaan UMKM di ketiga propinsi contoh dalam kegiatan promosi

125

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

selama lima tahun tahun terakhir, 14 kali di laksanakan di luar negeri (pameran, misi dagang dan temu bisnis), 59 kali ditingkat nasional dan tingkat propinsi, (b) Rata-rata waktu penyelenggaraan promosi berbeda-beda sesuai bentuk promosi dan tempat promosi pemasaran, dengan rincian sebagai berikut: misi dagang waktu efektif 3,43 hari tidak termasuk waktu keberangkatan dan perjalanan pulang, temu bisnis waktu efektif 4 hari tidak termasuk waktu keberangkatan dan perjalanan pulang, Pameran di luar negeri waktu efektif 11,33 hari tidak termasuk waktu keberangkatan dan perjalanan dan pulang, pameran di tingkat nasional waktu efektif 11 hari termasuk waktu keberangkatan dan perjalanan pulang Dibandingkan dengan temuan Sujito (1997), waktu yang disediakan untuk berbagai bentuk kegiatan promosi ini relatif cukup dan kendalanya adalah waktu untuk mempersiapkan pameran. Dari hasil kajian menyatakan bahwa 36,6% responden memerlukan waktu kurang dari satu bulan untuk mempersiapkan keikutsertaaan mereka dalam kegiatan promosi, 63,4% responden memerlukan waktu sekitar satu sampai tiga bulan untuk mempersiapkan pameran, namun waktu yang diberikan oleh penyelenggara biasanya hanya sekitar dua minggu sampai dengan satu bulan. Dengan sempitnya waktu tersebut biasanya calon peserta menghadapi masalah dalam mempersiapkan modal, bahan baku, dan sebagainya. 4.1.4. Penyelenggara dan Biaya Penyelenggaraan Kajian mengenai penyelenggara dan biaya promosi kegiatan promosi pemasaran yang diikuti UMKM selama 5 tahun terakhir di 3 Propinsi contoh adalah sebagai berikut: a. Penyelenggara atau pemrakarsa kegiatan promosi, terbanyak (43 kali atau 58,90%) adalah pemerintah, pusat maupun daerah, kelompok swasta/asossiasi perdagangan/komoditi sebanyak 7 kali atau 9,58%, dan dari negara-negara lain baik swasta maupun pemerintahnya sebanya 13 kali atau 30,23% . b. Besarnya biaya promosi sangat tergantung dari bentuk, tempat dan lama kegiatan. Komponen biaya promosi di luar modal kerja yang diperlukan untuk memproduksi barang yang akan dipamerkan adalah: a) Sewa tempat; b) Biaya administrasi; c) Biaya pengepakan; d) Biaya pengangkutan dan biaya petugas UMKM yang ikut dalam pameran (penjaga pameran).

126

PEMERINTAH DAN STAKEHOLDER LAINNYA

FAKTOR FAKTOR KEBERHASILAN PROMOSI

LINGKUNGAN EKONOMI MAKRO

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) KEGIATAN (Indra Idris dan Sri Lestari) PROMOSI

Untuk kegiatan promosi yang dilaksanakan di luar negeri biaya yang dikeluarkan untuk ikut dalam kegiatan tersebut rataPeningkatas rata Rp 21,67 juta (misi dagang), Rp 23,33Inovasi juta (temu bisnis), Perluasan Pasar Kualitas Produk yang mana Produk UMKMK Teknologi 75,4% dibebankan pada pelaku usaha dan sisanya Dan SDM 24,6% ditanggung oleh penyelenggara atau stakeholder. Untuk kegiatan promosi yang dilaksanakan di dalam negeri, (umumnya pameran), biaya yang dikeluarkan berkisar antara Rp 3,6 juta Peningkatan Omset sampai dengan Rp 4,2 juta, dengan rata-rata sebesar Rp 3,9 juta, yang mana rata-rata biaya yang dikeluarkan (sharing) UMKM Peningkatan Pendapatan untuk promosi di dalam negeri (pameran) adalah 70,2% dari /Laba total biaya promosi, kekurangannya yang 39,8% ditanggung oleh penyelenggara.
Pertambahan Investasi Hasil pengamatan tersebut memperlihatkan bahwa biaya promosi yang harus ditanggung oleh UMKM relatif mahal. Hal tersebut menyebabkan UMKM terutama kelompok pengusaha Perbaikan mikro dan pengusaha kecil, tidak mampu ikut promosi. Produktifitas Gambar

4.2

Dampak Promosi Terhadap Peningkatan Jumlah Pembeli UMKM


1.

diikuti UMKM contoh di 3 Propinsi terhadap peningkatan jumlah pembeli dan omset UMKM seperti ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Dampak Promosi Pemasaranterhadap peningkatan (%) (%) Tabel 1. Dampak Promosi Pemasaran terhadap peningkatan Jumlah Pembeli (buyers) dan Omset UMKM Jumlah Pembeli (buyers) dan Omset UMKM
Pameran Knaikan Knaikan Jumlah Omset Pembeli ( %) ( %) 48,5 40,9 62,5 39,5 64,5 43,4 63,4 41,26 Misi Dagang Knaikan Knaikan Jumlah Omset Pembeli ( %) ( %) 11,92 30,88 17,85 50,46 10,41 61,70 13,39 47,68 Temu Bisnis Knaikan Knaikan Jumlah Omset Pembeli ( %) ( %) 14,1 14,16 8,2 28,00 7,7 42,30 10,8 28,15 Trading Board Knaikan Knaikan Jumlah Omset Pembeli ( %) ( %) 65,05 35,15 59,55 70,81 37,98 53,85 54,18 53,27

Kaitan Dampak Pameran terhadap peningkatan Omset, peningkatan Produktifitas dan Pendapatanpemasaran yang pernah Dampak berbagai bentuk promosi UKM

No 1. 2. 3.

Propinsi Jateng D.I.Y. Jatim Rata-rata /Propinsi

4.2.1

Dampak Promosi dalam Bentuk Pameran

Dari Tabel 1 memperlihatkan dampak keikutsertaan UMKM dalam kegiatan pameran, yaitu terjadi peningkatan jumlah pembeli sebesar rata-rata 63,4% dan peningkatan omset rata-rata sebesar 41,26% pada UMKM setelah mengikuti kegiatan promosi pemasaran dalam bentuk pameran, yang mana UMKM Jawa Timur mengalami peningkatan jumlah pembeli maupun omset paling tinggi yaitu 64,5% dan 43,4% .

127

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

Kenaikan jumlah pembeli dapat dihitung dari peningkatan: 1) Pembelian langsung, yaitu sewaktu dilaksanakannya pameran yang mana jumlah pembeli mencapai ratarata 103 orang per propinsi. 2) Pembelian melalui pemesanan produk yang dipromosikan. Sedangkan keberhasilan pameran ditunjukkan dari keberhasilan peningkatan permintaan dalam jangka panjang. yang berdampak pada peningkatan produksi, nilai jual (omset) dan bermuara peningkatan laba UMKM. Dari aspek peningkatan omset, terlihat bahwa tambahan omset yang diperoleh sewaktu dilaksanakannya promosi dalam bentuk pameran mencapai Rp 46,1 juta per UKM. Rata-rata kenaikan omset per tahun sesudah dilaksanakannya promosi adalah dari Rp 119,8 juta menjadi Rp 158,2 juta, atau meningkat sebesar Rp 33,6 juta per tahun (28,04%). 4.2.2 Dampak Misi Dagang /Kontak Dagang Dari Tabel 1 memperlihatkan dampak keikutsertaan UMKM dalam kegiatan misi dagang/kontak dagang, yaitu: terjadinya peningkatan jumlah pembeli sebesar rata-rata 13,39% dan peningkatan omset rata-rata sebesar 47,68% pada UMKM setelah mengikuti misi dagang/kontak dagang. UMKM D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan jumlah pembeli maupun omset paling tinggi yaitu 17,85% dan 50,46%. Misi dagang/kontak dagang memberikan dampak peningkatan jumlah pembeli 13,39% lebih rendah dari peningkatan jumlah pembeli dampak pameran (63.4%) tapi memberikan dampak peningkatan omset lebih tinggi 47,68% dibanding pameran 41,26% dan temu bisnis (28,15%) Besarnya dampak misi dagang terhadap peningkatan omset terutama dikarenakan adanya kontrak atau pemesanan produk yang dipromosikan dalam jumlah tertentu, untuk jangka waktu tertentu. 4.2.3 Dampak Temu Bisnis Dari Tabel 1 memperlihatkan dampak keikutsertaan UMKM dalam kegiatan temu bisnis, yaitu terjadinya peningkatan jumlah pembeli sebesar rata-rata 10,8% dan peningkatan omset rata-rata sebesar 28,15% pada UMKM setelah mengikuti temu bisnis. UMKM Jawa Tengah mengalami peningkatan jumlah pembeli paling tinggi yaitu 14,1%, peningkatan omset-nya

128

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

hanya 14,16%. UMKM Jawa Timur jumlah pembelinya hanya meningkat 7,7%, peningkatan omset-nya paling tinggi yaitu mencapai 42,30%. Di sini terlihat bahwa pertambahan jumlah pembeli tidak linier dengan pertambahan omset. Persentase pertambahan omset ternyata 2,8 kali lebih besar dari pertambahan jumlah pembeli. Kenyataan perubahan ini diduga disebabkan oleh beberapa hal yang saling terkait yaitu; a) Harga pembelian menjadi lebih tinggi karena tidak ada nilai tambah yang terserap dalam sistem pasar dan; b) Adanya kepastian pasar menyebabkan tidak adanya lagi fluktuasi harga jual, c) Pertambahan jumlah pembeli sedikit tapi melakukan pembelian dalam jumlah besar. 4.2.4 Dampak Trading Board Dari tabel 1 memperlihatkan dampak keikutsertaan UMKM dalam kegiatan trading board, yaitu terjadinya peningkatan jumlah pembeli sebesar rata-rata 54,18% dan peningkatan omset rata-rata sebesar 53,27% pada UMKM setelah mengikuti trading board. Kenaikan jumlah pembeli ini relatif cukup signifikan, hal ini dimungkinkan karena trading board umumnya memiliki jangkauan daerah yang cukup luas. UMKM Jawa Tengah mengalami peningkatan jumlah pembeli paling tinggi yaitu 65,05%, peningkatan omset-nya hanya 35,15%. UMKM D.I. Yogyakarta jumlah pembelinya meningkat 59,77%, peningkatan omset-nya paling tinggi mencapai 70.81%. Terlihat bahwa pertambahan rata-rata jumlah pembeli linier dengan pertambahan omset. Persentase pertambahan omset UMKM Jawa Tengah hanya meningkatkan omset separuhnya. UMKM D.I. Yogyakarta dari pertambahan jumlah pembeli membuat peningkatan omset tertinggi. Kenyataan perubahan ini diduga disebabkan oleh beberapa hal yang saling terkait yaitu; a) Harga penjualan menjadi lebih rendah; b) Adanya kepastian pasar menyebabkan tidak adanya lagi fluktuasi harga jual; c) Pertambahan jumlah pembeli sedikit tapi melakukan pembelian dalam jumlah besar. 4.3 Dampak Promosi Pemasaran Terhadap Laba UMKM, Dan Penyerapan Tenaga Kerja Dampak promosi pemasaran pada tabel 2 menunjukan rata-rata meningkatkan laba 44,50% dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 29,14% dari sebelum mengikuti kegiatan promosi pemasaran. Peningkatan tertinggi dicapai oleh UMKM propinsi Jawa Timur, yaitu

129

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

meningkatkan laba UMKM sebesar 51,46% dan penyerapan tenaga kerja 29,14% dari sebelum mengikuti promosi pemasaran. Adapun dampak dari masing-masing jenis promosi pemasaran dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 2. Dampak Promosi Pemasaran terhadap Peningkatan dan Tabel 2. Dampak Promosi Pemasaran terhadap Peningkatan Laba Laba dan Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan Tenaga Kerja
Peningkatan Laba dan Penyerapan Tenaga Kerja (%) Pameran Laba Jawa Tengah D.I. Yogya Jawa Timur Rata-rata 39,16 30,72 60,73 43,63 Misi Dagang Temu Bisnis Trading Board Rataan Tenaga Kerja 28,48 28,88 30,06 29,14

Propinsi

Tenaga Laba Kerja 25,24 62,18 35,29 61,35 31,11 53,17 30,54 58,90

Tenaga Laba Kerja 46,15 43,08 16,67 35,29 42,52 51,99 35,11 43,50

Tenaga Laba Kerja 11,44 21,72 31,76 34,70 18,39 39,94 20,53 32,12

Tenaga Laba Kerja 31,08 41,54 35,80 40,52 28,23 51,46 31,70 44,50

PROPINSI

1) Dampak pameran yang pernah diikuti UMKM di 3 propinsi Tabel 3. Dampak Promosi Pemasaran laba 43,63% dan meningkatkan contoh rata-rata meningkatkan terhadap Pengembangan Teknologi Dan Managemen 30,54% penyerapan tenaga kerja sebesar Usaha dari sebelum mengikuti pameran. Peningkatan laba tertinggi dicapai oleh UMKM propinsi Dampak Terhadap Jawa Timur, yaitu meningkatkanTeknologi dan sebesar 60,73 % dari laba UMKM Managemen Usaha sebelumTeknologi mengikuti pameran. Peningkatan penyerapan tenaga kerja Managemen Usaha ter tinggi dicapai oleh UMKM D.I. Yogyakarta meningkat 35,29% (Nilai skor) (Nilai skor) dibanding sebelum mengikuti pameran. Peningkatan Peningkatan 2) Dampak misi dagang/kontak dagang yang telah diikuti UMKM Skor Persen Skor Persen di 3 propinsi contoh rata-rata meningkatkan laba 58,90% dan 2,06 0,30 17,04 2,19 0,21 10,60 1,76 1,98 meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 35,11% dari sebelum 2,05 2,27 10,73 2,35 0,18 8,29 2,17 mengikuti misi dagang. Peningkatan laba dan0,22 penyerapan tenaga 1,98 0,11 5,88 1,73 2,47 0,74 42,77 1,87 kerja tertinggi dicapai oleh UMKM propinsi Jawa Tengah, yaitu laba UMKM 5,68 sebesar6,31 62,18% 0,63 meningkatkan dan 5,88 meningkatkan 1,13 7,01 61,66 33,65 penyerapan tenaga kerja 46,15% dibanding sebelum mengikuti 1,96 2,33 0,37 20,55 1,89 0,21 11,21 kegiatan misi dagang/kontak dagang. 2,10 3) Dampak temu bisnis yang diikuti UMKM di 3 propinsi contoh rata-rata meningkatkan laba 43,50% dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 20,53% dari sebelum mengikuti temu bisnis. Peningkatan laba tertinggi dicapai oleh UMKM propinsi Jawa Timur, yaitu meningkatkan laba UMKM sebesar 51,99% dibanding sebelum mengikuti kegiatan temu bisnis, namun tidak diikuti penyerapan tenaga kerja tertinggi. Adapun peningkatan tenaga kerja tertinggi dicapai UMKM Yogyakarta, yaitu meningkatkan
Awal Sesudah Awal Sesudah

Jateng Yogya Jatim Jumlah Rataan

130

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

penyerapan tenaga kerja 31,76% dibanding sebelum mengikuti kegiatan temu bisnis. 4) Dampak trading board yang telah diikuti UMKM di 3 propinsi contoh meningkatkan laba rata-rata 32,12% dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar 31,70% dari sebelum mengikuti trading board. Peningkatan laba tertinggi dicapai oleh UMKM propinsi Jawa Timur, yaitu meningkatkan laba UMKM sebesar 51,90% dibanding sebelum mengikuti kegiatan trading board, namun tidak diikuti penyerapan tenaga kerja tertinggi. Adapun Tabel 2. Dampak Promosi Pemasaran terhadap Peningkatan Laba dan peningkatan tenaga kerja tertinggi dicapai UMKM D.I Yogyakarta, Penyerapan Tenaga Kerja yaitu meningkatkan penyerapan tenaga kerja 31,76% dibanding sebelum mengikuti kegiatan promosi trading board.
Peningkatan Laba dan Penyerapan Tenaga Kerja (%) Misi Dagang Temu Bisnis Trading Board

4.4

Dampak Non Finansial


Pameran

Dampak non finansial dari keikutsertaan UMKM dalam kegiatan Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga Laba Laba Laba Laba Laba Kerja Kerja Kerja Kerja Kerja promosi pemasaran adalah terdiri dari: a) Peningkatan teknologi 25,24 62,18 46,15 43,08 11,44 21,72 31,08 41,54 28,48 Jawa Tengah 39,16 produksi, 35,29 Peningkatan kemampuan managemen usaha. 28,88 b) Kedua 30,72 61,35 16,67 35,29 31,76 34,70 35,80 40,52 D.I. Yogya variabel tetap yang bersifat kualitatif ini, dalam 28,23 51,46 30,06 kajian dikuantifkan 60,73 31,11 53,17 42,52 51,99 18,39 39,94 Jawa Timur dengan menggunakan metoda 43,50 20,53 (skoring). Data44,50 29,14 penilaian 32,12 31,70 hasil kajian 43,63 30,54 58,90 35,11 Rata-rata lapang yang sudah diubah dalam bentuk kuantitatif tersebut, ditunjukkan pada tabel 3. Tabel 3. Dampak Promosi Pemasaran terhadap Pengembangan Tabel 3. Dampak Promosi Pemasaran terhadap Pengembangan Teknologi Dan Managemen Usaha Teknologi Dan Managemen Usaha
Dampak Terhadap Teknologi dan Managemen Usaha Teknologi Managemen Usaha (Nilai skor) (Nilai skor) Awal Sesudah Peningkatan Skor 0,21 0,18 0,74 1,13 0,37 Persen 10,60 8,29 42,77 61,66 20,55 Awal Sesudah Peningkatan Skor 0,30 0,22 0,11 0,63 0,21 Persen 17,04 10,73 5,88 33,65 11,21

Propinsi

Rataan

PROPINSI

Jateng Yogya Jatim Jumlah Rataan

1,98 2,17 1,73 5,88 1,96

2,19 2,35 2,47 7,01 2,33

1,76 2,05 1,87 5,68 1,89

2,06 2,27 1,98 6,31 2,10

Dari tabel 3 terlihat bahwa keikutsertaan UMKM dalam kegiatan promosi pemasaran berdampak pada: 1) Pengembangan teknologi yang digunakan, nilai skor dampak promosi terhadap pengembangan teknologi produksi termasuk dalam kategori sedang (2,33), yaitu terjadi peningkatan nilai skor rata-rata sebesar 0,37 poin dibandingkan dengan waktu sebelum dilaksanakan program promosi yang hanya mencapai

