You are on page 1of 18

Tari Gending Sriwijaya

Tarian ini digelar untuk menyambut para tamu istimewa yang bekunjung ke daerahtersebut, seperti kepala Negara Republik Indonesia, menteri kabinet, kepala negara / pemerintahan negara sahabat, duta-duta besar atau yang dianggap setara dengan itu. Untuk menyambut para tamu agung itu digelar suatu tarian tradisional yang salah satunya adalah Gending Sriwijaya, tarian ini berasal dari masa kejayaan kemaharajaan Sriwijaya di Kota Palembang yang mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan bahagia, tulus dan terbuka terhadap tamu yang istimewa itu. Tarian Gending Sriwijaya digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, paksangkong, Dodot dan Tanggai. Mereka merupakan penari inti yang dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedang di belakang sekali adalah penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih banyak digantikan tape recorder. Dalam bentuk aslinya musik pengiring ini terdiri dari gamelan dan gong Sedang peran pengawal kadang-kadang ditiadakan, terutama apabila tarian itu dipertunjukkan dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan.Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya hanya dilakukan oleh putri raja, sultan, atau bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang pengasuh sang putri. Demikianlah pula penaripenari lainnya.

TARI JAIPONG Tari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, sekitar tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan. Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan. Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerakgerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat. Tarian ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Tari Saman
Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwaperistiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara. Tari Saman ditetapkan UNESCO sebagai Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia dalam Sidang ke-6 Komite Antar-Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Tak benda UNESCO di Bali, 24 November 2011.[1]

Makna dan Fungsi


Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton. Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.

Paduan Suara
Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini khususnya ditarikan oleh para pria. Pada zaman dahulu,tarian ini pertunjukkan dalam acara adat tertentu,diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi,seperti kunjungan tamutamu Antar Kabupaten dan Negara,atau dalam pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.

Nyanyian
Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :

1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat. 2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari. 3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari. 4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak 5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.

Gerakan
Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada.Diduga,ketika menyebarkan agama islam,syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno,kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah islam demi memudakan dakwahnya.Dalam konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesanpesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan. Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang,kirep,lingang,surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo)

Penari
Pada umumnya,Tarian saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil.Pendapat Lain mengatakan Tarian ini ditarikan kurang lebih dari 10 orang,dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.Namun, dalam perkembangan di era modern yang menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Untuk mengatur berbagai gerakannya ditunjuklah seorang pemimpin yang disebut syeikh. Selain mengatur gerakan para penari,Syeikh juga bertugas menyanyikan syair-syair lagu saman. yaitu ganit.

Kesan terhadap kereografer: Dalam menata tari kita perlu memperhatikan arah, yang akan memberikan orientasi pada tarian. Ada dua macam arah dalam menari. Arah hadap menunjukkkan kemana penari menghadap (ke kiri, kanan, depan, belakang, serong, menengadah, menunduk). Arah gerak menunjukkan kemana penari akan bergerak (lingkaran, zigzag, maju mundur, serong diagonal, spiral). Kesan terhadap penari: Penari harus memperhatikan tata rias agar tidak terlalu mencolok. Tata rias tradisional kerakyatan atau biasa disebut tari daerah terbagi menjadi riasan untuk putri atau perempuan dan putra atau laki-laki. Rias putri hanya ada satu macam, yaitu rias cantik. Rias putra terdiri dari rias gagah, tampan, dan lucu. Untuk tata rias tari tradisional klasik, riasan untuk putri terdiri dari dua jenis, rias cantik dan rias lincah atau lanyap. Untuk putra juga terbagi dua, riasan alus atau tampan dan rias gagah. Bahan-bahan make up untuk rias ada banyak jenis. Pilihlah yang sesuai dengan kulit remaja dan jenis kulitmu. Adapun make up yang sering di pakai dalam merias tari, misalnya : pelembab, alas bedak, pensil alis, perona mata, perona pip, lipstick, maskara, eye liner (memberi garis pinggir mata), dan pembersih muka.

KETOPRAK

Ketoprak merupakan kesenian tradisional masyarakat Jawa. Bisa kita temukan diberbagai daerah di Jawa timur dan Jawa Tengah. Namun, dalam perkembangannya, secara perlahan kesenian ini mulai ditinggalkan masyarakat karena dianggap tak menarik lagi.

Sebenarnya Ketoprak menjadi icon penting seni pertunjukan karena ia menyuguhkan lakon cerita tentang kehidupan dan sejarah kemanusiaan.

