You are on page 1of 10

Prosiding Skripsi Semester Gasal 2009/2010

SK -

EKSTRAK GELATIN DARI TULANG RAWAN IKAN PARI (Himantura gerarrdi) PADA VARIASI LARUTAN ASAM UNTUK PERENDAMAN
Intan Riezky Karlina*, Lukman Atmaja1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK
Gelatin merupakan turunan protein dari serat kolagen yang ada pada tulang rawan. Pada penelitian ini gelatin diekstraksi waterbath dari tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi) menggunakan proses asam (tipe A). Larutan HCl 5% (GC), H3PO4 5% (GP), dan CH3COOH 5% (GA) digunakan sebagai variasi larutan perendaman pada saat tahap persiapan. Rendemen gelatin terbanyak adalah gelatin dengan perendaman HCl 5%, yaitu 13,99%. Analisis FTIR menunjukkan GC, GP, dan GA memiliki serapan pada bilangan gelombang gugus amida A, amida I, II, dan III yang merupakan gugus khas gelatin. Termogram TGA untuk GC, GP, dan GA menunjukkan bahwa gelatin masih mengandung air. Termogram DSC menunjukkan GC dengan kadar air sebesar 13,98% paling cepat terdenaturasi yaitu pada temperatur 41,4 C dengan perubahan mengeluarkan panas sebesar 0,68 W/g. Dititikberatkan pada analisis FTIR, total rendemen, dan kandungan kadar air, maka dapat disimpulkan gelatin yang memiliki kualitas terbaik adalah gelatin dengan perendaman HCl 5% (GC). Kata kunci : analisis termal, ekstraksi waterbath, gelatin, ikan pari

ABSTRACT
Gelatin is a protein derived from the existing collagen fibers in cartilage. In this research, gelatin has been waterbath extracted from the rayfish (Himantura gerrardi) cartilage using acid process (type A). Some acid solutions i.e., HCl 5% (GC), H3PO4 5% (GP), and CH3COOH 5% (GA) were used as a soaking solution variations during the preparation stage. Result shows that GC has the most gelatin yield i.e., 13.99%. FTIR analysis showed GC, GP, and has a number of wave absorption in the amide A, amide I, II, and III groups, which is typical gelatin group. TGA Termogram for GC, GP, and GA showed that the gelatin still contains water. Termogram DSC showed that GC with a water content of 13.98% is the most rapidly denatured at a temperature of 41.4 C with a heat release 0.68 W/g. Focused on FTIR analysis, gelatin yield, and water content, it can be concluded that gelatin by soaking HCl 5% (GC) was the best quality. Keywords : gelatin, rayfish, thermal analysis, waterbath extraction

PENDAHULUAN
Biopolimer adalah suatu istilah umum yang mencakup polimer alam dan polimer sintetik yang dihasilkan dari monomer polimer alam. Polimer alam contohnya protein, polinukleotida, dan polisakarida. Biopolimer dapat diperoleh dari tumbuhan seperti getah asli, dan dari hewan seperti gelatin (Isa, 2004). Polimer ini biasanya diperoleh dari jaringan kolagen pada kulit, tulang, dan *Corresponding author. Phone:+6285730388133 e-mail: arlinaja@yahoo.com 1 Alamat sekarang: Jurusan Kimia, FMIPA ITS Surabaya

jaringan ikat hewan dan sudah banyak diaplikasikan dalam industri makanan, farmasi, obat-obatan, dan lain-lain. Data terakhir menunjukkan bahwa produksi gelatin tiap tahun di seluruh dunia mencapai 326.000 ton. Gelatin yang berasal dari kulit babi menempati urutan terbesar, yaitu 46%, kulit sapi 29,4%, tulang sapi 23,1%, dan sumber lainnya hanya 1,5% (GME, 2008). Adanya hukum syariat Islam yang mewajibkan pengikutnya untuk mengkonsumsi sesuatu yang jelas kehalalannya serta isu-isu lain dari hewan mamalia terutama sapi tentang maraknya berita tentang penyakit sapi gila (mad cow disease) atau Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE), maka ditelitilah gelatin yang diekstrak dari ikan sebagai salah satu bahan aditif

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

alternatif yang dapat diterima seluruh masyarakat (Haug, 2004). Ekstraksi gelatin dari tulang ikan merupakan usaha pemanfaatan limbah industri pengolahan ikan yaitu dari industri pengalengan dan fillet. Metode yang digunakan adalah ekstraksi waterbath. Sebelum diektraksi, terlebih dahulu dilakukan persiapan dengan cara merendam tulang dalam larutan asam. Asam yang digunakan adalah asam yang aman dan baunya tidak menusuk hidung (Choi, 2000). Obyek utama yang akan diteliti kali ini adalah mengekstrak gelatin dari tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi). Ikan pari adalah salah satu hasil laut yang belum dimanfaatkan secara optimal karena memiliki rasa dan bau yang kurang sedap. Selain itu ikan pari (cartilaginous fish) termasuk mamalia vertebrata dari kelas chondrichthyes yang artinya kerangkanya tersusun atas tulang rawan. Menurut Buckle (1987), jumlah kolagen ikan bertulang rawan adalah 10% dari total protein dan ini lebih tinggi dibandingkan dalam ikan bertulang keras, yaitu sekitar 3%. Selain itu, para ahli berkesimpulan, tulang rawan ikan tidak beracun, tidak memiliki efek samping, dan tidak ditemukan unsur-unsur heavy metal seperti seng, tembaga, merkuri, nikel, dan sejenisnya yang cenderung berbahaya bagi manusia sehingga tulang rawan ikan aman dikonsumsi (Almatstier, 2003). Belum adanya penelitian mengenai pengaruh variasi larutan asam yang digunakan pada saat perendaman terhadap sifat kimia, berat molekul dan sifat termal gelatin hasil dari ekstraksi tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi), menjadi alasan utama dilakukannya penelitian kali ini. Metodologi Penelitian Preparasi Tulang Rawan Ikan Pari Ikan pari segar yang dibeli dari pasar ikan tradisional setempat pada Juli 2009 dicuci bersih. Tulang rawan ikan pari dipisahkan dari kulit dan lemak yang menempel. Tulang kemudian dicuci kembali dengan air bersih dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan dalam lemari pendingin bersuhu -20 C sampai digunakan untuk penelitian. Tahap Persiapan Penentuan lama perendaman tulang dengan HCl 5%, H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% dilakukan dengan mencairkan tulang rawan ikan pari beku selama 15 menit dengan air mengalir. Tulang dibersihkan dari sisa daging yang masih menempel dan direndam dalam air bersuhu 60-70 C selama 23 menit. Sisa serat dan lemak yang masih menempel di tulang dibersihkan kembali menggunakan pisau. Tulang-tulang dipotong dengan ukuran 1cm2. Tulang kemudian dibagi menjadi 3 bagian yang nantinya akan direndam dengan variasi larutan asam. Setiap bagian perendaman larutan asam, dibagi lagi menjadi 4 bagian yang nantinya akan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

