You are on page 1of 6

Kompetensi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Menurut Cut Zurnali (2010), perdebatan secara intensif mengenai kompetensi telah disusun oleh Prahalad and Hamel (1990), dalam publikasi yang berjudul, The Core Competence of The Corporation. Fleury (2002) menambahkan, topik kompetensi telah didiskusikan oleh para ahli psikologi dan administrasi Amerika Serikat melalui publikasi yang berjudul Pengujian Kompetensi Lebih Dari Kecerdasan. David McClelland adalah orang yang mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik personal yang dapat membawa pada kinerja yang lebih tinggi. Karakteristik-karakteristik ini adalah bakat (talenta alam, mudah dikembangkan), kemampuan (aplikasi praktis dari bakat) dan pengetahuan (informasi yang dibutuhkan untuk pencapaian tugas). Lebih lanjut Cut Zurnali (2010) menambahkan bahwa para kelompok ahli di Inggris seperti Strebler et al. (1997) menyatakan dua perbedaan arti competency. Pertama, Competencies merupakan "expressed as behaviours that an individual needs to demonstrate" (diekspresikan sebagai perilaku-perilaku dimana seorang individu perlu menunjukkannya). Kedua, "expressed as minimum standards of performance" (diekspresikan sebagai standar minimum dari kinerja). Jadi, istilah "competency" telah digunakan untuk menunjukkan arti pengekspresian atau pengungkapan sebagai perilaku sedangkan istilah "competences" digunakan untuk menunjukkan ekspresi standar. Organisasi-organisasi sektor swasta (the private sector) cenderung menggunakan competency model, sedangkan yang bergerak di sektor public (the public sector) menggunakan competence model (Strebler et al., 1997).

Pengertian Kompetensi
Cut Zurnali (2010) dalam bukunya yang berjudul "Learning Organization, Competency, Organizational Commitment, dan Customer Orientation : Knowledge Worker - Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan" merangkum beberapa pengertian kompetensi dari pakar. Berikut akan disajikan definisi kompetensi : 1. Richard E. Boyatzis (2008) mengemukakan : kompetensi merupakan karakteristikkarakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol. 2. Menurut Glossary Our Workforce Matters (Sinnott. et.al: 2002), kompetensi adalah karakteristik dari karyawan yang mengkontribusikan kinerja pekerjaan yang berhasil dan pencapaian hasil organisasi. Hal ini mencakup pengetahuan, keahlian dan kemampuan ditambah karakteristik lain seperti nilai, motivasi, inisiatif dan control diri. 3. Le Boterf dalam Denise et al (2007) menyatakan : kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak; hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan tapi lebih pada hasil kegiatan dari pengkombinasiaan sumberdaya personal (pengetahuan, kemampuan, kualitas, pengalaman, kapasitas kognitif, sumberdaya emosional, dan lainnya) dan sumberdaya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan, dan lainnya).

4. Menurut Sinnott et.al (2002), kompetensi adalah alat pengkritisi dalam tugas kerja dan pergantian perencanaan. Di tingkat minimum, kompetensi berarti: a) mengenali kapabilitas, sikap dan atribut yang dibutuhkan untuk memenuhi staf saat ini dan dimasa depan sebagai prioritas organisasi dan pertukaran strategis dan b) memfokuskan pada usaha pengembangan karyawan untuk menghilangkan kesenjangan antara kapabilitas yang dibutuhkan dengan yang tersedia. Dari definisi-definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, banyak ditemukan dalam penelitian-penelitian disertasi dan tesis menggunakan acuan pada definisi kompetensi yang dikemukakan oleh Richard E. Boyatzis, yang menyatakan kompetensi merupakan karakteristik-karakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol. Dan tidak sedikit pula penelitian-penelitian kompetensi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di dunia untuk melihat kompetensi para pekerja/karyawan-nya yang menggunakan pendapat Boyatzis ini. Menurut Cut Zurnali (2010), hal ini dengan pertimbangan bahwa para karyawan yang memiliki kompetensi tidak akan menghasilkan perilaku yang berorientasi pada pelanggan yang optimal jika pekerja tidak diberikan kebebasan, keleluasaan, dan kemandirian dalam mengendalikan pekerjaannya baik yang mencakup keputusan inti berkenaan dengan pekerjaan, kerangka waktu, maupun isi yang berhubungan dengan substansi keputusan. Menurut Yodhia Antariksa (2007), secara general, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication, interpersonal relation, dll. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll.