131

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

nilai skors 1,96 (kategori kurang). 2) Pengembangan sistem managemen usaha, terjadi perbaikan sistem managemen usaha diindikasikan dari meningkatnya nilai rata-rata kemampuan sistem managemen usaha dikalangan UMKM yang telah mengikuti kegiatan promosi pemasaran. Nilai skor sistem managemen usaha meningkat rata-rata 0,21 poin atau 11,1% yaitu dari 1,89 (kategori kurang) menjadi 2,10 ( kategori sedang). 4.5 Kelayakan Penyelenggaraan Promosi Hasil analisas kelayakan kegiatan promosi pemasaran dilihat dari aspek finansial dan non finansial (tabel 4) memperlihatkan: ) Keikutsertaan UMKM dalam kegitan promosi pemasaran mempengaruhi aspek finansial UMKM. Besarnya rasio biaya manfaat dari pelaksanaan promosi ditentukan oleh kondisi usaha UMKM sendiri, terutama laba dan omset. Karena besarnya ratarata biaya promosi maka secara parsial, bagi UMKM yang memiliki ratio tambahan laba perbandingan cost dan benefid ratio (B/C rasio) kurang dari satu kegiatan promosi dinilai kurang layak. Hasil pengamatan memperlihatkan rata-rata UMKM yang mengikuti kegiatan promosi pemasaran diketiga propinsi contoh secara agregat semua layak untuk mengikuti kegiatan tersebut karena B/C rationya rata-rata mencapai 2,15. Tabel 4 Tabel 4 . Kelayakan Penyelenggaraan promosi Pemasaran . Kelayakan Penyelenggaraan promosi Pemasaran
Penyelenggara dan Biaya Penyelenggaraan Kelayakan Finansial Pening katan Omset 60,9 49,5 73,4 183,8 61,26 Peningk. Laba 24,73 21,28 29,16 75,17 25,05 Biaya Promosi 12,55 9,30 13,24 34,49 11,46 Ratio Pening kata omset/biaya 4,852 5,322 5,853 16,027 5,342 Rasio peningk. laba/biaya 1,97 2,28 2.20 6,452 2,15 Manfaat Non Finansial Perbaikan Teknologi 2,19 2,35 2,47 7,01 2,33 Perbaikan managemen 2,06 2,27 1,98 6,31 2,10

PROPINSI Omset Laba

Jateng D.I.Y Jatim Jumlah Rata-rata

121,4 118,2 113,4 357,8 119,2

43,21 39,88 41,19 124,28 41,42

Keterangan : *) Ratio peningkatan Omset terhadap biaya promosi Tabel 5. Perbandingan Dampak Berbagai Bentuk kegiatan Promosi pemasaran 2) Dari aspek omset usaha, bagi kelompok UMKM yang ikut Produk UMKM

Keterangan : *) Ratio peningkatan Omset terhadap biaya promosi

dalam promosi ditentukan oleh angka perbandingan antara pertambahan Dampak Promosi omset usaha dengan biaya promosi. Oleh*) karena UMKM yang turut Bentuk dalam kegiatan promosi pemasaran mengalami kenaikan rata-rata Pening Tambahan Peningk. Promosi Peningk. Peningk. Peningk. Ratakatan omsetOmset selama Laba Pembeli sebesar Rp 183,8 juta, atau per tahun lima tahun Tenaga Managemen Tekno Jumlah rata Kerja logi mencapai Rp 36,7 juta, maka baik secara parsial, maupun kumulatif 180,36 30,06 32,12 58,52 31,70 6,21 Pameran rasio41,26 biaya terhadap peningkatan omset-nya10,55 rata-rata mencapai
Temu Bisnis 47,68 Misi Dagang 28,15 Trading Board 53,27 43,63 43,52 58,90 13,39 10,83 54,18 30,54 20,53 35,11 24,58 26,37 12,88 26,32 28,21 12,85 184,14 157,61 227,19 30,69 26,27 37,87

132

Jumlah 170,36 178,17 136,92 117,88 70,04 77.93 729,30 121,55 Rata-rata 42,59 44,54 34,23 29,47 17,51 19.48 182,32 30,39 Keterangan: *) Dihitung secara kumulatif (lima tahun) dari selisih antara sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan promosi dalam satuan persen

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

5,342. Dengan nilai sebesar ini kegiatan promosi pemasaran dinilai sangat layak untuk dilakukan oleh UMKM. 4.6 Tingkat Keberhasilan Dari Tiap Bentuk Promosi
Tabel 4 . Kelayakan Penyelenggaraan promosi Pemasaran

PROPINSI Omset

Jateng D.I.Y Jatim Jumlah Rata-rata

121,4 118,2 113,4 357,8 119,2

Keterangan : *) Ratio peningkatan Omset terhadap biaya promosi

Dari tabel 5 dapat dikemukakan bahwa berdasarkan metoda Penyelenggara dan Biaya Penyelenggaraan pembobotan di atas diketahui bahwa rata-rata nilai bobot dari keempat bentuk kegiatan promosi pemasaran tersebut sebesar 30,39%. Nilai bobot Kelayakan Finansial Manfaat Non Finansial mengindikasikan bahwa sesungguhnya kegiatan promosi pemasaran Ratio Pening memiliki nilai tambah dari berbagai aspek Rasio pengamatan sebesar 30,39%. Peningk. Biaya Pening Perbaikan Perbaikan katan peningk. Laba Laba Promosi Teknologi managemen kata Adapun urutan (ranking) nilai bobotnya adalah sebagai berikut: ranking Omset laba/biaya omset/biaya pertama adalah trading board dengan nilai bobot 227,19 atau rata60,9 43,21 24,73 12,55 4,852 2,06 rata 37,87%, ranking kedua adalah temu1,97 bisnis, 2,19 dengan nilai bobot 49,5 39,88 21,28 9,30 5,322 2,28 2,35 2,27 73,4 41,19 29,16 13,24 5,853 2,47 1,98 184,14 atau rata-rata 30,69%, ranking ke 2.20 adalah pameran dengan tiga nilai bobot 180,36 atau 34,49 rata-rata16,027 30,06%, ranking ke empat adalah misi 183,8 124,28 75,17 6,452 7,01 6,31 61,26 41,42 25,05 11,46 5,342 2,15 2,33 2,10 dagang dengan nilai bobot 157,61 atau rata-rata 26,27%.

Tabel5. Perbandingan Dampak Berbagai Bentuk kegiatan Promosi pemasaran 5. Perbandingan Dampak Berbagai Bentuk kegiatan Promosi Tabel pemasaran Produk UMKM Produk UMKM
Dampak Promosi *) Bentuk Promosi Peningk. Omset 41,26 47,68 28,15 53,27 Peningk. Laba 32,12 43,63 43,52 58,90 Pening katan Pembeli 58,52 13,39 10,83 54,18 Tambahan Tenaga Kerja 31,70 30,54 20,53 35,11 Peningk. Managemen 6,21 24,58 26,37 12,88 Peningk. Tekno logi 10,55 26,32 28,21 12,85 Jumlah 180,36 184,14 157,61 227,19 Ratarata 30,06 30,69 26,27 37,87

Pameran Temu Bisnis Misi Dagang Trading Board

Jumlah 170,36 178,17 136,92 117,88 70,04 77.93 729,30 121,55 Rata-rata 42,59 44,54 34,23 29,47 17,51 19.48 182,32 30,39 Keterangan: *) Dihitung secara kumulatif (lima tahun) dari selisih antara sebelum dan sesudah mengikuti Keterangan: kegiatan promosi dalam satuan persen *) Dihitung secara kumulatif (lima tahun) dari selisih antara sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan

promosi dalam satuan persen

1) Trading Board Trading board memiliki dampak yang signifikan kesemua aspek penilaian. Tiga indikator keberhasilan yang paling menonjol dari bentuk promosi ini adalah: a) Peningkatan rata-rata dengan nilai bobot 227,19 atau nilai rata-rata 37,87%. b) Peningkatan omset setelah dilakukannya promosi dalam bentuk trading board mencapai 53,27% dari jumlah omset sebelumnya; b) Peningkatan laba dengan mencapai 58,90% dan; c) Peningkatan penyerapan tenaga kerja 35,11%. Keberhasilan bentuk promosi ini dalam mendukung 3 kemampuan UMKM disebabkan oleh antara lain: a) Waktu promosi yang cukup panjang (lama); b) Biaya promosi yang relatif rendah; serta c) Jenis produksi yang dipromosikan bisa sangat beragam.

133

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

2) Temu Bisnis Keberhasil bentuk promosi ini sangat merata dari segala aspek penilaian. Dari beberapa indikator keberhasilan temu bisnis yang dianalis dalam kajian ini, hanya ada satu faktor yang memiliki nilai rendah yaitu peningkatan jumlah pembeli. Rendahnya kemampuan meningkatkan jumlah pembeli nampaknya tidak mengurangi kehandalan dari bentuk promosi ini, karena temu bisnis memang lebih diorientasikan pada tujuan untuk meningkatkan omset penjualan, tanpa memperhatikan peningkatan jumlah pembelinya. Dalam temu bisnis maka calon pembeli atau mitra usaha sudah diberikan informasi produk yang akan ditawarkan (jenis barang, kualitas barang, jumlah barang serta pola kerjasama atau kemitraan). Dari aspek peningkatan omset, laba dan perbaikan managemen usaha, temu bisnis merupakan bentuk promosi yang sangat dapat diandalkan. Dari aspek penyerapan tenaga kerja kurang ideal, karena tidak banyak meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Untuk aspek-aspek lainnya bentuk promosi ini pengaruhnya tidak signifikan. Besarnya peningkatan teknologi pada temu bisnis mungkin dikarenakan beberapa hal antara lain: a) Pemenuhan jumlah pesanan dan selera konsumen; b) Peningkatan laba yang memungkinkan UMKM dapat meningkatkan investasi serta; c) Adanya kesepakatan dengan pihak pembeli atau pihak-pihak lainnya untuk menjual produk teknologi yang diproduksi. 3) Pameran Pameran merupakan bentuk promosi yang menempati urutan ketiga dalam mencapai nilai bobot kelayakan. Bentuk promosi ini mempunyai kehandalan dari aspek penyerapan tenaga kerja dan jumlah pembeli. Kehandalan pameran dari aspek penyerapan tenaga kerja diduga disebabkan oleh: a) Produk yang dipromosikan adalah barang hasil kerajinan yang dalam proses pembuatannya bersifat padat karya; b) Memberikan inspirasi kepada pihak lain untuk membuat barang-barang sejenis yang dinilai memiliki prospek ekonomi cukup besar serta; c) Mempromosikan produk tertentu yang tadinya belum banyak dikenal berdampak pada pengembangan kegiatan ekonomi pada hulunya (back word efect) dan industri hilirnya (fore ward efect). Pameran juga berdampak besar terhadap peningkatan jumlah pembeli. Hal ini dimungkinkan karena: a) Produsen dapat berhubungan langsung dengan konsumen; b) Akan terbentuk adanya kerjasama dalam pemasaran produk.

134

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

4) Misi Dagang Keunggulan misi dagang ditunjukan dari aspek perbaikan sistem managemen usaha dan pengembangan teknologi produksi UMKM. Dampak misi dagang diindikasikan dari kenaikan nilai bobot. Kedua aspek penilaian tersebut masing-masing 26,37% dan 28,13%. Perbaikan sistem managemen didorong oleh tuntutan profesionalisme bisnis mitranya. Pengembangan teknologi produksi UMKM lebih didorong oleh adanya tuntutan konsumen yang menghendaki adanya peningkatan kualitas dan kuantitas barang yang ingin dibeli. V. ANALISIS FAKTOR BERPENGARUH KEBERHASILAN PROMOSI PEMASARAN Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan promosi pemasaran digunakan uji statistik Analisis Regresi Simultan pada tingkat kepercayaan 90% dan Principle Componen Analisis dengan tingkat kepercayaan 85%. Terdapat 12 Peubah bebas (independent variable) yang dianalisis yaitu: 1). Kondisi Internal 2). Jenis Produk 3). Frekuensi Keikutsertaan 4). Promosi, 5) Promosi, 6) Tema Promosi, 7) Biaya Promosi 8) Lokasi Promosi, 9) Waktu Promosi, 10) Prosedur keikutsertaan, 11) Kualitas Barang, dan 12) Jumlah Pesaing, adapun kinerja yang dihasilkan adalah peningkatan: a) Nilai penjualan (omset), B) Jumlah pembeli, c) Laba, d). Penyerapan tenaga kerja, e) Teknologi produksi, f) Managemen Usaha, g) Jaringan Usaha. Adapun hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut: 1) Hasil analisis menunjukan, terdapat 4 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap nilai penjualan (omset) UMKM yaitu: a). Jenis produk yang dipromosikan, dengan nilai kondisi hubungan 0,9113 dan nilai keeratan hubungan 0,9061 b). Bentuk promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,9213 dan nilai keeratan hubungan 0,8917, c). Penyelenggara promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,8989 dan nilai keeratan hubungan 8016, d). Biaya promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,8763 dan nilai keeratan hubungan 0,7076, d). Kualitas barang, dengan nilai kondisi hubungan 0,9341 dan nilai keeratan hubungan 0,9254. Hasil analisis menunjukan, terdapat 6 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap jumlah pembeli UMKM yaitu: a). Kondisi internal UMKM, dengan nilai kondisi hubungan 0,9616 dan nilai keeratan hubungan 0,8766; b). Jenis produk yang dipromosikan, dengan nilai kondisi hubungan 0,8830 dan nilai keeratan hubungan 0,7928; c) Bentuk promosi, dengan nilai kondisi hubungan

2)

135

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

0,97139 dan nilai keeratan hubungan 0,9178; d ). Lokasi promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,8709 dan nilai keeratan hubungan 0,7798; e). Kualitas barang, dengan nilai kondisi hubungan 0,9308 dan nilai keeratan hubungan 0,8748; f) Jumlah pesaing, dengan nilai kondisi hubungan 0,9720 dan nilai keeratan hubungan 0,8955. 3) Hasil analisis menunjukan terdapat, 7 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan laba UMKM yaitu: a). Kondisi internal UMKM, dengan nilai kondisi hubungan 0,8731 dan nilai keeratan hubungan 0,7665; b). Jenis produk yang dipromosikan, dengan nilai kondisi hubungan 0,8613 dan nilai keeratan hubungan 0,7619; c) Penyelenggara promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,97139 dan nilai keeratan hubungan 0,9178; d) Biaya promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,8637 dan nilai keeratan hubungan 0,8769; e) Lokasi promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,9109 dan nilai keeratan hubungan 0,78798; f) Waktu promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,8967 dan nilai keeratan hubungan, 0,8392; g) Jumlah pesaing, dengan nilai kondisi hubungan 0,8732 dan nilai keeratan hubungan 0,7945. Hasil analisis menunjukkan, terdapat 1 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan kemampuan UMKM dalam penyerapan tenaga yaitu jenis produk yang dipromosikan, dengan nilai kondisi hubungan 0,9639 dan nilai keeratan hubungan 0,7619. Hasil analisis menunjukan, terdapat 4 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan laba UMKM yaitu: a). Kondisi internal UMKM, dengan nilai kondisi hubungan 0,8788 dan nilai keeratan hubungan 0,8651; b). Jenis produk yang dipromosikan, dengan nilai kondisi hubungan 0,9391 dan nilai keeratan hubungan 0,8698; c) Frekwensi keikutsertaan, dengan nilai kondisi hubungan 0,8907 dan nilai keeratan hubungan 0,7986. Besarnya pengaruh frekuensi keikutsertaan UMKM terhadap peningkatan teknologi produksi ini diduga karena semakin sering UMKM ikut dalam kegiatan promosi, maka akan semakin banyak mendapat masukan tentang tentang teknologi yang dapat mendorong peningkatan produk dan efesien produksi, yang diperoleh dari berbagai pihak. g) Jumlah pesaing, dengan nilai kondisi hubungan 0,8871 dan nilai keeratan hubungan 0,8709. Banyaknya jumlah pesaing akan mendorong suatu perusahaan untuk berproduksi lebih efisien, untuk itu perusahaan yang bersangkutan akan terdorong untuk menggunakan teknologi yang yang lebih efisien. Hasil analisis menunjukan, terdapat 1 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan laba UMKM peningkatan managemen usaha UMKM yaitu kondisi internal UMKM,

4)

5)

6)

136

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

dengan nilai kondisi hubungan 0, 9480 dan nilai keeratan hubungan 0,9265. 7) Hasil analisis menunjukan, terdapat 8 variabel bebas dari promosi pemasaran yang berpengaruh nyata terhadap pengembangan jaringan pasar yaitu: a). Kondisi internal UMKM, dengan nilai kondisi hubungan 0,9805 dan nilai keeratan hubungan (sangat besar) 0,9352; b). Jenis produk yang dipromosikan, dengan nilai kondisi hubungan 0,9184 dan nilai keeratan hubungan (besar) 0,8609; c) Frekuensi keikutsertaan UMKM, dengan nilai kondisi hubungan 0,8987 dan nilai keeratan hubungan (besar) 0,8759; d) Bentuk promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,9378 dan nilai keeratan hubungan (besar) 0,9140; e) Penyelenggara Promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,9207 dan nilai keeratan hubungan (sangat besar) 0,9078; f) Biaya promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,8650 dan nilai keeratan hubungan (cukup besar) 0,8769; g) Lokasi promosi, dengan nilai kondisi hubungan 0,9176 dan nilai keeratan hubungan (besar) 0,8798; h) Kualitas barang, dengan nilai kondisi hubungan 0,8854 dan nilai keeratan hubungan (cukup besar) 0, 8243.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Terdapat empat bentuk promosi yang secara umum pernah diikuti oleh UMKM yaitu pameran, trading board, misi/kontak dagang dan temu bisnis. Pameran merupakan bentuk promosi yang paling banyak (73 kali) diikuti UMKM. Keempat bentuk kegiatan promosi pemasaran layak untuk dilakukan oleh pengusaha kecil dan pengusaha menengah. Secara agregat semua usaha kecil dan menengah layak untuk mengikuti kegiatan promosi. 2. Beberapa masalah yang sering timbul dan mengurangi efekfitas promosi adalah: a) Perencanaan yang bersifat parsial sektoral (tidak terkoordinasi); b) Kesesuaian lokasi dengan produk yang akan dipromosikan terutama yang berkaitan dengan demand atas barang yang akan dipromosikan serta; c) Waktu penyelenggaraan dengan sifat barang dan fluktuasi permintaan atas barang tersebut. 3. Promosi pemasaran mampu meningkatkan laba UMKM. Sifat peningkatan laba yang tidak linier dengan peningkatan omset dikarenakan peningkatan laba ternyata bukan hanya karena meningkatkan permintaan produk UMKM tetapi karena berkurangnya marjin yang terserap dalam serta pasar, serta menurunkan biaya produksi.

