You are on page 1of 6

PENGANTAR TATTWA HINDU

*

Oleh : Miswanto
**


Pengertian Tattwa
Tattwa berasal dari kata Sanskerta Tat yang berarti itu dan twa yang berarti engkau. Kata
tattwa dapat diartikan sebagai tentang keituan. Keituan yang dimaksud adalah tentang kebenaran atau
Tuhan. Tattwa sendiri merupakan salah satu bagian dari Tri Kerangka Agama Hindu di samping Sula
dan Upacara.
Ada beberapa istilah terkait tattwa, yakni : filsafat dan darana. Filsafat merupakan dasar untuk
memahami hakekat. Kata Filsafat termasuk kata Arab yang berasal dari kata Yunani phillo dan
sophia (Poedjawijatna, 2005 : 1-2). Kata phillo artinya cinta, dan sophia berarti
kebijaksanaan. Jadi filsafat pada hakekatnya adalah cinta kebijaksanaan. Kecintaan akan
kebijaksanaan ini membuat seorang filsuf (ahli filsafat) selalu ingin tahu lebih mendalam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia selanjutnya disingkat KBBI (1995 : 277), disebutkan
bahwa istilah filsafat mempunyai kesamaan makna dengan istilah falsafah. Terkait dengan hal tersebut,
penulis akan menggunakan kedua istilah tersebut pada tulisan ini secara bergantian.
Selanjutnya dijelaskan bahwa falsafah adalah anggapan, gagasan dan sikap batin paling dasar
yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat. Falsafah juga dapat diartikan sebagai pandangan hidup
(KBBI, 1995 : 274). Pengertian ini senada dengan terminologi filsafat yang diidentikkan dengan istilah
way of life, weltanschaung, wereldbeschowing atau wareld en levens beschouwing. Kesemua istilah
tersebut merujuk pada pengertian pandangan, pegangan dan petunjuk hidup (Sudarto, 1997 : 39).
Selain itu, filsafat juga dikenal sebagai induk ilmu pengetahuan. Secara keilmuan, filsafat akan
bertalian dengan masalah tentang keberadaan atau kenyataan (ontologi), teori pengetahuan
(epistemologi) dan nilai-nilai (aksiologi). Batasan ini mengikuti pembagian filsafat atas bidang induk
yang menyangkut tentang pengetahuan, kenyataan, tindakan dan sejarah (Hemersma, 1986: 14).
Darana berasal dari akar kata Sanskerta d (" ) yang artinya melihat (ke dalam), atau
mengalami. Oleh karena itu Darana merupakan sebuah pandangan tentang realitas. Istilah filsafat
sesungguhnya tidak dikenal dalam tradisi intelektual India yang mendapat benih benih subur didalam
kitab upaniad. Dan istilah yang mendekati istilah filsafat dalam filsafat barat adalah Darana. Dan
juga Darana ini merupakan sebuah pikiran yang diperoleh secara intuituf dan dipertahankan secara
logis (Radhakhrisnan).

Sumber dan Pokok Ajaran Tattwa
Sumber-sumber ajaran Tattwa adalah Lontar-lontar kuno tentang tattwa. Lontar-lontar tersebut
umumnya berbahasa Jawa Kuno. Adapun beberapa contoh sumber ajaran tattwa adalah : Lontar
Bhuwana Koa, Lontar Whaspatti Tattwa, Lontar Tattwa Jna, Gaapati Tattwa, Mha Jna, Jna
iddhnta dan sebagainya. Walaupun tidak tepat sekali, istilah Tattwa dalam agama Hindu dapat
disejajarkan dengan pengertian Filsafat Ketuhanan yang mencakup Teologi dan Metafisika (Pudja dkk,
1982 : 39). Sebagaimana filsafat pada umumnya tattwa mencakup tiga aspek yakni : ontologi,
epistemologi dan aksiologi.
a. Ontologi
Ontologi berasal dari kata Yunani on yang berarti ada dan logos yang artinya ilmu atau
teori (Noorsyam, 1984 : 32). Jadi, ontologi dapat didefinisikan sebagai teori tentang ada (the theory of
being qua being). Ditambahkan juga oleh Noorsyam (1984 : 28-31), bahwa kadang-kadang ontologi
disamakan dengan metafisika yang dapat diartikan sebagai dibalik fisika (meta = di belakang).
Metafisika juga dikenal sebagai filsafat pertama (prote filosifia).
Terkait dengan masalah ontologi tersebut, tattwa memandang yang ada dari segi pengalaman
dan penghayatan manusia. Kemudian, dari sini diperoleh kompilasi yang sistematis mengenai konsep
ada. Konsep ini pun secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam rumusan-rumusan tentang
keberadaan Tuhan, manusia dan alam semesta.
Menurut Punyatmaja (1976) keberadaan dalam tattwa Hindu dirumuskan menjadi 5 yakni :
Widdhitattwa, tmatattwa, Karmaphalatattwa, Punarbhavatattwa dan Mokatattwa. Kelimanya sering
dikenal sebagai Paca Tattwa atau Paca raddha. Berikut penjelasannya.

