You are on page 1of 10

Al Mukminun Dalam suatu ayat Allah Subhanahu wa Taala mengingatkan orang-orang musyrikin yang ingkar dan sombong tentang

dari apa mereka diciptakan. Ayat-ayat Al Quran lainnya menunjukkan bahwasanya asal kejadian manusia dari tanah. Barangsiapa yang mengingkari hal ini, sungguh ia telah kufur terhadap pengkabaran dari Allah Subhanahu wa Taala sendiri. Berkaitan dengan hal di atas, maka Allah Subhanahu wa Taala telah menentukan tahapan-tahapan penciptaan itu dan begitu pula Rasul-Nya Shallallahu AlaihiWaSallam telah memberikan kabar kepada kita akan hal tersebut dalam hadits-haditsnya. Di dalam suart Al mukminun yang akan dijelaskan kali ini menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya sehingga Dia Jalla wa Alaa saja yang berhak untuk diibadahi. Begitu pula penggambaran penciptaan Adam Alaihis Salam yang Dia ciptakan dari suatu saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk. Isi dari surat Al-Mukminun ayat 12-14 adalah: )21( )31( 2.2 Terjemah Terjemahan dari ayat tersebut adalah: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. [QS. al-Mukminun (23):12-14] 2.3 Tafsir Ayat-ayat di atas menerangkan tahap-tahap penciptaan manusia dari suatu keadaan kepada keadaan lain, yang menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya sehingga Dia Jalla wa Alaa saja yang berhak untuk diibadahi.

Begitu pula penggambaran penciptaan Adam Alaihis Salam yang Dia ciptakan dari suatu saripati yang berasal dari tanah berwarna hitam yang berbau busuk dan diberi bentuk. Tanah tersebut diambil dari seluruh bagiannya, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu AlaihiWaSallam : Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari segenggam (sepenuh telapak tangan) tanah yang diambil dari seluruh bagiannya. Maka datanglah anak Adam (memenuhi penjuru bumi dengan beragam warna kulit dan tabiat). Di antara mereka ada yang berkulit merah, putih, hitam, dan di antara yang demikian. Di antara mereka ada yang bertabiat lembut, dan ada pula yang keras, ada yang berperangai buruk (kafir) dan ada yang baik (Mukmin). (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi, berkata Tirmidzi : Hasan shahih. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi juz 3 hadits 2355 dan Shahih Sunan Abu Daud juz 3 hadits 3925) Semoga Allah merahmati orang yang berkata dalam bait syiirnya : Diciptakan manusia dari saripati yang berbau busuk. Dan ke saripati itulah semua manusia akan kembali. Setelah Allah Subhanahu wa Taala menciptakan Adam Alaihis Salam dari tanah. Dia ciptakan pula Hawa Alaihas Salam dari Adam. Dari Adam dan Hawa Alaihimas Salam inilah terlahir anak-anak manusia di muka bumi dan berketurunan dari air mani yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan hingga hari kiamat nanti. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 457) Imam Thabari rahimahullah dan selainnya mengatakan bahwa diciptakan anak Adam dari mani Adam dan Adam sendiri diciptakan dari tanah. (Lihat Tafsir Ath Thabari juz 9 halaman 202) Allah Subhanahu wa Taala menempatkan nuthfah (yakni air mani yang terpancar dari laki-laki dan perempuan dan bertemu ketika terjadi jima) dalam rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang Maha Kuasa menjadikan rahim itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan calon manusia. Dari nuthfah, Allah jadikan alaqah yakni segumpal darah beku yang bergantung di dinding rahim. Dari alaqah menjadi mudhghah yakni sepotong daging kecil yang belum memiliki bentuk. Setelah itu dari sepotong daging bakal anak manusia tersebut, Allah Subhanahu wa Taala kemudian membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki

dengan tulang-tulang dan urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk menyelubungi tulang-tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah ruh, lalu bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat, mendengar, dan meraba. (Bisa dilihat keterangan tentang hal ini dalam kitab-kitab tafsir, antara lain dalam Tafsir Ath Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, dan lain-lain) Demikianlah kemahakuasaan Rabb Pencipta segala sesuatu, sungguh dapat mengundang kekaguman dan ketakjuban manusia yang mau menggunakan akal sehatnya. Semoga Allah meridhai Umar Ibnul Khaththab, ketika turun awal ayat di atas (tentang penciptaan manusia) terucap dari lisannya pujian : Fatabarakallahu ahsanul khaliqin Maha Suci Allah, Pencipa Yang Paling Baik Lalu Allah turunkan firman-Nya : Fatabarakallahu ahsanul khaliqin untuk melengkapi ayat di atas. (Lihat Asbabun Nuzul oleh Imam Suyuthi, Tafsir Ibnu Katsir juz 3 halaman 241, dan Aysarut Tafasir Abu Bakar Jabir Al Jazairi juz 3 halaman 507-508) Maha Kuasa Allah Tabaraka wa Taala, Dia memindahkan calon manusia dari nuthfah menjadi alaqah. Dari alaqah menjadi mudhghah dan seterusnya tanpa membelah perut sang ibu bahkan calon manusia tersebut tersembunyi dalam tiga kegelapan. Yang dimaksud tiga kegelapan dalam ayat di atas adalah kegelapan dalam selaput yang menutup bayi dalam rahim, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam perut. Demikian yang dikatakan Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abu Malik, Adh Dhahhak, Qatadah, As Sudy, dan Ibnu Zaid. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir juz 4 halaman 46 dan keterangan dalam Adlwaul Bayan juz 5 halaman 778) Sekarang kita lihat keterangan tentang kejadian manusia dari hadits-hadits Rasulullah Shallallahu AlaihiWaSallam. Abi Abdurrahman Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata : Telah menceritakan kepada kami Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan beliau adalah yang selalu benar (jujur) dan dibenarkan. Beliau bersabda : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah. Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari). Kemudian menjadi gumpalan seperti sekerat daging selama itu pula. Kemudian diutus kepadanya seorang Malaikat maka ia meniupkan ruh kepadanya dan ditetapkan empat perkara, ditentukan rezkinya, ajalnya, amalnya, sengsara atau bahagia. Demi Allah yang tiada illah selain Dia, sungguh salah seorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli Surga sehingga tidak ada di antara dia dan Surga melainkan