137

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 116-139

4. Promosi pemasaran berdampak nyata pada: a). Kemampuan Kemampuan penyerapan tenaga kerja, b). Peningkatan teknologi produksi, c). Peningkatan kualitas tekonologi, dan d). Peningkatan kualitas managemen. 5. Misi dagang memang memiliki total nilai bobot terendah, tetapi bentuk promosi ini memiliki keungulan spesifik, yang diindikasikan dari aspek perbaikan sistem managemen usaha dan pengembangan teknologi produksi UMKM. Peningkatan jumlah pembeli juga jauh lebih besar dibandingkan bentuk promosi lainnya. 6. Temu bisnis berdampak merata pada aspek peningkatan omset, laba dan perbaikan managemen usaha. Temu bisnis merupakan bentuk promosi yang dapat diandalkan. 7. Pameran menempati urutan ketiga dalam mencapai nilai bobot kelayakan. Bentuk promosi ini mempunyai kehandalan dari aspek penyerapan tenaga kerja dan jumlah pembeli; sehingga berdampak pada pengembangan kegiatan ekonomi pada hulunya (back word efect) dan industri hilirnya (foreword efect). 8. Dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebehasilan promosi pemasaran diperoleh hasil: a) Penyelenggara kegiatan promosi berpengaruh nyata terhadap perluasan pangsa pasar, b) Jenis dan Kualitas barang berpengaruh nyata terhadap omset dan laba UMKM serta penigkatan kualitas teknologi, c) Lokasi promosi berpengaruh nyata terhadap peningkatan omset dan Laba UMKM, d) Waktu promosi berkaitan erat dengan keberhasilan UMKM dalam meningkatkan perolehan laba, e) Berpengaruh nyata terhadap pangsa pasar, omset dan laba perusahaan. 6.2 Saran 1. Trading board dapat dikembangkan di tingkat propinsi, nasional dan internasional, misi dagang perlu lebih dikembangkan terutama oleh pemerintah, pameran perlu dilaksanakan dalam semua tingkatan dari kabupaten sampai dengan di tingkat internasional, sedangkan temu bisnis perlu lebih didorong sehingga tidak hanya dilakukan oleh kalangan pengusaha besar tetapi juga dapat dilakukan oleh UKM dan koperasi. Untuk meringankan beban biaya usaha mikro mengikuti kegiatan promosi pemasaran maka diperlukan subsidi penuh dari pemerintah. 2. Usaha yang memperbesar keikutsertaan UMKM dalam program promosi adalah: a) Memperbanyak program promosi melalui kerjasama dengan para stakeholder; b) Memfasilitasi kegiatan promosi; c) Memberdayakan UMKM untuk mampu ikut serta

138

Kajian Efektifitas Model Promosi Pemasaran Produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) (Indra Idris dan Sri Lestari)

dalam kegiatan promosi; e) Membangun kaitan (lingkage) yang saling menguntungkan antar UMKM dan antara dengan semua stakeholder lainnya serta. 3. Untuk mengatasi berbagai masalah dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan promosi pemasaran diperlukan: a) Perencanaan yang terkoordinasi; b) Evaluasi kelayakan lokasi dengan produk yang akan dipromosikan terutama yang berkaitan dengan demand atas barang yang akan dipromosikan, serta; c) Perhitungan waktu penyelenggaraan dengan sifat barang dan fluktuasi permintaan atas barang tersebut. DAFTAR PUSTAKA Affandi, (1984). Managemen Promosi dan Pemasaran Produk. PT. Bina Aksara. Jakarta. Harry R. Tosdal, (1969). Introduction to Sales Management. Mac Graw HillBook Company. New York. Kasali Reinal, (2005). Tantangan Pemasaran Dalam Era Pasar Global (makalah yang disampaikan dalam Seminar Sehari Penggembangan Pemasaran Industri Kerajinan Dalam Menghadapi Pasar Global. Program Magister Managemen Universitas Indonesia. Jakarta. Manulang, (1984). Marketing. Bharata Jakarta. Nurachmat, (2002). Kajian Manfaat Pameran Dalam Meningkatkan Omset Industri Kecil (Thesis). Program Pasca Sarjana Universitas Pajajaran Bandung. Panglaikim, (1980). Marketing (Suatu Pengantar). PT. Pembangunan Jakarta. Jakarta. Ramlan, (2001). Macam-Macam Bentuk Promosi Yang Mendukung Usaha Pemasaran Produk Industri Kecil. P.T. Bina Antar Nusa Jakarta. Jakarta. Shaw.A.R, (1967). Some Problem of Market Distribution. Business Review Havard University London. Sujito, (1997). Kajian Pengembangan Sistem Pemasaran Melalui Program Promosi (Studi kasus kebijakan Perdagangan Internasional). Program Doktor Bidang Ekonomi Perusahaan. Program Pasca Sarjana Universitas Gajahmada. Wahidin, (2001). Membangun Pemasaran Melalui Berbagai Bentuk Promosi. Buletin Ekonomi dan Sosial Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Sumberdaya Nasional.

139

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

KAJIAN TENTANG KETERKAITAN KOPERASI SEKUNDER DENGAN KOPERASI PRIMER ANGGOTANYA*) Togap Tambunan**) dan Jannes Situmorang***) Abstract Assessment on interrelation of secondary cooperative with primary cooperative of their member is aimed at: a). To identify the interrelationship among provincial level secondary cooperative with the primary cooperative of their member. b). To identify the interrelationship based on functional group implemented by secondary cooperative to primary cooperative of their member. This assessment were done in 8 with the objects of secondary and primary cooperative of their member. Sample was determined by using purposive sampling. The result of the data analysis shows that: a). From the point of view of the implementation of all the vertical integration function of secondary cooperatives interrelated with the primary cooperatives of their member. This interrelationship is significant and real, but it has a weak level of interrelationship. b). From the aspect of the implementation of vertical integration functions group of each institusional functions, business functions and supporting functions, the secondary cooperative is interrelated with primary cooperatives of their members. This interrelationship is also significant or real, but the level of interrelationship is still weak. This assessment suggests so that the level of interrelationship between secondary cooperative with the primary cooperative ot their member could become stronger then capacity building, through training, extension, socialization, empowerment of cooperative principles, and techniques should be increased. Koperasi primer, koperasi sekunder, keterkaitan lemah, capacity building I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992 menyebutkan bahwa koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan/atau koperasi sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi. Koperasi sekunder dapat
Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 200. Artikel diterima 24 April 200, peer review 24 April 200, review akhir uli 200 **) Kabid. Kehutanan, Deputi Bidang Produksi (koordinator kajian) ***) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
*)

140

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Pendirian koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini dikenal dengan sebutan (1) Pusat, (2) Gabungan, dan (3) Induk. Beberapa contoh Koperasi Sekunder yang dikenal antara lain INKOPOL, INKOPKAR, IKPRI, INKOPDIT, INKUD, IKPI, GKBI, GKSI, PUSKUD, PUSKOPDIT, PUSKOPTI, PUSKOPKAR, PUSKSP, dan lain-lain. Hingga saat ini tercatat terdapat 156 koperasi sekunder tingkat nasional yang terdiri dari 63 Induk Koperasi, 7 koperasi berbentuk Gabungan, dan 86 koperasi lainnya berbentuk Pusat (Kementerian Koperasi dan UKM, 2005). Jumlah ini belum termasuk koperasi sekunder yang tersebar disetiap provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia. Sebagai sebuah lembaga, koperasi sekunder memiliki beberapa fungsi dan peran umum. Sesuai pasal 4 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992, fungsi dan peran tersebut adalah: (1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, dan (2) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya. Fungsi dan peran ini kemudian akan menciptakan berbagai manfaat koperasi di dalam perekonomian. Sesuai Undang-Undang Perkoperasian, dalam menjalankan fungsinya, koperasi sekunder harus mampu membangun dan mengembangkan potensi ekonomi koperasi anggotanya. Koperasikoperasi sekunder diharapkan mampu membentuk jaringan usaha dengan koperasi-koperasi primer dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan. Bagaimana sesungguhnya jaringan usaha yang terbentuk dan kerjasama yang dibangun? Informasi dan data-data mengenai hal ini masih sangat terbatas sehingga diperlukan suatu kajian untuk menelaahnya secara khusus. 1.2 Permasalahan Fungsi koperasi sekunder secara spesifik menurut UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 adalah (1) Berfungsi sebagai jaringan dengan sekurang-kurangnya 3 anggota untuk menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar, dan (2) Berfungsi sebagai subsidiaritas dimana bisnis yang dilaksanakan anggota (koperasi primer) tidak dijalankan oleh koperasi sekunder sehingga tidak saling mematikan. Juga menurut undang-undang tersebut, koperasi sekunder didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan/atau koperasi sekunder berdasarkan

141

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi. Koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis atau tingkatan. Koperasi sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi primer. Undang-undang tersebut memberikan peluang kepada gerakan koperasi untuk mendirikan koperasi pada berbagai tingkatan sesuai kebutuhannya. Hal ini kemudian menyebabkan terbentuknya banyak koperasi primer dan koperasi sekunder. Selama ini koperasi-koperasi sekunder terus terbentuk dan bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun eksistensi dan keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya hingga sekarang belum diketahui pasti. Juga belum diketahui peran koperasi sekunder menjalankan fungsi-fungsinya kepada koperasi primer anggotanya dan sebaliknya koperasi primer menjalankan kewajibannya kepada koperasi sekunder. Karena itu, diperlukan kajian untuk mengetahui sejauhmana keterkaitan koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya. 1.3 Tujuan Kajian Tujuan kajian ini adalah untuk: 1). Mengetahui keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 2). Mengetahui keterkaitan berdasarkan kelompok fungsi yang dilaksanakan koperasi sekunder kepada koperasi primer anggotanya. 1.4 Ruang Lingkup g Ruang lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain: 1). Identifikasi hubungan fungsional dan capacity building koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 2). Identifikasi keterkaitan usaha antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 3). Efisiensi usaha dan bargaining position di dalam koperasi sekunder tingkat provinsi dan koperasi primer anggotanya. II. KERANGKA PEMIKIRAN Koperasi sekunder memiliki bentuk koperasi yang khas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkoperasian. Koperasi sekunder tidak berbasis kepada orang (member based) melainkan dibentuk berdasarkan kesamaan kebutuhan organisasi, yakni koperasi sekunder yang dibentuk oleh badan hukum koperasi primer. Berdasarkan basis pembentukannya, maka koperasi sekunder memiliki tiga azas yaitu: (1) Efisiensi, (2) Mutual (saling melengkapi), dan (3) Kebersamaan. Koperasi sekunder memiliki dua fungsi

142

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

yaitu sebagai suatu jaringan dan sebagai subsidiaritas. Sebagai jaringan, koperasi sekunder diharapkan mampu menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar bagi dirinya sendiri dan bagi koperasi primer anggotanya. Sedangkan fungsi subsidiaritas memiliki arti bisnis yang dilakukan anggotanya (koperasi primer), tidak dijalankan di tingkat koperasi sekunder, sehingga tidak saling mematikan.
Aktivitas : Pabrik jaring Pabrik pengalengan Ekspor.

INDUK

PUSAT IKPI

Aktivitas : Pabrik es Pemasaran antar daerah Pengadaan BBM Kebutuhan penolong. Aktivitas : Penangkapan Pengolahan Pelelangan Simpan pinjam

KOPERASI PRIMER

Pabrik es Produksi garam Pengadaan BBM

Gambar Gambar 1. Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer 1. Jaringan dan Subsidiaritas Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Usaha Perikanan Usaha Perikanan

Secara garis besar, gambar 1 menyajikan sebuah contoh jaringan dan subsidiaritas koperasi sekunder koperasi primer pada bidang usaha UNDANG-UNDANG NOMOR 25 perikanan. TAHUN 1992 Gambar 1 memperlihatkan keterkaitan antara kelembagaan koperasi sekunder primer dan SEBAGAI PILAR dalam usaha-usaha yang saling KOPERASI keterkaitan di mendukung (backward and INDONESIA PEREKONOMIAN forward linkages). Dari keterkaitan sesuai jaringan yang ada, masing-masing pihak menerima manfaat yang dapat mendorong peningkatan dan pengembangan usaha secara lebih baik. Para anggota (koperasi primer) mendapat manfaat peningkatan keuntungan secara finansial, peningkatan produksi KOPERASI KOPERASIdari usaha-usaha yang dijalankan, adanya KOPERASI KOPERASI KOPERASI jaminan pasar bagi produknya, PRIMERmodal, teknologi dan manajemen yang akses PRIMER PRIMER PRIMER PRIMER lebih modern. Koperasi-koperasi sekunder mendapat manfaat sebagai pasar F2 dan menerima input dari koperasi primer, dan berpeluangF1 mengembangkan bisnis ? yang lebih tinggi tingkatannya sehingga dapat bersaing dengan bisnis non-koperasi. Selain itu manfaat umum baik bagi koperasi ? sekunder maupun KOPERASI koperasi primer adalahSEKUNDER tercipta efisiensi usaha dan jaringan usaha yang kuat diantara mereka.

OUTPUT : Keterkaitan masing-masing koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya, Keterkaitan menurut katagori fungsi koperasi.

143


JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

Sedangkan gambar 2 menyajikan skema kerangka berpikir yang digunakan dalam kajian ini.
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992 KOPERASI SEBAGAI PILAR PEREKONOMIAN INDONESIA

KOPERASI KOPERASI KOPERASI KOPERASI KOPERASI PRIMER PRIMER PRIMER PRIMER PRIMER

F2

F1
KOPERASI SEKUNDER

OUTPUT : Keterkaitan masing-masing koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya, Keterkaitan menurut katagori fungsi koperasi.

Keterangan : = Arah pembentukan koperasi = Arah pelaksanaan fungsi dan kewajiban F1 = Pelaksanaan fungsi oleh Kop. Sekunder kepada Kop. Primer F2 = Pelaksanaan kewajiban oleh Kop. Primer kepada Kop. Sekunder.

Gambar 2. 2. KerangkaPemikiranKeterkaitan Usaha dandan Kelembagaan Gambar Kerangka Pemikiran Keterkaitan Usaha Kelembagaan Antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya. Antara Koperasi Sekunder dan Koperasi Primer Anggotanya.

III.

METODE KAJIAN 3.1 Obyek Kajian Obyek kajian ini mencakup: (1) Koperasi sekunder tingkat provinsi (pusat dan gabungan), dan (2) Koperasi primer anggota.

144

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

3.2

Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini telah dilaksanakan pada 8 provinsi yang memiliki koperasi sekunder masing-masing: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat.

3.3

Metode Penarikan Sampel (Sampling Methode) Penarikan sampel pada objek kajian dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Dari lokasi kajian yang telah ditentukan, kemudian dipilih koperasi sekunder dan primer anggota sebagai sampel. Sampel koperasi sekunder tingkat provinsi dan koperasi primer anggota dipilih berdasarkan informasi dari dinas koperasi provinsi setempat. Koperasi sekunder dimaksud adalah yang masih aktif dan memiliki keterkaitan dengan koperasi anggotanya. Responden penelitian ini adalah pengurus koperasi sekunder dan pengurus koperasi primer anggotanya.

3.1

Jenis Data Data yang dikumpulkan sebagai bahan analisis terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun secara terstruktur. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari laporan-laporan Kementerian Koperasi dan UKM, BPS tingkat provinsi, dinas koperasi tingkat provinsi dan kabupaten, dan dari masing-masing koperasi.

3.2

Seleksi Fungsi-fungsi Keterkaitan Keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi diantara mereka. Fungsifungsi yang harus dilaksanakan oleh masing-masing tentu sangat banyak. Seleksi fungsi-fungsi tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Petunjuk Pemeringkatan Koperasi Berkualitas dan Koperasi Berprestasi. Diperoleh 25 fungsi yang layak dijadikan faktor yang menentukan keterkaitan dimaksud. Fungsi-fungsi tersebut dikelompokkan dalam tiga bagian masing-masing: (1) Fungsi kelembagaan, (2) Fungsi usaha, dan (3) Fungsi penunjang. Definisi fungsi-fungsi tersebut adalah: A. Kelembagaan FA1 : memberikan bimbingan dan advokasi keanggotaan FA2 : memberikan masukan mengenai RAT (menghadiri, mengarahkan) FA3 : ikut menyusun rencana kerja dan RAPB Koperasi Sekunder FA4 : memberikan pelatihan manajerial koperasi FA5 : menegakkan implementasi nilai-nilai koperasi

145

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

FA6 FA7 FA8 FA9 FA10 FA11 FA12 FA13 FA14 B. Usaha FB1 FB2 FB3 FB4 FB5 FB6

: memberikan pelatihan organisasi koperasi han : memberikan pelatihan keanggotaan koperasi : mengadakan pertemuan khusus, ilmiah (seminar, lokakarya) : membangun kerjasama antara koperasi anggota : mengupayakan kemitraan dengan pihak ketiga : mengadakan pertemuan secara periodik : menghadiri RAT Koperasi Sekunder : membagikan SHU kepada anggota : memenuhi kewajiban. : : : : : : membantu penyusunan business plan (rencana kerja) membantu dan membangun jaringan pemasaran membantu pengolahan/proses produksi membantu permodalan/pembiayaan produksi membantu promosi mengadakan temu usaha.

C.

Penunjang FC1 : membantu administrasi bisnis (pembukuan, akuntansi, dll) FC2 : membantu manajemen FC3 : membantu sistem informasi FC4 : membantu penyebaran informasi FC5 : membantu image (citra) koperasi.

Keterangan : Fungsi FA1, FA2, FA4 sampai FA11, dan FA13; FB1 sampai FB6 dan FC1 sampai FC5 dilaksanakan oleh koperasi sekunder kepada koperasi primer anggota, sedangkan fungsi F3, F12 dan F13 dilaksanakan oleh koperasi primer anggota kepada koperasi sekunder. 3.3 Metode Analisis Data a). Uji Chi Square (Uji 2 ) Keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya dapat dianalisis dengan metode Chi-Square (uji 2 ) dengan rumus: (1)
2 =

( f0 fh )2 fh

..................................................................

