You are on page 1of 20

KAWASAN METROPOLITAN DI INDONESIA

1. MEBIDANG Kota Medan berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan aktivitas perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah membentuk suatu kawasan metropolitan yang dikenal dengan Mebidang (Kota Medan, Kota Binjai, dan Kabupaten Deli Serdang). Istilah Mebidang lahir sejak tahun 1980-an. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa studi perkotaan Kota Medan yang telah melibatkan wilayah sekitarnya dalam studi tersebut. Beberapa studi yang memperkenalkan konsep Mebidang adalah MUDS (Medan Urban Development Study 1980), MULMS (Medan Urban Land Management Study 1986) dan penilaian ADB (Asian Development Bank) atas proyek MUDP II tahun 1987. Secara resmi kawasan Mebidang telah ditetapkan oleh Gubernur Propinsi Sumatera Utara sebagai Mebidang Metropolitan Area (MMA) pada tahun 1985. Pada tahun yang sama, Ditjen Cipta Karya Departemen PU

mempersiapkan Rencana Umum Kota Kawasan Medan Raya yang merupakan rencana pengembangan kawasan yang meliputi beberapa daerah regional. Pada saat itu pengembangan kawasan metropolitan Mebidang diarahkan untuk menjadi salah satu titik pertumbuhan segitiga pertumbuhan utara IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle) dalam rangka menyongsong AFTA 1992. Kawasan Mebidang saat ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Propinsi Sumatera Utara dan juga sebagai pintu gerbang keluar masuknya barang. Metropolitan Mebidang merupakan salah satu dari 6 kawasan tertentu di Indonesia sebagai Pusat Kegiatan Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Perkembangan yang terus terjadi di Kawasan Metropolitan Mebidang dirasakan perlu adanya suatu perencanaan yang mencakup seluruh wilayah Mebidang, sehingga lahirlah Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan (RUTRP) Kawasan Mebidang Metropolitan tahun 1996 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Penyusunan RUTRP Mebidang merupakan pemaduan dan tindak lanjut dari studi-studi yang telah dilakukan di wilayah Mebidang dan juga memadukan

ketiga RTRW DT IIyang termasuk di Kawasan Perkotaan Mebidang. Dokumen ini menjadi acuan dalam penyusunan program pembangunan di Kawasan Metropolitan Mebidang (RUTRK Kawasan Metropolitan Mebidang, 1996). Wilayah Mebidang itu sendiri terdiri dari 40 kecamatan yang meliputi 21 kecamatan di Kota Medan, 5 kecamatan di Kota Binjai dan 14 kecamatan (dari 33 kecamatan) di Kabupaten Deli Serdang. Kecamatan-kecamatan yang membentuk wilayah Mebidang adalah sebagai berikut:

Wilayah Administrasi Mebidang

Batas wilayah Kawasan Metropolitan Mebidang ini diperkirakan akan terus berubah seiring dengan perkembangan aktivitas perkotaan yang sangat dinamis. Perkembangan ini dapat terus meluas ke luar wilayah yang telah ada saat ini. Kemungkinan ini dapat dipertegas dengan adanya proses perancangan pengembangan kawasan perkotaan metropolitan Medan Binjai Deli Serdang dan Kabupaten Karo (Mebidangro) yang saat ini tengah dilakukan Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Struktur Ruang Kawasan Mebidang ditetapkan sebagai pusat pelayanan primer A di wilayah Propinsi Sumatera Utara (Perda No. 7 Tahun 2003) dengan Kota Medan menjadi kota inti kawasan Mebidang dan didukung oleh kabupaten/kota di sekitarnya. Perkembangan aktivitas perkotaan di wilayah Mebidang Metropolitan Area mengarah ke bagian barat secara dominan dan kearah timur serta utara.

Perkembangan aktivitas perkotaan kawasan Mebidang tidak terlepas dari perkembangan fisik berupa jaringan tranportasi yang ada. Struktur jaringan jalan dan kereta api yang berpola menjari menghubungkan wilayah inti dengan pusatpusat kegiatan perkotaan di wilayah tepi. Hal ini membentuk struktur perkotaan di kawasan Mebidang seperti terlihat pada gambar berikut:

Pada GAMBAR terlihat bahwa kawasan terbangun dan aktivitas perkotaan terpusat di Kota Medan sebagai wilayah inti dan juga tersebar sepanjang jaringan jalan yang menghubungkan wilayah inti dengan sub pusat di wilayah tepi. Hal ini menunjukkan adanya pola linear yang menjari dari wilayah inti ke wilayah tepi. Dalam RUTRP Kawasan Mebidang Metropolitan, pusat-pusat kegiatan di kawasan Mebidang yang diarahkan adalah Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Belawan dan Kuala Namu. Arahan tersebut mengikuti kecenderungan yang ada serta asumsi akan terealisasinya pemindahan bandara dari lokasi lama di Polonia ke lokasi baru di Kuala Namu. Dua skenario yang ditetapkan dalam RUTRP Kawasan Mebidang Metropolitan adalah: Perkembangan Ekstensif Pada tahap awal, kegiatan perkotaan dipusatkan di bekas lokasi bandara lama Polonia, maka Kota Medan dan sekitarnya akan membentuk suatu pusat pertumbuhan dengan fungsi sebagai Financial and Business Center sekaligus sebagai pusat pengembangan kawasan perkotaan Mebidang. Sedangkan di sebelah

barat, Kota Binjai dengan daya tariknya akan menarik kota satelit di Sunggal Barat hingga akhirnya akan membentuk suatu lingkup kota baru dengan Kota Binjai yang berpusat di Binjai Kota. Di sebelah utara diharapkan Belawan dan kota-kota kecil di sekitarnya akan membentuk kota tersendiri dan akan terdapat juga kota-kota di sebelah timur yang relatif berjauhan (Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Serdang). Lalu sedikit demi sedikit akan berkembang koridor yang menghubungkan kota-kota tersebut yang pada tahap selanjutnya ekstensifikasi kota akan terus meluas sejalan dengan meningkatnya intensitas kegiatan perkotaan. Perkembangan Terbatas Skenario ini dibentuk dengan pendekatan pemanfaatan ruang yang lebih bijaksana serta memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan kawasan perkotaan yang dianggap ideal. Perkembangan yang terjadi pada tahap awal skenario ini tidak jauh berbeda dengan skenario perkembangan ekstensif. Struktur ruang terbentuk oleh adanya fungsi pusat-pusat pelayanan dan area prospektif dengan pusat perkembangan di Medan Kota Inti. Untuk menghindari perkembangan perkotaan yang terus meluas, maka perkembangan kawasan perkotaan Mebidang diarahkan membentuk pola ribbon (pita) seperti terlihat pada Gambar. Dari kedua skenario rencana pengembangan kawasan Mebidang di atas, terlihat memang pada dasarnya Kota Medan diarahkan sebagai kota inti kawasan Mebidang dan didukung dengan sub pusat-sub pusatnya yaitu Kota Binjai, Belawan, dan Lubuk Pakam.

2. JABODETABEKJUR Pembentukan Kawasan Metropolitan Jakarta atau yang dikenal dengan Jabodetabek (sekarang Jabodetabekjur), disebabkan oleh adanya keterkaitan antar wilayah yang membuat adanya suatu hubungan sehingga setiap kabupaten/kota yang terkait terus berkembang, belum lagi adanya aliran investasi asing dan dalam negeri serta kebijakankebijakan pemerintah yang mendukung pembentukan wilayah metropolitan. Pada tahun 1970-an, wilayah ini dikenal dengan sebutan Jabotabek, yaitu singkatan dari Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi. Akan tetapi

seiring dengan bertumbuhnya jumlah penduduk dan meluasnya kegiatan perekonomian perkotaan, pada tahun 1990-an, kawasan ini dikenal dengan Jabodetabek (ditambah dengan Kota Depok) dan kini Jabodetabekjur (ditambah dengan beberapa kecamatan di Kabupaten Cianjur). Melihat perkembangan yang terus berlangsung maka tidak menutup kemungkinan bertambahnya kawasan metropolitan baru di dalam Kawasan Metropolitan Jakarta ini. Sebelum terbentuknya wilayah metropolitan ini, Jakarta yang dulu dikenal dengan Sunda Kelapa, merupakan pelabuhan perdagangan kecil di hilir Sungai Ciliwung. Setelah kemenangan Portugis tahun 1527, berdasarkan ketentuan adat Sunda, Sunda Kelapa beralih nama menjadi Jayakarta yang mengandung arti Kemenangan (The Victory). Pada tahun 1618 Jayakarta beralih nama kembali menjadi Batavia pada masa penjajahan Belanda yang melakukan perluasan kota demi keperluan VOC sebagai pelabuhan utama di Indonesia. Hingga abad berikutnya, Batavia terus tumbuh menjadi kota yang berpenduduk 500.000 jiwa. Jalur kereta api dalam kota menghubungkan Batavia dengan Tangerang (bagian barat Batavia), Serpong, dan Selat Sunda di barat daya, Bogor dan Bandung di bagian selatan, Bekasi dan Cirebon di bagian Timur. Sejak saat itu, perluasan Kota Batavia telah dimulai seiring dengan permintaan akan lahan perumahan. Setelah pengakuan dunia internasional terhadap kemerdekaan Indonesia, nama Batavia kembali menjadi Jakarta yang berfungsi sebagai ibukota negara. Akan tetapi, pada tahun 1960-an terjadi kesulitan oleh karena adanya transformasi sosial dari Negara jajahan ke negara merdeka, dan adanya kebijakan anti-kapitalis yang mempersulit pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya investasi asing dan domestik. Apabila dilihat dari perkembangan jumlah penduduknya, pada tahun 1950an jumlah penduduk Jakarta telah mencapai 1,5 juta jiwa, lebih dari dua kali lipat dari tahun 1945. Lalu, pada tahun 1961, jumlah penduduk Jakarta mencapai 2,9 juta yang menjadikan Jakarta sebagai kota terbesar di dunia. Sebagian penduduk Jakarta tinggal di kampong kampong padat penduduk dengan infrastruktur yang buruk, selain itu transportasi public juga sangat tidak diperhatikan. Master Plan pertama

