You are on page 1of 35

ABSES HEPAR Konsep Dasar Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri,

protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004) Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996). Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.

Anatomi dan Fisiologi Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi tulang iga. Hepar terbagi atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk tembung, terletak di bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi empat belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu; Arteri hepatica dan Vena porta. Vena hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler Vena, akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam

metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke dalam empedu. Fungsi metabolic hati terdiri dari; mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannnya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Kedua; mengeluarkan zat buangan dan bahan racun untuk diekresikan dalam empedu dan urin. Ketiga; menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. Keempat; sekresi empedu garam empedu dibuat di hati di bentuk dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu. Kelima; pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam; menyimpan lemak untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga berfungsi sebagai penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin, dan besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Hati juga membantu mempertahankan suhu tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh. Etiologi Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli, penyebab lainnya adalah :

Patofisiologi

Skema

bagan

Terjadinya

Amoebiasis

hepar

(Bagan patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi, Fakultas Kedokteran Unibraw Malang 2003) Skema bagan Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan dasar manusiah :

(Bagan pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000)

Penjelasan 1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi 2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. 4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. 5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997) Komplikasi Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998)

Laporan kasus BEBERAPA KASUS ABSES HATI AMUBA Arini Junita*, Haris Widita**, Soewignjo Soemohardjo** *Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar **Bagian llmu Penyakit Dalam RSU Mataram ABSTRACT

SOME CASES OF AMOEBIC LIVER ABSCESS Amoebiasis is an infection caused by Entamoeba hystolitica intestinal protozoa. Extraintestinal complication is liver abscess (amoebeic liver abscess). The highest prevalence is in tropical and developing country, which have poor sanitation, bad sosioeconomic condition, not well nutrition status, and in area which strain E. Hvstotistica is high. About 10% from all people in the world had this infection, but only 10% became clinically. Amoeboic liver abscess is handled with chemotherapy using nitromidazole derivate, aspiration or drainage with surgery. In case which needed operation, mortality is 12%. And if there is a amoeboic peritonitis, the mortality approximately 40% - 45%, High mortality rate is caused by severe condition. Malnutrition, icteric or shock. Patient died ussually caused by septic condition or hepatorenal syndrome. In this moment, we will report three case of liver abscess with variable size, which made differential decisiton treatment. One case is liver abscess which contain 4.5 L after done surgery drainage. Keywords: amoebic liver abscess, mortality, treatment PENDAHULUAN Amebiasis merupakan suatu tnfeksi yang disebabkan oleh protozoa saluran cerna yakni E. hystolitica. Komplikasi extraintestinal dari infeksi E. hystolitica dapat menimbulkan pus dalam hati, sehingga terjadi abses (abses hati amuba).1,2 Diperkirakan 10% dari seluruh penduduk dunia terinfeksi oleh oteh E. hystolitica, tetapai hanya 10% yang memperlihatkan gejala.1 Prevalensi tertinggi di daerah tropis dan Negara berkembang dengan keadaan sanitasi yang buruk, status social ekonomi yang rendah dan status gizi yang kurang baik serta dimana strain virulen E. hystolitica masih tinggi. Misalnya di Meksiko, India, Amerika Tengah dan Utara, Asia dan Afrika. Prevalensi E. hystoliisua di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 10-18%.2 Penderita umumnya mengalami demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai gejala komplikasi. Kadang gejalanya tidak khas, timbul pelan-pelan atau asimptomatis. Kelainan pemeriksaan laboratorium

ditemukan adalah anemia ringan sampai sedang, dan leukositosis. Pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen dada, USG atau CT Scan.1-3, 9-14 . Pengobatan amebiasis hati adalah kemoterapi dengan derivat nifroimidazole, aspirasi atau dengan drainase secara operasi.1-3, 9-14 Mortalitas umumnya sebesar 2% di RS dengan fasilitas yang memadai dan kurang dari 10% pada fasilitas yang kurang memadai. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi, mortalitas dapat mencapai 40 - 50 %.1-4 Kematian J Peny Dalam, Volume 122 7 Nomor 2 Mei 2006 yang tinggi ini umumnya disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus atau renjatan. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.5 Pada laporan kasus ini akan dilaporkan tiga kasus hepar dengan berbagai variasi ukuran yang menjadi bahan pertimbangan penatalaksanaan yang berbeda. Satu kasus di antaranya berukuran sangat besar dengan isi abses mencapai 4,5 liter dan diagnosis pasti baru dapat ditegakkan setelah dilakukan drainase bedah. KASUS 1 Penderita laki -laki, 45 tahun, suku Sasak, Islam, mengeluh timbul benjolan di perut kanan atas sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Benjolan semakin lama semakin besar. Sempat dibawa ke dukun dan diberi ramuan dedaunan (jenis daun tidak diketahui), keluhan tetap ada, bahkan kulit di tempat yang diberikan ramuan tersebut menjadi kemerahan dan gatal-gatal. Sebelum benjolan tersebut muncul, penderita sering merasa badannya panas, hilang timbul tanpa didahului menggigil. Mual dan muntah tidak dirasakan penderita. Makan dan minum biasa. Nyeri perut kanan atas dirasakan bersamaan dengan timbulnya panas badan, terasa menusuk-nusuk perutnya, terus menerus. Buang air kecil biasa. Buang air besar kadang-kadang encer bercampur lendir. Selama keluhan timbul, penderita juga sempat dibawa berobat ke paramedis dan dokter, nama dan jenis obat