divariasi waktu yang menunjukkan lama perendaman tulang. Tulang bagian pertama ditimbang massanya sebanyak 4 kali dengan massa masing-masing sebesar 40g. Massa ini adalah massa tulang sebelum perendaman (Mb). Tulang dimasukkan dalam 4 erlenmeyer 500 ml berbeda bersama HCl 5%. Erlenmeyer ditutup dengan kain kasa dan diberi label. Tulang pada erlenmeyer I direndam selama 7 hari, erlenmeyer II direndam selama 5 hari, erlenmeyer III direndam selama 3 hari, dan erlenmeyer IV direndam selama 2 hari. Hal yang sama dilakukan pula terhadap perendaman tulang dengan larutan H3PO4 5% dan CH3COOH 5%. Masing-masing perbandingan tulang dengan larutan asam adalah 1:8. Setelah masing-masing masa perendaman berakhir, tulang ditiriskan beberapa saat sampai tak ada cairan yang menetes. Massa tulang sesudah perendaman (Ms) ditimbang dan dicatat hasilnya serta dihitung derajat penggembungannya. Tulang dengan derajat penggembungan paling besar adalah yang akan diekstraksi pada perlakuan berikutnya. Tahap Ekstraksi dan Pengeringan Gelatin Tulang-tulang yang telah direndam biasa disebut dengan ossein atau tulang lunak. Ossein dalam masing-masing larutan asam dinetralkan pHnya hingga mencapai pH 4-5 (Hinterwaldner, 1977). Penetralan dilakukan dengan cara mengaliri ossein dengan air mengalir selama 1 jam (Sopian, 2002). Setelah mencapai pH 4-5, ossein-ossein tersebut dibilas menggunakan aquademineralisasi dan ditimbang massanya (M1). Masing-masing ossein kemudian diekstraksi dengan aquademineralisasi (1:1) menggunakan waterbath selama 8 jam pada suhu 60-70 C. Peralatan ekstraksi waterbath ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring Whatman No.4, diukur volumenya, dimasukkan dalam botol kaca kedap udara dan diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4-10 C selama 24 jam. Ekstrak yang telah berubah menjadi gel kemudian diletakkan dalam cawan petri dan dioven selama 24 jam pada suhu 60C (Cho, 2004), dan didinginkan dalam desikator. Lapisan gelatin yang terbentuk di seluruh permukaan cawan petri dikerok lalu ditumbuk hingga menjadi gelatin bubuk dan ditimbang (M2). Ketiga varian gelatin ini kemudian disebut dengan GC untuk gelatin dari perendaman HCl 5%, GP untuk gelatin dari perendaman H3PO4 5%, dan GA untuk gelatin dari perendaman CH3COOH 5%. Ketiganya disimpan dalam desikator. Perhitungan Kadar Air Serbuk Gelatin Botol timbang dioven pada suhu 105 C selam 2 jam lalu ditimbang massanya setelah sebelumnya didinginkan dalam desikator. Serbuk gelatin sebanyak 1 gram dimasukkan dalam botol timbang dan dioven pada suhu 105 C selama 2 jam,

didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Hal ini dilakukan hingga beratnya konstan kemudian dihitung kadar airnya. Karakterisasi Gugus Fungsi Gelatin Gugus fungsi gelatin dikarakterisasi dengan spektroskopi Fourier Transform Infra Red, FTIR. Sampel bubuk gelatin sebanyak 2 mg dicampur dengan 100 mg serbuk KBr dan ditumbuk hingga halus. Campuran tersebut dimampatkan dalam sebuah cetakan menggunakan pompa hidrolik sehingga membentuk kepingan tipis. Karakterisasi terhadap kepingan sampel dilakukan dengan menggunakan spektrometer FTIR Buck Scientific model M-500 pada panjang gelombang antara 4000500 cm-1. Pengukuran Massa Molekul Relatif Rata-Rata Gelatin Serbuk gelatin ditimbang sebanyak 0,03 gram dan dilarutkan dalam pelarut aquades pada suhu kamar. Larutan kemudian dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam viskometer Ostwald. Waktu alir larutan dan pelarut diukur dengan menggunakan stopwatch sebanyak empat kali. Data waktu alir digunakan untuk menGCitung viskositas relatif, viskositas tereduksi dan viskositas intrinsik. Perlakuan diatas diulangi untuk variasi berat gelatin 0,035; 00,4; 0,045; dan 0,05 gram.