146

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

Keterangan : 2 = Chi Square fo = Frekuensi yang diperoleh dari sampel (hasil observasi) fh = Frekuensi yang diharapkan atau disebut juga frekuensi teoritis. Untuk mendapatkan nilai Chi-Square, ditempuh beberapa langkah yakni: 1). Data frekuensi ditabulasi, 2). Dihitung frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis), dan 3). Menghitung nilai Uji Chi-Square berdasarkan rumus (1). Untuk menghitung nilai dari frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis), digunakan rumus pada persamaan (2). (2)
fe = ( f kolom) Total ( f baris )

.............................................

dimana : fe = Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) f kolom = Jumlah frekuensi kolom f baris = Jumlah frekuensi baris Total = Jumlah baris dan kolom (keduanya harus sama). Setelah perhitungan dengan metode Chi-Square, analisis kemudian dilanjutkan dengan uji signifikansi. b). Uji Signifikansi Uji siginifkansi digunakan untuk menunjukkan bahwa apakah ada hubungan yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dalam penelitian ini, uji signifikansi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya melalui fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol/nihil (H0) dan hipotesis tandingan/alternatif (H). Secara statistik dinyatakan bahwa : H0 diterima bila : 2 2 ; dengan derajad bebas tertentu H0 ditolak atau terima H bila : 2 > 2 ; dengan derajad bebas tertentu. Terima H0 memiliki arti tidak ada keterkaitan yang signifikan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya. Sebaliknya H0 ditolak atau terima H berarti ada keterkaitan yang signifikan antara kedua variabel. Nilai 2 diperoleh dari hasil perhitungan sesuai rumus chi square di atas. Sedangkan nilai 2 2 dengan derajad bebas tertentu adalah nilai chi square statistik

147

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

yang dapat dilihat pada tabel chi square standar. Derajat bebas (d.b) diperoleh dengan rumus: (Jumlah baris 1) dikalikan (jumlah kolom 1) Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah = 0.01 yang memiliki arti kita percaya bahwa 99% hasil uji yang kita peroleh adalah sangat akurat. c). Koefisien Kontingensi (C) Koefisien kontingensi digunakan untuk mengukur derajat hubungan, asosiasi, atau dependensi dari klasifikasi-klasifikasi dalam tabel kontingensi. Derajat hubungan di sini menunjukkan ada korelasi atau tidak antara kolom dan baris tabel kontingensi, dan apakah hubungan tersebut kuat atau tidak kuat. Rumus koefisien kontingensi adalah :
C= 2 +n
2

........................................................................... (3)

dimana : C = Koefisien kontingensi 2 = Nilai chi- square n = Besar sampel. Nilai koefisien kontingensi (C) berkisar antara nol hingga satu. Jika C = 0 maka tidak terdapat keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya. Jika C = 1 maka terdapat keterkaitan yang sangat kuat diantara keduanya, dan jika C > 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya dan keterkaitan tersebut dikatakan cukup kuat. Sedangan jika C < 0.5 maka terdapat keterkaitan antara keduanya namun keterkaitan tersebut lemah. IV. GAMBARAN UMUM KOPERASI SAMPEL 4.1 Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi Dari hasil survei lapangan pada 8 provinsi, diperoleh 33 koperasi sekunder. Jumlah tersebut dibagi dalam 12 jenis koperasi masing-masing: (1) PUSKUD (Puskud Jatim, Jateng, Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, dan Kalbar); (2) GKSI Jateng; (3) PUSKOPDIT (Puskopdit Jateng, NTT, Sumut); (4) PUSKUD MINA (Puskud Mina Jatim); (5) PKP-RI (PKP Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, Lotim dan Lobar); (6) PUSKOPPAS (Puskoppas Sulsel); (7) PUSKOPPONTREN (Puskoppontren Sulsel);

148

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

(8) PUSKSP (Puskospin Jatim, NTB); (9) PUSKOPWAN (Puskowan Jatim, Sumbar, Sulsel); (10) PUSKOPPOLDA (Puskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel, Puskopad ADAM VII/WRB, Sumut); (11) PUSAT KOPERASI VETERAN (Puskop Purnawirawan & Warakawuri TNI & Polri NTT), dan (12) PKSU (PKSU NTB dan Kalbar). Sesuai data yang terkumpul, sebagian koperasi-koperasi sekunder tingkat provinsi mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah mengalami perkembangan yang makin menurun. Keragaan masing-masing koperasi sekunder tingkat provinsi secara rata-rata selama 5 tahun terakhir menurut urutan nilai-nilai yang paling tinggi hingga terendah dapat dilihat pada Gambar 3. Dari sisi jumlah anggota, PUSKUD memiliki anggota (KUD) yang paling banyak, disusul PKPRI. Sedangkan koperasi-koprerasi lainnya memiliki jumlah anggota lebih sedikit (kurang dari 100 unit). Pada jumlah unit usaha, PUSKUD, PUSKOPPOLDA dan PUSKUD MINA memiliki jumlah yang lebih banyak. Dari sisi usaha, jumlah modal dan volume usaha PUSKUD, GKSI Jateng dan PUSKOPWAN mencapai nilai terbesar. Namun pada nilai SHU, tiga koperasi yang mencapai nilai yang paling besar adalah PUSKOPPAS, PUSKOPPOLDA, dan PUSKUD. Meskipun dari modal PUSKUD memiliki modal yang paling besar namun nilai SHU-nya lebih rendah dibanding rata-rata yang dicapai oleh PUSKOPPAS dan PUSKOPPOLDA. Sementara itu PUSKUD MINA mengalami kerugian dimana SHU-nya bernilai ratarata negatif dalam 5 tahun terakhir. Sesuai data yang terhimpun, sebanyak 69,70% koperasi sekunder tingkat provinsi sampel (atau 23 koperasi) sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 24,24% atau 8 koperasi menempati gedung kantor berstatus pinjaman, dan sebanyak 6,06% atau 2 koperasi masih menempati gadung kantor dengan status kontrak. Dari segi usia, sebanyak 33,33% koperasi berusia lebih dari 20 tahun, sebanyak 30,30% berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 36,36% berusia 3 sampai 9 tahun. Sebanyak 54,55% koperasi sekunder tingkat provinsi melakukan RAT setiap tahun dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan yang melakukan RAT empat kali sebanyak 15,15%, tiga kali sebanyak 12,12%, dua kali sebanyak 6,06%, satu kali sebanyak 6,06%, dan yang tidak melakukan RAT sama sekali sebanyak 6,06%. Data ini menunjukkan masih cukup banyak koperasi sekunder yang menyeleggarakan RAT setiap tahun. Ini menunjukkan mereka cukup aktif dan tetap menjalankan ketentuan administrasi secara baik.

149

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

Jum lah Unit Us aha Kope ras i Se k unde r 7 7 P. POLDA PUSKUD PUS.MINA PKSU GKSI P.KOPWAN PKP - RI P.PONTREN PUSKSP P. VETERAN P.KOPDIT P.KOPPAS

Jumlah Anggota Koperasi Sekunder

N ama Koperas i

1 1 -

2 2 2 2

Jumlah Unit

86 60 47 31 27 24 22 16 12 8

143

405

Jumlah Unit

PUSKUD PKP - RI PUS.MINA P.KOPDIT PKSU P.KOPWAN P.POLDA GKSI PUSKSP P.PONTREN P.VETERAN P.KOPPAS

Jumlah Modal Koperasi Sekunder 23633


PUSKUD GKSI P.KOPW AN P.KOPDIT PUS.MINA PKP - RI P. POLDA PKSU P. VETERAN PUSKSP P.PONTREN P.KOPPAS

N a m a K o p e ra s i

Jumlah Volume Usaha Koperasi Sekunder 2680 2169 1656 3513 P.KOPWAN PUSKUD GKSI PKP - RI P.KOPDIT P.PONTREN PKSU P. POLDA PUS.MINA PUSKSP P.KOPPAS P. VETERAN

1349 1225 974 965 410 259 138 -

5891

17553

Nama Koperasi

Nama Koperasi

Jt Rupiah

926 553 472 381 321 99 90 36 Jt Rupiah

Jumlah SHU Koperasi Sekunder

Rata-rata Tingkat Solvabilitas Koperasi Sekunder

-27,02

86,40 75,37 54,33 21,33 21,00 19,89 10,65 8,34


Jt Rupiah

169,63 165,57
P.KOPPAS P. POLDA PUSKUD P.KOPDIT GKSI PKP - RI P.PONTREN PUSKSP PKSU P.KOPW AN P. VETERAN PUS.MINA

411,41 331,24 253,20 156,65 152,74 152,01 123,67 53,50 27,87 Persen

547,60
P. VETERAN PKP - RI P. POLDA PUS.MINA P.KOPDIT PUSKUD P.KOPW AN GKSI PUSKSP PKSU P.PONTREN P.KOPPAS

N am a K operasi

Rata-rata Tingkat Likuiditas Koperasi Sekunder 386,44 349,17 291,54

Nama Koperasi -

Rata-rata Tingkat Rentabilitas Koperasi Sekunder 19.23 P. POLDA P.KOPW AN PUSKSP GKSI PKP - RI PUSKUD P.KOPDIT P. VETERAN PKSU P.PONTREN P.KOPPAS PUS.MINA

179,36 178,52 119,69 83,88 63,64 51,25 30,52 Persen

P. VETERAN PKP - RI P. POLDA P.KOPDIT PUS.MINA PUSKUD P.KOPW AN GKSI PUSKSP PKSU P.PONTREN P.KOPPAS

Nama Koperasi

Nama Koperasi

0.43 -8.55

11.19 10.08 9.52 8.89 6.74 5.74 5.51

Persen

Gambar 3. Keragaan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi

150

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

Dari sisi provinsi, 4 provinsi masing-masing Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Sumatera Barat, hampir 90% Koperasi Sekundernya aktif menyelenggarakan RAT setiap tahun selama 5 tahun terakhir. Tiga provinsi masing-masing NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara kurang dari 50% koperasi sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahun. Sedangkan provinsi NTB 50% koperasi sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahunnya. Bahkan masing-masing satu koperasi sekunder dari NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat hanya menjalankan RAT satu kali selama 5 tahun terakhir. Dari sisi permodalan, hampir semua koperasi sekunder tingkat provinsi mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun dengan segenap keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis menjalankan usaha yang ada. Ratarata Koperasi sekunder menghadiri RAT yang diselenggarakan koperasi primer anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun jaringan usaha yang saling terkait dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan. Ada beberapa koperasi primer sampel menyatakan tidak memperoleh informasi memadai dari koperasi sekunder dalam kegiatan pengembangan usaha dan informasi pasar. 4.2 Koperasi Primer Anggota Koperasi primer anggota dari koperasi sekunder yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 107 koperasi. Jumlah ini dikategorikan menurut 12 jenis koperasi sekunder tingkat provinsi dengan perincian sebagai berikut: (1) KUD, 26 koperasi; (2) KUD Susu, 4 koperasi; (3) KOPDIT, 11 koperasi; (4) KUD MINA, 2 koperasi; (5) KPRI, 24 koperasi; (6) KOPPAS, 6 koperasi; (7) KOPPONTREN, 1 koperasi; (8) KSP, 7 koperasi; (9) KOPWAN, 5 koperasi; (10) KOPPOLDA, 12 koperasi, dan (11) KSU, 9 koperasi. Pada umumnya sebagian koperasi primer mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah makin menurun. Keragaan masing-masing golongan koperasi secara rata-rata selama 5 tahun (tahun 2001 2005) menurut urutan nilai terbesar dapat dilihat pada Gambar 4. Dari sisi jumlah anggota, KUD Susu memiliki anggota jauh lebih banyak diikuti, KUD MINA, KOPDIT, KUD, dan seterusnya. Pada sisi pengurus, KSP, KOPWAN, dan KOPPONTREN memiliki jumlah pengurus lebih banyak dibanding koperasi-koperasi lainnya. Untuk jumlah unit usaha, KSI memiliki jumlah yang lebih banyak (9 unit) diikuti masing-masing oleh KUD MINA dan KUD.

151

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

Jum lah Anggota Kope ras i Prim e r Anggota Sam pe l 3364 2434 1299 530 512 481 469 246 51 50 Orang 6421 KUD SUSU KUD MINA KOPDIT KUD KSU K. POLDA KP - RI KOPWA N KSP K.PONTREN KOPPA S
Nama Koperasi

Jum lah Pe ngur us Kope r as i Pr im e r Anggota Sam pe l 11 10 14 KSP KOPWA N K.PONTREN KOPDIT K. POLDA KUD SUSU KP - RI KUD MINA KUD KOPPA S KSU

Nama Koperasi

7 7 7

8 8 8 8

Orang

Jumlah Unit Usaha Koperasi Primer Anggota Sampel

Jumlah Modal Koperasi Primer Anggota Sampel 4848 11399 KUD KUD SUSU KOPDIT KOPWAN KOPPAS KP - RI KSP K. POLDA K.PONTREN KSU KUD MINA

Nam a K operasi

2 2 2 2

3 3 3

Unit

Nama Koperasi

4 4

9
KUD SUSU KUD MINA KUD KOPDIT K.PONTREN KSU KP - RI K. POLDA KSP KOPPAS KOPWAN 2618 1154 1030 913 871 688 670 450 273

Jt Rupiah

Jum lah V olum e Us aha Kope r as i Pr im e r Anggota Sam pe l 2757 2301 1018 1002 730 607 463 153 24 11 Jt Rupiah 8911 KUD SUSU KOPWA N KOPPA S KP - RI K. POLDA KOPDIT KSP KUD KSU KUD MINA K.PONTREN

Jumlah SHU Koperasi Primer Anggota Sampel 1110 KOPPAS KUD KSP KOPW AN KP - RI K. POLDA KSU KUD SUSU KOPDIT KUD MINA K.PONTREN

231 154 142 116 83 63 63 28 -

481

Nama Koperasi

Nama Koperasi

Jt Rupiah

Rata-rata Solvabilitas Koperasi Primer Anggota Sampel 417.84 404.50 368.48 297.21 207.68 168.86 159.46 152.42 144.83 109.24 Persen

Rata-rata Rentabilitas Koperasi Primer Anggota Sampel 25.67 21.02 KP - RI 20.78 KOPPAS 20.34 K. POLDA 19.24 KOPW AN 14.94 KSP 9.30 KSU 5.03 KUD 4.98 KOPDIT 1.87 KUD MINA KUD SUSU Persen K.PONTREN

K. POLDA KSU KP - RI KUD KUD SUSU KOPW AN KSP KOPPAS KOPDIT KUD MINA K.PONTREN

Nama Koperasi

Rata-rata Likuiditas Koperasi Primer Anggota Sampel 821.83 760.80 KSU K. POLDA KP - RI KUD KOPW AN KUD SUSU KSP KOPDIT KUD MINA KOPPAS K.PONTREN

353.58 285.94 149.78 145.11 130.61 122.31 104.60 91.01 Persen

Gambar 4. Keragaan Koperasi Primer Anggota Sampel

152

N aK am operasi

N a Koperasi am

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

Dari sisi modal, KUD memiliki modal terbesar mencapai Rp. 11,4 milyar jauh di atas koperasi-koperasi lainnya. Modal terbanyak kedua dicapai oleh KUD Susu disusul KOPDIT dan KOPWAN. Pada nilai volume usaha, KSI mencapai volume usaha terbesar disusul KOPWAN dan KOPPAS. Sedangkan nilai SHU terbesar dicapai oleh KOPPAS disusul KUD dan KSP. Sedangkan KUD MINA mencapai nilai SHU yang paling rendah. Dari sisi rasio keuangan, KOPPOLDA, KSU, KPRI, dan KUD mencapai nilai solvabilitas dan likuiditas yang lebih besar. Nilai solvabilitas dan likuiditas yang besar ini memiliki arti keempat koperasi tersebut memiliki kemampuan lebih baik dalam mengembalikan hutang. Sedangkan untuk rasio rentabilitas, 5 koperasi yang mencapai nilai paling besar adalah KPRI, KOPPAS, KOPPOLDA, KOPWAN, dan KSP. Nilai ini memiliki arti dari setiap seratus rupiah harta masing-masing koperasi, mampu menghasilkan nilai SHU sebesar nilai persentase masing-masing. Dari data yang terkumpul diketahui bahwa sebanyak 69,16% koperasi primer sampel atau 74 koperasi sudah memiliki gedung kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 10,28% atau 11 koperasi menempati gedung kantor berstatus sewa, dan sebanyak 20,56% atau 22 koperasi masih menempati gedung kantor dengan status pinjaman. Dari segi usia, sebanyak 39,25% atau 42 koperasi berusia lebih dari 20 tahun. Juga sebanyak 39,25% atau 42 koperasi berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 21,49% atau 23 koperasi berusia 3 sampai 9 tahun. Dari data ini, 78,50% koperasi primer sampel sudah berusia lebih dari 10 tahun. Perkembangan koperasi primer anggota koperasi sekunder tingkat provinsi dominan lebih baik. Dari 107 koperasi primer anggota, 59,81% atau 64 koperasi melaksanakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Hanya 2,80% atau 3 koperasi yang hanya melaksanakan RAT satu kali selama 5 tahun. Sisanya 37,38% atau 40 koperasi menyelanggarakan RAT 2-4 kali. Ini menunjukkan pada umumnya semua koperasi primer anggota masih beroperasi secara aktif dan konsisten menjalankan RAT setiap tahunnya. Secara umum, koperasi primer sampel tetap memenuhi kewajiban mereka yakni membayar simpanan pokok dan wajib kepada koperasi sekunder. Kesulitan utama yang dihadapi koperasi primer adalah permodalan yang terbatas. Beberapa koperasi primer sampel yang bergerak pada bidang perdagangan mengeluhkan persaingan harga yang makin ketat dengan swalayan dan pasar modern yang ada. Kesulitan lainnya adalah mengenai kemampuan sumber daya manusia pengurus koperasi yang belum baik. Ini adalah hambatan utama yang sering menyebabkan para anggota keluar dari keanggotannya.