lupa, namun keluhan tidak berkurang. Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 27 Agustus 2005. Didapatkan kesadaran kompos mentis, keadaan umum sedang, tinggi badan 171 cm, berat badan 52 Kg, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80 kali per menit, temperatur axilla 36,2 0C. Pada mata didapatkan anemis, tidak didapatkan adanya ikterus. Telinga, hidung dan tenggorokan dalam batas normal. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar. Dada tampak simetris. Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung 1 dan 2 reguler, tidak terdengar murmur. Pemeriksaan paru suara nafas vesikular kanan dan kiri, tidak didapatkan adanya ronkhi maupun wheezing. Di kuadran kanan atas abdomen batas tegas, terfiksir. Pada permukaan tumor terlihat adanya ekskoreasi.hiperemi, jaringan nekrotik dan abses. Hepar sulit dievaluasi. Lien tidak teraba, peristaltik normal. Pada ekstremitas tidak didapatkan adanya edema. Pemeriksaan laboratorium tanggal 24 Agustus 2005 didapatkan Hb 8,6 g%, Leukosit 6000, Trombosit 271.000/mm3. Total bilirubin 1,7 mg/dL , direk bilirubin 1,2 mg/dL , AST dan ALT masingmasing 53 U/L dan 62 U/L. Alkali phospatae 375 U/L. Protein total 6,4 g/dL, albumin 2,2 g/dL dan globulin 4,2 g/dL. Serum kreatinin 0,6 mg/dL dan kadar nitrogen dalam darah 21 mg/dL. Gula darah sewaktu 169 mg %. Tanggal 30 Agustus 2005 hasil kultur pus negatif. BT ~ CT 2'0" dan 5'0". Tanggal 1 September 2005 Hb 7,5 mg%, Leukosit 3.600/mm3, albumin 1,7 dan gula darah sewaktu 116. Tanggal 5 September 2005 Hb 9,7 mg%, leukosit 4.800/mm3 dan kadar albumin 2,52 g/dL. Pemeriksaan USG abdomen I tanggal 26 Agustus menunjukan adanya hepatoma.Tanggal 30 Agustus 2005 dilakukan CT Scan abdomen didapatkan hasil abses hepar dengan diameter didapatkan 60,6 cm x 34,2 cm pada 17 slices dan efusi pleura minimal kanan dan kiri. Tanggal 31 Agustus

dikerjakan USG ulangan didapatkan adanya abses hepar dengan diameter 191 x 93 mm, DD hepatoma dengan nekrosis, abses hati? Rontgen thorak tanggal 7 September 2005 didapatkan diafragma kanan letak tinggi, cor dan pulmo dalam batas normal. Penderita MRS tanggal 24 Agustus 2005 dan ditangani oleh bagian Bedah. Teerapi yang diberikan awal MRS (tanggal 24 Agustus 2005 ) adalah cefotaxim 2 x 1 gr/hari, antrain 3 x 1 ampul/ hari, paracetamol 3 x 500 mg k/p dan diet TKTP. Konsultasi ke Bagian Penyakit Dalam tanggal 27 Agustus 2005. Beberapa Kasus Abses HAti Amuba Arini Juwita, Haris Widita, Soewignjo Soemohardjo 123 Terapi awal MRS dilanjutkan dan ditambah dengan pemberian metronidazol flash 4 x 500 mg, tetapi penderite tidak ada biaya dan diberikan metronidazol tablet 4 x 500 mg, dan dilakukan pemberian albumin 20 % 3 flash. Tanggal 31 Agustus 2005 terapi cefotaxim dihentikan, diganti dengan pemberian ampicilin dan gentamicin. Proof punksi dilakukan pertama kali tanggal 30 Agustus 2005 didapatkan pus berwarna coklat kemerahan. Proof punksi kedua dilakukan tanggal 31 Agustus 2005, didapatkan darah. Drainase di ruang operasi dikerjakan tanggal 7 September 2005. Didapatkan cairan abses coklat kemerahan sebanyak 4,5 liter. Luka operasi tidak dijahit, pus diserap dengan gaas steril. Dari hasil kultur pus didapatkan kuman stafilokokus albus yang sensitif terhadap chlorampenicol (26 mm), fosfomicin (25 mm), netilmicin (24 mm), spiramicin (25 mm). Gambar 1 Beberapa data kasus I J Peny Dalam, Volume 124 7 Nomor 2 Mei 2006 KASUS II Laki - laki 50 tahun, Islam, Suku Sasak, mengeluh nyeri perut kanan atas sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, memberat sejak 1 minggu sebelum MRS. Nyeri dirasakan terus menerus, berkurang bila penderita membungkuk. Panas badan sumer-sumer timbul bersamaan dengan keluhan nyeri