bersuhu -20C. Pembungkusan dengan aluminium foil ini bertujuan agar kesegaran dan kelembaban ikan tetap terjaga sedangkan pendinginan dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri sehingga tulang tidak mudah busuk dan dapat bertahan hingga 2 bulan (Yang, 2007). Tahap Persiapan Tahap pertama sebelum mengekstrak gelatin dari tulang rawan ikan pari adalah melakukan tahap persiapan. Sebelum melakukan tahap persiapan, ditentukan dahulu lama perendaman tulang dengan larutan asam. Tulang beku dicairkan dengan cara dialiri air selama 15 menit kemudian tulang dicuci dan dan dibersihkan dari sisa daging serta deposit lemak yang masih menempel. Untuk memudahkan pembersihan maka dilakukan pula perendaman pada air bersuhu antara 60-70C selama 1-2 menit (Pelu, dkk., 1998). Proses dari jaringan tulang seperti ini biasa disebut dengan istilah degreasing. Prosesnya dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara 32-80C (Ward, 1977), sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum dan struktur protein dalam tulang tidak mengalami denaturasi. Sisa serat dan lemak yang masih menempel di tulang dibersihkan kembali menggunakan pisau. Tulang-tulang dipotong dengan ukuran 1cm2 tujuannya untuk memperbesar luas penampang saat perendaman sehingga hasil ekstraksi dapat maksimal. Proses ekstraksi gelatin tulang ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A sehingga pada penelitian ini digunakan larutan asam sebagai larutan perendam. Menurut Ward (1977), asam mampu mengubah serat kolagen triple-helix menjadi rantai tunggal, berbeda dengan basa yang hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Tulang dibagi menjadi 3 bagian yang nantinya akan direndam dengan variasi larutan HCl 5%, H3PO4 5%, dan CH3COH 5%. Tabel 1. Massa Tulang Rawan Awal (Mb) Sebelum Direndam Dengan Masing-Masing Larutan Asamnya
Larutan asam HCl 5% Mb (g) 40,3029 40,275 42,545 43,9915 41,7446 42,1007 40,7235 42,5275 42,185 41,1086 40,8832 42,9939

Hasil dan Pembahasan


Preparasi Tulang Rawan Ikan Pari (Himantura gerrardi) Penelitian kali ini di awali dengan pemilihan jenis ikan pari. Ikan pari dipilih yang tidak terlalu tua ataupun terlalu muda, hal ini dapat dilihat dari berat tubuhnya. Ikan pari yang diilih memiliki berat sekitar 15 kg dengan panjang 80 cm dan lebar 100 cm. Usia ikan berkaitan dengan kekerasan tulang rawannya. Apabila usia ikan masih terlalu muda, tulang rawannyapun juga masih terlalu lunak sehingga akan mudah hancur saat perendaman dangan larutan asam. Sebaliknya, apabila terlalu tua, prosentase kandungan mineral (materi non kolagen) dalam tulang juga semakin besar. Menurut Almatsier (2003) dalam tulang rawan ikan, terkandung protein, kalsium, fosfor, karbohidrat, air, serat, lemak serta komponen alamiah lainnya sebagai nutrisi. Sedangkan materi non kolagen (kalsium dan fosfor) yang terdapat dalam tulang harus didemineralisasi atau dihilangkan sebelum proses ekstraksi gelatin dimulai. Tulang-tulang dari ikan pari segar ini langung dipisahkan dari daging, lemak dan serat yang menempel. Saat pemisahan ini, tulang diusahakan sebersih mungkin untuk memudahkan dalam perlakuan selanjutnya. Hasil akhir menunjukkan masih ada sisa lemak dan serat yang menempel karena sulit dibersihkan secara manual. Tulang dicuci hingga bersih, dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan dalam lemari pendingin
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

H3PO4 5%

CH3COOH 5%

Setiap bagian perendaman larutan asam, dibagi menjadi empat bagian yang nantinya akan divariasi waktu yang menunjukkan lama perendaman tulang. Hal ini secara ringkas dituliskan pada pada Tabel 1. Perlakuan ini dimaksudkan

untuk memperoleh lama perendaman yang sesuai untuk masing-masing jenis asam. Perendaman dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml dan ditutup dengan kain kasa untuk mencegah masuknya kotoran tanpa menghalangi sirkulasi udara di dalamnya. Masing-masing perbandingan tulang dengan larutan asam adalah 1:8. Perbandingan yang besar ini adalah untuk mengantisipasi larutan jenuh oleh garam mineral yang larut. Kalsium merupakan mineral dalam tulang rawan yang jumlahnya paling banyak, sekitar 24% (Almatsier, 2003). Maka dari itu, perendaman tulang-tulang dengan larutan asam ini bertujuan untuk proses demineralisasi atau menghilangkan garam kalsium dan mineral lain yang terdapat dalam tulang rawan (Utama, 1997). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : Ca3(PO4)2(aq) + 6 HCl(aq) 3CaCl2(aq) + 2H3PO4(aq) 3Ca2+(aq) + 2H3PO4(aq) Ca3(PO4)2(aq) + 6H+(aq) CH3COOH(aq) + Ca2+(aq) 2H+(aq) + Ca(CH3COO)2(aq) Hasil akhir reaksi katiganya menghasilkan garam kalsium terlarut. Akibat adanya materi terlarut tersebut, tulang rawan ikan pari menjadi lunak atau biasa disebut ossein. Larutan masing-masing asam juga menjadi keruh. Selain demineralisasi, pada tahap persiapan ini juga terjadi proses swelling kolagen sebagai materi penyusun tulang rawan ikan pari. Swelling adalah penggembungan tulang rawan akibat adanya proton yang masuk dalam struktur tulang rawan yang kehilangan mineral atau adanya ruang kosong yang terdapat di tropokolagen. Antara tropokolagen yang sejajar terdapat ruang kosong selebar 400 . Adanya ruang kosong ini merupakan jalan masuk ion-ion H+ dari asam. Ion H+ akan berinteraksi dengan gugus karboksil sehingga dapat mengacaukan ikatan intra dan antar molekul tropokolagen. Perendaman tulang dengan larutan asam pada tahap persiapan harus dilakukan dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) karena jika tidak tepat akan terjadi kelarutan gelatin dalam pelarut sehingga akan mengakibatkan menurunnya rendemen ekstrak gelatin. Tabel 2. Massa Ossein (Ms) pada Masing-Masing Perendaman dengan Larutan Asam
Larutan asam HCl 5% Hari ke7 5 3 2 7 5 3 2 7 5 3 2 Ms (g) 24,303 35,817 52,87 45,737 273,372 559,817 457,311 428,173 51,101 42,1 42,818 43,817

tulang ditiriskan beberapa saat. Pada akhir waktu perendaman yang telah ditentukan diperoleh Ms atau massa tulang setelah perendaman. Data Ms dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan adanya data tersebut dapat dihitung derajat penggembungan tulang (DP). Gambar 1 berikut menunjukkan derajat penggembungan masing-maisng ossein. Ossein dengan waktu perendaman yang menghasilkan DP terbesar adalah yang akan diekstraksi.
35 Da tp g m na ( ) ej e g b g % ra n e u n 30 25 20 15 10 5 0 2 3 ha ri ke 5 7 CH3COOH 5% H3PO4 5% HCl 5%