untuk Kota Jakarta disiapkan pada tahun 1952 yang merencanakan jalan lingkar (ring road) sebagai batas pertumbuhan kota yang dikelilingi oleh green belt mengikuti prinsip-prinsip Garden City Ebenezer Howard. Rencana ini tidak pernah terealisasi, sampai 35 tahun berikutnya terjadi pertumbuhan pesat dan perubahan struktur kota. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, Jakarta menjadi pusat pertumbuhan nasional. Sejak tahun 1961 sampai 1971, jumlah penduduk Jakarta hampir mencapai dua kali lipat dari 2,9 juta jiwa menjadi 4,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 5,8 persen per tahun. Dengan adanya industrialisasi di wilayah Jakarta, tingkat urbanisasi meningkat melebihi batas-batas adminitratif hingga ke kabupaten-kabupaten di sekitarnya. Oleh karena itu, Master Plan kedua tahun 1967, untuk periode 1965 1985, berusaha untuk mengatasi pertumbuhan besar baru. Perkembangan Kota Jakarta yang tadinya merupakan kota kecil mengalami perkembangan yang sangat pesat dan seiring dengan adanya peningkatan perekonomian dan pembangunan infrastruktur telah mendorong pertumbuhan wilayah di sekitarnya sampai terbentuk suatu kawasan metropolitan seperti sekarang. Saat ini kawasan metropolitan Jabodetabekjur tidak dapat dipandang sebagai suatu unit yang berdiri sendiri, akan tetapi terus memberikan pengaruhnya terhadap perkembangan wilayah yang terintegrasi.

STRUKTUR RUANG Adapun struktur Kawasan Metropolitan Jabodetabekjur, menunjukkan suatu pola struktur yang polisentrik (banyak pusat), yaitu DKI Jakarta sebagai pusat utamanya, dan memiliki Bogor (kabupaten dan kota), Kota Depok, Tangerang (kabupaten dan kota), Bekasi (kabupaten dan kota) sebagai sub pusat yang melayani kota dan daerah otonomnya, serta ditambah dengan kawasan Puncak-Cianjur metropolitan. Selain itu dapat dengan jelas kita lihat bagaimana pengaruh DKI Jakarta sebagai pusat terhadap wilayah sekitarnya yang menghasilkan suatu daerah perkotaan yang meluas, seperti ditunjukkan pada Gambar: yang juga diperhatikan pengaruhnya terhadap wilayah

Berdasarkan Raperpres Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur, metropolitan Jabodetabek-Punjur merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Wilayah ini meliputi: Seluruh wilayah DKI Jakarta; Sebagian wilayah Propinsi Jawa Barat, mencakup seluruh wilayah Kabupaten Bekasi, seluruh wilayah Kota Bekasi, seluruh wilayah Kota Depok, seluruh wilayah Kabupaten Bogor, seluruh wilayah Kota bogor, dan sebagian wilayah Kabupaten Cianjur, yang meliputi Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Sukaresmi. Sebagian wilayah Propinsi Banten, yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten Tangerang dan seluruh wilayah Kota Tangerang.

3. MAMMINASATA Kota Metropolitan MAMMINASATA yang mencakup Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar di Sulawesi Selatan. Cakupan Kawasan Perkotaan Mamminasata Kawasan Perkotaan Mamminasata mencakup 46 (empat puluh enam) kecamatan, yang terdiri atas: a. seluruh wilayah Kota Makassar yang mencakup 14 (empat belas) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Biringkanaya,

Kecamatan Manggala, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Tallo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung

Pandang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mamajang, dan Kecamatan Mariso; b. seluruh wilayah Kabupaten Takalar yang mencakup 9 (sembilan) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Mangarabombang, Kecamatan Mappakasunggu, Kecamatan Sanrobone, Kecamatan Polombangkeng Selatan, Kecamatan