perut. Penderita mengeluh mual namun tidak muntah. Makan dan minum berkurang bila dibandingkan saat penderita sehat. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal. Karena keluhan tersebut, penderita berobat ke dokter Spesialis Penyakit Dalam. Dikatakan menderita abses liver dan BPH. Selanjutnya penderita dirujuk ke Rumah Sakit Umum Mataram. Dari pemeriksaaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, keadaan umum sedang. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu axilla 36oC. Pada mata tidak didapatkan anemia dan ikterus. Telinga, hidung, tenggorakan dalam batas normal. Pemeriksaan leher dalam batas normal. Dari pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung 1 dan 2 tunggal, teratur, tidak didapatkan murmur. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler kanan dan kiri.tidak didapatkan rhonki ataupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan distensi, bising usus normal. Hati teraba membesar 3 jari bawah arcus costae dan 3 jari bawah prosessus xiphoideus, tepi tumpul, fluktuatif, didapatkan nyeri tekan dan nyeri ketok. Limpa tidak teraba, perkusi traube space timpani. Ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hitung leukosit 7,3 x 103/mm3, hitung eritrosit 3,67 x 106/mm3, hemoglobin 10,1 g%, hematokrit 32,1%, MCV 87,5 fL, MCH 27,5 pg, MCHC 31,5 g/dL, trombosit 265 x 103/mm3. Ureum darah 14 mg%, kreatinin serum 0,5 mg%. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen menunjukkan gambaran abses hati dengan diameter 8,6 x 7,8 cm. Penderita didiagnosis dengan abses hati direncanakan untuk punksi abses. Punksi abses pertama didapatkan sebanyak 150 cc, cairan berwarna coklat kehijauan. Punksi kedua dilakukan dua hari kemudian sebanyak 100 cc, cairan warna coklat kehijauan. Dilakukan kultur pus setiap dilakukan punksi, tidak didapatkan adanya kuman. Penderita didiagnosis akhir dengan abses hati amuba.

Gambar 2. Hasil USG kasus II Beberapa Kasus Abses HAti Amuba Arini Juwita, Haris Widita, Soewignjo Soemohardjo 125 KASUS III Laki-laki 35 tahun, Islam, Suku Sasak, mengeluh panas badan sejak 7 hari, naik turun, menetap sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita juga mengeluh nyeri perut kanan atas dan mual tapi tidak muntah. Makan dan minum berkurang. Buang air besar dan buang air kecil dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik kesadaran compos mentis, keadaan umum baik, tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 86 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu axilla 380C. Pada pemeriksaan mata tidak didapatkan anemi dan ikterus. Telinga, hidung, tenggorokan dalam batas normal, pada leher tidak didapatkan pembesaran leher. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan jantung dan paru dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan distensi, bising usus normal. Hati tidak teraba, tepi tajam,permukaan rata, konsistensi kenyal, didapatkan nyeri tekan. Limpa tidak teraba, perkusi traube space timpani. Ekstremitas hangat, tidak didapatkan kelainan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hitung leukosit 19,6 x 103/mm, hitung eritrosit 4,02 x 106/mm3, hemoglobin 12,2 mg/dL, hematokrit 35,9%, MCV 89,3 fL, MCH 30,3 pg, MCHC 34,0 g/dL, trombosit 459 x 103 / mm3. Hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) abdomen menunjukkan gambaran abses hati dengan diameter 4,2 cm x 5,8 cm. Penderita didiagnosis dengan abses hati, diberikan terapi metronidazol 4 x 500 mg. Karena keluhan tidak berkurang, dilakukan punksi abses dan didapatkan cairan abses berwana coklat kemerahan sebanyak 25 cc. Penderita didiagnosis akhir dengan abses hati amuba. Gambar3. Hasil USG hati kasus III PEMBAHASAN

Amebiasis merupakan penyakit endemik yang berhubungan dengan aspek sosial kemasyarakatan yang luas, terutama didaerah dengan sanitasi, status hygiene yang kurang baik dan status ekonomi yang rendah.l Indonesia memiliki banyak daerah endemik untuk strain virulen E. histolytica.6 E. histolytica hidup komensal di usus manusia, namun dengan keadaan gizi yang buruk dapat menjadi patogen dan menyebabkan angka morbiditas yang tinggi.1,2,4-6 Penelitian di Indonesia menunjukan perbandingan pria : wanita berkisar 3:1-22 : l.1,6 Usia penderita berkisar antara 20 - 50 tahun, terutama pada dewasa muda, jarang pada anak-anak.1-4,6 Baik bentuk trophozoit maupun kista dapat ditemukan pada lumen usus. Namun hanya bentuk trophozoit yang dapat menginvasi jaringan.l Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum. Ameba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E. hystolitica mensekresi enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Lokasi yang sering adalah di lo-bus kanan (70% - 90%), superfisial serta tunggal. J Peny Dalam, Volume 126 7 Nomor 2 Mei 2006 Kecendrungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran abses bervariasi dari diameter 1 sampai 25 cm. Dinding abses bervariasi tebalnya, bergantung pada lamanya penyakit. yang kronis dan besar berdinding tebal, Secara klasik, cairan abses menyerupai achovy paste dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna.1-8 Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Amuba bisa didapalkan ataupun tidak di dalam cairan pus.6