hanya tinggal sehasta, maka telah mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka sehingga ia memasukinya. Dan sungguh salah seorang di antara kalian ada yang beramal dengan amalan ahli neraka sehingga tidak ada antara dia dan neraka melainkan hanya tinggal sehasta. Maka telah mendahuluinya ketetapan takdir, lalu ia beramal dengan amalan ahli Surga sehingga ia memasukinya. (HR. Bukhari 6/303 -Fathul Bari dan Muslim 2643, shahih) Berita Nubuwwah di atas mengabarkan bahwa proses perubahan janin anak manusia berlangsung selama 120 hari dalam tiga bentuk yang tiap-tiap bentuk berlangsung selama 40 hari. Yakni 40 hari pertama sebagai nuthfah, 40 hari kedua dalam bentuk segumpal darah, dan 40 hari ketiga dalam bentuk segumpal daging. Setelah berlalu 120 hari, Allah perintahkan seorang Malaikat untuk meniupkan ruh dan menuliskan untuknya 4 perkara di atas. Dalam riwayat lain : Malaikat masuk menuju nuthfah setelah nuthfah itu menetap dalam rahim selama 40 atau 45 malam, maka Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Apakah (nasibnya) sengsara atau bahagia? Lalu ia menulisnya. Kemudian berkata lagi : Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan? Lalu ia menulisnya dan ditulis (pula) amalnya, atsarnya[1], ajalnya, dan rezkinya, kemudian digulung lembaran catatan tidak ditambah padanya dan tidak dikurangi. (HR. Muslim dan Hudzaifah bin Usaid radhiallahu anhu, shahih) Dalam Ash Shahihain dari Anas bin Malik radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : Allah mewakilkan seorang Malaikat untuk menjaga rahim. Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Nuthfah, Wahai Rabbku! Segumpal darah, wahai Rabbku! Segumpal daging. Maka apabila Allah menghendaki untuk menetapkan penciptaannya, Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan? Apakah (nasibnya) sengsara atau bahagia? Bagaimana dengan rezkinya? Bagaimana ajalnya? Maka ditulis yang demikian dalam perut ibunya. (HR. Bukhari `11/477 -Fathul Bari dan Muslim 2646 riwayat dari Anas bin Malik radhiallahu anhu) Dari beberapa riwayat di atas, ulama menggabungkannya sehingga dipahami bahwasanya Malaikat yang ditugasi menjaga rahim terus memperhatikan keadaan nuthfah dan ia berkata : Wahai Rabbku! Ini alaqah, ini mudhghah pada waktu-waktu tertentu saat terjadinya perubahan dengan perintah Allah dan Dia Subhanahu wa Taala Maha Tahu. Adapun Malaikat yang ditugasi, ia baru mengetahui setelah terjadinya perubahan tersebut karena tidaklah semua nuthfah akan menjadi anak. Perubahan nuthfah itu terjadi pada waktu 40 hari yang pertama dan saat itulah ditulis rezki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya. Kemudian pada waktu yang lain, Malaikat tersebut menjalankan tugas yang lain yakni membentuk calon manusia tersebut dan membentuk pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulang, apakah calon

manusia itu laki-laki ataukah perempuan. Yang demikian itu terjadi pada waktu 40 hari yang ketiga saat janin berbentuk mudhghah dan sebelum ditiupkannya ruh karena ruh baru ditiup setelah sempurna bentuknya. Adapun sabda beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam : Apabila telah melewati nuthfah waktu 42 malam, Allah mengutus padanya seorang Malaikat, maka dia membentuknya dan membentuk pendengarannya, panglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian Malaikat itu berkata : Wahai Rabbku! Laki-laki atau perempuan . Al Qadhi Iyadl dan selainnya mengatakan bahwasanya sabda beliau Shallallahu Alaihi Wa Sallam di atas tidak menunjukkan dhahirnya dan tidak benar pendapat yang membawakan hadits ini pada makna dhahirnya. Akan tetapi yang dimaksudkan maka dia membentuknya dan membentuk pendengarannya, penglihatannya dan seterusnya adalah bahwasanya Malaikat itu menulis yang demikian, kemudian pelaksanaannya pada waktu yang lain (pada waktu 40 hari yang ketiga) dan tidak mungkin pada waktu 40 hari yang pertama. Urutan perubahan tersebut sebagaimana firman Allah Taala dalam surat Al Mukminun ayat 12 sampai 14. (Lihat keterangan hal ini dalam Shahih Muslim Syarah Imam An Nawawi, halaman 189-191) Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari (II/484) membawakan secara ringkas perkataan Ibnu Ash Shalah : Adapun sabda beliau Shallallahu AlaihiWaSallam dalam hadits Hudzaifah bahwasanya pembentukan terjadi pada awal waktu 40 hari yang kedua. Sedangkan dalam dhahir hadits Ibnu Masud dikatakan bahwa pembentukan baru terjadi setelah calon anak manusia menjadi mudhghah (segumpal daging). Maka hadits yang pertama (hadits Hudzaifah) dibawa pengertiannya kepada pembentukan secara lafadh dan secara penulisan saja belum ada perbuatan, yakni pada masa itu disebutkan bagaimana pembentukan calon anak manusia dan Malaikat yang ditugasi menuliskannya. Dalam taliq kitab Tuhfatul Wadud halaman 203-204 disebutkan bahwasanya hadits yang menyatakan Malaikat membentuk nuthfah setelah berada di rahim selama 40 malam, tidaklah bertentangan