Dimensi-Dimensi Kompetensi
Menurut Cut Zurnali (2010), penentuan dimensi-dimensi kompetensi yang sering digunakan dalam riset-riset kompetensi didasari pada pendapat Boyatzis (2008) yang merangkum pendapat para ahli sebagai berikut: Bray et al.(1974); Boyatzis (1982); Kotter (1982); Luthans et. al.(1988); Howard and Bray (1988); Campbell et al. (1970); Spencer and Spencer(1993); Goleman (1998), dan Goleman et al.(2002), yang mengelompokkan kompetensi menjadi tiga dimensi, yaitu: 1. Kompetensi kognitif (cognitive competencies); 2. Kompetensi kecerdasan emosional (emotional intelligence competencies); dan 3. Kompetensi kecerdasan sosial (social intelligence competencies). Lebih lanjut Cut Zurnali (2010) menyatakan bahwa dimensi-dimensi ini dirasakan sangat rasional dalam menganalisis kompetensi para pekerja/karyawan dalam suatu perusahaan dikarenakan dapat mendeskripsikan kompetensi yang dimiliki sekaligus apa-apa saja yang

mesti ditingkatkan pada diri seorang pekerja/karyawan agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan atau organisasi.

Kompetensi kognitif (cognitive competencies)


Dimensi pertama adalah kompetensi kognitif. Dimensi ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk berfikir dan menganalisis informasi dan situasi yang menuntun atau menyebabkan timbulnya keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini pada pemikiran sistem dan pengenalan pola para pekerja/karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010).

Kompetensi kecerdasan emosional (emotional intelligence competencies)


Dimensi kedua adalah kompetensi kecerdasan emosional. Dimensi ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mengenali, memahami, dan menggunakan informasi emosional mengenai diri sendiri yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini, pada kesadaran diri dan kompetensi manajemen diri para pekerja/karyawan berupa kesadaran emosional diri dan pengendalian emosional diri, dalam melaksanakan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010).

Kompetensi kecerdasan sosial (social intelligence competencies)


Dimensi ketiga adalah kompetensi kecerdasan sosial. Dimensi ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali, memahami, dan menggunakan informasi emosional mengenai orang lain yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini pada kesadaran sosial dan kompetensi manajemen hubungan para pekerja/karyawan berupa empati dan kerja tim yang semestinya dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010).

Penelitian-Penelitian Kompetensi
Cut Zurnali (2010) dalam bukunya yang berjudul "Learning Organization, Competency, Organizational Commitment, dan Customer Orientation : Knowledge Worker - Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan" merangkum beberapa penelitian mengenai kompetensi sebagai berikut : 1. Penelitian Yildirin (2007) menginvestigasi kecerdasan emosional berdasarkan kompetensi pada karyawan bagian IT dan Sales. Penelitian dilakukan terhadap 111 karyawan dari 12 perusahaan yang bergerak pada 4 sektor yang berbeda. Emotional Competency Inventory (ECI, 2.0) digunakan untuk menaksir kompetensi emosional partisipan. Cluster ECI yang digunakan: 1) Self- awareness, dengan dimensi: Accurate self-assessment, Emotional self-awareness, dan Self-confidence; 2) Selfmanagement, dengan dimensi: Achievement orientation, Adaptability, Emotional selfcontrol, Initiative, Optimism, dan Trustworthiness; 3) Social-awareness, dengan dimensi: Empathy, Organizational awareness dan Service orientation ; dan 4) Socialskills, dengan dimensi: Change catalyst, Conflict management, Developing others, Influence, Inspirational leadership, dan Teamwork and collaboration. Hasil independent sample t-test menunjukkan karyawan IT dan Sales secara signifikan berbeda satu dengan lainnya dalam semua dimensi utama ECI kecuali pada self-

