Professional Documents
Culture Documents
Sebuah adegan yang tak lumrah terekam melalui video handphone. Medio April 2008
sekelompok remaja putri menganiaya temannya sendiri dengan cara memukul
bergantian ke arah kepala—organ vital yang menentukan masa depan setiap orang.
Dari dialog yang terrekam, korban diperintah menunjukkan sikap hormat pada
anggota-anggota geng yang bernama Nero (Neko-neko Dikeroyok). Saat korban
mengangkat tangan ke samping kanan dahinya –seperti layaknya hormat
bendera—seorang temannya mendampar wajahnya berkali-kali. Lalu sesekali menjotos
tepat di hidung dan mulut korban sampai kepala korban terantuk ke belakang. Sebuah
pertunjukan yang paling banter bisa ditemui di atas ring tinju. Namun pertunjukan
yang satu ini lebih dari perhelatan di atas ring tinju: tanpa sarung tangan, dilakukan
dengan keroyokan dan tanpa perlawanan dari pihak lawan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, beredar pula rekaman video melalui handphone
tentang seorang remaja puteri yang dianiaya oleh sekitar lima remaja puteri
lainnyakorban dipukuli bergantian, diinjak-injak, lalu ditarik rambutnya oleh seorang
remaja putri lainnya sampai berguling-guling ke tanah. Adegan ini disaksikan oleh
beberapa orang di sekitarnya tanpa ada seorang pun yang mencoba melerainya.
Perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat biasa
disebut perilaku menyimpang. Disamping kekerasan seperti yang dilakukan remaja
putri di atas, ada banyak perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dan makin
mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku tersebut antara lain
penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), perilaku seksual
sebelum menikah, premanisme di kalangan pelajar dan sebagainya.
Pada zaman ini, ada badai besar yang bisa menggulung siapa saja yang tidak cakap
mengendalikannya, yakni badai informasi. Memang, tidak hanya remaja saja yang akan
terpengaruh oleh badai informasi ini. Tapi, badai informasi akan melengkapi ancaman
tiga badai seperti tersebut di atas. Ciri adanya badai ini adalah makin tidak
terbendungnya arus informasi seiring dengan makin mudah didapatnya teknologi
informasi. Remaja bisa dengan mudah memamah informasi tentang apapun. Bisa
dipastikan, hampir semua remaja di kota sudah familier dengan handphone, bahkan
bisa berganti-ganti model sesuai tren terbaru. Internet sudah bisa diakses sampai ke
pelosok, dimana saja dan kapan saja. Internet menyediakan beragam informasi dan
pengetahuan sesuai kebutuhan penggunanya hanya dengan satu dua kali menekan tuts
keyboard. Televisi menjadi penyedia layanan informasi yang paling banyak dikonsumsi,
terlebih banyak handphone yang sudah memiliki fasilitas gambar hidup itu. Media cetak
beragam jumlahnya dan mampu memenuhi beragam hobi dan minat setiap orang.
Derasnya informasi yang mengalir ke segala penjuru ruang sosial di masyarakat
tentunya akan memengaruhi pengguna informasi itu. Informasi yang dikenyam akan
memengaruhi cara pandang, sikap, perilaku, gaya hidup, dan kebiasaan seseorang.
Sebagai misal, belajar tidak harus tatap muka langsung dalam kelas tapi bisa dengan
jarak jauh via internet (e-learning). Berdiskusi tidak harus bersua langsung tapi bisa
lewat mailinglist. Belanja tidak harus ke supermarket tapi tapi dapat dilakukan dalam
kamar dengan menggunakan jasa belanja online. Berkirim kabar tidak lagi harus pakai
surat via pos tapi bisa langsung pakai layanan pesan singkat (sms) atau e-mail.
Jika kekerasan ini tampil mengisi ruang dan waktu seseorang tanpa ada reaksi
penolakan, ada saatnya kekerasan dianggap sebagai kejadian yang lumrah adanya.
Kekerasan tidak bisa lagi ditolak sebagai perilaku yang melanggar norma karena sudah
diwajarkan oleh sebagian besar masyarakat. Saat kita menikmati adegan kekerasan
bahkan memengaruhi dan mengubah cara kita memandang kekerasan, pada dasarnya
kita telah mengalami desensitisasi sistematis. Yakni proses yang secara sistematis
memungkinkan seseorang mewajarkan sesuatu karena sesuatu itu muncul berulang-
ulang. Kekerasan akan dianggap wajar jika hal itu muncul secara berulang-ulang dan
seakan diterima di masyarakat sebagai realitas biasa.
Norma-norma sosial makin terbuka untuk dipengaruhi bahkan diubah. Dengan mudah
norma-norma yang berlaku di masyarakat tertentu akan diadopsi oleh norma-norma di
masyarakat lain. Mode pakaian yang baru muncul di Perancis dengan cepat dikonsumsi
oleh masyarakat di kota kecil. Di Jember setiap tahun diadakan Jember Fashion
Carnaval (JFC), yakni karnaval keliling kota dengan menggunakan mode pakaian
kontemporer. Mode pakaian dapat dinikmati di sudut-sudut kota di Jember, tanpa
perlu pergi ke Perancis. Melalui internet, siapa saja bisa berinteraksi dan menemukan
ruang interaksi sosialnya. Minat, bakat, pandangan hidup, gaya hidup, pilihan profesi
bahkan orientasi seksual pun bisa terjalin intens lewat internet. Orang dapat
berinteraksi dan bertukar pikir tanpa perlu banyak tahu latar belakang lawan
interaksinya. Dalam hal ini, komunitas yang terjalin dapat membangun norma-norma
sendiri, bahkan lepas dari norma yang umum berlaku di masyarakat.
Dalam menanggapi remaja dengan perilaku yang menyimpang akan lebih bijaksana jika
tidak semata-mata menempatkan remaja sebagai ‘tersangka’. Mungkin ya, bahwa
perilaku menyimpang remaja tidak akan muncul jika tidak ada perilaku yang
ditampilkan remaja itu sendiri. Tapi mungkin juga tidak, bahwa perilaku menyimpang
yang dilakukan remaja dipengaruhi pula oleh lingkungan yang melingkupinya.
Lingkungan di sekitar remaja seperti katalisator yang memungkinkan remaja
berperilaku menyimpang. Dalam hal ini remaja ditempatkan sebagai korban dari
lingkungannya. Maka, tidak ada empati yang bisa ditunjukkan kepada korban selain
dengan cara membela korban. Bagaimana pembelaannya?