*
Disampaikan pada acara Dharma Pasraman tingkat SMP/SMA se-Kabupaten Banyuwangi di Pura Agung Blambangan
pada tanggal 24-25 Desember 2010
**
Penulis adalah Dosen STHD Klaten, Guru Agama Hindu di SMAN 2 dan SMP 4 Batu, Wartawan Media Hindu, Aktif
sebagai Duta Dharma di wilayah Propinsi Jawa Timur, Wakil Sekretaris II PHDI Kabupaten Banyuwangi, Penulis buku-
buku bernuansa Hindu dan Budaya Jawa, Kini sedang menempuh S2 Pendidikan Agama Hindu di Unhi Denpasar
2
Widdhitattwa
Widdhitattwa adalah filsafat tentang keberadaan Tuhan dan Alam Semesta. Umat Hindu percaya
bahwa keberadaan Brahman/Tuhan itu satu/esa. Tetapi umat Hindu tidak memungkiri bahwa
manifestasi Tuhan itu banyak sebagaimana disebutkan dalam gveda I.64.46 :
dFN"H"
Terjemahan :
Tuhan itu satu, tetapi orang bijak menyebutkan-Nya dengan banyak Nama (Titib,1998).
Itu semua semata-mata karena kemahakuasaan-Nya. Salah satu sifat kemakuasaan-Nya
dimanifestasikan dalam wujud-Nya yang disebut Nawa Dewata. Kata Nawa berarti sembilan dan
dewata sendiri adalah manifestasi Tuhan. Nawa Dewata berarti manifestasi Tuhan sebagai Penguasa 9
penjuru alam/dunia.
Bagian-bagian dari Nawa Dewata tersebut adalah : Dewa wara, Dewa Mahesora, Dewa
Brahma, Dewa Rudra, Dewa Mahdewa, Dewa akara, Dewa Wiu, Dewa Sambhu, dan Dewa
iwa. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut :

Dewa Sakara
Penguasa arah Barat Laut
Senjata : Angkus
Warna : Hijau
Aksara Suci : ing


Dewa Wiu
Penguasa arah Utara
Senjata : Cakra
Warna : Hitam
Aksara Suci : Ang

Dewa Sambhu
Penguasa arah Timur Laut
Senjata : Triula
Warna : Biru
Aksara Suci : Wang

Dewa Mahdewa
Penguasa arah Barat
Senjata : Nagapasa
Warna : Kuning
Aksara Suci : Tang


Dewa iwa
Penguasa arah Tengah
Senjata : Padma
Warna : Paca Wara
Aksara Suci : Ing atau Yang

Dewa wara
Penguasa arah Timur
Senjata : Bajra
Warna : Putih
Aksara Suci : Sang

Dewa Rudra
Penguasa arah Barat Daya
Senjata : Mokala
Warna : Jingga
Aksara Suci : Mang


Dewa Brahma
Penguasa arah Selatan
Senjata : Gada
Warna : Merah
Aksara Suci : Bang