153

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

Rata-rata koperasi primer terjalin usahanya dengan koperasi sekunder hanya sebatas organisasi dan belum kepada pelaksanaan fungsi-fungsi secara nyata. Rata-rata koperasi primer membutuhkan campur tangan pemerintah menangani permasalahan yang mereka hadapi mengenai bantuan permodalan, pembinaan dan pelatihan managemen serta kerjasama dengan berbagai pihak. V. HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui sejauh mana koperasi sekunder berperan menunjang aktivitas dan usaha-usaha koperasi anggotanya maka perlu dibahas sejauh mana keterkaitan di antara mereka. Keterkaitan di antara koperasi sekunder dan koperasi anggotanya dapat terwujud di dalam fungsi-fungsi yang dijalankan di antara mereka. Keterkaitan diantara koperasi dibedakan atas dua kategori. 1). keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota secara keseluruhan. 2). keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota dipisahkan menurut golongan fungsi yakni fungsi-fungsi kelembagaan, fungsi-fungsi usaha dan fungsi-fungsi penunjang. 5.1 Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya Dianalisis Menurut Keseluruhan Fungsi Koperasi sekunder secara nyata dapat terkait dengan koperasi primer anggotanya jika dilihat dari sisi pelaksanaan fungsinya secara menyeluruh. Pada tabel 2 disajikan distribusi frekuensi pelaksanaan fungsi-fungsi keterkaitan koperasi sekunder dengan anggotanya, dan pada tabel 3 disajikan nilai chi square menurut analisis keseluruhan fungsi integrasi. Hasil analisis pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai chi square sangat besar yaitu sebesar 304,04. Sedangkan nilai kritis chi square pada = 0,01 sesuai kurva normal adalah sebesar 99,44. Perbandingan antara keduanya menunjukkan bahwa nilai chi square hasil perhitungan lebih besar dari nilai kritis chi square. Ini berarti kita tolak hipotesis nol (H0) atau terima hipotesis alternatif (H). Tolak hipotesis nol (H0) memiliki arti bahwa secara keseluruhan koperasi sekunder memiliki hubungan keterkaitan yang signifikan dengan koperasi primer anggotanya. Namun setelah diuji keterkaitan tersebut dengan uji kontingensi, diperoleh nilai koefisien kontingensi koperasi sekunder sesuai tabel 3 hanya sebesar 0,497. Angka ini lebih kecil dari 0,5 sebagai kriteria statistik yang menunjukkan bahwa keterkaitan tersebut digolongkan kuat. Karena itu nilai koefisien kontingensi sebesar 0,497 memiliki arti bahwa ada keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer

154

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

Tabel Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Tabel 2. 2.Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya Koperasi Sekunder dengan Anggotanya
PUSKO WAN FUNGSI INTEGRASI FA1 FA2 FA3 FA4 FA5 FA6 FA7 FA8 FA9 FA10 FA11 FA12 FA13 FA14 FB1 FB2 FB3 FB4 FB5 FB6 FC1 FC2 FC3 FC4 FC5 J Kolom (%)
kunder

Sumber data: Primer diolah

Sumber data: Primer diolah

Tabel 3. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan KoefisienKoefisien Kontingensi Tabel 3. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Kontingensi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Keseluruhan Fungsi Koperasi Sekunder Dianalisis menurut Keseluruhan Fungsi
Nilai Chi Square ( 2) = 304,04 Nilai Kritis Chi Square dengan derajad bebas = 240 dan pada 0,01 sebesar 99,44 Hasil : 2 hitung > 2 tabel Keputusan : Tolak H0 atau terima H Kesimpulan : Koperasi sekunder terkait dengan koperasi primer anggotanya (menurut analisis keseluruhan fungsi keterkaitan). Nilai Koefisien Kontingensi = 0,497 artinya tingkat keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya tidak kuat (lemah).

Sumber data: Primer diolah

Sumber data: Primer diolah

PUSKUD 13 17 8 8 7 7 5 6 9 6 15 22 10 22 2 2 0 3 0 1 3 4 3 4 3 180 19.38

GKSI 3 4 2 3 0 2 0 2 2 3 4 4 4 4 1 3 0 3 0 1 1 0 0 0 0 46 4.95

PUSKOPDIT 5 7 2 7 5 6 6 6 4 5 6 8 6 8 6 4 1 4 2 3 6 6 6 2 4 125 13.46

PUSKUD MINA 2 2 1 1 1 0 0 0 1 0 1 2 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 1.51

10,87

PKP-RI 14 16 9 12 5 11 9 7 4 4 10 17 13 16 6 2 0 8 0 6 8 8 6 5 0 196 21.10

13,46 13,46

PUSKOPPAS 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 6 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 2.15

P.PONTREN 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 13 1.40

19,38

PUSKSP 1 2 2 2 1 1 2 1 0 3 3 4 1 4 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 40 4.31
21,10

PUSKOPPOLDA 2 7 5 4 3 3 1 1 4 1 4 9 4 9 3 1 0 1 0 0 30 2 2 2 3 101 10.87

PKSU

JUMLAH BARIS

(%)

2 4 2 4 4 3 3 2 2 2 4 4 3 4 3 1 1 3 1 1 3 3 3 3 4 69 7.43

9 4 6 6 5 5 5 5 5 6 8 6 8 4 4 4 5 2 4 4 4 4 4 4 4 125 13.46

53 65 38 49 32 40 33 31 33 31 56 83 51 80 27 18 8 27 8 17 56 28 25 21 19 929 100

5.71 7.00 4.09 5.27 3.44 4.31 3.55 3.34 3.55 3.34 6.03 8.93 5.49 8.61 2.91 1.94 0.86 2.91 0.86 1.83 6.03 3.01 2.69 2.26 2.05 100

155
PKP - RI PUSKUD

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

anggotanya, namun keterkaitan tersebut (keeratan hubungan) antara keduanya digolongkan lemah, yakni hanya sebesar 49,7%. Secara statistik, kita telah menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya. Berikut itu ditunjukkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang memperlihatkan keterkaitan tersebut pada Gambar 5 dan 6. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa secara frekuensi PKPRI melaksanakan 21,10% fungsi-fungsi keterkaitan dari total pelaksanaan semua fungsi oleh semua koperasi. Berikutnya, PUSKUD melaksanakan sebanyak 19,38% dan PKSU dan PUSKOPDIT masing-masing melaksanakan 13,46%. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat koperasi diatas secara frekuensi paling banyak melaksanakan fungsi-fungsi keterkaitan dengan anggotanya. Tiga koperasi yang sangat rendah presentase frekuensi pelaksanaan fungsinya adalah PUSKOPPAS (2,15%), PUSKUD MINA (1,51%), dan PUSKOPPONTREN (1,40%). Dengan persentase yang rendah seperti ini berarti koperasi-koperasi tersebut relatif kurang dapat melaksanakan fungsi-fungsi keterkaitannya. Ini berarti mereka mengabaikan tanggung jawabnya kepada koperasi anggotanya.

21,10 19,38 Koperasi Sekunder 13,46 13,46 10,87 7,43 4,95 4,31 2,15 1,51 1,40 Persen

PKP - RI PUSKUD PKSU P.KOPDIT P.POLDA P.KOPWAN GKSI PUSKSP P.KOPPAS PUS.MINA P.PONTREN

Sumber data: Primer diolah

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Semua Fungsi Keterkaitan oleh Koperasi Sekunder dengan Anggotanya Gambar 6 menunjukkan bahwa fungsi FA12 yaitu koperasi primer anggota menghadiri rat koperasi sekunder tingkat provinsi secara frekuensi paling banyak dilaksanakan oleh semua koperasi, yaitu

156

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

sebanyak 8,93%. Fungsi FA14 (koperasi primer anggota memenuhi kewajibannya kepada koperasi sekunder) dilaksanakan sebanyak 8,61%, dan FA2 (koperasi sekunder memberikan masukan yaitu menghadiri dan mengarahkan rat koperasi primer anggotanya) dilaksanakan sebanyak 7,00%.
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Masing-masing Fungsi oleh Koperasi Sekunder dengan Anggotanya
8,93 8,61

0,86 0,86

4,31 4,09 3,55 3,55 3,44 3,34 3,34 3,01 2,91 2,91 2,69 2,26 2,05 1,94 1,83

6,03 6,03 5,71 5,49 5,27

7,00

Persen

FA12 FA14 FA2 FC1 FA11 FA1 FA13 FA4 FA6 FA3 FA9 FA7 FA5 FA10 FA8 FC2 FB4 FB1 FC3 FC4 FC5 FB2 FB6 FB5 FB3

Gambar 6. Distribusi Frekuensi Pelaksanan Masing-masing Fungsi oleh Koperasi Sekunder dengan Anggotanya Empat fungsi paling rendah frekuensi pelaksanaannya adalah masing-masing FB2 (KS membangun jaringan pemasaran bagi anggota) sebesar 1,94%, FB6 (KS mengadakan temu usaha dengan koperasi anggotanya) sebesar 1,82%, FB3 (KS membantu pengolahan/proses produksi dari koperasi primer anggota) dan FB5 (KS membantu promosi produksi kepada koperasi primer anggota) masing-masing dilaksanakan hanya sebanyak 0,86%. Ini berarti keempat fungsi ini sangat jarang dilaksanakan oleh koperasi sekunder, padahal fungsi-fungsi tersebut adalah penting untuk menunjang kemandirian koperasi anggotanya. 5.2 Keterkaitan Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi dengan Koperasi Primer Anggotanya Dianalisis Menurut Kelompok Fungsi Analisis menurut kelompok fungsi dimaksudkan untuk melihat apakah ada keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi anggotanya dilihat dari 3 kelompok fungsi, masing-masing fungsi kelambagaan, fungsi usaha, dan fungsi penunjang. Pada tabel 4 disajikan distribusi frekuensi pelaksanaan fungsi-fungsi keterkaitan koperasi sekunder dengan anggotanya menurut katagori fungsi, dan pada tabel 5 disajikan nilai chi square menurut analisis kelompok fungsi integrasi.

Nama Fungsi

157

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Tabel Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Koperasi Sekunder dengan Anggotanya Menurut Kelompok Fungsi. Koperasi Sekunder dengan Anggotanya Menurut Kelompok Fungsi.
PUSKOPWAN FUNGSI INTEGRASI Kelembagaan Usaha Jlh Kolom FUNGSI INTEGRASI PUSKUD 155 8 180 PUSKUD GKSI 37 8 46 GKSI PUSKOPDIT 81 20 125 PUSKOPDIT PUSKUD MINA 14 1 14 PUSKUD MINA PKP-RI 147 22 196 PKP-RI PUSKOPPAS 20 1 22 PUSKOPPAS P.PONTREN 12 1 14 P.PONTREN PUSKSP 27 8 40 PUSKSP PUSKOPPOLDA 57 5 101 PUSKOPPOLDA PKSU JUMLAH BARIS

43 10

82 23

675 107 152 934 JUMLAH BARIS

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi-fungsi Keterkaitan Penun-jang 17 1 1 27 1 1 5 16 39 20 Koperasi Sekunder 24 dengan Anggotanya Menurut Kelompok Fungsi.
69 PUSKOPWAN 125 PKSU

Sumber data: Primer diolah

Sumber data: Primer diolah

Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan nilai chi square cukup besar yaitu sebesar 87,76. Sedangkan nilai kritis chi square pada = Kelembagaan 5. Nilai Chi81 155 37 14 147 20 12 43 57 82 Tabel 0,01 dengan derajad bebas 20 diperoleh 27 Koefisien Kontingensi 675 Square, Uji Signifikansi dan nilai sebesar 37,566. Jika nilai Koperasi hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai kritis chi8 squareSekunder1Dianalisis1menurut Kelompok Fungsi 23 chi square Usaha 8 20 22 1 8 10 5 107 maka diperoleh hasil nilai chi square hasil perhitungan lebih besar. Nilai Nilai Chi Square ( 12) kita87,761 hipotesis nol (H0) atau terima hipotesis alternatif ini17berarti = 24 tolak 27 Penun-jang 1 1 5 16 39 20 152 Nilai Kritis(H).Square hipotesis nol (H0) atau 20 dan pada 0,01 sebesar 37,566 Chi Tolak dengan derajad bebas = terima H memiliki arti bahwa secara Jlh Kolom 180 2 46 125 14 196 22 69 101 125 934 kelompok fungsi2 yaitu dilihat dari14 40 pelaksanaan fungsi-fungsi integrasi hitung > tabel Hasil : Sumber data: Primer sisi kelembagaan, usaha dan penunjang, diperoleh hasil Koperasi diolah Keputusan dariTolak H0 atau terima H : Sekunder memiliki keterkaitan yang signifikan dengan Koperasi Kesimpulan : Koperasi Sekunder terkait dengan Koperasi Primer Anggotanya Primer anggotanya. analisis kelompok fungsi keterkaitan). (menurut
Nilai Koefisien Kontingensi = 0,293 artinya tingkat keterkaitan antara Koperasi Tabel 5. Nilai Chi Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Kontingensi Tabel 5. Nilai Square, Uji Signifikansi dan Koefisien Anggotanya Sekunder dengan Koperasi Primer Kontingensi Koperasi Sekundertidak kuat (lemah). Koperasi SekunderDianalisis menurut Kelompok Fungsi Dianalisis menurut Kelompok Fungsi

Sumber data: Primer diolah

Nilai Chi Square ( 2) = 87,76 Nilai Kritis Chi Square dengan derajad bebas = 20 dan pada 0,01 sebesar 37,566 Hasil : 2 hitung > 2 tabel Keputusan : Tolak H0 atau terima H Kesimpulan : Koperasi Sekunder terkait dengan Koperasi Primer Anggotanya (menurut analisis kelompok fungsi keterkaitan). Nilai Koefisien Kontingensi = 0,293 artinya tingkat keterkaitan antara Koperasi Sekunder dengan Koperasi Primer Anggotanya tidak kuat (lemah).

Sumber data: Primer diolah

Sumber data: Primer diolah

Namun setelah diuji keterkaitan tersebut dengan uji kontingensi, diperoleh nilai koefisien kontingensi hanya sebesar 0,293 (tabel 5).

158
6

Kajian Tentang Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya (Togap Tambunan dan Jannes Situmorang)

Angka ini lebih kecil dari 0,5 sebagai kriteria statistik yang menunjukkan bahwa keterkaitan tersebut digolongkan kuat. Karena itu nilai koefisien kontingensi sebesar 0,293 memiliki arti bahwa ada keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya, namun keterkaitan tersebut (keeratan hubungan) antara keduanya digolongkan cukup lemah, yakni hanya sebesar 29,3%. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai keterkaitan koperasi sekunder dengan koperasi anggotanya pada delapan daerah survei masing-masing provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Barat, dirumuskan beberapa kesimpulan sesuai tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Dilihat dari pelaksanaan keseluruhan fungsi integrasi vertikal, koperasi sekunder terkait dengan koperasi primer anggotanya. keterkaitan ini signifikan atau nyata namun memiliki tingkat hubungan yang lemah. 2. Dari sisi pelaksanaan kelompok fungsi integrasi vertikal masingmasing fungsi-fungsi kelembagaan, fungsi-fungsi usaha, dan fungsi-fungsi penunjang, koperasi sekunder terkait dengan koperasi Primer anggotanya. Keterkaitan ini juga signifikan namun tingkat keterkaitannya lemah. 6.1 Saran Sesuai hasil analisis yang menunjukkan bahwa keterkaitan koperasi sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggota yang lemah maka disarankan agar koperasi sekunder harus meningkatkan capacity building melalui pelatihan, penyuluhan, pemasyarakatan, pemberdayaan prinsip-prinsip koperasi dan teknis perkoperasian. DAFTAR PUSTAKA Agresti. A. and Barbara. F. Statistical Methods for the Social Sciences. Prentice Hall, New Jersey. Anonim, (1992). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 12 tentang Perkoperasian. -------------, (2004). Pedoman Pengembangan Koperasi Khusus Koperasi Sekunder di DKI Jakarta Tahun 2004. Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi DKI Jakarta, Jakarta.

159

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 140-160

-------------, (2006). Solusi Koperasi & Usaha Kecil. Warta Koperasi. No. 164, Maret 2006, Jakarta. Bayu Krisnamurthi, (1988). Perkembangan Kelembagaan dan Perilaku Usaha Koperasi Unit Desa di awa Barat. Suatu Kajian Cross-Section. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Djarwanto, (1999). Statistik Nonparametrik. BPFE Yogyakarta. Donald Ary, L. Ch. Yacobs and Razavich, (1979). Introduction in Research Education 2nd Editon. Hott Rinehart and Winston, Sydney. Earl R. Babie, (1973). Survey Research Methods. Belmont, Wadsworth Publication Co., California. Hadi. S, (1987). Statistik II. Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta. ICA, (1995). Farmer Organizations and Rural Cooperatives. International Cooperative Aliance (ICA) Communication, May 1995. (//gopher.adp.wisc.edu:70) Partomo. S.T. dan Abdul Rahman S, (2002). Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi. Penerbit, Ghalia Indonesia, Anggota IKAPI, Jakarta. Suwandi, (1987). Koperasi Organisasi Ekonomi yang Berwatak Sosial. Bharata, Jakarta. Suwandi, (2005). Revitalisasi Koperasi Sekunder Nasional. Media Pengkajian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, No: 26 Tahun XX 2005, Jakarta.

160

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga)

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial*) Burhanuddin R**) dan Pariaman Sinaga***) Abstract At first assessment was dedicated to Puskowanjati on her 50th anniversary on March, 1, 200 in implementing mutual liability system. Mutual liability system is a phenomenal system, because it was successful in uniting women and house wives into cooperative organization. In the frame of revealing a part of some factors that influenced the success of the system concerned, this assessment was done by using psychological variables and especially psychosocial one. The result was significantly interesting to be a thinking material in the process of cooperative promotion and development in the future time. Sistem tanggung renteng, kohesivitas, penyesuaian diri, kewirausahaan, dan dinamika kelompok I. Pengantar Definisi koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan kepada prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaaan. Selaku badan usaha, koperasi juga dihadapkan pada dua lingkungan bisnis yakni lingkungan eksternal dan internal, yang dipengaruhi beberapa faktor seperti: faktor sumber daya manusia (SDM), modal, pasar, teknologi, produksi, kebijakan moneter, dan kebijakan publik lainnya. Lembaga koperasi ini terdiri dari kelompok orang yang disebut anggota berdasar sifat individu dan tidak berdasarkan modal atau saham. Oleh karena itu, aspek manusia sangat penting dalam kehidupan berkoperasi di Indonesia dan tidak hanya berdasarkan modal dan saham. Anggota koperasi mempunyai identitas ganda, baik sebagai pemilik dan pelanggan/pengguna jasa organisasinya. Peran anggota koperasi dengan berdasar identitas tersebut merupakan faktor strategis dalam pengembangan koperasi di Indonesia. Peran aktif anggota koperasi menentukan target yang
Kajian Asdep Urusan Penelitian Koperasi tahun 200. Artikel diterima 25 Mei 200, peer review 25 Mei s.d. 8 uni 200, review terakhir uli 200. **) Peneliti Utama pada Deputi Pengkajian SDM KUKM (tim peneliti). ***) Asdep Urusan Penelitian Koperasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (tim peneliti).
*)

161

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 161-170

akan dicapai organisasi koperasi dapat tercapai atau tidak. Implementasi dalam mewujudkan target koperasi dapat diraih dengan bantuan manajemen dan pengurus yang mengarahkan kegiatan bisnis koperasi. Dengan demikian, terdapat dua identitas yang melekat pada anggota koperasi termasuk sebagai diri pribadi manusia dengan ciri psikologis tertentu dan terpisahkan dari kesehatan koperasi. Koperasi tidak dapat berkembang apabila anggota koperasi tidak berperan aktif di lembaganya. Artinya, aspek psikologi dan khususnya psikososial di koperasi juga merupakan faktor penting untuk keberlangsungan hidup koperasi. Beberapa variabel penting koperasi yang berkaitan dengan dua identitas ganda koperasi adalah; kohesivitas anggota koperasi, penyesuaian diri dan kewirausahaan. Kohesivitas anggota koperasi sesuai dengan ciri khas koperasi yaitu individu yang saling berinteraksi dalam berkelompok untuk mencapai tujuan koperasi. Penyesuaian diri berkaitan dengan peran individu untuk menyesuaikan diri terhadap kepentingan diri dan kepentingan koperasi. Kewirausahaan merupakan sikap pribadi berkaitan dengan kepentingan ekonomi pribadi dan koperasi. Terkait dengan ketiga variabel ini, naskah ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada koperasi primer anggota Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) dalam rangka meneliti aspek psikologis dalam pengembangan sistem tanggung renteng. II. Sistem Tanggung Renteng Tanggung jawab bersama diantara anggota dalam satu kelompok atas segala kewajiban terhadap koperasi dengan dasar keterbukaan dan saling mempercayai. Inilah prinsip tanggung renteng yang melibatkan tiga unsur utama yaitu kelompok, kewajiban dan peraturan, dan ketiganya ditengarai berpeluang untuk direplikasi ke koperasi lain. Dalam penerapan sistem ini, keberadaan kelompok merupakan wadah anggota dalam beraktivitas untuk pemenuhan hak dan kewajiban sebagai anggota koperasi. Di samping itu, kelompok juga sebagai wahana dan sarana komunikasi antar anggota maupun dengan koperasinya. Dengan demikian dalam kelompok juga akan terjadi proses pembelajaran bagi anggota. Untuk itu kelompok diwajibkan untuk mengadakan pertemuan rutin secara berkala. Bila proses sistem tanggung renteng diterapkan secara benar, maka akan terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota. Sebuah sikap dan perilaku yang dilandisi kesadaran terhadap tata nilai tanggung renteng yaitu kebersamaan, keterbukaan, saling percaya, musyawarah, disiplin dan tanggung jawab. Hal inilah yang menjadi modal utama bagi koperasi apapun untuk bisa tumbuh dan berkembang baik dari sisi organisasi maupun usaha.