Penderita umumnya mengalami demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai gejala komplikasi. Kadang gejalanya tidak khas, timbul pelan-pelan atau asimptomatis. Pada pendenta amebiasis hepar, kelainan laboratorium yang ditemukan adalah anemia ringan sampai sedang, dan leukositosis.2,3,6 Pada pemeriksaan faal hati, tidak ditemukan kelainan yang spesifik. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya teridentifikasi pada 15% - 50% penderita abses amuba hepar, karena infeksi usus besar seringkali telah mereda saat penderita mengalami abses hepar. Complement fixation test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare, pemeriksaan kotoran, dan proktoskopi.7 Pada foto dada penderita amebiasis hati dapat berupa peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.1-3,6 Untuk mendeteksi amebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Sensitivitasnya dalam mendiagnosis amebiasis hati adalah 85 % - 95 %. Gambaran ultrasonografi pada amebiasis hati adalah:6 i 1. Bentuk bulat atau oval 2. Tidak ada gema dinding yang berarti 3. Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal. 4. Bersentuhan dengan kapsul hati 5. Peninggian sonik distal (distal enhancement) Pada kasus I terdapat kesulitan menilai abses hepar karena pada abses hepar yang besar, ekoparenkim tampak kasar (distal enhancement), sehingga sulit dibedakan dengan hepatoma. Uji serologi bermanfaat pada kasus yang dicurigai sebagai amebiasis hati, tidak bcgitu spesifik di daerah endemik, namun sangat spesifik untuk daerah nonendemik.1,6 Diagnosis amebiasis hati di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas dan hepatomegali yang nyeri tekan. Di samping itu, bila didapatkan leukositosis, fosfatase

alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonographi serta dapat dibantu dengan tes serologi. Pengobatan terhadap penderita abses hepar terdiri dari: 1. Kemoterapi Abses hati ameba tanpa komplikasi lain dapat menunjukan penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiameba. Pengobatan yang dianjurkan adalah: a.. Metronidazole Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati ameba adalah 3 x 750 mg per hari selama 7 - 10 hari. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800 mg perhari selama 5 hari. b. Dehydroemetine (DHE) Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari. c. Chloroquin Dosis yang dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari selama 20 hari. Beberapa Kasus Abses HAti Amuba Arini Juwita, Haris Widita, Soewignjo Soemohardjo 127 2. Aspirasi Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di atas tidak berhasil (72 jam) atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi Pada kasus II, meskipun ukuran abses kurang dari 7 cm. dilakukan aspirasi abses karena keluhan tidak berkurang meskipun telah mendapat terapi metronidazol. 3. Drainase Perkutan Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan perikardial. 4. Drainase Bedah Pembedahan diindikasikan untuk penanganan

abses yang tidak berhasil mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif. Juga diindikasikan untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Pada kasus III, dilakukan drainase bedah dengan pcrtimbangan kemungkinan perdarahan yang terjadi, meskipun belum didapatkan adanya ruptur abses. Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %. Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. Pada ketiga kasus ini tidak didapatkan adanya komplikasi, baik komplikasi ke pleura, usus ataupun lainnya. Khususnya pada kasus pertama, keadaan setelah operasi stabil, tidak didapatkan adanya superinfeksi. KESIMPULAN Telah dilaporkan tiga kasus penderita abses hepar dengan ukuran abses yang bervariasi. Penatalaksan disesuaikan dengan respon penderita terhadap kemoterapi yang diberikan. Satu kasus diantaranya dengan ukuran abses yang sangat besar dengan isi abses 4,5 liter dan diagnosis yang sulit ditegakan. Pada kasus II dan III dilakukan aspirasi abses. Drainase bedad dilakukan terhadap kasus I dengan mempertimbangkan kemungkinan perdarahan yang dapat mengancam jiwa, meskipun belum terjadi ruptur abses. DAFTAR RUJUKAN 1. Reed SL. Amebiasis and infection with free living amebiasis. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL,

editoras. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2005;194:1214-6. 2. Tjokronegoro A., Utama H. Amebiasis hati. Buku Ajar Nmu Penyakit Dalam. Edisi tiga. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; !996.p.328-32. 3. Sherlock S, Dodey J. The liver in infection. Diseases of the liver and biliary system. 11th ed. New York: Blackwell Science; 2002.p.498-500. 4. Friedman SL, Quaid KR, Grendel JH. Infection of the liver, parasitic infection of the liver. Current, Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2nd ed. New York: McGraw Hill Companies, toe; 2003.p.586-7. 5. Gandahusada S, Pribadi W, Illahude HD. Protozoologi E. hystolitica. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1988.p.86-91.