Ketoprak juga menjadi media transfer filosofi dan kearifan Jawa. Ketoprak menjadi media hiburan bagi warga di tengah keringnya kehidupan manusia akibat budaya kapitalis dan materialis.

Ketoprak juga sebagai media hiburan alternatif yang tetap menguatkan nilai-nilai sejarah dalam setiap fragmen, kearifan lokal dan sindiran kebudayaan yang kental.

Selain menjadi media hiburan, pertunjukan ketoprak juga menjadi media alternatif transfer cerita sejarah kepada masyarakat. Umumnya, lakon-lakon yang dipentaskan kesenian ketoprak seputar babad, legenda maupun sejarah yang terjadi di berbagai daerah. Cerita-cerita inilah yang kemudian menjadi kokoh dalam kehidupan warga.

Cerita tentang kehidupan kerajaan Majapahit, kerajaan Airlangga, kerajaan Demak, kerajaan Ngayogjokarto, tentang kepahlawanan Gajah Mada, Adipati Unus, perjuangan Walisanga, maupun kisah

unik jejak kehidupan tokoh Saridin (Syeh Jangkung) dan cerita lain yang familiar dalam kehidupan warga.

Dengan demikian, kesenian ketoprak menjadi media penting yang senantiasa menjadi sejarah manusia agar tetap abadi. Pada titik inilah, perjuangan penggiat seni ketoprak patut diapresiasi. Di tengah krisis kebudayaan bangsa ini, perjuangan penggiat kesenian lokal menjadi ijtihad penting, agar kesenian dan kekayaan budaya negeri ini menjadi identitas kemanusiaan bangsa.

Dalam upaya menjaga eksistensi kesenian ketoprak, beberapa seniman ketoprak membentuk komunitas Ketoprak Garapan, dengan kemasan yang berbeda dengan ketoprak yang sudah ada. Salah satunya adalah pementasan Ketoprak Ringkes yang sekarang ini sangat populer dan digemari masyarakat Yogyakarta. Ketoprak Ringkes merupakan upaya memberi warna dalam kesenian ketoprak yang sudah ada. Lakon cerita diambil dengan mengadaptasi situasi politk sosial yang sedang menjadi perbincangan masyarakat sementara gaya pementasan dibawakan secara santai, penuh dengan improvisasi. Kemasan pementasan ini membuat kesenian ini menjadi sangat segar, lucu dan menarik.Tentu saja dengan sangat interaktif. Sedangkan celotehan penonton dianggap sebagai apresiasi yang dapat direspon pemain diatas panggung. Antusias dan apresiasi terhadap kesenian ketoprak masih tinggi tetapi sponsor memang belum melirik kesenian tradisional ini. Karena sudah banyak tergerus oleh budaya elektronik yang serba mudah dan instan. Di Jogjakarta, beberapa komunitas ketoprak masih dapat bertahan semata-mata karena mereka selama ini melakukan manuver dan kerja keras serta melakukan segala usaha untuk menjaga kesenian ini tetap dapat hidup di tengah-tengah masyarakat. Ketoprak ini sekarang kan sudah berada pada tahap mengkhawatirkan. Kita bukan pada tempatnya lagi untuk diskusi tentang bagaimana baiknya, tetapi melakukan apa yang kita bisa. Kalau kita memang cinta terhadap ketoprak, ya mari berbuat. Jangan cuma jadi tukang kritik. ujar Susilo, seorang aktor teater. Senada dengan Susilo, seniman Ketoprak Nano Asmorondono juga menyatakan bahwa dilihat dari asalnya, kesenian ketoprak lahir dari masyarakat bawah. Seiring dengan perkembangan jaman, maka kesenian ini juga berubah sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Oleh karena itu, pihaknya menyatakan bahwa keberlangsungan kesenian ini tergantung bagaimana ia mampu beradaptasi dengan jamannya. Saya pikir lahirnya banyak komunitas ketoprak dengan ciri masing-masing akan membuat kesneian ini akan semakin dinamis, ujar Nano.

Nano tidak setuju jika lahirnya banyak komunitas Ketoprak Garapan seperti Komunitas Tjontong dianggap melanggar pakem kesenian ketoprak. Sebab, dalam pandangannya pakem ketoprak itu terletak pada roh kesenian itu sendiri. Pakem ketoprak itu menurut saya terletak pada roh kesenian itu. Kalau ternyata ada komunitas yang satu dengan yang lain berbeda, itu menurut saya hanya merupakan kemasan atau gaya pementasan. Yang paling penting apapun gaya yang dimainkan, kesenian ini dapat diterima dan dinikmati masyarakat. Jika itu sudah terpenuhi, saya rasa sudah cukup .