Pattallassang, Kecamatan Polombangkeng Utara, Kecamatan Galesong Selatan, Kecamatan Galesong, dan Kecamatan Galesong Utara; c. sebagian wilayah Kabupaten Gowa yang mencakup 11 (sebelas) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Somba Opu, Kecamatan Bontomarannu, Kecamatan Pallangga, Kecamatan Bajeng, Kecamatan Bajeng Barat, Kecamatan Barombong, Kecamatan Manuju, Kecamatan Pattallassang, Kecamatan Parangloe, Kecamatan Bontonompo, dan Kecamatan Bontonompo Selatan; dan d. sebagian wilayah Kabupaten Maros yang mencakup 12 (dua belas) wilayah kecamatan, meliputi Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Turikale, Kecamatan Marusu, Kecamatan Mandai, Kecamatan Moncongloe, Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau, Kecamatan Tanralili, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Bantimurung, Kecamatan Simbang, dan Kecamatan Cenrana.

DINAMIKA Pertumbuhan penduduk Kawasan MAMMINASATA diperkirakan

tumbuh dari 2,25 juta jiwa menjadi 2,88 juta jiwa pada tahun 2020. Hal ini memberikan implikasi yang kompleks terhadap kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan. Dengan volume penerbangan 48 kali sehari, menjadikan -Kota Makassar sebagai pintu gerbang sehingga pada secara wilayah-wilayah Kabupaten dapat memberikan

Maros, Gowa dan Takalar,

ekonomis

pertumbuhan dan perkembangan bagi wilayah disekitarnya melalui dukungan pembangunan Infrastruktur di bidang jalan & jembatan, Irigasi, Jaringan air bersih di wilayah MAMMINASATA, yang telah didesain melalui studi yang dilaksanakan atas kerjasama dengan Pemerintah Indonesia dan JICA. Sebagai suatu konsep pengelolaan wilayah Metropolitan yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan serta ramah lingkungan secara berkelanjutan,

tentu saja pengelolaan wilayah MAMMINASATA diarahkan dengan upaya-upaya pemanfaatan ruang, pemanfaatan sumberdaya alam dan daya dukung lingkungan secara efisien dan berdaya guna, melalui keseimbangan antar wilayah dan antar sektor serta pencegahan kerusakan fungsi dan tatanan lingkungan hidup. Pembangunan MAMMINASATA yang berkelanjutan, dilakukan upayaupaya antara lain pengelolaan sampah yang dilakukan dengan cara integrasi pada satu pusat TPA, alternatif-alternatif pemecahan masalah permukiman yang semakin padat di wilayah MAMMINASATA yang saat ini tidak tertata dengan baik, sehingga diperlukan adanya rencana pemanfaatan ruang yang baik dan terpadu agar pemanfaatan ruang dapat terkendali secara efektif dan efisien dalam penggunaannya. 4. GERBANGKERTOSUSILO Gerbangkertosusilo adalah akronim dari Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, lamongan. Pembentukan Satuan wilayah Pembangunan (SWP) Gerbangkertosusila sendiri, menurut Perda Provinsi Jawa Timur No.4/1996 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur dan PP No.47/1996 tentang RTRW Nasional, bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan antar Daerah. Kawasan Gerbangkertosusila merupakan kawasan metropolitan terbesar kedua di Indonesia yang berpusat di Surabaya, kawasan ini serupa dengan istilah Jabodetabek dengan pusat di Jakarta. DEMOGRAFI

Dengan perkembangan yang sangat pesat, yang meliputi jumlah penduduk dan ekonomi, dari wilayah urban metropolitan Gerbangkertosusila, maka munculah berbagai wacana untuk megembangankan wilayah sendiri menjadi Daerah Khusus Metro Surabaya, setingkat dengan provinsi dan terpisah dari wilayah Provinsi Jawa Timur, yang dipimpin oleh seorang gubernur. Pemisahan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara Gerbangkertosusilo dengan daerah lainnya di Jawa Timur, terlebih telah ditunjang dengan Jembatan Suramadu yang makin banyak menghubungkan Surabayadengan Bangkalan (Madura), pula pihak yang menginginkan wilayah maka

metropolitan

Gerbangkertosusila sebagai wilayah provinsi sendiri dengan segera. Namun, wacana ini masih banyak yang memperdebatkannya, terutama di kalangan DPRD Jawa Timur, dikarenakan belum pernah dilakukan penelitian yang mendalam dan akurat di bidang sosial ekonomi dan kemasyarakatan yang membutuhkan dana yang sangat besar. Maka, Pakde Karwo sebagai gubernur Jawa Timur periode 2009 - 2014 menganggap pemekaran wilayah tidak mempunyai alasan kuat dan hanya akan menambah beban rakyat untuk biaya pemerintahan saja. Dalam menyusun rencana tata ruang (RTR), pemerintah mendapatkan bantuan dari pemerintah Jepang melalui JICA Study Team K. yang dipimpin oleh Nagayama. Pada pertemuan untuk melakukan penyusunan rencana tata ruang Gerbangkertosusila Deputi Kepala Bappenas bidang pengembangan regional dan otonomi daerah, Max Pohan, mengemukakan betapa pentingnya melakukan pembagian peran dan serta fungsi perlu terhadap dibuat kota-kota green belt satelit di Kawasan kota inti

