You are on page 1of 3

Komitmenku terhadap Islam dan Dakwah

BismiLlahirrahmanirrahim. Hari ini, detik ini, atas karunia besar dan rahmat dari Allah, kita telah menjadi bagian dari islam, insyaaLlah. Kita bahkan mungkin telah memeluk islam sejak bayi, menuliskan status beragama islam pada identitas-identitas di tanda pengenal, dan seterusnya. Namun, pertanyaannya sekarang, sudahkah kita betul-betul kaffah berislam? Sudahkah kita betul2 menjadikan islam sebagai bagian dari hidup kita? Atau adakah ia hanya sebatas status? Nah sekarang, mulailah evaluasi.. Jika kita mengaku bahwa kita adalah seorang muslim, maka pada hakikatnya, ada sebuah sebuah tanggung jawab darinya. Menjadi muslim, maka berarti kita harus faham dan memahami komitmen kita terhadap diin ini. Diin islam ini. Komitmen yang bagaimana? Yang pertama, komitmen untuk belajar. Belajar tentang diin kita. Yang pertama, tentu belajar dasar-dasar agama kita. Ilmu itu sebelum amal. Al-ilmu qobla amal. Jangan sampai kita beramal ini-itu tapi tak tahu bagaimana ilmunya. Tak tahu bagaimana dasarnya. Cenderung taqlid. Kan sayang, kalau ternyata ibadah-ibadah yang kita lakukan sia-sia hanya karna kita tak faham bagaimana seharusnya amal ibadah itu dilakukan. Nah, jadi dari sini, kita dituntut untuk menjadi seorang pembelajar. Pembelajar sejati. Kontinyu dan berkelanjutan. Kedua, menjadikan islam sungguh2 menjadi bagian dari hidup kita. Ini berarti, menjadikan apa saja yang muncul dari lisan, gerakan, fikiran, sikap, perbuatan, atau kinerja kita sebagai bagian dari pelaksanaan islam. Refleksi islam. Sehingga, ketika oranglain melihat kita, gambaran akan keindahan dan kebaikan islam-lah yang terbenak. Orang jadi berfikir, Oh, begini ya islam. Begitu ya islam. Indah ya. Seperti itu. Atau, dengan kata lain, ini sama seperti yang dulu pernah dibahas mba niken dimana bahasan itu seingat saya- diambil dari buku komitmen seorang muslim, bahwa kita harus mengislamkan aqidah kita, akhlak kita, ibadah kita, dan keluarga kita.

Kemudian, senantiasalah menjaga dan memperbaharui iman. Tak selamanya kita selalu berada diatas dan totalitas dalam menjalani islam tanpa ada pasang surut. Al-imaanu yaziidu wa yanqush. Iman itu kadang naik kadang turun. Kadang bertambah kadang berkurang. Kadang tinggi kadang rendah. Maka, menjaganya dan terutama senantiasa memperbaharuinya adalah suatu hal yang perlu. Bahkan urgent. Karna, jika kita tak pernah memperbaharuinya, ibarat busi motor, lama kelamaan ia akan rusak. Dan jika kerusakan itu hanya dibiarkan saja maka kehancuran bisa terjadi. Terakhir, dan ini yang paling penting, jadilah bagian dari perjuangan dan dakwah islam. Mengaku islam berarti juga harus siap berjuang untuk menyebarluaskan agama Allah. Mengajak oranglain; terutama orang-orang di sekitar kita kepada kebaikan. Jika tak bisa mengajak, berilah contoh. Berilah teladan. Bahwa seharusnya seperti ini-seperti ini. Intinya: dakwah ilaLlah. Nahnu duat qobla kulli syaiin. Kita mungkin pelajar, kita mungkin mahasiswa, atau kelak kita mungkin akuntan, ekonom, atau auditor, tapi sebelum itu semua, kita tetap dai. Yang menyeru kepada islam. Jangan sampai berfikir: ah jadi dai nya nanti sajalah. Kalau sempat. Bukan seperti itu. Kita adalah dai sebelum apapun, sebelum apapun! Kita yang saat ini, esok, lusa, tugas utama kita adalah seorang dai. Menyeru kepada kebenaran. Nah, esensi dakwah dan perjuangan islam itu pada dasarnya adalah ilaa kalimatiLlah; menegakkan atau meninggikan kalimah Allah. Maknanya adalah segala upaya untuk menjadikan ajaran islam sebagai basis utama dalam tiap sendi kehidupan. Jadi, disini, kita harus berupaya untuk terus menyebarkan syiar islam hingga tegaknya diin islam. Jika diin belum juga tegak, kemudian kita meninggal; maka pada saat itu, kita meninggal dalam keadaan menegakkan kalimatuLlah. Poin plus, bahwa ketika kita mengajak oranglain kepada kebaikan atau berdakwah hal tersebut juga bisa mendorong kepada tazkiyatunnafs. Mengapa? Karan saat kita mengajak orang lain kepada kebaikan, disaat yang sama, biasanya kita akan selalu berusaha untuk menjadi seperti yang kita serukan itu. Karna pada dasarnya, dakwah ini pembuktian iman. Lihat Q.S. Al-baqarah 44 atau Ash-shaf 3. Jangan sampai, kita berkoar koar menyuruh orang melaksanakan ini-dan-itu, tapi kita malah belum melakukannya. Jadi dakwah ini pembuktian iman. Apakah apa yang kita suruh pada orang-orang itu sudah benar2 kita terapkan sendiri? Terakhir, ada kalanya pasti kita mengalami kejenuhan dan kehilangan makna dakwah dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Tapi, jangan sampai, komitmen yang sudah diikrarkan mengalami degradasi terus menerus hingga akhirnya meredup dan memudar.

Karnanya teruslah perbaharui iman sebagaimana sebelumnya telah disinggung. Ada tarbiyah dzatiyah dalam diri kita sendiri. Kita juga mungkin bisa bergabung dalam pergerakan dakwah, karna dari situ bisa menuntut kita untuk selalu meluruskan dan memperbaiki komitmen dari waktu ke waktu. Mungkin jenuh, mungkin lelah. Namun, dakwah itu sepenuh hati. Jika bicara lelah, pasti lelah. Karna mau tak mau kita harus lelah. Namun, setiap dibalik lelah itu, pasti ada sesuatu yang merekah. insyaaLlah. Sama-samalah kita berjuang untuk memperbaiki diri sendiri dan oranglain.

-Aff; Tadzkirah dari dan untuk diri sendiri-

You might also like