Gambar 1. Lama perendaman tulang berdasarkan DP terbesar Berdasarkan data tersebut ada kalanya Ms menjadi berkurang. Hal ini menandakan bahwa perendaman terlalu lama sehingga tropokolagen tidak lagi hanya mengalami swelling tetapi rantai tropokolagen sudah terurai menjadi gelatin yang larut dalam larutan asam. Sebaliknya, ada kalanya Mb bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa tropokolagen telah mengalami swelling. Tahap Ekstraksi dan Pengeringan Gelatin Tulang-tulang yang telah direndam dengan larutan asam biasa disebut dengan ossein atau tulang rawan lunak. Ossein dinetralkan dengan air mengalir sampai mencapai pH 4-5. Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4-5 karena pada umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponenkomponen protein non-kolagen (Fatimah, 1996). Titik isoelektrik adalah titik dimana asam amino penyusun protein non-kolagen menjadi dipolar dan memiliki muatan bersih nol (Hart, 2003). Asam amino tidak akan bergerak ke elektrode manapun. Sehingga pada saat ossein diekstraksi, komponen protein non-kolagen tidak ikut terekstrak. Apabila lebih rendah dari titik isoelektrik asam amino berada dalam bentuk ion amonium tersubstitusi sedangkan pada pH lebih tinggi dari titik isoelektrik asam amino hadir dalam bentuk karboksilat tersubstitusi. Kedua bentuk ini dapat menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein nonkolagen sehingga molekul lebih mudah terurai atau dengan kata lain ikut terekstrak.
HN 2

H3PO4 5%

COO H

HN 2

CO H O

(C 2)2 H C2 H C H N H C2 H HC OH H H O H R R R C N R O H HN 2 CH2 H C H R C N H R

(CH )2 2

Allisin
CH 2 C H NH2

OH H
H

C N

CH3COOH 5%

OH

Hidroksilisin

(CH2)2

(CH )2 2

Swelling mengakibatkan penambahan berat tulang rawan ikan setelah perendaman (Ms) pada masing-masing lama perendaman. Ms diukur setelah
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

ikat silang kovalen

H2N

C H OO

CO OH

Gambar 2. Interaksi molekul air dengan ikatan hidrogen dan ikatan kovalen

Pengukuran pH ossein menggunakan kertas indikator universal. pH ossein yang terukur adalah 5. Ossein-ossein ini kemudian dicuci dengan aquademineralisasi, ditiriskan sejenak, lalu ditimbang massanya (M1). Masing-masing ossein kemudian diekstraksi dengan aquademineralisasi (1:1) menggunakan waterbath selama 8 jam. Pada suhu 45C serabut kolagen ikan sudah mengalami penyusutan. Sedangkan pada 80C protein dapat terkoagulasi. Maka dari itu pemanasan saat ekstraksi dilakukan pada suhu 60-70C. Ekstraksi berfungsi sebagai lanjutan untuk merusak ikatan hidrogen antar molekul tropokolagen yang pada saat tahap persiapan sebelumnya belum seluruhnya terurai oleh asam dan ikatan hidrogen antara rantai- dalam tropokolagen secara sempurna. Ikatan hidrogen antara rantai- dalam tropokolagen kali ini didenaturasi oleh molekul H2O (Gambar 2). Tahap ekstraksi ini menyebabkan molekul triple-helix kehilangan stabilitasnya dan akhirnya terurai menjadi 3 rantai. Denaturasi kolagen menyebabkan rantai tripel helik secara sempurna bertransformasi menjadi rantai tunggal gelatin, seperti yang terlihat pada Gambar 3 berikut.

yang semula seperti gulungan benang yang rapat menjadi mengembang (Gambar 4.). Setelah dikeringkan, dan didinginkan dalam desikator gelatin membentuk lapisan tipis pada dinding cawan petri. Lapisan ini kemudian dikerok dan ditumbuk hingga membentuk serbuk. Rantairantai- merapat saat gelatin berbentuk serbuk (gelatin padat) (Gambar 5). Ketiga varian gelatin ini kemudian disebut dengan GC untuk gelatin dari perendaman HCl 5%, GP untuk gelatin dari perendaman H3PO4 5%, dan GA untuk gelatin dari perendaman CH3COOH 5%. Gambar 5. Perubahan gelatin saat memadat dan mencair (leleh) Serbuk masing-masing gelatin ditimbang massanya (M2). Dari M1 dan M2 yang sudah diketahui dapat dihitung rendemen GC, GP, dan GA. Hasilnya masing-masing adalah 13,99%; 9,95%; dan 1,91%. Tampak bahwa rendemen terbesar adalah GC, yang mana pada saat tahap persiapan tulang rawan direndam dalam HCl 5%. HCl adalah asam kuat sehingga pada suatu larutan akan langsung terprotonasi sempurna. H+ yang dihasilkan bisa dengan cepat menghidrolisis rantai heliks. Berbeda dengan asam klorida, kedua asam yang lain yang merupakan asam lemah. Tetapi meskipun H3PO4 dan CH3COOH sama-asam asam lemah, rendemen H3PO4 lebih banyak dibandingkan dengan CH3COOH Hal ini karena asam asetat hanya asam monoprotik yang pada reaksi kesetimbangan hanya sekitar 5% asam asetat yang terionisasi. Sementara 95% lainnya masih dalam bentuk molekul. Sedangkan H3PO4 (asam triprotik) akan berdissosiasi sebanyak tiga kali lebih banyak dari CH3COOH atau dengan kata lain akan menghasilkan H+ tiga kali lebih banyak dari CH3COOH. Molekul asam fosfat yang berdissosiasi sekitar 10% (Chang, 2007). Rendemenrendemen tersebut kemudian dan dianalisis sifat kimia, fisik, dan termalnya.