Gerbangkertosusila

antara

yaitu Surabaya dengan kota-kota satelitnya. Hal tersebut sangat penting agar dapat mencegah konurbasi seperti yang sekarang terjadi di Jabodetabek. Dalam melakukan pembagian peran dan fungsi, pemerintah tetap berusaha untuk memperhatikan kesesuaian RTR Kawasan Gerbangkertosusila dengan RTRW provinsi/kabupaten/kota yang ada wilayah tersebut, terutama yang telah diperdakan, serta masalah kelembagaan. Seperti halnya Surabaya yang telah menjadi pusat bisnis, perdagangan, industri, pendidikan kawasan Indonesia Timur

10

dan mempunyai rumah sakit rujukan sekawasan Indonesia Timur yaitu RSUD dr. Soetomo Kini, dalam menanggapi perubahan, perkembangan dan tuntutan zaman, membuat pemerintah mulai memikirkan tugas lagi yang kemampuan bertujuan kawasan pemerataan

Gerbangkertosusila

dalam

memenuhi

pembangunan antar daerah khususnya di Jawa Timur dan umumnya kawasan Indonesia Timur. Demi meningkatkan kemampuan kawasan tersebut, pada tahun 2011, pemerintah sedang dalam proses menggagas Gerbangkertosusila Plus (GKS PLUS). Pemerintah memandang perlu adanya kawasan pendukung baru yaitu GKS PLUS demi meningkatkan daya dukung atau menyokong kebutuhan dari kota inti. Dalam usaha merealisaikan gagasan ini, maka proses penggagasan ini telah dipublikasikan oleh Sistem Informasi Tata Ruang Jawa Timur.

5. KARTAMANTUL

Tujuan pembentukan Kawasan Metropolitan Kartamantul adalah untuk mengkoordinasikan, merencanakan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur bagi wilayah ini secara keseluruhan, yang bersifat multi yurisdiksi. Ketiga pemerintah kota/kabupaten, dengan jumlah penduduk mendekati 2 juta jiwa, ini menyadari bahwa kerjasama sangat penting agar pembangunan serta pengelolaan infrastruktur dapat berjalan secara optimum, dan harus dilakukan sebagai suatu sistem yang bersifat multi yurisdiksi. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga sangat mendukung kerjasama ini.

11

Seketrariat Bersama Kartamantul ini memiliki tiga jenjang pengelolaan. Pertama, Bupati dan Walikota ketiga pemerintah daerah ini pada tingkat tertinggi; Pada tingkat kedua, pengelolaan dilaksanakan bersama oleh pejabat teras kota/kabupaten tersebut, termasuk Sekertaris Daerah, Kepala Bappeda, dan beberapa kepala dinas; Ketiga, pada tingkat yang paling rendah pelaksanaan dilakukan oleh para pejabat teknis. Pada dasarnya ada enam kerjasama yang dikelola oleh sekertariat ini, meliputi pengelolaan limbah padat, limbah cair, air bersih, transportasi umum, jalan, dan sistem drainase, yang tentu saja tidak untuk dilaksanakan sekaligus namun secara bertahap. Hingga saat ini kerjasama tersebut berfokus pada pengelolaan limbah padat dan limbah cair. Bentuk sekertariat bersama ini pada dasarnya merupakan salah satu cara pengelolaan wilayah metropolitan, walaupun terbatas hanya pada beberapa aspek yang dikerjasamakan.

6. KEDUNGSEPUR Perkembangan kota adalah proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan kekeadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sehubungan dengan hal ini, tinjauanperkembangan akan ditinjau dari kehidupan ekonomi, politik dan budaya. Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Semarang terletak pada posisi strategis di jalur pantai utara dan sebagai simpul regional dan nasional. Sebagai simpul nasional, karenaSemarang memiliki bandar udara dan pelabuhan serta dilewati arus lalu lintas menuju ibukotanegara Jakarta, sedangkan sebagai simpul regional, karena Semarang memiliki hinterland atau daerah belakang yang meliputi kawasan Kedungsapur (Kendal, Demak, Ungaran, dan Purwodadi). Daerah Kedungsapur tersebut merupakan simpul strategis. Wilayah KabupatenSemarang dengan ibukota di Ungaran merupakan penyangga air bersih, sedangkan daerahDemak dan Purwodadi merupakan daerah penyangga

permukiman dan penyedia tenaga kerjabagi berlangsungnya kegiatan industri di Semarang. Berbagai industri yang tumbuh diSemarang yang meliputi kawasan Tugu, Genuk maupun di sekitar Jalan Kaligawe, merupakanpotensi besar yang kemudian menjadikan Semarang tumbuh sebagai kota besar.