management. 2 perbedaan discriminant analyses dibuat dalam 4 dimensi ECI dan semua kompetensi emosional untuk menentukan satu yang membedakan kedua kelompok karyawan tersebut. Berdasarkan hasil analisis diskriminan dalam 4 dimensi ECI, kecuali Self-management, 3 dimensi lain mempunyai muatan signifikan untuk membedakan semua kelompok. Bagaimanapun, pada basis kompetensi yang ada, tidak terdapat kompetensi emosional yang dominan yang membedakan satu kelompok karyawan tersebut dengan kelompok lainnya. Akhirnya ditemukan bahwa lebih berarti menggunakan cluster kompetensi untuk mengkonstruksi model kompetensi dari kedua posisi ini daripada menggunakan model kompetensi tunggal. 2. Penelitian Muray, Peter (2003), yang dilakukan terhadap para kontraktor besar industri konstruksi di New South Wales. Penelitian ini mencoba melihat keterkaitan antara pembelajaran dengan kualitas kompetensi para kontraktor tersebut dan pengaruhnya terhadap kinerja. Data diambil dengan cara menghadiri pertemuan para kontraktor industri konstruksi tersebut, melalui bahan-bahan publikasi, dan dengan melakukan interview. Hipotesis diuji dengan uji ANOVA. Hasil pengujian menunjukkan, semakin tinggi kompetensi maka semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkan. Dan tingginya kompetensi ini disebabkan tingginya level learning dari para kontraktor tersebut. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan dampak dari kompetensi teknis terhadap kinerja. Bahwa semakin tinggi kompetensi teknis maka semakin tinggi pula kinerja. Dan tingginya kompetensi teknis ini disebabkan level learning yang tinggi. 3. Penelitian Ai-Hwa Quek (2005), mencoba menguji secara empiris kompetensi generik yang menjadi sangat penting bagi keberhasilan kinerja kerja dari para pekerja lulusan sarjana. Sample penelitian ini adalah para pekerja lulusan sarjana yang telah mengikuti kursus kompetensi sosial sebagai bagian dari program pelatihan kompetensi. Para pekerja lulusan sarjana bekerja di bidang perbankan, perakitan, komputer, komunikasi, dan produksi. Jumlah sampel sebanyak 32 orang. 4 orang anggota sample adalah wanita yang bekerja di organisasi komersial dan sisanya 28 orang adalah laki-laki yang bekerja pada organisasi industri. Rata-rata umur responden adalah 31 tahun dan telah bekerja pada organisasinya selama 2 tahun. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penyebaran kuesioner (teknik validasinya dengan Pilot test dan Alpha Cronbach). Hasil penelitian menunjukkan interpersonal skills, knowledge-acquiring skills dan flexibility merupakan faktor yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kinerja kerja. Dari hasil penelitian menunjukkan pula para pekerja lulusan sarjana juga dapat mengekspresikan valueimproving skills, practical orientation abilities dan cognitive skills sebagai hal yang penting dalam keberhasilan kinerja kerja. Kompetensi generik yang dimiliki oleh para pekerja ini memungkin para pekerja Malaysia lulusan sarjana dapat mentransfer pembelajaran dari ruang kelas (the classroom) ke tempat kerja (the workplace) untuk mencapai keberhasilan kinerja kerja.(success in work performance).

Kompetensi Karyawan Dalam Organisasi Pembelajaran


Menurut Aditya Pratama (2009), perubahan dunia berpengaruh terhadap organisasi bisnis dan sekaligus terhadap kompetensi karyawan. Karyawan semakin dipandang sebagai aset yang sangat penting dari suatu perusahaan. Semakin banyak tantangan bisnis yang dihadapi perusahaan maka kedudukan karyawan menjadi semakin sangat strategis. Keunggulan kompetitif suatu perusahaan sangat bergantung pada mutu sumberdaya manusia karyawan. Artinya ketika perusahaan akan menghadapi proses pengubahan atau terlibat dalam menciptakan ubahan maka karyawan diposisikan sebagai pemain utama perusahaan.