Dewa Mahesora
Penguasa arah Tenggara
Senjata : Dupa
Warna : Dadu
Aksara Suci : Nang
Di samping itu Tuhan atau Brahman adalah Sagua (Immanent) dan sekaligus Nirgua
(Transendent) atau disebutkan dalam konsep : iwa Sad iwa Parama iwa. iwa dan Sad iwa
masih bersifat Sagua, sementara Parama iwa sudah bersifat Nirgua. Tuhan tidak terbatas
sebagaimana sifat kemahakuasaan Tuhan dalam Cadu akt (Wibh, Prabhu, Jna dan Kriya akti).
Salah satu aspek Cadu akti yang dimiliki oleh Sad iwa seperti disebutkan dalam Whaspati Tattwa
65-66 adalah 8 kekuasaan-Nya yang disebut Aaiswarya, terbagi atas : aim (sangat halus), laghim
(maha ringan), mahim (maha besar), prpti (bisa menjangkau mana saja), prkmya (apapun yang
menjadi kehendakNya akan terlaksana), itwa (maha mulia), waitwa (maha kuasa) dan
yatrakmwasayitwa (bisa berbentuk apa saja).
Tentang alam semesta dalam tattwa Hindu disebut sebagai bhuwana agung. Kata bhuwana
agung terdiri dari dua suku kata bhuwana (Sanskerta) yang berarti jagad atau dunia dan gng
(Kawi) yang menunjuk pada sesuatu yang besar. Bhuwana agung diartikan sebagai jagad raya atau
alam semesta (makrokosmos) ini.
3
Alam semesta ini dahulu kala pernah tidak ada, lalu menjadi ada, kemudian tidak ada lagi,
demikianlah seterusnya. Pada saat alam ini mengada disebut si yang terjadi pada siang hari
Brahma atau Brahmadiwa. Sedangkan ketika alam ini meniada disebut pralya yang terjadi pada
malam hari Brahma atau Brahmanakta. Jika digabungkan siang hari dan malam hari Brahma ini
disebut satu hari Brahma yang lama sama dengan satu Kalpa.
Bhuwana agung terdiri atas lima unsur yang disebut Paca Mahbhta. Adapun unsur-unsur
Paca Mahbhta itu terdiri atas :
Pthivi, yaitu unsur zat padat terdiri dari benda-benda seperti batu, tanah dan lain-lain.
pa, yaitu unsur zat cair atau benda-benda cair seperti air sungai, laut dan sebagainya.
Tejo, yaitu unsur panas atau cahaya yang memberikan penerangan pada alam ini.
Bayu, yaitu unsur gas atau udara yang ada di sekitar manusia.
ka, yaitu unsur ether.
Proses terjadinya Bhuwana agung menurut Hindu berawal dari Brahmaa (Telur Brahma). Dari
telur Brahma inilah keluar semua unsur-unsur alam semseta. Oleh karena itu Brahman dikatakan
sebagai urna nabhwat yaitu makhluk yang mengeluarkan sutra dari pusat perutnya.
Di samping itu dalam tattwa samkhya disebutkan bahwa awalnya alam semesta merupakan
sesuatu yang hampa/kosong (Parama iwa/Nirgua Brahman). Kemudian atas pengaruh My,
Parama iwa berevolusi menjadi Sada iwa dengan berwujudkan Purua (unsur kejiwaan) dan Prakti
(unsur kebendaan). Sebagai unsur kebendaan Prakti mempunyai ketiga gua yang disebut Tri Gua
(Sattwam, Rajas dan Tamas). Akibat pengaruh gua tersebut maka reaksi antara Purua dan Prakti
menghasilkan Mahat, Buddhi, Ahakra. Kemudian dari Ahakra sebagai prinsip kepribadian
mucullah Manas. Buddhi, Ahakra dan Manas ini secara bersama-sama disebut tiga unsur batin (Tri
Antakaraa arira). Pada perkembangan kejiwaan selanjutnya muncullah indra persepsi yang disebut
Paca Buddhendriya atau Paca Jnendriya dan Paca Karmendriya.
Sedangkan pada perkembangan fisik menghasilkan asas dunia luar yang terjadi pada dua tahap.
Tahap pertama yaitu diawali dengan munculnya Paca Tanmtra sebagai unsur halus dari sari-sari
suara (abda tanmtra), raba (spara tanmtra), warna (rpa tanmtra), rasa (rasa tanmtra) dan bau
(gandha tanmtra). Tahap kedua terjadi kombinasi unsur-unsur halus yang menghasilkan unsur-unsur
kasar yang disebut Paca Mahbhta. Adapun unsur-unsur Paca Mahbhta inilah yang selanjutnya
menjadi alam semesta dengan segala isinya.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa proses penciptaan alam menurut Hindu didahului
proses evolusi secara metafisik kemudian dilanjutkan dengan evolusi secara biokimia (Bandingkan
dengan teori kosmologi seperti : Teori Big Bang, Evolusi Darwin, atau pun Teori Stainley Miller).
Menurut Lontar Jna iddhnta alam semesta terdiri atas Sapta Loka (dunia atas) dan Sapta
Ptla (dunia bawah). Bagian-bagian dari Sapta Loka adalah : Bhurloka, Bhuwarloka, Swarloka,
Maharloka, Janaloka, Tapaloka dan Satyaloka. Semestara bagian-bagian Sapta Ptla adalah : Tla,
Sutla, Nitla, Atla, Santla, Vaitla dan Ptla.