12

Mulai kaburnya garis batas non-administratif tersebut seakan menyatukan wilayahSemarang dengan kota-kota di sekitarnya, sehingga membentuk suatu ''megaurban''. Sudah pasti, banyak akibat yang harus ditanggung oleh Semarang berkaitan dengan semakinbesarnya kota ini, di antaranya masalah lingkungan, lalu lintas, permukiman, sampai kemasalah-masalah sosial lainnya. Keseimbangan ekologis, tata lingkungan, dan pertumbuhankota memerlukan perencanaan yang komprehensif. Masalah spesifik di Jalan Kaligawe adalahsoal lingkungan hidup, yakni banjir dan rob yang hingga saat ini belum dapat dipecahkan.Tampaknya proses pertumbuhan kota masih lepas dari kontrol pemerintah sebagaimana telahdituangkan dalam Rencana Tata Ruang Kota. Dengan kata lain, permasalahan yang dihadapiSemarang sangat kompleks karena tidak hanya menyangkut masalah ekologis, namun jugamasih lemahnya manajemen pembangunan kota. Apalagi dengan jumlah penduduk lebih dari1,5 juta jiwa, sudah pasti Semarang menghadapi berbagai permasalahan yang serius.Persoalan yang lain adalah berkaitan dengan peluang kerja. Menurut Terry McGee (1971) adadua kenyataan yang menyolok di negara-negara Dunia Ketiga. Pertama, kotakota di negara-negara Dunia Ketiga tumbuh luar biasa. Pertumbuhan Kota Semarang yang demikian pesat tersebut pada akhirnya memerlukanperencanaan strategis untuk diimplementasikan guna menunjang pembangunan kota yangberkelanjutan.

13

7. MALANG RAYA Malang Raya merupakan sebuah terminologi yang menjadi representasi kultural dari sebagian wilayah eks Karesidenan Malang, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Hingga saat kini menjadi populer dengan kawasan Metropolitan Malang Raya. Secara budaya, wilayah ini terikat pada suatu komunitas yang disebut "Arek Malang atau Arema", dalam hal ini tercakup juga sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan seperti Sukerejo, Purwosari, Purwodari, dan Pandaan. Istilah "Malang Raya" mulai populer ketika eks Kecamatan Batu, Kabupaten Malang, ditetapkan sebagai Kota Administratif. Hal ini berlanjut hingga Kota Batu ditetapkan sebagai kota tersendiri. Dalam perkembangannya, tiga kepala daerah di wilayah Malang Raya sering berkoordinasi dalam setiap kegiatan yang berpotensi melibatkan ketiga wilayah administratif tersebut. Hal ini menjadikan kebijakan-kebijakan pemerintahan yang diambil tidak berbenturan antar-wilayah.

DEFINISI Kota Malang tidak saja berfungsi sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa serta kegiatan industri serta jasa. Perkembangan Kota Malang memiliki keterkaitan yang kuat antara Kota Malang dengan wilayah-wilayah di sekitarnya. Perkembangan tersebut membawa perubahan struktur ruang Kota Malang menjadi Perkotaan Malang dan sekitarnya atau disebut dengan istilah Malang Raya.

Struktur pusat permukiman perkotaan dalam Malang Raya diarahkan dalam 3 cluster, yaitu cluster Kota Malang, Kota Batu, dan Perkotaan Kepanjen.

Struktur pusat permukiman perkotaan cluster Malang, meliputi pusat permukiman Perkotaan Lawang, Singosari, Dau, Karangploso, Wagir, Pakisaji, Bululawang, dan Tajinan.

14

Struktur pusat permukiman Perkotaan Kepanjen meliputi pusat permukiman Perkotaan Gondanglegi, Turen dan perkotaan sekitar Kepanjen. Sedangkan Struktur permukiman Kota Batu meliputi seluruh permukiman di Kota Batu.