162

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga)

III.

Metode Kajian Kajian ini dilaksanakan dengan metode survei yang dilengkapi dengan observasi langsung kepada objek kajian tanpa memberikan perlakuan apapun sehingga terjadi aktivitas yang saling mempengaruhi (expost facto model). Analisis data menggunakan teknik analisis persamaan regresi sederhana dan persamaan regresi berganda yang dalam penyajian hasil kajian dilengkapi dengan analisis statistik deskriptif berupa grafik histogram rerata dan matriks kategori. 3.1 Penetapan Kerangka Pengambilan Contoh (Sampling Frame) Subyek atau responden penelitian ditetapkan secara sengaja (purposive sampling method) sebanyak 160 orang dan dalam pelaksanaannya meningkat menjadi 170 orang, namun kemudian yang layak diukur ditemukan hanya sebanyak 162 orang.
Lokasi Koperasi Kelompok 4 3 1 8 2 2 2 6 Anggota (orang) 10 10 10 ------Responden (orang) 80 60 20 160

1. Kabupaten Malang 2. Kota Surabaya 3. Kabupaten Pasuruan Jumlah 4.1

Pengumpulan data ditetapkan di tiga lokasi yang juga ditetapkan Variabel Kohesivitas secara sengaja, yaitu di Kabupaten Malang, Kota Surabaya, dan Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, pada bulan Februari 2009. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu; kohesivitas, penyesuaian dan kewirausahaan. Semua data variabel diukur dengan 22 memakai skala Likert, dan setiap variabel telah memiliki koefisien reliabilitas yaitu : untuk variabel kohesivitas, sebesar 0,8496 (Martono, 57 1996); vairabel penyesuaian, 0,9179 (Mardiyati, 2004); dan variabel kewirausahaan 0, 9646 (Pariaman dan Hidayat, 2004). 1 3.2 Penetapan Koperasi Contoh
2 3

Jumlah koperasi primer wanita yang menjadi anggota Puskowanjati sampai tahun 2008 tercatat sebanyak 46 koperasi primer 83 dan yang ditetapkan sebagai sampel kajian sebanyak delapan anggota koperasi primer wanita yaitu: 1. KSP Citra Lestari, Lawang; 2. KSP Kartini Mandiri, Batu; 3. KSU Kartika Chandra, Pandaan; KSU Setia Budi Wanita, Malang; Tabel 1.4.Ringkasan Hasil Kategorisasi Kohesivitas Anggota Koperasi
Kategori Tinggi Sedang Rendah Jumlah (Org) 83 57 22 Persentase (%) 51 35 14

163

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 161-170

5. 6. 7. 8.

KSU Mawar Putih, Malang; KSU Setia Bhakti Wanita, Surabaya; KSU Setia Kartini Wanita, Sidoarjo; dan KSU Waspada, Surabaya.

Pemilihan dan penetapan sampel dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan keragaman lokasi kajian dan anggota koperasi, status dan peringkat koperasi. 3.3 Definisi Operasional Variabel Berdasarkan penulusuran terhadap beberapa literatur dan jurnal kajian yang sejenis khususnya yang berkaitan langsung dengan variabel kajian, telah berhasil dirumuskan tiga definisi operasional variabel untuk digunakan dalam kajian. Kohesivitas adalah keterikatan anggota kelompok sesuai dengan kebutuhan berkelompok, keterlibatan, kekuatan kelompok, toleransi terhadap kelompok dan pemenuhan harapan untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama. Penyesuaian diri adalah perilaku belajar mengatasi dorongan dari tuntutan diri dan lingkungan dengan mengendalikan tindakan langsung dan hubungan interpersonal. Kewirausahaan adalah kecenderungan individu yang percaya diri untuk bekerja mandiri, mampu melihat peluang bisnis, dan memiliki sifat kepemimpinan, inisiatif, kreatifitas, bekerja keras, optimis, berani mengambil risiko, dan peka terhadap kritik dan komentar/pendapat pihak lain. IV. Hasil Penelitian 4.1 Variabel Kohesivitas
22 57 1 2 3

83

Gambar 1. Grafik Kohesivitas Anggota Koperasi Wanita Sampel

164

22 57

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga) 1


2 3

Kohesivitas koperasi sebagai bukti interaksi antar anggota ditemukan cukup tinggi di koperasi wanita sampel. Tabel 1 kategorisasi menunjukkan kohesivitas anggota koperasi wanita tinggi. Keterikatan 83 anggota akan keberlangsungan hidup koperasi akan membuat anggota koperasi terlibat dalam kelompok di koperasi. Kelompok kelompok koperasi yang menerapkan tanggung renteng akan merasa saling terikat. Keterikatan akan aturan dan kepentingan ekonomi membuat anggota koperasi secara sadar menerapkan sistem tanggung renteng.
Tabel 1. 1. Ringkasan Hasil Kategorisasi Kohesivitas Anggota Koperasi Tabel Ringkasan Hasil Kategorisasi Kohesivitas Anggota Koperasi Kategori Tinggi Sedang Rendah Total Jumlah (Org) 83 57 22 162 Persentase (%) 51 35 14 100

Dinamika Kelompok Individu dalam kelompok mempunyai keterikatan dengan kelompok sesuai dengan bagaimana penyesuaian diri individu dan interaksi individu di dalam kelompok. Kohesivitas kelompok menunjukkan keterikatan individu dengan individu lain dalam kelompok. Individu belajar menyesuaikan diri dengan kepentingan pribadi dan kelompok. Kewirausaha individu dalam koperasi karena ada contoh dalam kelompok untuk mengelola bisnis dalam rumah tangga dan koperasi.
TabelTabel 2. Diskripsi Kohesivitas 2. Diskripsi Kohesivitas Dinamika Kohesivitas a. Ukuran terbatas (kecil) b. Pengaruh masih ketat c. Rasa sepenanggungan d. Rasa keterkaitan e. Ada mitra tanding f. Kesempatan partisipasi g. Saling melengkapi h. Ada sistem imbalan (Alderfer, dalam Hadipranata, 1987) (Alderfer, dalam Hadipranata, 1987) 4.2 Variabel Penyesuaian Diri
Penyesuaian

a. b. c. d. e. f. g.

Dampak Kohesivitas Kepuasan Rasa tanggung jawab Optimalisasi prestasi Komunikatif Rasa kami kuat Menolak perombakan kelompok Penampilan kerja baik

165

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 161-170

Kelompok yang berkohesivitas dengan memiliki jati diri sosial (social identity) dan memiliki kekuatan kerjasama yang tangguh, sedangkan yang tidak berkohesivitas cenderung lemah terhadap kerjasama. Jati diri kelompok kohesif membuat kerjasama pada setiap peringkat organisasi termasuk internal pengurus koperasi, sehingga menimbulkan pengembangan kepribadian yang unik, baik sifat-sifat individu maupun watak kelompoknya. Setiap anggota memberikan kelebihannya dan menerima kekurangannya. Kohesivitas juga menciptakan motivasi sosial karena kohesivitas kelompok di koperasi wanita identik dengan keragaman atau disebut juga kelompok bhinneka. Kelompok bhinneka adalah kelompok yang anggotanya memiliki perbedaan nilai, pendapat, kemampuan maupun perspektifnya memiliki karakter yang dibutuhkan bagi efisiensi kinerja kelompok. Hal ini membuat keberhasilan kelompok lebih utuh. Anggota koperasi dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama. Sebagai bentuk partisipasi koperasi akan membuat saling pengertian yang lebih baik dan kemudian lebih memiliki keikatan dalam penyelesaian tugas secara positif dan efektif. Keberhasilan pengaruh kohesivitas kelompok terhadap produktifitas koperasi dapat dikatakan tergantung pada pengaturan koperasi terhadap kelompok dalam pencapaian tujuan bersama. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kohesivitas suatu kelompok (Jannis, 1989), yaitu: a) Kiprah interaksi personalnya, b) Jumlah anggota yang ideal kurang dari enam orang, c) Keterbukaan isolasi dari luar, d) Kesediaan bermitra tanding, e) pertaruhan nama kelompok atau jiwa korps, f) Aktivitas berperan serta dalam keputusan, dan g) Hadiah lebih besar dari hukuman. Langkah-langkah untuk menguatkan kohesivitas dalam kelompok dapat dilakukan. Menurut Steiner (1972), efektifitas kelompok kohesif itu: 1) Derajat keterikatan anggota kelompok, 2) Produktifitas kerja kelompok, dan, 3) Kepuasan kerja anggota kelompok. Karenanya diperlukan beberapa syarat (Katz, 1982), yaitu antara lain: a) Tatanan tugas, pekerjaan dan aturan kerja yang mapan, b) Sumber daya kelompok yang tepat penempatannya, artinya ada job requirement, terbuka dan memperoleh peluang untuk bermitra tanding atau berkompetisi yang sehat, c) Mekanisme kerja kelompok demokratis. Setiap anggota memperoleh tanggungjawab terhadap beberapa tugas-tugas yang sudah rutin. Kelompok yang beriklim kohesif ini dalam membuat keputusan lebih efektif, lebih kreatif dan dalam penyelesaian masalah pun lebih koordinatif serta lebih produktif dari pada sejumlah orang yang sama dalam kelompok biasa yang biasanya kerja kurang terkoordinasi. Penelitian tersebut juga dikenakan berbagai macam jenis pekerjaan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah kelompok kohesif jauh lebih

166

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga)

baik daripada kinerja individual. Hanya saja kadangkala untuk jenis pekerjaan seni, maka kerajinan tangan yang bersifat pribadi dan kinerja perorangan lebih baik daripada dikerjakan bersama 4.2 Variabel Penyesuaian Diri
Penyesuaian

43

51
1 2 3

68

Gambar 2. Grafik Penyesuaian Anggota Koperasi Wanita Sampel Penyesuaian diri wanita anggota koperasi dapat diamati pada Grafik 2 dan Tabel 2. Ternyata dari hasil pengukuran ditemukan bahwa koperasi cukup tinggi. Wanita anggota koperasi akan merasa senasib sepenanggungan dengan mengedepankan penyesuaian diri sehingga kepentingan ekonomi dapat terwujud secara bersama-sama. Wanita melakukan penyesuaian diri terutama berkaitan dengan lingkungan dimana kelompok berkumpul sebagai wujud tanggung renteng koperasi. 4.3 Variabel Kewirausahaan Grafik 3 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa kategori anggota koperasi tinggi pada aspek kewirausahaan. Penjelasan perilaku wanita wirausaha yang tinggi berkaitan dengan tanggung renteng. Hal tersebut disebabkan sistem tanggung renteng itu sendiri memberikan kesempatan anggota koperasi untuk berinteraksi sehingga timbul perilaku mencontoh. Model tanggung renteng menerapkan perilaku belajar peraturan. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bandura bahwa keyakinan individu akan dirinya yang dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Munculnya keyakinan diri seseorang mengenai kemampuannya dalam menampilkan suatu bentuk perilaku menggambarkan hubungan dengan situasi yang dihadapi seseorang tersebut dan menempatkannya sebagai elemen kognitif dalam pembelajaran sosial. Figur dalam kelompok akan mendorong individu dalam koperasi untuk belajar mengelola keuangan dengan lebih baik terutama berkaitan dengan peraturan sebagai turunan dari model.

167

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 161-170 Grafik 2. Grafik Penyesuaian Anggota Koperasi Wanita Sampel

Tabel Ringkasan Hasil Kategorisasi Penyesuaian Anggota Koperasi Tabel 3. 3. Ringkasan Hasil Kategorisasi Penyesuaian Anggota Koperasi
Kategori Jumlah Persentase (org) (%) Tinggi Kewirausahaan 68 42 Sedang 51 32 Rendah 43 26 Total 162 100
30
Kewirausahaan 61

1 2 3

30 61

71

1 2 3

Grafik 3. Grafik Kewirausahaan Anggota Koperasi Wanita Sampel


Gambar 3. Grafik Kewirausahaan Anggota Koperasi Wanita Sampel Tabel 4. Ringkasan Hasil Kategorisasi Kewirausahaan

71

Tabel 4. Ringkasan Hasil Kategorisasi Kewirausahaan Anggota Koperasi Anggota Koperasi Kategori Tinggi Sedang Rendah Total
VI. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan ditemukan bahwa ketiga variabel menempati kategori tertinggi, secara berturut-turut adalah: kewirausahaan (71 persen); penyesuaian diri (68 persen); dan kohesivitas (51 persen).

Jumlah (org) 71 61 30 162

Persentase (%) 44 38 18 100

168

Sistem Tanggung Renteng: Perspektif Psikososial (Burhanuddin dan Pariaman Sinaga)

Penemuan ini mencerminkan bahwa jiwa kewirausahaan anggota koperasi primer ternyata mempengaruhi dan turut menentukan kelangsungan usaha koperasi-koperasi primer wanita yang bernaung dalam Puskowanjati. Para wanita anggota koperasi primer yang mempraktekkan sistem tanggung renteng ditengarai turut menopang kehidupan organisasi koperasi masingmasing. Hasil kajian juga menggambarkan adanya kemampuan adaptasi para wanita anggota koperasi dalam mengadopsi suatu sistem yang diyakini bersama dapat membantu pemenuhan ekonomi rumah tangga mereka. Keberhasilan tanggung renteng sebagai suatu sistem dapat dicermati dari unsur rasa keterikatan anggota kepada kelompoknya dan koperasinya. Hal ini mendukung upaya penyelamatan asset dan ketersediaan likuiditas koperasi sehingga semua anggota koperasi memiliki kesempatan yang relatif sama untuk mendapatkan pelayanan dari koperasi masing-masing. Aspek-aspek psikososial yang berhasil diukur ini nampaknya perlu dipertimbangkan dengan lebih cermat di masa akan datang sebagai bagian dari pola pembinaan koperasi dan anggotanya. Hasil kajian juga mengindikasikan bahwa pengembangan koperasi tidak bisa terlepas sepenuhnya dari aspekaspek psikologis dan sosiologis anggotanya. Hal tersebut disebabkan karena dasar pendirian koperasi adalah merupakan kumpulan orang-orang (human capital) dan bukan semata-mata kepada unsur permodalan. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka generalisasi kajian dalam bentuk replikasi sistem tanggung renteng masih memerlukan kajian lebih mendalam dengan lingkup lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Hadipranata, A.F., (1987). Laporan Hasil Lokakarya. Mikeo. Yogyakarta: Studio Yogyayasa Laboratorium Sumberdaya Manusia. Hadipranata, A.F., (1987). Mikeo. Yogyakarta: Badan Pelaksana Pendidikan dan Latihan Ketenagakerjaan Yogyakarta. Hadipranata, A.F., & Rasyid, H.F., (1990). Perbedaan Semangat Kerja Karyawan Dalam Kelompok Yang Kohesif dan Yang Tidak Kohesif Pada Perusahaan Tenun ATBM Kodya Yogyakarta. Laporan Penelitian.Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Katz, R., (1982). The Effects of Group Longerity on Project Communication and Performance. Administrative Science Quarterly, 27, 81-104. Himam, F., (1993). Identifikasi dan Analisis Alat Ukur Penelitian di Bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

169

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 161-170

Jannis, I.L. (1989). Crucial Decissions. New York: The Free Press. Mardiyati.A., (2004). Kebahagiaan Perkawinan Ditinjau Penyesuaian Diri dan Sikap Terhadap Konsep Wanita Ideal awa. Steiner, I., (1972). Group Process and Productivity. New York: Academic Press. Zander, A., (1979). The Psychology of Group Processes. Annual Review of Psychology, 30, 417-452. Zander, A., (1982). Making Group Effective. San Fransisco: Jossey Bass.