Perusahaan akan selalu memikat, mengembangkan dan mempertahankan karyawan yang berketerampilan inovatif. Dan agar karyawan tetap bertahan bekerja di perusahaannya maka diperlukan lingkungan pembelajaran yang berkelanjutan. Bagaimana misalnya para karyawan secara bertahap dikembangkan potensi dirinya untuk memiliki pemikiran kompetitif, sinergis dan pemikiran global. Dengan demikian perusahaan akan semakin siap dalam menghadapi setiap proses perubahan lokal dan global. Hal demikian tampak jelas di suatu organisasi pembelajaran (learning organization) Perusahaan akan terus mengembangkan potensi karyawan yang memiliki kompetensi atau standar sektor ekonomi nasional dan global. Ciri-ciri kompetensi karyawan dimaksud adalah memiliki pengetahuan, kapabilitas dan sikap inisiatif dan inovatif dalam berbagai dimensi pekerjaan: 1. Keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang berorientasi pada efisiensi, produktivitas, mutu, dan kepedulian terhadap dampak lingkungan. 2. Keterampilan dan sikap dalam berkomunikasi horisontal dan vertikal serta membangun jejaring kerja internal. 3. Keterampilan dan sikap dalam pengendalian emosi diri, membangun persahabatan dan obyektivitas persepsi. 4. Sikap dalam mau belajar secara berkelanjutan. 5. Keterampilan dan sikap dalam pengembangan diri untuk mengaitkan kompetensi pekerjaan dengan kompetensi pribadi individu. 6. Keterampilan dan sikap maju untuk mencari cara-cara baru dalam mengoptimumkan pelayanan mutu terhadap pelanggan. 7. Keterampilan dan sikap saling memperkuat (sinergitas) antarkaryawan untuk selalu meningkatkan mutu produk dan mutu pelayanan pada pelanggan. Kalau perusahaan disebut sebagai organisasi pembelajaran, manajemen puncak sudah menempatkan upaya pengembangan kompetensi karyawan sebagai tugas rutinnya. Karyawan diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya melalui bursa gagasan yang diselenggarakan oleh manajemen puncak. Dari situ pihak manajemen bisa mengamati siapa saja karyawan yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan talenta tinggi. Dan kemudian dikaitkan dengan kinerjanya. Lalu dapat ditentukan siapa saja yang disiapkan untuk menempati posisi jabatan yang lebih tinggi. Sementara mereka yang berada pada kinerja yang di bawah standar diberi kesempatan untuk meningkuti pelatihan dan pengembangan.

Referensi
1. Aditya Pratama, 2009, http://ronawajah.wordpress.com/2009/06/07/kompetensikaryawan-dalam-organisasi-pembelajaran/ 2. Ai-Hwa Quek, 2005, Learning for The Workplace: A Case Sudy in Gaduate Employees Generic Competencies, Journal of Workplace Learning, Vol. 17 No. 4, 2005, pp. 231-242 3. Boyatzis, Richard E., 2008-A, Competencies in The 21st Century, Journal of Management Development, Vol. 27 No. 1, pp. 5-12 4. Cut Zurnali, 2010, "Learning Organization, Competency, Organizational Commitment, dan Customer Orientation : Knowledge Worker - Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan", Penerbit Unpad Press, Bandung

5. Fleury, M.T.L. (2002), A gestao de competencia e a estrategia organizacional, in Fleury, M.T. (Ed.), As Pessoas na Organizaca o, Gente, Sao Paulo 6. Le Boterf, G. (2000), Competence et Navigation Professionnelle, E ditions dOrganization, Paris 7. Muray, Peter, 2003, Organizational Learning, Competencies, and Firm Performance: Emperical Observations, The Learning Organization, Vol. 10, pp. 305-313 8. Prahalad, C.K. and Hamel, G. (1990) The core competence of the corporation, Harvard Business Review (v. 68, no. 3) pp. 7991 9. Sinnott, George C. et.al, 2002, Competencies, Report of the Competencies Workgroup, September 2002, The Department of Civil Service and Governors Office of Employee Relations, US. 10. Spencer, Lyle M. and Signe M. Spencer, 1993, Competence Work: Model for Superior Performance, John Wiley and Sons. Inc 11. Strebler M, Robinson D and Heron P. 1997, Getting the Best Out of Your Competencies, Institute of Employment Studies, University of Sussex, Brighton 12. Yildirim, Osman, 2007, Discriminating Emotional Intelligence-Based Competencies of IT Employees and Salespeople, Journal of European Industrial Training, Vol. 31 No. 4, pp. 274-282 13. Yodhia Antariksa, 2007, http://strategimanajemen.net/2007/09/06/membangunmanajemen-sdm-berbasis-kompetensi/ 14. Sumber-Sumber lain

You might also like