Kawasan Metropolitan Malang Raya mencakup wilayah administrasi, 1. Kota Malang 2. Kota Batu 3. Kabupaten Malang 8. BIMINDO Kawasan Metropolitan BIMINDO(city region) merupakan contoh tipology wilayah nodal yang biasanya memiliki satu atau lebih pusat. pengendali (control centers) yang biasanya dicirikan dengan konsentrasi area urban dengan kepadatan yang tertinggi dikelilingi daerah-daerah dengan kepadatan rendah yang terhubungkan dengan sistem transportasi terintegrasi. Sesuai dengan Struktur Ruangnya, Kawasan Metropolitan BIMINDO memiliki 2 kota inti (core) yaitu BItung dan Manado serta empat sub pusat yaitu Tomohon, Airmadidi, Tondano dan Likupang dengan fungsi masing masing dalam lingkup pengembangan wilayah metropolitan. Arahan fungsi kota di Kawasan Metropolitan BIMINDO

15

Arahan fungsi kawasan sesuai dengan konsep wilayah nodal dan fungsi dari tiap wilayah. Pada konsep wilayah nodal, pusat wilayah dan daerah hinterland-nya berinteraksi dalam hubungan fungsi sebagai berikut : Pusat wilayah berfungsi sebagai: (1) tempat terkonsentrasinya penduduk (pemukiman); (2) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, (3) pasar bagi komoditas-komoditas pertanian maupun industri; dan (4) lokasi pemusatan industri manufaktur (manufactory) yakni kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan suatu output tertentu. Fungsi arahan pusat wilayah yaitu Kota Manado dan Kota Bitung, sesuai dengan konsep pusat wilayah pada wilayah nodal. Dengan demikian, pengembangan kedua kota ini diupayakan untuk menunjang arahan fungsinya. Agar ada kesesuaian antara konsep wilayah dan strategi serta program pembangunan. Daerah Hinterland berfungsi sebagai: (1) pemasok (produsen) bahan-bahan mentah atau bahan baku; (2) pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi dan commuting (menglaju); (3) daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur; dan (4) penjaga keseimbangan ekologis.

Fungsi arahan sub wilayah yaitu Tondano, Tomohon, Airmadidi dan Likupang, sesuai dengan konsep sub pusat wilayah pada wilayah nodal. 1. Tondano merupakan pemasok hasil hasil pertanian (bahan mentah) serta memiliki cakupan area hutan yang luas sebagai penjaga keseimbangan ekologis kawasan. 2. Demikian pula dengan Tomohon, sebagai kota yang mengandalkan kegiatan agribisnis dan wisata alam. Tomohon merupakan pemasok bahan mentah (holtikultura) bagi Kota Manado dan Kota Bitung. Tomohon juga merupakan daerah yang konsisten menjaga alam serta memiliki hutan yang masih terjaga

16

kelestariannya, sehingga Tomohon tepat berada pada lingkaran kawasan metropolitan BIMINDO sebagai penjaga keseimbangan ekologis kawasan. 3. Airmadidi berada diantara kedua kota utama, dilintasi oleh pergerakan arus barang dan jasa antara kedua kota inti. Koridor Airmadidi semakin berkembang dengan adanya pergerakan tersebut, terutama dengan munculnya kawasan kawasan permukiman baru. Meningkatnya kebutuhan akan lahan permukiman pada kedua kota inti yang semakin padat menyebabkan orientasi bermukim mulai berubah ke daerah pinggir kota bahkan luar kota. Fenomena ini seperti yang juga terjadi di daerah metropolitan lainnya, dimana penduduk memilih untuk bermukim di daerah pinggir kota atau luar kota karena harga tanah yang lebih murah serta lingkungan yang masih asri. 4. Likupang berperan sebagai pemasok bahan mentah berupa hasil perikanan untuk industri perikanan di Kota Bitung. Selain itu Likupang merupakan salah satu pemasok tenaga kerja bagi kota inti. Karena berada di daerah pesisir, maka Likupang merupakan sub wilayah yang memiliki akses ke masyarakat di pulau pulau kecil sebagai daerah pemasaran barang dan jasa industry serta pemasok tenaga kerja. Wilayah nodal beserta sub sub wilayahnya dalam berbagai tingkat hirarki

Melalui analisis konsep pengembangan wilayah diketahui bahwa Kawasan Metropolitan BIMINDO merupakan wilayah nodal dengan dua kota inti dan 4 sub wilayah. Setiap kota dalam kawasan ini saling tergantung dalam perputaran kegiatan perekonomian seperti yang dijelaskan sebelumnya mengenai masing masing fungsi kota. Dengan demikian, Kawasan Metropolitan BIMINDO 17

berperan dalam jaringan system perekonomian wilayah Provinsi Sulawesi Utara, dan terbentuk karena sistem ekonomi. Hal ini menjelaskan strategi pengembangan BIMINDO, berdasarkan indikator pembangunan mengacu pada pembangunan perekonomian dalam kawasan.