Akan tetapi, perjuangan pekerja seni ketoprak dalam ngugemi (menjaga) nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) dan rekaman sejarah tak sebanding dengan apresiasi yang diterima. Penggiat ketoprak senantiasa asing dari gelegar penghargaan kesenian dan kebudayaan negeri ini. Padahal, besarnya insentif (upah) penggiat ketoprak ditentukan banyaknya pagelaran yang dijalani. Tanpa adanya panggilan pertunjukan, penghasilan penggiat ketoprak akan berhenti total. Inilah tragedi kehidupan pekerja kesenian negeri, di tengah agenda nasional dalam mengapresiasi khazanah kebudayaan bangsa. Kesenian Ketoprak tumbuh di berbagai daerah di pulau Jawa. Umumnya, grup kesenian ketoprak dapat ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Solo, Jogkakarta, Semarang , Pati, Kediri dan Tulungagung menjadi lumbung grup kesenian ketoprak. Grup ketoprak di berbagai daerah ini selain pentas di tobong (arena pertunjukan) juga bermain menurut panggilan dari warga. Biasanya, panggilan pentas ketoprak diadadakan dalam rangka sedekah bumi, slametan (upacara rasa syukur atas berkah Tuhan), khitanan ataupun agenda haul tokoh desa (memberi penghormatan pada tokoh desa) dan momentum lain. Agenda-agenda inilah yang menjadikan grup ketoprak dapat bernafas lega.

THEATER TRADISIONAL LUDRUK Teater Indoesia merupakan ciri khas dari negara Indonesia dimana teater ini sudah berkembang sejak jaman dahulu. Meski demikian teater terus berkembang sampai sekarang dan menjadi tontonan yang menarik bagi masyarakat karena pada pagelarannya saat ini sudah banyak diberi polesan-polesan yang membuat teater semakin unik. Meskipun teater terus mengalami perkembangan sehingga ada yang disebut teater Modern yaitu teater hasil perubahan dari teater tradisional. Meski perubahan dilakukan namun tidak menghilangkan unsur-unsur aslinya.

Contoh teater tradisional yaitu Ludruk,Srimulat,dan Gobyok. Berikut merupakan keterangan tentang ludruk.

Sejarah Kesenian Ludruk


Pada tahun 1994 , group ludruk keliling tinggal 14 group saja. Mereka main di desa desa yang belum mempunyai listrik dengan tarif Rp 350. Group ini didukung oleh 50 . 60 orang pemain. Penghasilan mereka sangat minim yaitu: Rp 1500 s/d 2500 per malam. Bila pertunjukan sepi, terpaksa mengambil uang kas untuk bisa makan di desa.

Sewaktu James L Peacok (1963-1964) mengadakan penelitian ludruk di Surabaya tercatat sebanyak 594 group. Menurut Depdikbud propinsi jatim, sesudah tahun 1980 meningkat menjadi 789 group (84/85), 771 group (85/86), 621 group (86/87) dan 525 (8788). Suwito HS, seniman ludruk asal Malang mengatakan tidak lebih dari 500 group karena banyak anggota group yang memiliki keanggotaan sampai lima group.

Hasil penelitian Suripan Sadi Hutomo, menurut kamus javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke dan T Roorda (1847), Ludruk artinya Grappermaker (badutan). Sumber lain menyatakan ludruk artinya penari wanita dan badhut artinya pelawak di dalam karya WJS Poerwadarminta, Bpe Sastra (1930). Sedangkan menurut S.Wojowasito (1984) bahwa kata badhut sudah dikenal oleh masyarakat jawa timur sejak tahun 760 masehi di masa kerajaan Kanyuruhan Malan dengan rajanya Gjayana, seorang seniman tari yang meninggalkan kenangan berupa candi Badhut. Ludruk tidak terbentuk begitu saja, tetapi mengalami metamorfosa yang cukup panjang. Kita tidak punya data yang memadai untuk merekonstruksi waktu yang demikian lama, tetapi saudara hendricus Supriyanto mencoba menetapkan berdasarkan nara sumber yang masih hidup sampai tahun 1988, bahwa ludruk sebagai teater rakyat dimulai tahun 1907, oleh pak Santik dari desa Ceweng, Kecamatan Goda kabupaten Jombang.