tmatattwa
tmatattwa adalah filsafat tentang tman atau Bhuwana Alit. Sesuai asal katanya bhuwana alit
berarti dunia kecil yang unsur-unsurnya sama dengan bhuwana agung. Bhuwana alit adalah tubuh
manusia itu sendiri. Bhuwana alit juga dikenal dengan istilah mikrokosmos. Apa yang ada dalam
bhuwana agung juga ada dalam bhuwana alit. Unsur Purua dalam bhuawa alit menjadi Jiwtma.
Sedangkan unsur Praktinya menjadi badan manusia yang terdiri atas ukma arra (sebagai Liga
arra) dan Sthul arra. ukma arra dalam badan manusia berupa Tri Anta Karaa arra yang
terdiri atas buddhi (sebagai penentu keputusan), manas (berpikir) dan ahakra (merasakan dan
bertindak). Sedangkan Sthul arira/raga manusia terjadi dari Paca Tanmtra dan Paca
Mahbhta. Berikut evolusi Paca Mahbhta dalam tubuh manusia.
Pthiwi : menjadi tulang, daging, dan segala yang padat (gandha tanmtra)
pa : darah, lemak, kelenjar, empedu, air badan (rasa tanmtra)
Tejo : panas badan, sinar mata, dan segala yang panas/bercahaya (rpa tanmtra)
Byu : nafas atau udara dalam badan/praa (spara tanmtra)
kaa : rongga dada, rongga mulut dan segala rongga lainnya (abda tanmtra)
Terkait dengan badan kasar manusia tersebut ada 6 pembungkus badan yang disebut Sakosa
dan 10 macam udara yang disebut Daa Byu. Sakoa terdiri atas : ai (tulang), odwad (otot),
sumsum (sumsum), ma (daging), rudhira (darah) dan carma (kulit). Sesuai letaknya Dasa Byu
terdiri atas : pra (di paru-paru), samna (di pencernaan), apna (di pantat), udna (di
kerongkongan), byana (menyebar ke seluruh tubuh), nga (di perut), kumara (keluar dari tangan dan
4
kaki), kkara (keluar pada saat bersin), dewadatta (keluar pada saat menguap/angop), dan danajaya
(udara yang memberi makan pada badan).
Sedangkan unsur Tri Anta Karaa arra menjadi Rajendriya (raja dari segala indriya). Adapun
indriya manusia itu sepuluh yang disebut Daendriya yang merupakan gabungan dari Paca
Buddhendriya dan Paca Karmendriya.
Bagian-bagian dari Paca Buddhendriya : Cakwendriya (pada mata); rotendriya (pada
telinga); Ghanendriya (pada hidung); Jihwendriya (pada lidah); Twakindriya (pada kulit). Sementara
itu bagian-bagian Paca Karmendriya yaitu : Panindriya (pada tangan); Padendriya (pada kaki);
Garbhendriya (pada perut); Upasthendriya / Bhagendriya (kelamin laki-laki/perempuan);
Paywendriya (pada alat pelepasan).
Bhuwana alit yang diciptakan oleh Tuhan menurut Hindu digolongkan menjadi 3 sesuai dengan
urutan waktu penciptaan dan prama yang dimilikinya. Ketiga jenis bhuwana alit tersebut adalah :
Stawara (tumbuh-tumbuhan) dengan eka prama (byu saja), satwa marga dengan dwi pramaa
(abda dan byu) dan nra marga dengan tri prama (abda, byu dan idep). Kelompok sthawara
(tumbuh-tumbuhan) diklasifikasikan dalam 5 golongan besar yakni : ta (bangsa rumput baik yang
darat maupun air), lata (tumbuhan menjalar), taru (semak dan pepohonan), ulma (pohon berongga),
serta janggama (tumbuhan yang menumpang pada pohon lain). Kelompok satwa atau binatang ada 3
yakni : swedaya (bangsa binatang dengan satu sel baik di darat atau air), aaya (binatang di darat/air
yang bertelur) dan jayayudya (binatang yang menyusui). Sedangkan kelompok manusia atau nra
marga juga ada 3 yaitu : nra satwa (manusia setengah binatang), wmana (manusia kerdil) dan jadma
manua (manusia normal).
Proses terjadinya bhuwana alit pada dasarnya sama dengan terjadinya bhuwana agung.
Terjadinya bhuwana alit ini disebabkan oleh pertemuan antara purua dalam bentuk ukla (sperma)
dan pradhna dalam bentuk swanitha (ovum).