ABSES HEPAR Pendahuluan Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004) Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996). Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. (Robins, et al, 2002). Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi. Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal Abses hati dahulu lebih banyak terjadi melalui infeksi porta, terutama pada anak muda, sekunder pada peradangan appendicitis, tetapi sekarang abses piogenik sering terjadi sekunder terhadap obstruksi dan infeksi saluran empedu.

Anatomi dan Fisiologi Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen disebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi tulang iga. Hepar terbagi atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk tembung, terletak di bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata dan memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi empat belahan; lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu; Arteri hepatica dan Vena porta.

Vena hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler Vena, akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena porta terbentuk dari lienalis dan Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus. Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke dalam empedu. Fungsi metabolic hati terdiri dari; mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannnya sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. Kedua; mengeluarkan zat buangan dan bahan racun untuk diekresikan dalam empedu dan urin. Ketiga; menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. Keempat; sekresi empedu garam empedu dibuat di hati di bentuk dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu. Kelima; pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam; menyimpan lemak untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga berfungsi sebagai penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin, dan besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Hati juga membantu mempertahankan suhu tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir melalui organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh. Etiologi Bakteri ini bisa sampai ke hati melelui: 1) kandung kemih yang terinfeksi. 2) Luka

tusuk atau luka tembus. 3) Infeksi didalam perut., dan 4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah. Gejalanya berkurangnya nafsu makan, mual dan demam serta bisa terjadi nyeri perut. (Schoonmaker, D., 2003). Pada umumnya abses hati dibagi dua yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati pyogenik (AHP). AHA merupakan komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/ subtropik, termasuk indonesia. Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. (Aru, W. S., 2002) Pada era pre-antibotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendisitis bersamaan dengan pylephlebitis. Bakteri phatogen melalui arteri hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakteremia sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi infeksi intra abnominal seperti divertikulitis, peritonitis dan infeksi post operasi. (Robins, et al, 2002). Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli

Patofisiologi Pengaruh abses hepar terhadap kebutuhan manusia. Bruner dan Suddarth, 2000) 1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga mengakibatkan infeksi 2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri 3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan tidur atas pola tidur. 4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan. 5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisikManifestasi klinis Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997)

Komplikasi Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 15,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.(Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 1998. Saat dignosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti septikaemia/bakteriemia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7% kelainan plueropulmonal, gagal; hati, kelainan didalam rongga abses, henobilia, empiema, fisistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. Sistem plueropulmonum merupakan sistem tersering terkena. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus diagfragma dan akan timbul efusi pleura, empyema abses pulmonum atau pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasienpasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada. (Adams, E. B., 2006). Pembesaran limpa merupakan temuan patologi yang umum dan penting. Pembesaran pada pulpa merah terjadi karena adanya peningkatan jumlah sel-sel fagosit dan atau peningkatan jumlah sel darah. Pada infeksi yang bersifat kronis, hiperplasia jaringan limfoid dapat ditemukan. splenomegali karena abses hati bisa dimungkinkan oleh : 1. Infeksi Pada kasus infeksi bakterial yang bersifat akut, ukuran limpa sedikit membesar. Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan peningkatan infiltrasi sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil. Jaringan atau sel-sel yang mati akan dicerna oleh enzim, sehingga konsistensi menjadi lembek, apabila disayat mengeluarkan cairan berwarna merah, bidang sayatan menunjukkan warna merah merata. Permukaan limpa masih lembut dan terlihat keriput. Peradangan dapat meluas sampai dengan kapsula limpa yang disebut sebagai perisplenitis dengan atau tanpa disertai abses. Pada infeksi kronis non-pyogenik, pembesaran yang terjadi melebihi ukuran limpa pada infeksi akut. Konsistensi mengeras, bidang sayatan memperlihatkan adanya lymphoid aggregates, pulpa merah banyak mengandung sel-sel fagosit yang didominasi oleh sel plasma. 2. Gangguan Sirkulasi

Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti buluh darah pada limpa. Keadaan kongesti limpa ini dapat disebabkan oleh 2 kondisi utama, yaitu gagal jantung kongestif (CHF/Congestive Heart Failure) dan sirosis hati (Hepatic Cirrhosis). Kondisi gagal jantung (dilatasi) menyebabkan kongesti umum/sistemik buluh darah balik, terutama vena porta hepatika dan vena splenik. Keadaan ini mengakibatkan tekanan hidrostatik vena meningkat dan mengakibatkan terjadinya pembesaran limpa. Pada kondisi sirosis hati, aliran darah pada vena porta mengalami obstruksi, karena terjadi fibrosis hati. Keadaan seperti ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik vena porta dan vena splenik, sehingga menyebabkan pembesaran limpa. Pembesaran limpa yang diakibatkan oleh sirosis hati ini dapat disertai penebalan lokal pada kapsula. Adanya abses hati khussunya yang terdapat pada vena porta juga memungkinkan obstruksi.

