You are on page 1of 4

"Rakyat Indonesia yang paling resah adalah petani dan nelayan dimana efek buruk ekonomi nasional akibat

kenaikan BBM yang meski belum tereksekusi, telah menghantam kehidupan mereka.Pemerintah akan semakin kelabakan dalam menghadapi masalah pangan jika keputusan kenaikan BBM ini tidak dilakukan secara bijak," kata Ma'mur dalam pernyataannya ke "PRLM", Rabu (28/3). Menurut Ma'mur, tantangan pemerintah menghadapi inflasi yang begitu parah akibat efek domino kenaikan harga yang disebabkan kenaikan BBM, lambat laun akan memicu keguncangan ekonomi dan berujung kerusuhan sosial. "Panen raya beras yang hingga saat ini mulai berlangsung, bagi petani bukan merupakan sesuatu yang menggembirakan ketika dihadapakan dengan isu kenaikan BBM kali ini. HPP (Harga Pembelian Pemerintah) meski telah di perbarui menjadi Rp. 6.600,- , namun di lapangan harga beras petani sudah di bawah HPP.," katanya. Naiknya harga pangan yang saat ini telah berlangsung, kata Ma';mur, ternyata petani tidak dapat menikmati dampak ekonominya. "Petani dan nelayan akan menghadapi situasi kenaikan hargaharga yang tidak diproduksi oleh mereka termasuk ancaman kenaikan ongkos kendaraan. Bagi nelayan cuaca buruk hingga saat ini masih memaksa para nelayan untuk tidak melaut. Di saatsaat kesulitan yang melanda para nelayan akibat suasana alam yang belum bersahabat, mereka ditambah beban lagi yang diskenariokan oleh pemerintah Sudah hampir pasti bahwa rencana kenaikan hargta Bahan Bakar Minyak (BBBM) akan menimbulkan kenaikan harga kebutuhan masyarakat lainnya. Seperti biasa, pasar yang sangat sensitif itu akan merespons kenikan BBM. Bahkan sebelum kebijakan kenaikan diterapkan, beberapa bahan kebutuhan masyarakat sudah naik. Di beberapa daerah bahkan kerap terjadi BBM langka di pasaran. Seandainya memang kenaikan harga BBm tetap harus diambil, maka sudah sepantasnya pemerintah dan juga masyarakat sendiri sekuat tenaga dengan sungguh-sungguh meminimalisir dampaknya terhadap masyarakat kecil. Jangan sampai kebijakan yang diambil ini justru membuat rakyat kecil semakin terpuruk. Katanya pemerintah sedang mematangkan rencana kompensasi kenaikan harga BBM ini untuk rakyat miskin. Semoga saja kebijakan yang diambil itu bisa bijaksana dan benar-benar dirasakan manfaatnya secara berkesinambungan, bukannya bersifat parsial dan seketika saja. Pada bagian lain yang tidak kalah pentingnya adalah dengan peran serta masyarakat itu untuk meningkatkan kualitas dirinya dalam kehidupan perekonomian di negeri ini. Salah satu wadah yang tumbuh dari bawah yang selalu menjadi bumper bagi perekonomian nasional adalah koperasi. Koperasi kembali menjadi dibutuhkan dalam upaya meningkatan perekonomian rakyat, terlebih dalam krisis pangan dan krisis energi juga dalam rencana kenaikan harga BBM kali ini. Sepatutnya pembangunan perekonomian Indonesia dilandasi pada upaya pemberdayaan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Karena hakekatnya, koperasi sebagai institusi atau lembaga perekonomian tidak sebatas pada kepentingan-kepentingan ekonomi saja melainkan juga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, terutama angota-angota koperasi.