Gambar 3 Denaturasi tropokolagen menjadi gelatin Hasil ekstraksi kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 4. Kertas saring ini dapat untuk menyaring hasil ekstraksi material organik yang memiliki ukuran partikel 2025 m. Filtrat ditampung dalam botol kaca dan diletakkan dalam lemari pendingin bersuhu 4-10 C selama 24 jam. Perlakuan pada tahap ini adalah untuk membuktikan bahwa ekstrak tersebut adalah gelatin. Hasil ekstrak menunjukkan perubahan menjadi gel pada suhu 10C. Pada saat pendinginan, rantai-rantai polipeptida gelatin dapat secara acak kembali membentuk struktur triple-helix (tetapi tak sesempurna struktur kolagen) atau biasa disebut pilinan acak. Asam imino, prolin dan hidroksiprolin adalah bagian yang berperan dalam pembentukan junction zones.

Gambar 6. Serbuk gelatin (a) GA; (b) GP; (c) GC Warna GA adalah putih bersih tetapi sedikit berbau asam. GP berwarna kecoklatan sedang GC sedikit lebih terang dan keduanya sama sekali tidak berbau (Gambar 6). Karena pada saat penetralan ossein tidak mencapai pH 7, maka terjadi demineralisasi lanjutan pada saat ekstraksi dan terbentuk kalsium asetat terlarut. Sehingga pada saat gelatin dikeringkan kalsium asetat yang ikut terlarut di dalamnya menjadi padatan kalsium asetat yang berwarna putih dan berbau asam (MSDS, 2007). Hal inilah yang menyebabkan GA berbau asam. Tetapi kalsium asetat ini sama sekali tidak memiliki sifat toksit ataupun alergi terhadap manusia (MSDS,

Gambar 4. Struktur gelatin pada fasa sol ke gel Gel kemudian dioven. Pengovenan ini bertujuan untuk pengeringan sehingga diperoleh gelatin padat (serbuk). Pengovenan dilakukan pada suhu 60C selama 24 jam. Suhu tidak dibuat terlalu tinggi untuk menghindari denaturasi rantai polipeptida. Pada perlakuan ini, gelatin yang semula dalam fasa gel mencair akibat pemanasan. Struktur
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

2007). Pada umumnya, apabila untuk dikonsumsi lebih disukai gelatin yang memiliki warna putih bersih tetapi tidak berbau. Perhitungan Kadar Air Serbuk Gelatin Sampel serbuk gelatin dihitung kadar airnya menggunakan metode pengeringan atau secara termogravimetri. Adapun prinsip dari metode ini adalah menguapkan air dalam bahan dengan jalan pemanasan kemudian menimbang berat bahan hingga didapatkan massa yang konstan, yang berarti semua air telah diuapkan. Kadar air perlu dihitung karena akan sangat berpengaruh pada mutu dan lama penyimpanan gelatin. Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah dengan mengoven botol timbang terlebih dahulu selama 2jam pada suhu 105oC dengan tujuan menguapkan air yang berada didalam maupun diluar dinding botol kemudian ditimbang. Serbuk gelatin sebanyak 1 gram dimasukkan dalam botol timbang. dioven pada suhu yang sama (105oC) kurang lebih sekitar 2 jam. Tujuan dari pengovenan ini adalah untuk menguapkan air yang terkandung dalam serbuk, baik itu air bebas maupun air yang terikat lemah, dapat teruapkan. Setelah pengovenan selasai, serbuk gelatin bersama dengan botol timbang dimasukkan kedalam desikator, sampel dan botol timbang ditimbang menggunakan neraca analit hingga diperoleh massa konstan.

daerah serapan gugus OH dan regangan NH (Sai, 2001) serta regangan CH2 pada 2930 cm-1. Terdapat kemungkinan pertindihan ikatan untuk puncak yang diserap pada =3580-3650 cm-1.

Gambar 7. Spektra FTIR untuk gelatin dengan perendaman HCl 5% (GC); H3PO4 5% (GP); CH3COOH 5% (GA)

Berdasarkan data hasil perhitungan, didapatkan bahwa GC memiliki kadar air terendah yaitu 13,98% dan GP terbanyak yaitu 14,39%. Hal ini bararti ketiga jenis gelatin masih memiliki kadar air yang bisa ditolerir. Tabel 3 menunjukkan kadar air masing-masing gelatin.
Tabel 3. Kadar Air Gelatin
Gelatin GC GP GA Kadar air (%) 13,98 14,39 14,25

Karakterisasi Gugus Fungsi Gelatin Sebelum dianalisis sifat fisik atau sifat termalnya, gelatin harus dianalisis sifat kimianya terlebih dahulu. Hal ini untuk membuktikan bahwa hasil ekstraksi tulang rawan ikan pari yang sebelumnya telah direndam dalam larutan asam, HCl 5%, H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% adalah benar gelatin dengan cara mengkarakterisasi gugusgugus khas gelatin. Kurva spektra FTIR dapat dilihat pada Gambar 7 sedang rangkuman puncak serapan dan gugus fungsinya dapat dilihat pada Tabel 4. Kurva di samping dibagi menjadi 4 bagian, yaitu daerah serapan amida A, amida I, amida II, dan amida III yang merupakan daerah serapan gugus fungsi khas gelatin. Daerah serapan amida A ditunjukkan pada =3580-3650 cm-1 merupakan
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC menunjukkan serapan pada 3445,9; 3467, 3; dan 3420,5 cm-1 dengan bentuk kurva yang lebar. Kebanyakan puncak NH yang diserap mempunyai betuk yang tajam dan sempit. Oleh karena itu, puncak yang diserap sebenarnya membuktikan adanya gugus OH. Bentuk kurva yang lebar ini disebabkan oleh banyaknya gugus OH dalam gelatin yang berasal dari hidroksiprolin. Bagian amida A yang kedua adalah serapan di sekitar 2930 cm-1. Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC menunjukkan serapan pada 2925,8; 2931,4; dan 2931,2 cm-1. Menurut Kemp (1987), puncak ini menunjukkan bahwa gugus NH dalam amida akan cenderung berikatan dengan regangan CH2 apabila gugus karboksilat dalam keadaan stabil. Dengan demikian ketiga sampel yang diuji telah terbukti memiliki gugus OH, regangan NH, dan regangan CH2. Gugus khas gelatin berikutnya adalah amida I. Adanya regangan ikatan ganda gugus karbonil, C=O, bending ikatan NH, dan regangan CN menyebabkan timbulnya puncak serapan pada frekuensi 1656-1644 cm-1 (Muyonga, dkk., 2004). Daerah inilah yang disebut dengan daerah serapan amida I yang menunjukkan adanya regangan C=O dan gugus OH yang berpasangan dengan gugus karboksil. Daerah serapan 1660-1650 cm-1 dikenal sebagai daerah serapan untuk struktur rantai -helik. Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC menunjukkan serapan pada 1659,7; 1650,4; dan 1648,3 cm-1. Maka dengan ini dapat disimpulkan