Patogenesis Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. (Aronen, H. J., 2006 Manifestasi klinis

Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.( Herrero, M., 2005). Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional,( Tukeva, T. A. et al, 2005)

Diagnosis Penegakan diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisikHepatomegali terdapat pada semua penderita, yang teraba sebesar tiga jari sampai enam jari arcus-costarum. (Molander, P., 2002) Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium yang di periksa adalah darah rutin termasuk kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan kadar albumin dan glubulim dalam darah. (Kanal E. P. et al, 2003) Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. (Dalinka, M. K. et al, 2007). Penatalaksanaan Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini, adalah dengan menggunakan drainase perkunancus abses intra abdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra abdominal, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase. (Palfreyman, J. M., 2003) Prognosis

Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab becterial organisme multiple, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit lain. (Bloom, B. J., 2007). Peningkatan umur, manifestasi yang lambat, dan komplikasi seperti reptur intraperikardi atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian. Hiperbilirubinemia juga termasuk faktor resiko, dengan reptur timbul lebih sering pada pasien-pasien yang juendice. (Edelman, R. R., 2002). Kesimpulan Abses hati merupakan infeksi pada hati yang di sebabkan bakteri, jumur, maupun nekbrosis steril yang dapat masuk melalui kandung kemih yang terinfeksi, infeksi dalam perut, dsb. Adapun gejala-gejala yang sering timbul diantaranya demam tinggi, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dll. Dan pada umumnya diagnosis yang di pakai sama seperti penyakit lain yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan laboratorium. Secara konvensional penatalaksanaan dapat dilakukan dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas.

Sumber www.info-medis.blogspot.com/2008/11/abs... www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27a www.netral-collection-knomledge.blogspot... www.indovet.wordpress.com/2009/10/30/pe...

ABSES HEPAR, ABSES HATI

GEJALA-GEJALA ABSES HEPAR atau ABSES HATI BERDASARKAN ANAMNESIS


demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, seperti ditusuk atau di tekan, rasa sakit akan berubah saat berubah posisi dan batuk batuk sebagai gejala iritasi diafragma rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan yang unintentional. sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.( Herrero, M., 2005 Terkadang mengeluh nyeri di dada kanan

PEMERIKSAAN FISIK PADA ABSES HEPAR atau ABSES HATI


Nyeri tekan pada regio perut kanan Perbesaran hati 3-6 jari

PEMERIKSAAN TAMBAHAN A. Darah: Hb menurun, leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, kadar albumin berkurang, globulin, bilirubin serum meningkat,

fosfatase alkali meningkat, SGOT-SGPT, peningkatan laju endap darah, peningkatan enzim transaminase dan waktu protrombin yang memanjang. B. Rontgen thorak: peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru. C. Foto Polos Abdomen: berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas. D. USG bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding yang berarti ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan dengan kapsul hati peninggian sonic distal E. Serologi

indirect haemaglutination (IHA), Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis invasive. counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. DIAGNOSIS ABSES HEPAR ABSES HATI Criteria Sherlock : 1. hepatomegali yang nyeri tekan 2. respon baik terhadap obat amoebisid 3. leukositosis 4. peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang 5. aspirasi pus 6. pada USG didapatkan rongga dalam hati 7. tes hemaglutinasi positif Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari) : 1. hepatomegali 2. riwayat 3. 4. kelainan 5. respon terhadap terapi amoebisid yang nyeri disentri leukositosis radiologis

Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) : 1. hepatomegali yang 2. kelainan 3. kelainan 4. pus 5. tes serologic 6. kelainan sidikan 7. respon yang baik dengan terapi amoebisid nyeri hematologis radiologis amoebik positif hati

PENGOBATAN DAN TINDAKAN ABSES HEPAR ABSES HATI Medikamentosa

1. Metronidazole : 3750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ; 2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah; 3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari. Tindakan aspirasi terapeutik Indikasi : 1. abses yang dikhawatirkan akan pecah 2. respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada. 3. abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum. 3. Tindakan pembedahan Pembedahan dilakukan bila : 1. abses disertai komplikasi infeksi sekunder. 2. abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal. 3. bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil. 4. ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial. Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi. Penatalaksanaan drainase terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotik tunggal tanpa aspirasi cairan abses. KOMPLIKASI ABSES HEPAR atau ABSES HATI septikaemia/bakteriemia Ruptur abses hati, peritonitis generalisata empiema,

fistula hepatobronkial, ruptur kedalam perikard atau retroperitoneum. efusi pleura, pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura dan biliobronkial juga dapat timbul dari reptur abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukan ludah yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada. (Adams, E. B., 2006). DAFTAR PUSTAKA Julius : Abses Hati Amoebik ; dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Soeparman, dkk (editor), jilid I edisi pertama, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001, hal 328-332. S.A. Abdurachman, Abses Hati Amobik, dalam buku Gastroenterohepatologi, H. Aziz, jilid 3, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal 395-402. Elizondo G, Weissleder R, Stark DD et al, Amoebic Liver Abcess : Diagnosis and Treatment Evaluation with MRI imaging, Radiology, 1987. Hal 563-568 http://info-medis.blogspot.com/2008/11/abses-hati-liver-abscesses.html http://www.irwanashari.com/2010/04/abses-hati.html http://panmedical.wordpress.com/2010/04/10/abses-hati/ Http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2009/07/abses-hepar.html BACAAN LAIN: AHFC: ANTI HEPATIC FIBROSIS CIRHOSIS -OBAT GAGAL HATI TERBARULast 5 posts by ossmed