Karmaphalatattwa
Karmaphalatattwa adalah keberadaan tentang karma. Karma Phala terdiri atas dua kata yakni
karma yang berarti perbuatan dan phala yang berarti buah atau hasil. Jadi Karma Phala berarti
hasil dari perbuatan seseorang. Umat Hindu percaya adanya hukum Karma Phala atau yang juga
dikenal dengan hukum sebab-akibat ini. Menurut hukum ini, perbuatan baik (ubha karma) akan
berbuah kebaikan sedangkan perbuatan buruk (aubha karma) akan berbuah keburukan pula
sebagaimana tersirat dalam kitab lokantara 68 yang menyebutkan :

Terjemahan :
Karma Phala itu namanya, hasil perbuatan baik atau buruk
Dalam Dew Bhgawata 1.5.74 juga disebutkan :
dd~dFF HFF
Terjemahan :
Mungkinkan (suatu) perbuatan tiada sebab (dan akibatnya) di dalam lingkaran sasara (lahir dan mati)
di sini (Punyatmaja, 1976).
Karma Phala itu sendiri digolongkan ke dalam 3 jenis menurut waktu penerimaan hasil dari
perbuatan seseorang. Adapun ketiga jenis Karma Phala itu adalah :
Sacita Karma Phala, jika pahala atas perbuatan dari kehidupan terdahulu belum habis dinikmati,
dan masih menjadi benih-benih yang menentukan kehidupan sekarang.
Prrabdha Karma Phala, jika pahala atas perbuatan pada kehidupan ini tanpa sisa.
Kriyama Karma Phala, jika pahala atas pebuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat
sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.
Karma Phala menentukan nasib seseorang di masa yang akan datang. Hukum Karma Phala
bukanlah takdir untuk manusia, karena manusia harus bertanggung jawab atas semua perbuatan yang
dilakukannya. Dalam hukum sebab akibat ini, manusia akan mendapat pahala sesuai dengan karma
yang dilakukannya.
Dalam Srasamucaya 4 disebutkan :

Terjemahan :
Menjelma menjadi manusia itu sungguh utama, karena ia dapat menolong dirinya dari belenggu
sasara dengan jalan berbuat baik (Kadjeng,dkk, 2000).


5
Punarbhavatattwa
Kata Punarbhwa berasal dari dua suku kata, punar yang berarti lagi, kembali dan
bhwa yang berarti ada, lahir. Jadi, Punarbhwa dapat diartikan sebagai lahir kembali.
Punarbhwa adalah kelahiran kembali atau kelahiran yang berulang-ulang. Punarbhwa disebut juga
sasara atau reinkarnasi.
Punarbhwa terjadi karena karma wsan yang dibawa oleh seseorang masih membekas pada
jwtman. Bekas-bekas itulah yang menyebabkan seseorang terlahir kembali setelah kematiannya.
Tujuannya seseorang dilahirkan kembali sesungguhnya adalah untuk memperbaiki karma-karmanya
sehingga pada akhirnya ia dapat mencapai nirwa. Akan tetapi jika ia tidak bisa memperbaiki
karmanya dan memanfaatkan kesempatan itu, tidak menutup kemungkinan pada reingkarnasi
selanjutnya ia akan terlahir menjadi makhluk yang lebih rendah.