bahwa ketiga sampel gelatin memiliki daerah serapan amida I atau dengan kata lain mengandung rantai- helik yang mana rantai ini merupakan struktur gelatin. Daerah serapan amida II adalah puncak serapan pada 1560-1335 cm-1 (Muyonga, dkk., 2004). Vibrasi amida II disebabkan oleh adanya deformasi ikatan N-H dalam protein. Daerah serapan ini berkaitan dengan deformasi tropokolagen menjadi rantai-. Sedangkan menurut Hashim, dkk., 2009, struktur -helik pada amida II ditunjukkan pada = 1550-1540 cm-1. Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC menunjukkan serapan pada 1535,7; 1533,9; 1549,6. Hal ini membuktikan adanya deformasi ikatan N-H pada sampel-sampel tersebut menghasilkan rantai-. Daerah serapan spesifik dari gelatin yang terakhir adalah amida III. Puncak serapannnya adalah 1240-670 cm-1 dan berhubungan dengan struktur triple-helix (kolagen) (Hashim, dkk., 2009). Pada kurva terlihat bahwa GP, GA, dan GC masih mengandung struktur triple-helix, ditunjukkan oleh puncak serapan 1242,4; 1231,2; dan 1235,8 cm-1. Hal ini berarti masih ada sebagian kecil struktur kolagen yang masih belum terkonversi menjadi gelatin dan lolos saat dilakukan penyaringan ekstrak gelatin. Selain itu ketiga kurva gelatin menunjukkan puncak serapan pada bilangan gelombang sekitar 1100 cm-1. Menurut Jackson, dkk (1995), absorpsi di daerah bilangan gelombang ini menunjukkan vibrasi C-O karbohidrat. Karbohidrat dalam kolagen ada karena adanya glokasi kolagen. Glokasi kolagen atau yang biasa disebut dengan non-enzimatik glikosilasi adalah adanya molekul gula, sebagai contoh glukosa yang berikatan dengan asam amino kolagen, arginin dan lisin tanpa adanya peran dari enzim. Puncak serapan 1118,5 cm-1 pada GP dan 1129,2 cm-1 pada GA menunjukkan bahwa GP dan GA mengandung karbohidrat dalam struktur kolagennya. Menurut Abe (1972), serapan regangan struktur tulang juga termasuk daerah serapan amida III. Dearah ini mengkarakterisasi material non-protein yang terkandung dalam tulang. Puncak serapan pada 900 cm-1 adalah puncak serapan untuk mineral phosphat (regangan P-O simetris) dan 1073 cm-1 adalah untuk mineral karbonat (regangan C-O simetris) (Goodship, dkk., 2004). Dari kurva FTIR dapat dilihat bahwa GH memiliki puncak serapan pada 1073 cm-1, hal ini dapat diartikan bahwa sampel GA mengandung mineral karbonat. Sedang GP memiliki puncak serapan pada 896,8 cm-1, hal ini berarti sampel GP mengandung mineral phosphat. Dari kedua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa puncak serapan 1064,5 cm-1 pada GA adalah serapan mineral asetat. Hal ini memperkuat pernyataan sebelumnya bahwa hasil uji organoleptis pada sampel GA tercium bau asetat. Keseluruhan dari kurva spektra FTIR untuk gelatin hasil ekstraksi ikan pari memiliki intensitas
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

dari amida A sampai amida II yang semakin besar. Puncak-puncak pada amida III hampir tak terlihat. Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa kolagen telah berhasil didenaturasi menjadi gelatin. Agak sedikit berbeda dengan kurva GA, puncak serapan mineralnya masih tajam. Hal ini berarti meskipun kolagen telah berhasil dikonversi menjadi gelatin namun memiliki kandungan mineral yang tinggi. Mineral ini berasal dari kolagen yang yang lolos pada saat penyaringan. Berdasarkan analisis FTIR, gelatin jenis GC adalah yang paling menonjol serapan gugus fungsi khasnya Pengukuran Berat Molekul Relatif Rata-Rata Gelatin Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui identitas (karakteristik fisik masing-masing gelatin dengan variasi asam untuk perendaman, GC, GP, dan GA), yakni berat molekul relatif rata- rata gelatin yang sebelumnya tidak diketahui. Berat molekul relatif rata-rata ditentukan dengan analisis viskositas larutan gelatin menggunakan viskometer Ostwald pada suhu kamar. Konsentrasi masing-masing larutan gelatin dibuat bervariasi yakni 0,3; 0,35; 0,4; 0,45; dan 0,5 g/dL. Waktu alir larutan gelatin dibandingkan terhadap waktu alir pelarut untuk mendapatkan nilai viskositas spesifik (sp). Nilai viskositas tereduksi, (sp/c) dialurkan terhadap konsentrasi (c) untuk memperoleh nilai viskositas intrinsik, [], yang merupakan intersep grafik. Berat molekul relatif rata-rata viskositas gelatin ditentukan dari viskositas intrinsik menggunakan persamaan Mark-HouwinkSakurada dimana menurut Veis (1964) harga gelatin berkisar antara 0,45-0,88. Sedangkan menurut Pouradier (1950) harga K untuk gelatin dari kulit babi adalah sebesar 1,10x10-4 dan sebesar 0,74, harga K untuk gelatin dari kulit anak sapi adalah sebesar 1,66x10-5 dengan sebesar 0,885 untuk biopolimer gelatin dalam pelarut air pada suhu 300C. Karena belum adanya data mengenai harga K dan gelatin dari tulang rawan ikan, maka digunakan harga K dan dari kulit anak sapi.
5 4.5 v k s a s e if /c is o it s p s ik 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0.3 0.35 0.4 c (g/dL) 0.45 0.5 GC

y = 7.78x + 0.5312 R
2

GP GA Linear (GP) Linear (GA) Linear (GC)