LISA PASIEN OPERASI PLASTIK FACE-OFF JALANI OPERASI KE-15 - June 23rd, 2010 IKAN TRANSPARAN - June 17th, 2010

Hati-hati!! Berat badan ibu sewaktu hamil berlebih, Berat badan tubuh anak nantinya turut berlebih - June 16th, 2010 UJIAN KOMPETENSI DOKTER INDONESIA (UKDI), JADWAL UJIAN, TIPS DAN TRIK UKDI, TRYOUT UKDI, BUKU UKDI READY, DOWNLOAD SOAL-SOAL UKDI, GUDANG SOAL, KALENDER UKDI 2010, KALENDER UKDI 2011 _INFO LENGKAP - June 14th, 2010 -SIDANG LANJUTAN DUGAAN KORUPSI PNBP FK UNSRI- FAHMI IDRIS; PPDS MEMBANTU NEGARA - June 11th, 2010

BAB V : Penutup Yang meliputi Kesimpulan dan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : a. Lembar Persetujuan Karya Tulis Ilmiah b. Daftar Konsul

BAB IV PEMBAHASAN Setelah melaksanakan Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dengan Abses Hepar

pada Tn. S di Ruangan Santa Melania Rumah Sakit Elisabeth Medan, maka penulis membahas kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus yang dibahas dari tahap pengkajian sampai evaluasi. A. Tahap Pengkajian Di dalam pengkajian ini penulis menemukan adanya kesenjangan antara teoritis dan tinjauan kasus 1. Pada teori diteori salah satu manifestasi klinis abses hepar yaitu batuk dimana pada kasus tidak dijumpai karena batuk terjadi apabila abses sudah mengalami perforasi yang menyebabkan hepatobrondial. 2. Pada teori ditemukan diare dimana pada kasus tidak dijumpai karena diare terjadi apabila abses sudah mengalami perforasi ke intraperitonal yang menyebabkan pertunitis dan abses lokal sedangkan pada kasus belum terjadi perforas. B. Tahap Diagnosa Keperawatan Pada tahap diagnosa keperawatan dilihat dari kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus. Dimana dari 7 diagnosa pada teori hanya 3 diagnosa pada kasus dan 1 diagnosa ditemukan pada kasus tapi tidak ditemukan pada teori. Adapun diagnosa yang tidak ditemukan pada kasus tapi ditemukan pada teoritis yaitu : 1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare, perpindahan are ketiga (acites), gangguan proses pembekuan, penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena pada kasus pasien masih dapat minum dengan frekuensi yang memadai. 2. Harga diri rendah berhubungan dengan cedera jengkel, marah, terkurung, terisolasi, sakit lama, periode penyembuhan, penulis tidak mengangkat diagnosa ini menjadi masalah karena pasien masih mau berinteraksi dengan sesama pasien lainna dan mau berbincangbincang dengan kerabat-kerabat yang menjenguknya. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perubahan primer bidak tidak adekual, malnutrisi, kurang pengetahuan, untuk menghindari pemajanan karena infeksi sudah menjadi masalah aktual bukan reisko lagi dan infeksi diangkat untuk etiologi nyeri. 4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan zat kimia atau akumulasi garam empedu dalam jaringan penulis tidak mengankat diagnosa ini karena pada pasien belum terjadi hiperbilimbinema sehingga hati masih dapat mengkonjugasi garam empedu dalam jaringan tubuh. Adapun diagnosa yang tidak terdapat pada tinjauan teoritis tapi ditemukan pada tinjauan kasus yaitu : Nyeri berhubungan dengan infeksi pada hepar hal ini diangkat menjadi diagnosa utama

karena nyeri yang dirasakan pasien sebagai alasan utama pasien dirawat di rumah sakit. C. Rencana Keperawatan Pada tahap ini sering intervensi keperawatan yang ada dalam tinjauan teoritis tidak dapat diangkat dalam tinjauan kasus dimana intervensi yang diangkat berdasarkan keluhan pasien. Adapun intervensi yang diangkat adalah : 1. Nyeri berhubungan dengan infeksi hepar Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak aktif/pasif, hal ini tidak dilakukan karena rasa nyeri yang dirasakan pasien masih sering kambuh 2. Resiko tinggi kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorema Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbohidrat dan permen sepanjang hari. Hal ini tidak dilakukan karena sari jeruk ataupun minuman karbonat dapat meningkatkan asam lambung yang mengakibatkan rasa mual yang berlebihan.