Mokatattwa.
Moka adalah tujuan terakhir bagi umat Hindu (bukan swarga atau sorga), di mana pada tataran
ini manusia kembali ke asalnya dan bersatu kembali dengan Sang Pencipta atau Manunggaling Kawula
Gusti (Miswanto,2005a:27). Seseorang yang mencapai moka akan terbebas dari segala penderitaan
atau sasara dan mendapatkan kebahagian yang kekal (ananda). Moka terjadi ketika sang tman
terbebas dari selubung may atau ikatan duniawi. Setelah itu ia juga akan terbebas dari siklus
reinkarnasi. Moka juga dikenal dengan istilah nirwa atau alam kelanggengan.
Dilihat dari kebebasan yang dicapai oleh tman, maka moka dapat dibagi menjadi 3 macam:
Moka (kebebasan yang dicapai oleh tma seseorang tetapi masih meninggalkan bekas berupa mayat);
Adi Moka (kebebasan yang dicapai oleh seseorang dengan meninggalkan bekas berupa abu); Parma
Moka (kebebasan yang dicapai oleh seseorang tanpa meninggalkan bekas sama sekali).
Cara untuk mencapai moka itu banyak sekali, baik dengan jalan bhakti, karma, jna, ataupun
yoga. Kesemua itu dapat dilakukan untuk mencapai kebahagiaan yang kekal tersebut. Dalam
Whaspati tattwa 52 disebutkan ada 3 hal utama yang harus diperhatikan jika seseorang ingin
mencapai moka :
Jnabhyudreka, artinya : tahu akan semua tattwa dan kebenaran
Indriyayogamrga, artinya : tidak menikmati dan mengumbar indriya terutama sekali hawa nafsu.
Tadoakaya, artinya memusnahkan baik-buruknya hasil dari perbuatan dan tidak terpengaruh
pada hasil tersebut (Putra & Sadia, 1998).
Menurut Bhagavad Gt, moka dapat dicapai dengan berbagai macam jalan (bhakti, karma,
jna dan rja yoga) sebagaimana disebutkan dalam IV.11 yang bunyinya :
~ U F~H l H H ~ FH ll
Terjemahan :
Jalan apapun orang memuja-Ku, pada jalan yang sama Aku memenuhi keinginannya, wahai Prtha,
karena semua jalan yang ditempuh mereka, semuanya adalah jalan-Ku (Maswinara, 1997: 193).

b. Epistemologi
Secara etimologi, kata epistemologi berasal dari kata Yunani episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang dapat diartikan sebagai teori (Noorsyam, 1984 : 34). Epistemologi
berarti teori tentang ilmu pengetahuan.
Runes (dalam Miswanto, 2005b : 28) mendefinisikan epistemologi sebagai, the branch of
philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge. Dengan
epistemologi ini, seseorang dapat mempelajari proses memperoleh pengetahuan. Jika dalam filsafat
Barat, cara yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan dapat dilakukan melalui penalaran,
akal, rasio, abstraksi ataupun intuisi, maka tattwa pun menggunakan cara-cara serupa untuk
memperoleh pengetahuan. Hanya saja di dalam tattwa, proses tersebut berupa tahap-tahap penggunaan
cipta, rasa dan karsa melalui tingkat-tingkat kesadaran yang terbagi atas : kesadaran inderawi,
kesadaran hening (manunggal dalam cipta-rasa-karsa), kesadaran pribadi (Ingsun) dan kesadaran Ilahi
(manunggalnya tman dan Brahman atau Brahman tman Aikyam).
Punyatmaja (1976 : 5) menjelaskan bahwa epistemologi dalam tattwa Hindu merupakan bagian
yang membentangkan cara untuk mendapatkan segala pengetahuan. Cara itu ada tiga yang biasa
dikenal sebagai Tri Prama sebagaimana yang terdapat dalam Vhaspati Tattwa 26 yang bunyinya :