Bermula dari kesenian ngamen yang berisi syair syair dan tabuhan sederhana, pak Santik berteman dengan pak Pono dan Pak Amir berkeliling dari desa ke desa. Pak Pono mengenakan pakaian wanita dan wajahnya dirias coret coretan agar tampak lucu. Dari sinilah penonton melahirkan kata .Wong Lorek.. Akibat variasi dalam bahasa maka kata lorek berubah menjadi kata Lerok. Periode Lerok Besud (1920 . 1930) Kesenian yang berasal dari ngamen tersebut mendapat sambutan penonton. Dalam perkembangannya yang sering diundang untuk mengisi acara pesta pernikahan dan pesta rakyat yang lain. Pertunjukkan selanjutnya ada perubahan terutama pada acara yang disuguhkan. Pada awal acara diadakan upacara persembahan. Persembahan itu berupa penghormatan ke empat arah angin atau empat kiblat, kemudian baru diadakan pertunjukkan. Pemain utama memakai topi merah Turki, tanpa atau memakai baju putih lengan panjang dan celana stelan warna hitam. Dari sini berkembalah akronim Mbekta maksud arinya membawa maksud, yang akhirnya mengubah sebutan lerok menjadi lerok besutan. Periode Lerok dan Ludruk (1930-1945) Periode lerok besut tumbuh subur pada 1920-1930, setelah masa itu banyak bermunculan ludruk di daerah jawa timur. Istilah ludruk sendiri lebih banyak ditentukan oleh masyarakat yang telah memecah istilah lerok. Nama lerok dan ludruk terus berdampingan sejak kemunculan sampai tahun 1955, selanjutnya masyarakat dan seniman pendukungnya cenderung memilih ludruk.

Sezaman dengan masa perjuangan dr Soetomo di bidang politik yang mendirikan Partai Indonesia raya, pada tahun 1933 cak Durasim mendirikan Ludruk Oraganizatie (LO). Ludruk inilah yang merintis pementasan ludruk berlakon dan amat terkenal keberaniannya dalam mengkritik pemerintahan baik Belanda maupun Jepang.

Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada rakyat, oleh pemain pemain ludruk digunakan untuk menyampaikan pesan pesan persiapan Kemerdekaan, dengan

puncaknya peristiwa akibat kidungan Jula Juli yang menjadi legenda di seluruh grup Ludruk di Indonesia yaitu : Bekupon Omahe Doro, Melok Nipon Soyo Sengsoro., cak Durasim dan kawan kawan ditangkap dan dipenjara oleh Jepang.

Periode Ludruk Kemerdekaan (1945-1965) Ludruk pada masa ini berfungsi sebagai hiburan dan alat penerangan kepada rakyat, untuk menyampaikan pesan pesan pembangunan. Pada masa in Ludruk yang terkenal adalah .Marhaen. milik .Partai Komunis Indonesia.. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika PKI saat itu dengan mudah mempengaruhi rakyat, dimana ludruk digunakan sebagai corong PKI untuk melakukan penggalangan masa untuk tujuan pembrontakan. Peristiwa madiun 1948 dan G-30 S 1965 merupakan puncak kemunafikan PKI. Ludruk benar benar mendapatkan tempat di rakyat Jawa Timur. Ada dua grup ludruk yang sangat terkenal yaitu : Ludruk Marhaen dan Ludruk tresna Enggal. Ludruk Marhaen pernah main di Istana negara sampai 16 kali , hal ini menunjukkan betapa dekatnya para seniman ludruk dengan para pengambil keputusan di negeri ini. Ludruk ini juga berkesempatan menghibur para pejuang untuk merebut kembali irian Jaya, TRIKORA II B yang memperoleh penghargaan dari panglima Mandala (Soeharto). Ludruk ini lebih condong .ke kiri., sehingga ketika terjadi peristiwa G 30 S PKI Ludruk ini bubar. Periode Ludruk Pasca G 30 S PKI ( 1965 . saat ini)

Peristiwa G30S PKI benar benar memperak perandakan grup grup Ludruk terutama yang berafiliasi kepada Lembaga Kebudayaan Rakyat milik PKI.
Terjadi kevakuman antara 1965-1968. Sesudah itu muncullah kebijaksanaan baru menyangkut grup grup ludruk di Jawa Timur. Peleburan ludruk dikoordinir oleh Angkatan Bersenjata dalam hal ini DAM VIII Brawijaya proses peleburan ini terjadi antara tahun 1968-1970. 1. Eks-Ludruk marhaen di Surabaya dilebur menjadi ludruk Wijaya Kusuma unit I 2. Eks-Ludruk Anogara Malang dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma Unit II 3. Eks-Ludruk Uril A Malang dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma unit III, dibina Korem 083 Baladika Jaya Malang 4. Eks-Ludruk Tresna Enggal Surabaya dilebur menjadi ludruk Wijaya Kusuma unit IV 5. Eks-Ludruk kartika di Kediri dilebur menjadi Ludruk Kusuma unit V