D. Tahap Implementasi Pada tahap implementasi keperawatan sebelumnya telah disusun intervensi yang akan dilakukan. Namun tidak semua intervensi tersebut dapat dilaksanakan pada tahap implementasi. Adapun intervensi yang tidak dilakukan pada tahap implementasi yaitu : 1. Periksa fungsi hati setiap hati hal ini tidak dilakukan karena dalam pemberian terapi tidak dianjurkan pemeriksaan fungsi hati setiap hari. 2. Timbang berat badan pasien setiap hari, tindakan ini tidak dilakukan karena diharapkan pasien tidak melakukan pergerakan sebanyak mungkin agar tidak mengganggu kerja hepar. E. Tahap Evaluasi Tahap ini merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai tujuan yang ingin dicapai sudah teratasi atau belum. Dari ketiga tujuan perawatan yang telah diangkat semua telah teratasi.

BAB V PENUTUP Setelah penulis melaksanakan Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dengan Abses Hepar pada Tn. S di Ruangan Santa Melania Rumah Sakit Elisabeth Medan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi perkembangan dan peningkatan pelayanan keperawatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pasien abses hepar khususnya. A. KESIMPULAN 1. Pada pengkajian teoritis penulis menemukan kesenjangan tanda dan gejala untuk tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus adapun data-data yang ada pada tinjauan teoritis tapi tidak ditemukan pada kasus yaitu batuk, diare dan ikterus. 2. Pada tahap diagnosa keperawatan secara teoritis ditemukan 7 diagnosa sedangkan pada tinjauan kasus hanya ditemukan 2 diagnosa yang ada pada teoritis dan 1 diagnosa yang tidak ada pada tinjauan teorits namun ditemukan pada tinjauan kasus. 3. Pada tahap perencanaan penulis menyusun secara sistematis yang berfokus pada tujuan yang ingin dicapai, tetapi ada dua perencanaan pada teoritis yang tidak terdapat pada tinjauan kasus yaitu tingkatkan aktivitas sesuai toleransi bantu melakukan latihan gelah sendi pasif/aktif dan dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen sepanjang hari. 4. Pada tahap implementasi penulis tidak melakukan intervensi yang telah disusun sebelumnya karena tidak adanya anjuran pemberian terapi dari dokter dan keadaan pasien yang tidak memungkinkan. 5. Pada tahap evaluasi penulis dapat mencapai tujuan yang diharapkan dimana dari ketiga tujuan perawatan yang telah diangkat semua masalah teratasi. B. SARAN 1. Diharapkan kepada perawat untuk membekali diri dengan pengetahuan khususnya mengenai kasus yang dikaji, agar ditemukan data yang akurat dan tepat sesuai dengan kasus yang diuji. 2. Diharapkan perawat perlu meningkatkan pengetahuan untuk menganalisa suatu data secara tepat sehingga dapat menegakkan diagnose dengan tepat. 3. Diharapkan dalam tahap perencanaan perlu diperhatikan keadaan atau kondisi pasien

dan fasilitas yang tersedia untuk mengatasi masalah yang ditemukan pada pasien. 4. Pada pelaksanaan perawatan hendaknya dilakukan kerja sama antara tim kesehatan. 5. Bagi perawat hendaknya perlu meningkatkan penilaian terhadap tindakan yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA Marlin E. Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC. 2002. Simadibrata Marcellus. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Jakarta, FKUI. 2006. Suddarth dan brunner. Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. EGC. 2001. Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC. 2004. Syaiffudin. Anatomi Fisiologi, Jakarta. EGC. 2006.
0 6 Email0Share6

Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook Newer PostOlder PostHome

PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI PADA BANK BRI (BAB IV) BAB IV HASIL PENELITIAN Pada tanggal 16 Desember 1895, Raden wiriatmadja dan kawan-kawan mendirikan "De Poewekertosche Hulp-en Spaarbank de...

PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI ANTAR KANTOR CABANG DENGAN PUSAT PADA BANK BRI (BAB I) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan yang ingin dicapai dari didirikannya suatu perusahaan pada umumnya adalah s...

PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI PADA BANK BRI (BAB V) BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, hasil penelitian penulis dap...

SKRIPSI PERANGKAT KERAS KOMPUTER DALAM JARINGAN INTERNET Latar Belakang Seiring dengan perkembangan era globalisasi, maka instansi pemerintahan ataupun swasta dalam melaksanakan aktivitas bisnisny...

Bab 2 Dampak Pemidanaan Terhadap Anak A.Tinjauan Umum Tentang Anak Pelaku Tindak Pidana A.1 Pengertian anak Pengertian anak dalam kedudukan hukum, meliputi pengertian kedudukan...

Gangguan Sistem Pencernaan dengan Abses Hepar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang/Permasalahan Abses Hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakter...

DAMPAK PEMIDANAN TERHADAP ANAK - ABSTRAK ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana ditinja...

DAMPAK PEMIDANAAN ANAK BAB II A. Tinjauan Umum Tentang Anak Pelaku Tindak Pidana A.1 Pengertian anak Pengertian anak dalam kedudukan hukum, meliputi pengertian keduduk...

SOSIOLOGI HUKUM PENDAHULUAN A.Latar belakang Prostitusi diartikan sebagai pelacur atau penjual jasa seksual atau disebut juga dengan pekerja seks komersial...

You might also like