6
Terjemahan :
Orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapatkan pengetahuan (yaitu pratyaka, anuma,
gama). Pratyaka (konon) namanya (karena) terlihat dan terpegang. Anuma sebutannya sebagai
melihat kepastian (adanya) api, itulah disebut anuma. gama disebut pengetahuan yang diberikan
oleh para guru (sarjana). Itulah agama. Orang yang memiliki 3 cara untuk mendapatkan pengetahuan
pratyaka, anuma, gama, dialah berpengetahuan lengkap.
Adapun bagian-bagian dari Tri Prama adalah :
Pratyaka Prama, cara untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dengan pengamatan
langsung (prati = langsung; ika = melihat).
Anuma Prama, cara atau jalan untuk mendapatkan pengetahuan berdasarkan tanda-tanda atau
gejala-gejala yang dapat diamati. Gejala-gejala tersebut kemudian disimpulkan menjadi
pengetahuan yang aptopadea (yang dapat dipercaya). Misalnya ada istilah yang menyebutkan :
l'llHll
Terjemahan :
Di manapun ada asap di sana pasti ada api (Punyatmaja, 1976 : 6)
Agama Prama atau sering juga disebut sebagai abda Prama. Agama Prama adalah cara
mendapatkan pengetahuan dengan mendengarkan ucapan-ucapan atau cerita-cerita orang yang
wajar dipercaya karena kejujurannya, kesucian dan keluhuran pribadinya.

c. Aksiologi
Aksiologi sesuai dengan asal katanya axios, merupakan bidang filsafat yang menyelidiki nilai-
nilai (value). Brameld (Noorsyam,1984:34-35) membedakan tiga bagian dalam aksiologi yakni: moral
conduct (tindak moral/etika), esthetic expression (ekspresi keindahan/estetika), social-politic life
(kehidupan sosio-politik).
Aspek etika dalam tattwa Hindu termanifestasikan dalam konsep la. Selanjutnya konsep itu
termanifestasikan dalam bentuk ajaran Yoga (Astagayoga) terutama dalam aspek Yama dan Niyama
Brata.

iwaisme
Pudja dkk. (1982:23) menyatakan bahwa iwaisme adalah salah satu madzab dalam agama
Hindu. Asal-usulnya tidak banyak kita kenal namun dalam sejarah penyebaran agama Hindu,
iwaisme mempunyai pengaruh dan peranan yang amat penting dalam tata kehidupan agama Hindu,
terutama setelah iwaisme berkembang menjadi ajaran Tantra.
Pada dasarnya, iwaisme dibedakan atas 4 tingkat yaitu : Pura-pura camaya, Pura Camaya, Aha
pura camaya, Aha camaya. iwa iddhnta sendiri dibagi atas beberapa golongan besar yakni :
iddhnta, Paupata, Ratnahara dan ambhu. Pada jaman dahulu ajaran iwa mempunyai kitab sendiri
yang dikenal sebagai iwgama.
Ada beberapa rontal yang bersifat iwaistik yaitu : Sang Hyang Kamahayanikan, Sutasoma,
rjuna Wijaya, Bubuka, Gagakaking, Bhuwana Koa, Bhuwana Sakepa, Whaspati Tattwa,
iwgama, iwatattwapraa, Tutur Gong Wsi, Purwa Bhumi Kamulan, Tantu Panggelaran, Usaha
Dewa, Gaapati Tattwa, Tattwa Jna, Jna iddhnta dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Hemersma, Harry. 1986. Tokoh-Tokoh Filsafat Modern. Jakarta : Gramedia.
Kadjeng, I Nyoman, dkk. 2000. Srasamucaya, Dengan Teks Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuna. Surabaya : Pramita.
Maswinara, I Wayan. 1996. Konsep Paca raddh. Surabaya : Pramita.
_______, I Wayan. 1997. rmad Bhagavad Gt, dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Surabaya : Pramita.
Miswanto, 2005. Epistemologi Jawa, Sebuah Rekonstruksi Makna, Warta Hindu Dharma, No. 463: hal. 27-30.
_______, 2005. Hindu dan Teologi Pembebasan dalam Konteks Kekinian, Warta Hindu Dharma, No. 450 455, hal :
25-27.
Noorsyam, Mohammad, 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya : Usaha Nasional.
Poedjawijatna. 2005. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta : Rineka Cipta.
Pudja, Gde, dkk. 1982, Siwa Sasana, Jakarta : Mayasari.
Punyatmaja, IB Oka, 1976. Panca raddha, Denpasar : PHDI Pusat.
Putra, I.G.A.G., I Wayan Sadia. 1998. Vrhaspati Tattwa. Surabaya : Pramita.
Sudarto. 1997. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Tim Penyusun. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Titib, I Made, 1998. Veda Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya : Pramita.

You might also like