= 0.9935

y = 3.678x + 0.8344 y = 3.078x + 2.0004 R


2

= 0.9925

= 0.9866

Gambar 8. Grafik sp/c Vs c Berdasarkan grafik pada Gambar 8, dapat dihitung berat molekul relatif GC, GP, dan GA melalui persamaan regresinya. Karena konstanta ( dan K) yang digunakan untuk menghitung berat molekul relatif rata-rata bukan khusus untuk gelatin tulang rawan ikan, maka di penelitian ini hanya didapatkan data perkiraan berat molekul ralatif ratarata tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi).

Perkiraan berat molekul relatif rata-rata gelatin yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 123.187 g/mol, 551.128 gram/mol 205.194 g/mol untuk untuk GP, GA, dan GC. Menurut pernyataan Fatimah (1996), berat molekul gelatin berkisar antara 15.000-250.000 g/mol sedang menurut Rose (1987), berat molekul rata-rata gelatin adalah >5x105 gram/mol dan berat molekul rata-rata gelatin dari ossein yang dihasilkan dari perendaman asam adalah 2,2 x 105 gram/mol. Adanya perbedaan berat molekul antara GC, GP, dan GA disebabkan oleh berat molekul nongelatin yang terkandung di dalamnya. Berat molekul yang dimaksud adalah asam mineral. GA memiliki berat molekul relatif rata-rata paling besar dan bahkan melebihi berat gelatin pada umumnya. Hal ini mempertegas hasil analisis puncak serapan FTIR yang telah dibahas sebelumnya yang menunjukkan tajamnya puncak serapan pada daerah serapan regangan struktur tulang (daerah serapan mineral). Pada analisis puncak serapan FTIR GA terlihat 2 puncak serapan daerah serapan regangan struktur tulang (daerah serapan mineral), hal ini mangakibatkan berat molekul relatif rata-ratanya lebih kecil dibanding GP yang hanya menunjukkan satu daerah serapan regangan struktur tulang (daerah serapan mineral). Analisis Termal Analisis termal gelatin meliputi Thermal Gravimetric Analysis (TGA) dan Differential Scanning Calorimetry (DSC). Pada dasarnya tujuan analisis TGA pada penelitian ini adalah untuk menganalisis penurunan massa gelatin saat dikenai panas atau temperatur dinaikkan. Sedangkan analisis DSC adalah untuk mengidentifikasi transisi gelas, temperatur kristalin, dan titik leleh gelatin. Tetapi karena kondisi alat yang tidak memungkinkan menyebabkan hanya dapat menganalisis titik denaturasi (Td) gelatin. Pada penelitian ini dilakukan pemanasan dari suhu ruang, 20 C-300C, dengan laju pemanasan sebesar 10 C/menit. Gambar 9 menunjukkan ketiga termogram TGA dan DSC dari masing-masing jenis gelatin. Pada termogram TGA, GC dengan kadar air 14,40% sudah mengalami penurunan massa awal menjadi 99,8% (8,8293 mg) pada suhu 29,3 C. GP dengan kadar air 14,25% mengalami penurunan massa awal menjadi 99,7% (5,3957 mg) pada suhu 24,1 C. Sedangkan untuk GA dengan kadar air 14,36% mengalami penurunan massa awal menjadi 99,8% (6,3412 mg) pada suhu 25,9 C. Ketiga termogram TGA terlihat bahwa masih terdapat gelatin meskipun telah dipanaskan hingga suhu 300 C. Kurva penurunan massa gelatin yang melandai (tidak tajam) menunjukkan bahwa gelatin GC memiliki struktur amorf.

C Gambar 9. Termogram TGA-DSC (A) GC, (B) GP, (C) GA Termogram DSC GC menunjukkan bahwa pada suhu 41,4 C gelatin sudah mengalami denaturasi yang pertama. GP mengalami denaturasinya yang pertama pada suhu 48,3 C. Sedangkan pada GA, denaturasi dialami pada suhu 46,5 C. Reaksi yang terjadi adalah eksotermis, yang artinya sampel serbuk gelatin mengeluarkan panas ke lingkungan lebih besar dibandingkan panas yang diberikan oleh sistem (sampel) dengan aliran panas (q). Dengan terjadinya denaturasi berarti gelatin sudah kehilangan sifat biologisnya. Peningkatan temperatur lebih lanjut akan menyebabkan gelatin terkarbonasi.

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Gelatin berhasil diekstrak dari tulang rawan ikan pari (Himantura gerrardi) dengan HCl 5%, H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% sebagai larutan perendam. 2. Rendemen gelatin terbanyak adalah gelatin dengan perendaman HCl 5%, yaitu 13,99%. 3. Analisis FTIR yang menunjukkan adanya serapan gugus amida A, amida I, amida II, dan amida III pada gelatin dengan perendaman HCl 5%, H3PO4 5%, maupun CH3COOH 5%. 4. Analisis TGA menunjukkan bahwa gelatin dengan perendaman HCl 5%, H3PO4 5%, dan CH3COOH 5% masih mengandung air. 5. Analisis DSC menunjukkan gelatin dengan perendaman HCl 5% (kadar air 13,98%) paling cepat terdenaturasi yaitu pada temperatur 41,4 C dengan melepas panas sebesar 0,68 W/g.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

6. Dititikberatkan pada analisis FTIR, total rendemen, dan kandungan kadar air, maka gelatin dengan perendaman HCl 5% (GC) adalah yang paling baik kualitasnya dibandingkan dua jenis gelatin lainnya.