dengan hadits-hadits yang lain. Karena pembentukan Malaikat atas nuthfah terjadi setelah nuthfah tersebut bergantung di dinding rahim selama 40 hari yakni ketika telah berubah menjadi mudhghah. Wallahu Alam. Perubahan janin dari nuthfah menjadi alaqah dan seterusnya itu berlangsung setahap demi setahap (tidak sekaligus). Pada waktu 40 hari yang pertama, darah masih bercampur dengan nuthfah, terus bercampur sedikit demi sedikit hingga sempurna menjadi alaqah pada 40 hari yang kedua, dan sebelum itu tidaklah ia dinamakan alaqah. Kemudian alaqah bercampur dengan daging, sedikit demi sedikit hingga berubah menjadi mudhghah. (Lihat Fathul Bari) Tatkala telah sempurna waktu 4 bulan, ditiupkanlah ruh dan hal ini telah disepakati oleh ulama. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah membangun madzhabnya yang masyhur berdasarkan dhahir hadits Ibnu Masud bahwasanya anak ditiupkan ruh padanya setelah berlalu waktu 4 bulan. Karena itu bila janin seorang wanita gugur setelah sempurna 4 bulan, janin tersebut dishalatkan (telah memiliki ruh kemudian meninggal). Diriwayatkan yang demikian juga dari Said Ibnul Musayyib dan merupakan salah satu dari pendapatnya Imam Syafii dan Ishaq. Dinukilkan dari Imam Ahmad bahwasanya ia berkata : Apabila janin telah mencapai umur 4 bulan 10 hari, maka pada waktu yang 10 hari itu ditiupkan padanya ruh dan dishalatkan atasnya (bila janin tersebut gugur). (Lihat Iqadzul Himam Al Muntaqa min Jami Al Ulum wa Al Hikam halaman 88-89 oleh Abi Usamah Salim bin Ied Al Hilali) Kita lihat dalam hadits Ibnu Masud di atas bahwasanya penulisan Malaikat terjadi setelah berlalu waktu 40 hari yang ketiga. Sedangkan pada riwayat-riwayat di atas, penulisan Malaikat terjadi setelah waktu 40 hari yang pertama. Riwayat-riwayat tersebut tidaklah bertentangan. Imam An Nawawi rahimahullah menerangkan dalam Syarah Muslim (juz 5 halaman 191) setelah membawakan lafadh hadits dari Imam Bukhari berikut ini : Sesungguhnya penciptaan setiap kalian dikumpulkan dalam rahim ibunya selama 40 hari (sebagai nuthfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga. Kemudian menjadi segumpal daging selama itu juga. Kemudian Allah mengutus seorang Malaikat dan diperintah (untuk menuliskan) empat perkara, rezkinya dan ajalnya, sengsara atau bahagianya. Kemudian ditiupkan ruh padanya . Yang jelas penulisan takdir untuk janin di perut ibunya bukanlah penulisan takdir yang ditetapkan untuk semua makhluk sebelum makhluk itu dicipta. Karena takdir yang demikian telah ditetapkan 50.000 tahun sebelumnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhuma : Sesungguhnya Allah menetapkan