Diberbagai daerah ludruk ludruk dibina oleh ABRI, sampai tahun 1975. Sesudah itu mereka kembali ke grup seniman ludruk yang independen hingga kini. Dengan pengalaman pahit yang pernah dirasakan akibat kesenian ini, Ludruk lama tidak muncul kepermukaan sebagai sosok Kesenian yang menyeluruh. Pada masa ini ludruk benar benar menjadi alat hiburan. Sehingga generasi muda yang tidak mendalami sejarah akan mengenal ludruk sebagai grup sandiwara Lawak. Setiap orang Jawa timur khususnya Surabaya, pasti mengenal Markeso, Kartolo dkk. Coba perhatian bagaimana mereka bermain Ludruk. Sampai saat ini hanya beberapa kalangan saja yang mengetahui .Binatang apakah ludruk itu ? .. Ibarat mobil, semua tergantung sopirnya, kalau sopirnya lurus ya lurus jalannya, tapi kalau sopirnya menyeleweng , ngantuk dsb , kita dapat melihat dan menduga keadaaan yang akan terjadi.

Wayang golek

Wayang Golek si Cepot

Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan.

Wayang

Pengrajin wayang golek

Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat popular. Orang sering menghubungkan kata wayang dengan bayang, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain wayang kulit, yang paling populer adalah wayang golek. Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang wong, dari semua wayang itu dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan mengatur lagu dan lain-lain.

Perkembangan

Wayang Golek Sunda

Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab. Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an. Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll. Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug. Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya. Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lainlain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.

WAYANG

Gambar Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Belakang Kelir Wayang telah ada,tumbuh dan berkembang sejak lama hingga kini,melintasi perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia.Daya tahan dan daya kembang wayang telah teruji dalam menghadapi berbagai tantangan dari waktu ke waktu.Karena daya tahan dan kemampuannya mengantisipasi perkembangan zaman itulah,maka wayang dan seni pedalangan berhasil mencapai kualitas seni yang tinggi,bahkan sering disebut seni yang adiluhung.Dibanding dengan teater-teater boneka dari luar negeri,pertunjukan wayang memiliki beberapa kelebihan,terutama Wayang Kulit

Purwa Gambar Beberapa Jenis Wayang Asia Tenggara Budaya wayang dan seni pedalangan itu memang unik dan canggih,karena dalam pertunjukkannya mampu memadukan dengan serasi beraneka ragam seni,seperti seni drama,seni suara,seni sastra,seni rupa dan sebagainya dengan peran sentral seorang dalang.Wayang hadir dalam wujudnya yang utuh,baik dalam estetika,etika,maupun falsafahnya.

Foto Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Gagrak Jogjakarta Wayang dan seni pedalangan dapat disebut sebagai teater total.Setiap lakon wayang digelar dalam pentas total,terutama ketotalan kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk lambanglambang.Cerita wayang dan seluruh peralatannya secara efektif mengekspresikan keseluruhan hidup manusia.Ruangan kosong tempat pentas wayang melambangkan alam semesta sebelum Tuhan menggelar kehidupan.Kelir atau layar menggambarkan angkasa,pohon pisang sebagai bumi,blencong atau lampu sebagai matahari,wayang melambangkan manusia dan makhluk penghuni dunia lainnya,gamelan atau musik melambangkan keharmonisan hidup,dan para penonton melambangkan roh-roh yang hadir dalam pentas wayang.

Foto Pertunjukan Wayang Kulit Purwa Gagrak Surakarta Penonton merupakan satu kesatuan dalam pergelaran wayang yang tidak saja disuguhi hiburan yang menarik,melainkan diajak untuk berpikir dengan kemampuan penalaran,rasa sosial,dan filosofi.Karena memang pergelaran wayang itu merupakan suatu gambaran perjalanan kerohanian guna memahami hakekat hidup serta proses mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Foto Salah Satu Simpingan Wayang Kulit Purwa Seni budaya wayang ini memiliki kemampuan hamot,hamong,hamemangkat,yang artinya mampu menerima masukan budaya lain,namun tidak begitu saja diserap melainkan disaring untuk selanjutnya diangkat menjadi nilai baru yang cocok bagi perkembangan wayang.

You might also like