170

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

KAJIAN DAMPAK KOPERASI TERHADAP ANGGOTANYA1*) Achmad H. Gopar**) Abstract This research has been conducted in order to asses the impacts of cooperatives for its members. Assessment is implemented in three provinces; North Sumatra, D.I. Yogyakarta, and North Sulawesi, covered 15 cooperatives and about 150 members of cooperatives. Data are analyzed using simple descripted statistics. The research indicates some important results. Human resources of cooperatives board of directors, management and members are weak. The weaknesses have been occurred in some areas such as education, experiences and composition of directors and management. The rules of conduct in cooperatives have not been developed systematically, the tasks and the responsibilities for directors, management, auditors and members are not explicitly written. Financially, cooperatives fail to mobilize capital and to use it more productive. Cooperatives has not built financial intermediary system among themselves so that the capital can be used more productive and efficiently. Cooperatives have given good impacts for its members, especially in rural areas. The impact get through the services i.e.; cooperative pricing policy, the quality of product, and the timing of services. Market information from cooperatives is also useful for members in selling their products. Members are also benefited through saving and loan activities. Dampak, indikator, kelompok sasaran, partisipasi, intermediasi, kemanfaatan I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Tiga alasan utama yang melatarbelakangi pentingnya penelitian untuk menilai dampak koperasi pada tingkat anggotanya: 1). Kepentingan untuk mengembangkan koperasi sebagai alat untuk ingan meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin; 2). Kepentingan untuk mengukur kemajuan koperasi menurut dimensi pertumbuhan secara agregat dan sumbangannya terhadap pendapatan regional maupun nasional. Pengukuran yang dilakukan selama ini dirasakan belum memadai untuk menerangkan manfaat keberadaan koperasi bagi anggota dan masyarakat sekitarnya; dan 3). Pemikiran bahwa dalam melihat
Kajian Suplementasi Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK tahun 2006. Artikel diterima 12 Mei 200, peer review 12 Mei s.d. 8 uni 200, review akhir uli 200. **) Peneliti pada Deputi bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK (peneliti kajian).
*)

171

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185

kemajuan yang dicapai koperasi atau manfaat kehadiran koperasi di tengah-tengah masyarakat perlu pemantauan dan evaluasi sejauhmana dampak koperasi terhadap anggotanya. Bertitik tolak dari ke tiga alasan di atas maka lahirlah gagasan dan pemikiran untuk mengembangkan sistem monitoring dan evaluasi dampak koperasi di tingkat anggota. Untuk itu diperlukan upaya untuk mengembangkan indikator-indikator monitoring dan evaluasi dampak koperasi terhadap anggotanya. Indikator-indikator tersebut diujicobakan dalam penelitian agar bisa disempurnakan dan secara berkesinambungan disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengukur dampak koperasi terhadap anggota. Penelitian ini merupakan suplementasi dari penelitian Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara KUKM, yang dilaksanakan tim dari Universitas Indonesia dengan judul Kajian Dampak Pemberdayaan KUKM terhadap Kesejahteraan Rakyat, tahun anggaran 2006. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Melakukan uji coba dan pengembangan indikator-indikator pengukuran dampak koperasi terhadap anggota; b. Melakukan pengukuran dampak koperasi terhadap anggota pada beberapa lokasi terpilih. 1.3 Manfaat Penelitian Kegiatan penelitian ini pada dasarnya akan dapat memberikan manfaat ganda, baik kepada gerakan koperasi maupun kepada pemerintah, dalam hal-hal sebagai berikut : Manfaat yang dapat diambil oleh gerakan koperasi adalah sebagai berikut:  Meningkatkan kemampuan analisis secara kritis para pengelola koperasi; 2 Memberikan masukan kepada koperasi itu sendiri dalam rangka merumuskan kebijakan organisasi dan usahanya. Sedangkan bagi Pemerintah kegiatan ini akan memberikan manfaat sebagai berikut : 1 Memberikan masukan informasi yang berguna dalam penyusunan kebijaksanaan pembangunan koperasi; 2 Memberikan masukan kebijaksanaan dalam penyusunan sistem dan mekanisme monitoring dan evaluasi pembangunan perkoperasian.

172

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

1.4

Ruang Lingkup Mengingat penelitian ini lebih merupakan proyek perintisan yang bersifat eksperimental study yang pelaksanaannya dilakukan juga oleh koperasi, maka cakupan kegiatannya meliputi sebagai berikut: 1. Alih Pengetahuan Uji coba dan pengambilan data pada penelitian melibatkan langsung tenaga pengelola koperasi sebagai pelaksana pengumpulan data penelitian. Tenaga-tenaga dari koperasi tersebut diikutsertakan dalam proses pelaksanaan penelitian sehingga diharapkan akan terjadi proses alih pengetahuan (learning by doing) mengenai penelitian perkoperasian. 2. Aspek Penelitian Para pengelola yang melaksanakan penelitian tersebut dibekali dengan pengetahuan teknis penelitian maka selanjutnya mereka langsung dilibatkan dalam praktek atau proses penelitian. Obyek pengamatan adalah koperasi dan anggotanya. Sebagai responden untuk mewakili koperasi adalah pengurus atau pengelola koperasi, sedangkan untuk anggota koperasi diwawancarai sebanyak sepuluh orang anggota koperasi yang ada di wilayah kerjanya. Dari mereka digali informasi yang dibutuhkan dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. 3. Aspek Pengamatan Informasi atau data yang dikumpulkan pada dasarnya tergantung pada tujuan yang hendak dicapai oleh penelitian itu sendiri. Dalam kerangka monitoring dan evaluasi dampak koperasi, maka secara umum dapat dikelompokkan dalam dua kategori data, yaitu: 1) Data yang bisa dimonitor setiap saat dan secara terus menerus (monitorable), seperti misalnya jumlah anggota, jumlah simpanan, volume usaha dan sebagainya; dan 2) Data yang tidak yang tidak bisa dimonitor (unmonitorable). setiap saat, seperti persepsi anggota terhadap kualitas pelayanan koperasi dan seterusnya. Dalam monitoring perkembangan koperasi yang dilakukan oleh pemerintah secara rutin dan terus menerus selama ini adalah menggunakan data atau indikator kuantitas yang bisa dimonitor. Mekanisme monitoring semacam ini sudah berjalan dengan baik, dari tingkat yang paling bawah (kabupaten/kota) sampai dengan tingkat nasional. Keuntungan cara ini adalah datanya tersedia, mudah diperoleh dan dapat dilakukan secara nasional. Namun kelemahannya adalah kemungkinan datanya kurang reliable dan belum memadai untuk menggambarkan apakah kehadiran koperasi

173

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185

itu memberikan manfaat bagi sebagian besar anggota dan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengukuran dampak koperasi terhadap anggota tidak hanya diambil dari data kuantitatif yang diperoleh dari koperasi, namun akan lebih ditekankan pada tingkat anggota. Dengan lain perkataan di samping data yang bisa dimonitor dari koperasi juga akan diambil data berdasarkan persepsi atau opini anggota. II. Kerangka Pemikiran Setidaknya ada tiga cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan koperasi, yaitu dilihat dari dimensi pertumbuhan (cooperative growth), sumbangannya terhadap GDP maupun GNP (cooperative share), dan dampak koperasi (cooperative impact) terhadap anggota dan lingkungan yang dipengaruhinya. Dimensi pertama dapat dijelaskan sebagaimana berikut. Berdasarkan suatu asumsi bahwa semua koperasi akan berusaha secara maksimal untuk melayani anggotanya atau berorientasi pada kepetingan anggota, maka dengan semakin besarnya pertumbuhan koperasi memberikan indikasi semakin banyak jumlah anggota yang memperoleh manfaat dari kehadiran koperasi. Berdasarkan asumsi ini maka pengukuran keberhasilan pembangunan koperasi dapat dilakukan melalui pengukuran pertumbuhannya. Dengan menggunakan cara yang pertama, yaitu dilihat dari perspektif pertumbuhan koperasi ternyata hasilnya belum memuaskan. Banyaknya anggota belum menggambarkan besarnya manfaat keberadaan koperasi karena hanya sebagian kecil dari mereka yang memiliki akses terhadap pelayanan koperasi. Di lain pihak jika kita mengukur dari segi cooperative share terhadap GDP, peranan koperasi terlihat belum memadai dan belum menggambarkan dampak penggandanya terhadap seluruh aspek kehidupan anggota koperasi maupun masyarakat. Pemikiran ini selanjutnya akan sampai pada suatu justifikasi bahwa mengukur keberhasilan koperasi menurut dimensi pertumbuhan dan sumbangannya terhadap GDP dianggap kurang memadai. Mengingat basis kekuatan koperasi adalah pada anggota, maka partisipasi anggota merupakan kata kunci yang melambangkan dampak keberhasilan koperasi dalam memperbaiki kesejahteraan para anggotanya. Selain itu partisipasi merupakan dasar kekuatan koperasi. Pengukuran dampak koperasi dalam bentuk kemanfaatan koperasi dan partisipasi sebagai komplemen bahkan mungkin subtitusif dari dua tolok ukur dan atau cara pengukuran di atas, memerlukan suatu studi secara khusus dan komprehensif mengenai dampak koperasi pada tingkat (level) anggotanya.

174

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

Monitoring dapat dirumuskan sebagai proses pengukuran, pencatatan, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian informasi untuk membantu pengelola dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kinerjanya dalam mengelola suatu organisasi atau perusahaan. Kinerja dapat diartikan sebagai suatu tingkat pencapaian target selama periode tertentu. Misalnya dalam sebuah koperasi pertanian telah dilakukan inventarisasi atau pencatatan terhadap luas area yang ditanami, volume bibit, pupuk dan kredit yang akan disalurkan kepada petani anggota, volume hasil produksi yang akan dipasarkan atau diserap dan sebagainya. Atas dasar itu, ditetapkan rencana dan program yang hendak dicapai oleh koperasi dalam kurun waktu tertentu. Dalam pelaksanaan perlu dipantau terus menerus. Tujuannya adalah mendapatkan informasi jumlah atau volume komoditi atau kebutuhan anggota yang sudah tersalur maupun jumlah anggota yang sudah menerimanya dan seterusnya. Selain itu dilakukan evaluasi membandingkan pelaksanaan program yang telah dicapai secara aktual dan dampaknya dengan rencana yang hendak dicapai. Kegiatan ini disebut evaluasi (impact monitoring). Dengan cara ini membantu menemukan sebab keberhasilan maupun kegagalan dari berbagai program. Selanjutnya dilakukan penyesuaian terhadap kebijaksanaan dan tujuan yang hendak dicapai. Kegiatan monitoring dan evaluasi sangat penting bagi individual koperasi yang bersangkutan. Karena secara cepat dapat mengkoreksi berbagai kesalahan ataupun penyimpangan yang terjadi pada koperasi. Disamping itu koperasi menjadi semakin kritis dan realistis dalam perumusan kebijaksanaan dan perencanaannya. Ada beberapa pertimbangan pentingnya koperasi untuk melakukan monitoring dan evaluasi secara mandiri, antara lain yaitu: (a). Hubungan koperasi dengan para anggotanya menjadi semakin dekat dan tidak terjadi kesenjangan antara koperasi dan anggotanya. Kegiatan ini juga dapat dijadikan sarana komunikasi dua arah dan member education; Secara dini koperasi dapat menemukenali kesalahan dan penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan program. Lebih mudah dan cepat untuk melakukan penyempurnaan; Keterbatasan sumberdaya yang ada pada pemerintah, (berupa tenaga pelaksana dan pembiayaan) tidak memungkinkan koperasi secara nasional untuk melakukan kegiatan ini. Pada umumnya hasil evaluasi pemerintah tidak segera dikomunikasikan dengan koperasi yang diamati; Dalam rangka operasionalisasinya akan lebih efektif, efisien serta manageable jika dilakukan oleh koperasi itu sendiri. Selain itu terjamin tingkat akurasi dan reliabilitas data dan informasi yang disajikan.

(b).

(c).

(d).

175

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185

Anggota sebagai kelompok sasaran (target group) merupakan objek pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Operasionalisasi kegiatan secara mekanistis diarahkan untuk memasok data agregat pengambilan keputusan di tingkat pemerintah melalui jaringan kerja (network): Anggota Koperasi Kantor koperasi di kabupaten/ kota Provinsi Pemerintah pusat. Di samping data/informasi perkembangan organisasi dan usaha, dilaporkan hasil monitoring dan evaluasi dampak koperasi pada tingkat anggota kepada dinas koperasi kabupaten/kota. Secara simultan koperasi yang bersangkutan sudah dapat memanfaatkan hasil penelitian untuk penyesuaian dan penyempurnaan kebijakan. Kantor dinas membuat laporan kumulatif perkembangan koperasi. Merangkum hasil monitoring dan evaluasi masing-masing koperasi yang ada di daerahnya. Selanjutnya dilaporkan kepada kantor dinas koperasi tingkat provinsi. Kantor dinas tingkat provinsi akan menyusun laporan sedemikian rupa kepada pemerintah pusat. III. Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan proyek penelitian ini dan berdasarkan ruang lingkup kegiatan yang dicakup, maka pelaksanaannya dilakukan berdasarkan anaannya metodologi dan prosedur yang disusun sebagai berikut: 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan kebutuhan akan representasi dari keadaan yang ada di lapang dan ketersediaan dana, dan berbagai pertimbangan non teknis lainnya. Lokasi untuk penelitian ini adalah provinsi Sumatera Utara, D.I. Yogyakarta, dan propinsi Sulawesi Utara. Pemilihan tiga propinsi dimaksud diharapkan dapat mewakili keragaman situasi dan kondisi lingkungan koperasi di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Sifat dan keadaan serta karakteristik yang khas dari ketiga daerah tersebut menjadi pembanding untuk masing-masing situasi dan kondisi lingkungan lainnya yang mungkin berbeda. 2. Pemilihan Koperasi Contoh Pemilihan koperasi contoh didasarkan kepada berbagai pertimbangan pula, sebagaimana pada pemilihan lokasi penelitian. Pada penelitian ini koperasi sampel ditentukan secara acak (random) dari sejumlah koperasi pedesaan yang masih aktif di provinsi lokasi penelitian. Berdasarkan pertimbangan kemampuan pelaksanaan, dukungan pembiayaan dan representasi data yang dapat diambil, ditetapkanlah sebanyak 15 KUD sebagai objek penelitian. Jumlah KUD untuk masing-

176

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

masing provinsi ditentukan secara proporsional sesuai dengan jumlah KUD dan KUD mandiri yang ada di setiap propinsi tersebut. Tabel 1. Koperasi Contoh dan Lokasinya Tabel 1. Koperasi Contoh dan Lokasinya
No.  2 3 4 5 6 7 8 9 10  12 13 14 15 Nama Koperasi Harta Sidomukti Sritani Tani Makmur Rata Harapan Ringin IX Ngaglik Makmur Turi Wenang Lestario Ayamen Prisma Jaya Ranong Kayu Kecamatan Selesai Hinai Gebang Babelan Besitang Pagar Merbau Cangkringan Ngaglik Kalasan Turi Sario Molas Kombi Kombi kombi idem idem idem idem idem Yogyakarta idem idem idem idem Sulawesi utara idem idem idem Propinsi Sumatera Utara

No  2 3 4

Sesuai dengan jumlah KUD yang ada di masing-masing provinsi, maka ditetapkanlah sebanyak 6 (enam) KUD di Sumatera Utara, 4 (empat) Tabel 2. Identitas KUD di Anggota KUD di Yogyakarta, dan 5 (lima) Umum Sulawesi Utara sebagai koperasi sampel. Dengan pertimbangan efektivitas pelaksanaan survai, koperasi yang terpilih sebagai sampel hanyalah diambil dari beberapa kabupaten Propinsi RataIdentitas Satuan saja, tidaklah menyebar di semua kabupaten.DIY KoperasiSULUT tersebut sampel rata SUMUT adalah sebagaimana tertera pada tabel 1. 83,3 82 92 76 % Umur (>35 thn) 74,7 78 70 % Pekerjaan (tani) Selanjutnya untuk setiap koperasi sampel diambil76 sebanyak 10 51,7 45 70 40 Pendidikananggota sebagai% orang (>SMP) responden. Responden anggota ini diperlukan 2,4 2,8 3,1 kali Pend. informal untuk menggali data dan informasi yang lebih 1,3 banyak mengenai dampak koperasi terhadap anggotanya. Namun juga sebagai salah satu upaya untuk melakukan uji silang (cross-check) terhadap data dan informasi yang didapat dari koperasi sampel (dalam hal ini diwakili oleh pengurus).

177

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185

3. Metoda Analisis Analisis yang dilakukan sangatlah erat kaitannya dengan tujuan penelitian, ketersediaan data dan informasi yang didapat dan pertimbangan seperti kemampuan para peneliti, ketersediaan perangkat keras dan lunaknya, ketersediaan waktu dan dana. Penelitian ini menggunakan model-model analisis statistik deskriptip sederhana (simple descriptive statistics) sebagaimana dikemukakan oleh Welch & Comer (1988). Perlakuan dan pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi. tendensi pemusatan dan penyebaran (Neter, et al, 1988). Teknik ini digunakan karena secara sederhana akan dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu populasi. Dengan melihat kecenderungan dari data yang terolah, maka kita akan dapat memprediksikan kemungkinan maupun alternatip yang ada dari data. IV. Hasil Pengamatan dan Analisis Dari sudut pandang koperasi (diwakili oleh pengurus dan/atau pengelola) bahwa koperasi telah memberikan dampaknya kepada anggota secara maksimal. Persepsi tersebut belum tentu sama dengan persepsi anggota. Untuk itu akan dibahas persepsi anggota tentang dampak dan manfaat koperasi dari sudut pandang anggota koperasi. Terlebih dahulu akan memaparkan kondisi keanggotaan koperasi pedesaan yang diteliti. Sebagaimana telah diterangkan sebelumnya, penggalian dan pendalaman data/informasi dari dan tentang anggota untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik lagi tentang anggota, serta upaya melakukan uji silang (cross-check) terhadap data dan informasi yang didapat dari koperasinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa para responden anggota koperasi adalah para anggota yang pekerjaaannya sebagai petani (74,1%). Usia mereka Usia mereka yang berada diatas 35 tahun ada sebanyak 83,3% dari keseluruhan responden. Mereka umumnya mempunyai latar belakang pendidikan yang belum memadai. Hanya sekitar 51,7% dari mereka yang mempunyai pendidikan diatas sekolah lanjutan pertama (SLP). Selebihnya mereka mengaku paling tinggi hanya tamat SLP. Namun demikian dari keseluruhan responden anggota tersebut umumnya mereka telah mendapatkan pendidikan non-formal dan keterampilan rata-rata sebanyak 2,4 kali. Keterangan secara menyeluruh untuk semua lokasi penelitian dapat dikaji lebih lanjut pada tabel 2. Jikalau kita tinjau ciri keanggotaan lainnya (tabel 3) terlihat bahwa para responden umumnya telah menjadi anggota koperasi selama lebih dari lima tahun (73,7%). Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang menjadi anggota di koperasi lainnya (32%). Hal tersebut dapat dimaklumi. Karena mereka umumnya hidup di pedesaan. Organisasi koperasi di pedesaaan pada umumnya KUD adalah berbasis kewilayahan.