takdir-takdir makhluknya lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi. (HR. Muslim 2653, shahih) Dalam hadits Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu AlaihiWaSallam, beliau bersabda : Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena (Al Qalam). Lalu Dia berfirman kepadanya : Tulislah! Maka pena menuliskan segala apa yang akan terjadi hingga hari kiamat. (HR. Abu Daud 4700, Tirmidzi 2100, dan selain keduanya. Dishahihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali dalam Iqadzul Himam) Banyak nash yang menyebutkan bahwa penetapan takdir seseorang apakah ia termasuk orang yang bahagia atau sengsara telah ditulis terdahulu. Antara lain dalam Shahihain dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu AlaihiWaSallam bersabda : Tidak ada satu jiwa melainkan Allah telah menulis tempatnya di Surga atau di neraka dan telah ditulis sengsara atau bahagia. Maka seorang laki-laki berkata : Wahai Rasulullah! Mengapa kita tidak mengikuti (saja) ketentuan kita (yang telah ditulis) dan kita tinggalkan amal? Maka beliau bersabda : Beramal-lah, maka setiap orang akan dimudahkan terhadap apa yang ditetapkan baginya. Adapun orang yang bahagia akan dimudahkan baginya untuk beramal dengan amalan orang yang bahagia. Adapun orang yang sengsara akan dimudahkan baginya untuk beramal dengan amalan orang yang sengsara. Kemudian beliau membaca : Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (Surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (QS. Al Lail : 5-7) [HR. Bukhari 3/225 -Fathul Bari dan Muslim 2647] Bahagia atau sengsara seseorang ditentukan oleh akhir amalnya, sebagaimana diisyaratkan dalam hadits Ibnu Masud di atas. Demikian pula dalam hadits berikut, dari Sahl bin Saad radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu AlaihiWaSallam, beliau bersabda : Sesungguhnya hanyalah amal-amal ditentukan pada akhirnya (penutupnya). (HR. Bukhari 11/330 -Fathul Bari). Catatan: [1] Artinya : Jejak kehidupannya. [2] Mathuf merupakan istilah dalam ilmu nahwu yang bermakna kurang lebih lafadh yang mengikuti

lafadh tertentu yang terletak sebelumnya. [3] Mathuf alaih bermakna lafadh yang diikuti oleh lafadh tertentu yang terletak sesudahnya 2.4 Asbabun Nuzul Dalam suatu riwayat dikemukaan bahwa pandangan Umar sejalan dengan kehendak dalam empat hal, antara lain mengenai turunnya ayat, Wa la qad khlaqal insane min sulalatim main thin (Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah) (Q.S 23 Al-Muminun:12) sampai, Khalqan Akhar ( mahluk berbentuk lain) (Q.S 23 Al-Muminun: 14). Pada waktu mendengar ayat tersebut, Umar berkata:Fa tabarakallahu ahsanul khaliqin (Maka Maha Sucilah Allah Pencipta yang Paling Baik). Maka turunlah akhir ayat tersebut (Q.S Al-Muminun: 14) yang sejalan dengan ucapan umar itu. 2.5 Pengkajian Berdasarkan keilmuan masing-masing Allah menjadikan manusia dari khulasah (sari) tanah, artinya asal mulanya manusia itu dijadikan Allah dari tanah. Menurut pendapat ahli pengetahuan bahwa bumi ini sebagian dari matahari, sebab ia pada mula-mulanya sangat panas dan bermyala-nyala, sebagaimana matahari itu. Tetapi lama kelamaan menjadi dinginlah kulitnya yang terbelah keluar, sedang isinya yang didalam masih panas juga. Pertimbangan yang terkenal dan dihormati ilmuwan embriologi ini dinyatakan atas pembelajaran ayat al-Quran sesuai dengan disiplinnya. Dan kesimpulannya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Kata alaqah dalam bahasa Arab memiliki tiga arti. Pertama, berarti pacet atau lintah; kedua, berarti sesuatu yang tertutup; dan ketiga, berarti segumpal darah. Dalam perbandingan lintah air tawar dengan em-brio pada tingkat alaqah, Profesor Moore menemukan persamaan yang besar di antara keduanya. Dia menyimpulkan bahwa embrio selama tingkatan alaqah kenampakannya mirip dengan lintah itu. Profesor Moore menempatkan gambar sisi embrio dengan sisi gambar seekor lintah. Dia memperlihatkan gambar gambar ini kepada para ilmuwan di beberapa konferensi. Gambar Embrio Manusia Arti kedua dari kata alaqah adalah sesuatu yang tergantung. Hal ini dapat kita lihat dalam penggabungan embrio dengan uterus dalam rahim ibu selarna masa alaqah. Arti ketiga kata alaqah adalah segumpal darah. Hal ini