Ucapan Terimakasih
1. Bapak Lukman Atmaja, Ph.D selaku dosen pembimbing atas segala diskusi, bimbingan, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. Bapak Drs. Eko Santoso, M.Si dan Bapak Drs. Refdinal Nawfa, MS selaku dosen penguji atas saran, kritik, arahan dan semua ilmu yang bermanfaat. Curtin University of Technology Perth Australia, yang telah bersedia menerima sampel untuk analisis DSC-TGA Sahabat-sahabat dari angkatan 2005 Kimia ITS dan berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penelitian ini.

Goodship, A. E., Morris, M., D., Draper, E., R., C., Matoser, P., Towrie, M., dan Parker, A., W. 2004. Kerr-gated Picosecnd Raman Specroscopy and Raman Photon Migration of Equine Bone Tissue with 400-nm Exicitation. Laser for Science Facility Programme-Chemistry, 129-130. Hart, Harold. 2003. Kimia Organik : Suatu Kuliah Singkat. Jakarta: Erlangga. Hashim, D. M., Che Man, Y., B., Norakasha, R., Shuhaimi, M., Salmah, Y., dan Syaharia, Z., A. 2009. Potential Use of Fourier Transform Infrared Spectroscopy for Differentiation of Bovine and Porcine Gelatins. Food Chemistry 118, 856-860. Haug, I. J., Draget, K. I., dan Smidsrd, O. 2004. Physical Behavior of Fish GelatinCarrageenan Mixtures. Carbohydrate Polymers 56, 1119. Isa, A. B .M. 2004. Penghasilan dan Pencirian Eksopolisakarida Daripada Bacillus licheniformis S20A. Tesis Sarjana Kejuruteraan (Polimer) Fakulti Kejuruteraan Kimia dan Kejuruteraan Sumber Asli. Serawak: Tesis Sarjana Universiti Teknologi Malaysia. Jackson, M., Choo, L., P., Watson, P., H., Halliday, W., C., dan Mantsh, H., H. 1995. Beware of Connective Tissue Proteins: Assignment and Implication of Collagen Absorptions in Infrared Spectra of Human Tissues. Biochima et Biophysica Acta 1270, 1-6. Karem, A. A., Bhat, Rajeev. 2009. Fish Gelatin: Properties, Challenges, and Prospects as An Alternative to Mammalian Gelatins. Food Hydrocolloids 23. 563-576. Kemp, W. 1987. Organic Spectroscopy (2nd). Hampshire: Macmillan Education Ltd. Material Safety Data Sheet. 2007. Calcium Acetat, C0266. Phillipsburg: Mallinckord Baker, Inc. Muyonga, J. H., Cole, C., G., B., Duodu, K., G. 2004. Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy Study of Acid Soluble Collagen and Gelatin from Skins and Bones of Young and Adult Nile Perch (Lates Niloticus).Food Chemistry 86, 325-332. Peranginangin R, Mulyasari, A. Sari, dan Tazwir. 2005. Karakterisasi Mutu Gelatin Yang Diproduksi dari Tulang Ikan Patin (Pangsius hypopthalmus) Secara Ekstraksi Asam.

2.

3.

4.

Daftar Pustaka
Abe, Y., dan Krimm, S. 1972. Normal Vibration of Crystalline Polyglycine I.Biopolymer, 11. 1817-1839. Almatstier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarata : Gramedia Pustaka Utama. Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia. Chang, Raymond. 2007. General Chemistry 9th. New York: Mc. Graw Hill. Cho, S. M., Kwak, K. S., Park, D. C., Gu, Y. S., Ji, C. I., Jang, D. H., Lee, Y., B., dan Kim, S., B. 2004. Processing Optimization and Functional Properties of Gelatin from Shark (Isurus oxyrinchus) Cartilage. Food Hydrocolloids 18, 573579. Choi, S.S., dan J.M. Regenstein. 2000. Physicochemical and Sensory Characteristics of Fish Gelatin. Journal of Food Science 65 : 194-199.

Fatimah, T. 1996. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Pada Tulang terhadap Sifat Fisikokimia Gelati, Bogor: Skripsi S-1 Sarjana Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bogor: IPB. Gelatine Manufactures of Europe. 2008. Gelatin Market Data 2005. <URL:http://www.gelatine.org/en/gelatine/o verview/127.htm>.
Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11, 4. Poradier, J., dan A. M. Venet. 1950. J. Chem. Phys, 47. 391. Poradier, J., dan A. M. Venet. 1955. J. Chem. Phys, 49. 85. Rose, P. I. 1987. Encyclopedia of Polymer Science and Engineering, Vol. 7. New York: John Willey and Sons. Veis, A. 1964. The Macromolecular Chemistry of Gelatin. New York: Academic Press. Yang, Hongshun. 2007. 2-Step Optimatization of the Extraction and Subsequent Physical Properties of Channel Catfish (Ictalunus punctatus) Skin Gelatin. Journal of Food Science 72, 188-195. Zhao, Broke W. 1999. Polymer Data Handbook: Gelatin. Oxford: Oxford University Press, Inc. BIOGRAFI PENULIS Penulis dilahirkan di Madiun, 10 Oktober 1986, merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Kanigoro 03 Madiun, SMPN 1 Madiun, dan dilanjutkan ke SMU Negeri 2 Madiun. Setelah lulus SMU pada tahun 2005, penulis diterima di jurusan Kimia FMIPA ITS melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis terdaftar dengan Nomor Registrasi Pendaftaran 1405 100 065. Selama perkuliahan, penulis aktif di organisasi mahasiswa intra kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMKA) sebagai staf departemen Kesejahteraan Mahasisiwa periode kepengurusan 2006/2007-2007/2008. Penulis pernah menjadi anggota panitia kegiatan yang diadakan oleh HIMKA, diantaranya seminar Kecelakaan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Olimpiade Nasional Kimia serta aktif sebagai Asisten Praktikum Kimia Polimer. Pada akhir perkuliahan, penulis mengambil bidang kimia fisik sebagai bidang minat untuk menyelesaikan jenjang S-1.

Prosiding KIMIA FMIPA - ITS

You might also like