9. Kawasan Metropolitan Kaltara Pada kawasan metropolitan ini terjadi di wilayah kalimantan bagian utara yang meliputi Sabah, Sarawak, Brunei dan Kalimantan Timur bagian Utara (= Karasikan). Kalimantan Timur bagian utara merupakan bekas wilayah Kesultanan Bulungan. Daerah Kesultanan Bulungan merupakan bekas daerah milik Kerajaan Berau yang melepaskan diri.[1] Kerajaan Berau menurut Hikayat Banjar termasuk dalam pengaruh mandala Kesultanan Banjar sejak zaman dahulu kala, ketika Kesultanan Banjar masih bernama Kerajaan Negara Dipa/Kerajaan Negara Daha. Pembagian Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara atau Kalimantan Utara dibagi menjadi 5 wilayah yang masing-masing 1 kota dan 4 kabupaten yaitu : a. Kota Tarakan Kota Tarakan merupakan pusat perekonomian dan jasa terbesar di wilayah utara Kalimantan Timur dengan jumlah penduduk terbesar 239.787 jiwa pada tahun 2011 di pulau kecil dengan luas 250,80 km dan kepadatan hampir mencapai 1.000 jiwa per/km. b. Kabupaten Bulungan Kabupaten Bulungan adalah kebupaten induk bagi semua wilayah di Kalimantan Utara sebelum tahun 1997 yang memekarkan Kota Tarakan dan tahun 1999 memekarkan v Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan serta tahun 2007 pemekaran terakhir yaitu Kabupaten Tana Tidung. Kabupaten kecil dengan luas 18.010,50 km dan penduduk 135.915 jiwa pada tahun 2011 serta berpusat di Kecamatan Tanjung Selor c. Kabupaten Malinau Kabupaten Malinau merupakan kabupaten terluas di Kalimantan utara dengan luas 39.799,90 km serta berpenduduk terkecil kedua setelah Kabupaten

18

Tana Tidung yaitu 62.423 jiwa. Malinau berpusat di Kecamatan Malinau Kota yang berpenduduk sekitas 50% dari jumlah dari jumlah penduduk total. d. Kabupaten Nunukan Kabupaten Nunukan adalah kabupaten terbesar kedua setelah Kota Tarakan dengan penduduk 140.842 jiwa di tahun 2010 dengan luas wilayah 14.493 km yang berpusat di Pulau Nunukan Timur tepatnya di Kecamatan Nunukan. e. Kabupaten Tana Tidung Kabupaten Tana Tidung merupakan kabupaten termuda, terkecil serta berpenduduk tersedikit di Kalimantan Utara, yang berada di arus Sungai Sesayap dan berpenduduk 22.503 jiwa pada tahun 2011 dengan luas wilayah 4.828,58 km

10. Kawasan Bandung Metropolitan Area Tempat ini terletak 20 km dari wilayah metropolitan Jakarta ("Jabotabek"), dan berdekatan dengan batas Jabodetabek-Cirangkarta. Kawasan tersebut mempunyai populasi terbanyak ketiga setelah Jabotabek dan Gerbangkertosusila dan kawasan tersebut merupakan tempat berpopulasi terpadat kedua setelah Jabotabek. Kabupaten Bandung Barat memisahkan diri dari Kabupaten Bandung pada tahun 2007, berikut merupakan data yang menampilkan wilayah metropolitan Bandung sebelum pemekaran.

Pertumbuhan Dan Perkembangan Jumlah Penduduk dari Segi Wilayah Administrasi Pada Tahun 2010 Divisi administratif Kota Bandung Kota Cimahi Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung Barat Luas(km) 2010 167.27 41.2 1,756.65 1305.77 Penduduk 2010 Sensus 2,393,633 541,139 3,174,499 1,513,634 Kepadatan (/km 2010) 14,125 13,134 1,801 1,159

19

Wilayah Metropolitan Bandung

3,270.89

7,622,905

2,330.9

11. Kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) Namun perkembangan saat ini yang terjadi di Provinsi Bali telah menunjukkan gejala terbentuknya metropolitan. Perkembangan kota-kota yang menyatu dengan jumlah penduduk mencapai 1 juta jiwa, merupakan gejala yang paling signifikan terjadi. Hal ini dibahas dalam paparan konsep akhir Peningkatan Pelaksanaan Penataan Ruang Kawasan Metropolitan Sarbagita, di Jakarta, pekan lalu. Sarbagita, harus mempertimbangkan adanya aspek-aspek lokal yang terdapat di Provinsi Bali. Seperti kawasan perlindungan setempat, kawasan tempat suci yaitu mencakup danau, gunung, dan sungai, dan tempat suci yang mencakup tempat ibadah agama Hindu.

20

You might also like