berarti, sebagaimana yang diungkapkan Profesor Moore, bahwa embrio selama selama fase alaqah melalui kejadian di dalam, seperti formasi darah di dalam pembuluh darah tertutup, sampai putaran metabolisme yang dilengkapi dengan plasenta. Selama fase alaqah, darah ditarik di dalam pembuluh darah tertutup dan itulah mengapa embrio tampak seperti segumpal darah, tampak juga seperti lintah. Kedua deskripsi itu dijelaskan secara menakjubkan dengan kata alaqah di dalam al-Quran. Bagaimana Nabi Muhammad SAW kemungkinan telah mengetahui dirinya. Profesor Moore juga mempelajari embrio saat fase mudghah (gumpalan seperti zat/ substansi). Dia mengambil lempengan tanah liat yang kasar dan mengunyahnya ke dalam mulut. Kemudian membandingkan lempengan itu dengan sebuah gambar embrio saat fase mudghah. Profesor Moore me-nyimpullkan bahwa embrio saat fase mudghah tampak jelas seperti gumpalan zat. Beberapa majalah di Kanada menerbitkan beberapa pernyataan Profesor Moore. Lagipula, dia menjelaskan dalam tiga Perkembangan embrio manusia acara TV di mana dia menyoroti kesesuaian ilmu pengetahuan modern dengan apa yang tersebut di dalam al-Quran selama 1400 tahun. Akibatnya, Profesor Moore ditanya dengan pertanyaan seperti berikut: "Apakah hal ini berarti kamu percaya bahwa al-Quran itu firman Allah?" Kemudian beliau menjawab: "Saya tidak menemukan kesulitan dalam penemuan hal ini." Profesor Moore juga ditanya: "Bagaimana Anda percaya dengan Nabi Muhammad SAW jika Anda masih percaya dengan Yesus Kristus?" Dia menjawab: "Saya percaya keduanya, karena keduanya dari sekolah yang sama." Dengan demikian, semua ilmuwan modern yang ada di dunia sekarang ini datang untuk mengetahui bahwa al-Quran itu adalah pengetahuan yang diturunkan dari Allah.
Surah Al-Baqarah, 2:30 Tentang Peranan Manusia Sebagai Khalifah Terjemahan Ayat. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:Sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang Di muka bumi.Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi itu, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau? tuhan berfirman: sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Kesimpulan isi atau kandungan Al-Quran Surah Al Bar\qarah ayat 30 adalah : Allah SWT memberitahukan kepada para malaikat tentang rencananya akan menciptakan adam (manusia) yang kedudukanya sebagai khalifah di muka bumi. Para malaikat belum mengetahui secara pasti, apa yang akan diperbuat manusia setelah rencana Allah SWT terwujud. Para malaikat merasa khawatir. Bahwa umat manusia (keturunan Adam) nantinya akan berbuat kerusakan di muka bumi dan berbunuh-bunuhan antar sesama. Padahal mereka (para malaikat) merupakan mahluk yang senantiasa bertasbih, menucikan Allah, mentaati perintah-Nya dan

tidak mendurhakai-Nya. Karena itu, mereka ,mengajukan pertanyaan kepada Allah SWT sebagaimana tercantum dalam ayat tersebut. Ketidaktahuan para malaikat dan kekhawatiran para malaikat menjadi hilang setelah mendapat penjelasan dari Allah, bahwa Allah lebih mengetahui dari apa yang telah diketahui para malaikat. Kedudukan manusia di dunia adalah sebagai khalifah Allah atau pengganti Allah. Surah Al-Mumin Ayat 12-14 Tentang Kejadian Manusia Terjemahan ayat. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami balut dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia mahluk yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S. Al-Muminun, 23: 12-14)

You might also like