178

13 14 15

Ayamen Prisma Jaya Ranong Kayu

Kombi Kombi kombi

idem idem idem

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

Tabel 2. 2. Identitas Umum Anggota Tabel Identitas Umum Anggota


No  2 3 4 Identitas Umur (>35 thn) Pekerjaan (tani) Pendidikan (>SMP) Pend. informal Satuan % % % kali SUMUT 76 70 40 3,1 Propinsi DIY 92 78 70 1,3 SULUT 82 76 45 2,8 Ratarata 83,3 74,7 51,7 2,4

Hal menarik lainnya adalah motivasi menjadi anggota koperasi. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa menjadi anggota koperasi tidaklah hanya berdasarkan motivasi dan keinginan sendiri. Hanya sekitar 55,3% saja yang menjadi anggota koperasi atas keinginan sendiri. Sedangkan sebanyak 31,3% lainnya menjadi anggota koperasi karena atas anjuran kepala desa. Ini menarik untuk dikemukakan. Ternyata pengaruh anjuran para pembina dan pengurus ternyata masih cukup kecil. Pengaruh anjuran pembina dan pengurus terhadap calon anggota untuk menjadi anggota koperasi yang hanya sekitar 8% tentunya belumlah bisa menggambarkan bahwa anjuran dan penyuluhan belum memadai. Efektivitasnya perlu untuk dikaji lebih lanjut.
Tabel 3. Ciri-ciri Keanggotaan Tabel 3. Ciri-ciri Keanggotaan
No  2 3 Ciri keanggotaan Lama keanggotaan (>5 thn) Anggota koperasi lain Motivasi a. anjuran kepala desa b. anjuran pengurus c. anjuran pembina d. keinginan sendiri Pemilikan lahan Satuan % % % % % % (ha/angg) Propinsi SUMUT 72 40 52 6 40 1,2 DIY 81 30 10 10 70 0,4 SULUT 68 26 32 8 56 1,3 Ratarata 73,7 32,0 31,3 3,3 4,7 55,3 0,96

Ciri lainnya yang penting untuk dikaji adalah kenyataan bahwa Tabel 4. Ketersediaan Komoditi dan Ketepatan Waktunya para anggota koperasi umumnya merupakan petani kecil. Berlahan sempit kepemilikan lahan rata-rata hanya sekitar 0,96 ha. Tentunya kepemilikan (Persentase) lahan ini sangatlah bervariasi antar lokasi penelitian. Di Sumatera Utara para Propinsi RataNo Komoditi anggotanya menjadi pemilik kebun kelapa DIY ternyata memiliki lahan sawit SULUT rata SUMUT yang jauh lebih luas dari rata-rata kepemilikan lahan tersebut diatas (sekitar  Pupuk 70 76 77,3 1,2 ha). Begitu juga halnya dengan di Sulawesi86 Utara yang kepemilikan lahan 2 Obat-obatan dan bibit 68 60 62 63,3 para Kredit anggota koperasinya rata-rata 56 sekitar 1,3 ha. Bagaimana manfaat dan 3 74 42 57,3 dampak koperasi bagi anggotanya dalam hal ketersediaan beberapa komoditi 4 Kemudahan Cara pembayaran 70 80 76 75,3 dan ketepatanlainnya 5 Pelayanan waktunya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini. 64,0 64 70 58
Tabel 5. Tanggapan atas Harga Komoditi
Propinsi SUMUT DIY 3 3 (Persentase) Ratarata SULUT 62 24,0

179

No 

Jenis Tanggapan Harga di koperasi vs di umum a. lebih tinggi

10 52 % a. anjuran kepala desa 10 % b. anjuran pengurus 6 % c. anjuran pembina 70 40 % d. keinginan sendiri Tabel 3. Ciri-ciri Keanggotaan 0,4 (ha/angg) 4 Pemilikan lahan JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185 1,2 Propinsi No Ciri keanggotaan Satuan SUMUT DIY  2 3 81 72 % Lama keanggotaan (>5 thn) 30 40 % Anggota koperasi lain Motivasi Propinsi No 10 52 % a. anjuran kepalaKomoditi desa SUMUT DIY 10 % b. anjuran pengurus % c. anjuran pembina Pupuk 70 6 86 % d. keinginan sendiri bibit 2 Obat-obatan dan 68 40 6070 (ha/angg) 561,2 Pemilikan lahan 3 Kredit 740,4 4 Kemudahan Cara pembayaran 70 80 5 Pelayanan lainnya 64 70

32 8 56 1,3 SULUT

31,3 3,3 4,7 55,3 0,96 Ratarata

Tabel Ketersediaan Komoditi dan Ketepatan Waktunya Tabel 4. 4. Ketersediaan Komoditi dan Ketepatan Waktunya

No  2 3 4 5

Tabel 4. Ketersediaan Komoditi dan Ketepatan Waktunya Dari tabel 4 terlihat bahwa komoditi pupuk ketersediaan dan ketepatan (Persentase) waktunya merupakan yang tertinggi angka persentasenya. ini berarti sebagian Tabel 5. Tanggapan atas Harga Komoditi Propinsi komoditi pupuk cukup Ratabesar dari responden (77,3%) menyatakan bahwa Komoditi rata tersedia dan waktunya tepat saat dibutuhkan. DIY komoditi lainnya seperti Untuk SULUT (Persentase) SUMUT obat-obatan dan bibit, kredit, dan lainnya, ternyata belumlah cukup memuaskan Propinsi 76 Pupuk 70 86 77,3RataNo Jenis Tanggapan ketersediaan dan ketepatan waktunya. SUMUT Masing-masing hanya 63,3%,rata 57,3%, Obat-obatan dan bibit 68 60 DIY 62SULUT 63,3 dan 64% saja koperasi vs di umum 56 yang menyatakan 42 dari para responden bahwa 57,3 ketersediaan  Kredit Harga di 74 beberapa komoditi tersebut adalah cukup dan pada waktu yang tepat. 24,0 3 a. lebih tinggi Kemudahan Cara pembayaran 70 80 3 76 62 75,3

73,7 68 32,0 26 (Persentase) Rata32 rata 31,3 SULUT 3,3 76 8 77,3 4,7 62 56 63,3 55,3 42 1,3 57,3 0,96 76 75,3 58 64,0

54,7 56 70 86 58 22 64,0 b. lainnya transaksi antara 64 Pelayanan normal/sama Dalam hal anggota dan koperasinya, sebagian besar 11,3 4 2 28 c. lebih rendah para responden (75,3%) menyatakan mereka mendapatkan kemudahan dari 72,0 72 66 78 2 Harga koperasi sbg patokan cara pembayaranharga diberikan oleh koperasi. 83,3 88 70 92 3 Kepastian yang

Tabel 5. Tanggapan atas Harga Komoditi Tabel 5. Tanggapan atas Harga Komoditi
Propinsi SUMUT DIY 3 56 28 78 92 3 86 2 66 70

No 

Jenis Tanggapan Harga di koperasi vs di umum a. lebih tinggi b. normal/sama c. lebih rendah Harga koperasi sbg patokan Kepastian harga

(Persentase) Ratarata SULUT 62 22 4 72 88 24,0 54,7 11,3 72,0 83,3

2 3

Mengenai harga komoditi, ternyata mendapatkan tanggapan yang cukup berbeda antar daerah. Sebagaimana terlihat pada tabel 5, bahwa sebagian anggota koperasi sarnpel di Sumatera Utara (56%) dan D.I. Yogyakarta (86%), harga pembelian komoditi milik anggota oleh koperasi jika dibandingkan dengan pasaran umum adalah normal ataupun relatip sama. Hanya sebagian kecil saja dari mereka (3%) yang menyatakan harga pembelian oleh koperasi adalah lebih tinggi. Ini sangat berbeda dengan pendapat para anggota koperasi sampel di Sulawesi Utara. Sebanyak 62% dari para respondennya menyatakan bahwa harga pembelian oleh koperasi adalah lebih tinggi. Hal tersebut dapat dimaklumi jika kita melihat latar belakang para anggota koperasi di Sulawesi

180

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

Utara. Pada umumnya adalah para petani cengkeh yang sistem jual belinya sudah diatur dengan sistem tataniaga cengkeh. Hal ini menarik untuk disimak dan dikaji jika dibandingkan jawaban responden dari Sumatera Utara adalah sebanyak 28% dari mereka menyatakan harga koperasi adalah lebih rendah. Apakah hal tersebut berkaitan dengan komoditi kelapa sawit yang kelola. Kiranya perlu pendalaman lebih lanjut. Pada umumnya para responden menyatakan harga koperasi dapat dijadikan patokan harga bagi komoditi yang mereka kelola. Ada sebanyak 72% responden menyatakan bahwa harga koperasi merupakan barometer transaksi jual beli. Demikian juga dengan kepastian harga, sebanyak 83,3% responden menyatakan bahwa koperasi telah memberikan kepastian harga bagi komoditi yang mereka kelola. Berarti koperasi sedikit banyak telah dapat mengendalikan harga komoditi yang dikelola anggota. Hal tersebut menyebabkan terhindarnya fluktuasi harga yang merugikan anggota. Kemanfaatan lain yang dirasakan para responden adalah dalam hal pemasaran komoditi dan peminjaman modal ke koperasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6. Dalam hal kemudahan informasi pasar, sebanyak 92% responden menyatakan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan informasi pasar. Mengenai kemanfaatan informasi tersebut, umumnya sepakat (sekitar 95,3% responden) menyatakan bahwa informasi pasar yang mereka dapatkan tersebut adalah membantu memahami pasar. Selain itu sebanyak 72,6% responden menyatakan bahwa pelayanan koperasi dalam hal informasi pasar ini adalah baik. Sebanyak 7% dari mereka menyatakan pelayanan tersebut sangat baik. Dalam hal pinjaman, sebanyak 34% responden menyatakan pernah meminjam uang kepada koperasi. Sebagian besar (80,7%) menyatakan bahwa proses peminjaman tersebut cukup mudah dan tidak berbelit-belit. Umumnya 92% responden menyatakan bahwa bunga yang dikenakan oleh koperasi cukup rendah. Tabel 6. Kemanfaatan dalam Pemasaran dan Peminjaman Tabel 6. Kemanfaatan dalam Pemasaran dan Peminjaman
No I  2 3 II 4 5 6 Kemanfaatan Pemasaran Kemudahan informasi pasar Informasi tersebut membantu Pelayanan koperasi a. baik b. sangat baik Pinjaman Pernah meminjam Mudahnya peminjaman Bunga rendah Propinsi SUMUT 88 94 86 6 32 82 92 DIY 96 100 60 12 46 70 90

(Persentase)
Ratarata 92,0 95,3 72,6 7,0 34,0 80,7 92,0 SULUT 92 92 72 3 24 90 94

Tabel 7. Dampak Koperasi Menurut Anggota


Propinsi Rata-

181
(Persentase)

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185

Bagaimana dampak koperasi dirasakan oleh anggota. Hal ini dapat dikaji pada tabel 7. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 81,3% responden menyatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak yang positif terhadap kemajuan anggota. Umumnya sebanyak 98,7% responden sepakat menyatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan lapangan kerja di daerah kerjanya. Pengaruh koperasi terhadap peningkatan perekonomian desa ternyata, mendapatkan tanggapan positif dari para responden. Sebanyak 51,7% Tabel 6. Kemanfaatan dalam Pemasaran mempengaruhi, responden menyatakan bahwa koperasi cukup dan Peminjamansedangkan sebanyak 45% lainnya menyatakan sangat mempengaruhi terhadap peningkatan perekonomian pedesaan. (Persentase)

No

RataPropinsi Ada sebanyak 85% responden menyatakan bahwa koperasi dapat Kemanfaatan merupakan alat perubahan dalam pembangunan ekonomi. Angka persentase rata SUMUT DIY SULUT tersebut hampir sama dengan yang menyatakan bahwa koperasi dapat Pemasaran I merupakan alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota. Sebanyak 86,3% 92,0 92 88 Kemudahan informasi pasar  responden menyatakan bahwa koperasi dapat 96 merupakan alat pertumbuhan 95,3 92 100 94 Informasi tersebut membantu 2 dalam perekonomian anggota. Sebagai alat perubahan, koperasi dimaksudkan 3 Pelayanan koperasi dapat menjadi wahana atau agen untuk setiap perubahan (change agent) dalam 72,6 72 60 86 a. baik pembangunan. Sebagai alat pertumbuhan dalam12 perekonomian anggota, maka 7,0 3 6 b. sangat baik Pinjaman II koperasi diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan perekonomian 34,0 24 46 32 Pernah 4 anggota. meminjam 80,7 70 82 5 Mudahnya peminjaman tersebut di atas, ada sebanyak 72%90 Selain hal-hal responden yang 92,0 94 90 92 Bunga rendah 6 menyatakan bahwa koperasi merupakan alat perlindungan dalam pembangunan

ekonomi. Di lain pihak ada sebanyak 71,3% lainnya menyatakan bahwa koperasi dapat merupakan fasilitator dalam pembangunan ekonomi. Tabel 7. Dampak Koperasi Menurut Anggota Tabel 7. Dampak Koperasi Menurut Anggota
(Persentase)

No  2 3 4 5 6 7

Dampak koperasi Kemajuan anggota Peningkatan lapangan kerja Peningkatan perekonomian desa a. cukup mempengaruhi b. sangat mempengaruhi Alat perubahan dalam pembangunan ekonomi Alat pertumbuhan dalam perekonomian anggota Alat perlindungan dalam pembangunan ekonomi Fasilitator dalam pembangunan ekonomi

Propinsi SUMUT 80 100 50 48 82 84 76 78 DIY 78 100 60 32 85 95 80 70 SULUT 86 96 45 55 88 80 60 66

Ratarata 81,3 98,7 51,7 45,0 85,0 86,3 72,0 71,3

182

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

Dari uraian di atas diungkapkan dampak koperasi sebagaimana yang dirasakan oleh anggota. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa koperasi telah memberikan dampak positif dalam hal-hal sebagaimana diterangkan di atas. Namun demikian perlu diingat bahwa ukuran yang digunakan dimaksud adalah ukuran subjektif-kualitatif, sehingga sebenarnya masih diperlukan lagi pengukuran yang bersifat objektif-kuantitatif. VI. Kesimpulan Dan Saran Dari penelitian ini ternyata kualitas sumberdaya manusia yang menjalankan kegiatan koperasi pedesaan ini belumlah memuaskan. Walaupun pada kenyataannya di beberapa koperasi banyak dari pengurus/pengawas dan pengelolanya telah mempunyai latar belakang pendidikan tinggi. Komposisi dalam suatu perangkat organisasi usaha belumlah cukup seimbang. Selain itu tingkat pengalaman yang umumnya masih belum lama, kadar keterlibatan pekerjaan yang masih belum memuaskan, akan turut mempengaruhi tingkat kemanfaatan sumberdaya manusia untuk pengembangan usaha koperasi. Untuk itu pendidikan perkoperasian maupun pendidikan keahlian bisnis bagi pengelola koperasi perlu lebih ditingkatkan lagi. Selain itu pula aturan main bagi pelaksana haruslah dibuat berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan sistem serta prosedur yang berlaku secara lazim dalam bisnis. Pengembangan dan pengaturan organisasi dan managemen yang dimulai dengan mewujudkan aturan main tersebut perlu terus dikembangkan sehingga terwujud suatu sistem managemen koperasi yang khas dan tepat guna. Dari segi permodalan koperasi pedesaan masih memerlukan penanganan yang lebih baik lagi. Terutama dalam hal pemanfaatan modal yang tersedia agar menghasilkan produktivitas dan efisiensi yang semaksimal mungkin. Dalam hal pencarian sumber dana eksternal serta memobilisasikannya guna memperkuat permodalan, maka perlu dilakukan pengkajian yang lebih spesifik dan terfokus. Dengan demikian tercipta suatu sistem keuangan koperasi yang mandiri. Peningkatan produktivitas permodalan dilakukan dengan meningkatkan perputaran modal yang ada. Karena hal tersebut menyebabkan frekuensi dan arus penciptaan marjin keuntungannya semakin meningkat. Peningkatan efisiensi permodalan dilakukan melalui perbaikan sistem managemen koperasi dan sistem operasional yang digunakan oleh anggota dalam mengelola aktivitas ekonominya. Mengingat adanya beberapa peraturan/perundangan yang menata sistem keuangan, maka diperlukan upaya dari suprastruktur (terutama dari pemerintah) untuk mengembangkan sistem keuangan koperasi. Untuk itu semangat yang dikandung oleh UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang sistem keuangan koperasi perlu dikaji lebih mendalam lagi. Hasil kajian dimaksud diharapkan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan perkoperasian.

183

JURNAL VOLUME 4 - AGUSTUS 2009 : 171-185

Adanya berbagai peluang untuk pengembangan usaha sebagai konsekuensi dari berlakunya berbagai peraturan pemerintah yang sangat mendukung berkembangnya koperasi pedesaan (terutama UU Nomor 25 Tahun 1992) perlu diantisipasi oleh koperasi untuk lebih mengembangkan organisasi dan usahanya. Pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui pengembangan organisasi internal dan aspek eksternal, terutama kemitraan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kehadiran koperasi di pedesaan telah dirasakan dampaknya oleh anggota. Dampak berupa kemanfaatan umumnya dirasakan melalui pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh koperasi, dinilai responden sebagai cukup baik. Sebagai misalnya adalah penjualan komoditi dengan harga yang wajar, kualitas yang memadai dan tersedia pada waktu yang diperlukan. Pelayanan koperasi dalam memberikan informasi pasar dan kepastian harga ternyata cukup bermanfaat bagi anggota. Dalam hal keperluan modal dan pinjaman ternyata juga telah dirasakan manfaatnya bagi para anggota. Terutama dalam hal kemudahan yang diperoleh anggota dalam kecepatan proses dan tingkat bunga. Pelayanan tersebut ternyata akan semakin dirasakan dengan meningkatnya partisipasi. Semakin aktif partisipasi anggota semakin besar manfaat yang dirasakan oleh anggota tersebut. Kemanfaatan koperasi bagi anggota selain kemanfaatan langsung usaha dan kegiatan ekonomi di tingkat anggotanya, juga perlu dikembangkan lebih lanjut pengembangan kemanfaatan koperasi dari sistem patron yang ada dalam koperasi. Untuk itu diperlukan kreativitas dan model kegiatan yang menggali potensi anggota maupun non anggota. Pada akhirnya kemanfaatannya akan jatuh kepada anggota. Sehubungan dengan hal tersebut koperasi sebagai badan usaha perlu lebih mengembangkan kegiatannya. Dampak kepada anggota akan sesuai Dampak kepada anggota akan sesuai dengan peluang yang ada dalam peraturan/perundangan. Kiat-kiat yang dapat dilaksanakan koperasi untuk meningkatkan dampak koperasi perlu ditemukenali, dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik. Dari penelitian ini setidaknya ada beberapa kiat yang dapat dilakukan oleh koperasi, antara lain adalah: (1) Meningkatkan jumlah anggota, (2) Pemupukan modal sendiri, (3) Peningkatan volume usaha, (4) Penciptaan penanggulangan tunggakan kredit, (5) Penyertaan anggota dalam proses perencanaan, (6) Penciptaan keterkaitan usaha anggota, (7) Rapat Anggota Tahunan, dan (8) Pengawasan oleh anggota. DAFTAR PUSTAKA Draper, N .R. and H. Smith, (1981). Applied Regresion Analysis. New York: John Wiley & Sons. Gilbert, N. and H. Specht, (1977). Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks. New Jersey: Pretice-Hall, Inc..

184

Kajian Dampak Koperasi Terhadap Anggotanya (Achmad H. Gopar)

-------------, (1992). Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 12 tentang Perkoperasian. Jakarta: Pemerintah Koperasi. Welch, S. and J. Comer, (1988). Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications. Chicago: The Dorsey Press.

185

You might also like