Pembangunan koperasi Indonesia semestinya dibangun dari kesadaran untuk melakukan usaha bersama dalam koperasi di masing-masing anggota. Koperasi harus dibangun sebagai dinamisasi dan partisipasi aktif rakyat dalam pemberdayaan ekonomi yang dilakukan secara mandiri. Antara keinginan mensejahterakan dan ketidakberdayaan yang ada akibat kondisi seperti kenaikan harga BBM ini, kini koperasi mendapat perhatian kembali. Koperasi memiliki fungsi menghimpun kekuatan ekonomi yang diproduksi oleh rakyat banyak guna menjawab tantangan ekonomi global. Koperasi secara kolektif berusaha meningkatkan proses-proses produksi untuk menjadi lebih produktif dan efesien sekaligus mensejahterakan anggotanya. Di sini koperasi diharapkan mengambil peran dalam pemberdayaan di sektor ekonomi rakyat agar unit ekonomi dan usaha kecil yang dimilikinya tidak terhenti atau terpuruk. Sudah saatnya pemerintah kembali melirik koperasi pada saat menjelang kebijakan kenaikan harga BBM. Pemerintah perlu melakukan intervensi pada beberapa kemudahan dan fasilitasi pemodalan usaha, sistem pembinaan manajemen usaha, pelatihan dan peningkatan skill, ketersediaan bahan baku dan penunjang lain guna kelangsungan produktivitas usaha. Juga mengenai jaringan distribusi dan pemasaran hasil usaha, mengingat di era persaingan terbuka saat ini penentuan harga tidak sepenuhnya bisa diserahkan pasar, terlebih lagi jika barang tersebut menjadi kebutuhan hayat orang banyak. Selain itu perlu menstimuli anggota masyarakat untuk berperaserta aktif dalam koperasi sehingga menimbulkan dinamika baru dalam perkoperasian nasional. Bahkan secara lebih dalam keseluruhan pembangunan ekonomi bangsa dilaksanakan sebagai semangat, arah dan gerak dari pengamalan Pancasila. Maka keberadaannya tidak semata menjadi lembaga perekonomian melainkan juga wahana berkumpul, tukar pendapat serta membicarakan persoalan kehidupan masyarakat sekitarnya, terutama problem dari para anggotanya. Seperti pada koperasi desa yang merupakan cerminan dari semangat membangun desa secara bersamasama. Di masa krisis moneter pada pertengahan 1997, koperasi yang menjadi basis Usaha Kecil Menengah (UKM) telah terbukti ketangguhannya. Oleh sebab itu peran penting koperasi janganlah disepelekan dalam memperkuat perekonomian pada krisis yang melanda. Karena sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan, sehingga pemulihan ekonomi belum optimal. Perekonomian nasional, jika diukur dengan Product Domestic Bruto (PDB), telah pulih dari krisis ekonomi pada tahun 2003. Secara umum peran usaha mikro dan kecil dalam PDB mengalami kenaikan dibanding sebelum krisis, bersamaan dengan merosotnya usaha menengah dan besar, terutama pada puncak krisis ekonomi tahun 1998 dan 1999, namun setelah krisis berlalu, kemudian tergeser kembali oleh usaha besar. Sepertinya koperasi dan UKM memang hanya dijadikan bamper semata ketika kegalauan ekonomi melanda.
Membuka dari sebuah opini yang saya tampung dari rakyat dengan sample acak bahwa hipotesis masyarakat indonesia memiliki alasan yang pas terhadap kenaikan BBM bersubsidi karena di kawatirkan kenikan BBM bersubsidi akan memicu keniakan khususnya sektor ekonomi pada negara indonesia. Kenaikan BBM akan memicu pula kenaikan seperti sumbako, transportasi, dll karena alasan BBM

mengalami kenaikan. Disisi lain pemerintah akan mengalami pembengkakan anggaran jika BBM bersubsidi tidak di naikan karena seiring kenaikan minyak dunia. Satu-satunya kemungkinan terbesar adalah menaikan BBM bersubsidi untuk menyelamatkan perekonomian negaran. Tentunya kita sebagai rakyat indonesia mengerti akan hal itu, Dan seharusnya rakyat pun menyetujui apa yang menjadi kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk kepentinagna rakyat. Sebaliknya pemerintah juga harus mengerti dalam membuat kebijakan yang harus berorientasi memihak rakyat hakikatnya adalah semua dari rakyat untuk rakyat dan kembali kepada rakyat. Pemerintah harus memikirkan dampak dari kenaikan BBM bersubsidi terhadap perekonomian negara, jangan sampai negara selamat rakyat menjadi sengsara. Saya mewakili aspirasi masyarakat indonesia bahwa menyatakan setuju terhadap kebijakan pemerintah menaikan BBM bersubsidi, Yang kami tidak setuju adalah dampak kenaikan BBM tersebut terhadap aspek-aspek yang ada di indonesia terutama ekonomi, Akan mengalami keniakan dengan alasan berdalil akibat kenaikan BBM yang terjadi semuanya pun ikut naik.

berdampak positif untuk jangka panjang Di luar pro kontra yang ada, kenaikan harga BBM dinilai akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Executive Director dan Senior Economist UBS ASEAN Edward Teather ikut sepakat bahwa kenaikan harga BBM subsidi akan memberi beban inflasi untuk jangka pendek. Namun secara jangka panjang, kenaikan harga BBM itu justru berdampak positif bagi Indonesia. Edward beralasan, alokasi anggaran subsidi BBM bisa dimanfaatkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur. Bila harga BBM terlalu murah maka masyarakat mengonsumsi terlalu banyak bensin. Artinya Indonesia harus mengimpor lebih banyak minyak. Padahal lebih baik memperbesar belanja modal untuk jangka panjang, ungkapnya dalam UBS Indonesia Conference 2012, Selasa (6/3). UBS melihat ada kecenderungan inflasi naik pasca kenaikan harga BBM. Hanya saja, Edward menyatakan, kenaikan tersebut tak lantas berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, UBS menilai saat ini perekonomian Indonesia sedang kuat dan kondisi kredit juga sedang bagus. Begitu pula minat investor untuk berbisnis di Indonesia pun tetap tinggi. "Bila diminta memilih antara insentif pajak atau infrastruktur maka investor akan memilih infrastruktur sebagai insentif untuk melakukan bisnis di Indonesia," kata Edward.

Fitch Ratings juga menyambut baik rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Lembaga pemeringkat rating ini menilai, bila kebijakan itu terealisasi akan berdampak positif pada peringkat surat utang Indonesia. Dalam siaran persnya, Fitch megungkapkan, kebijakan itu akan membatasi dampak fiskal akibat naiknya harga minyak mentah dunia. Selain itu, Fitch menyatakan, kebijakan itu akan meningkatkan fleksibilitas fiskal. Fitch menyadari kebijakan pembatasan subsidi ini akan memicu inflasi. Namun, lembaga ini menilai laju inflasi hanya berdampak pada sementara waktu saja. Pengamat Ekonomi Indef Ahmad Erani Yustika menyatakan dengan asumsi kenaikan BBM sebesar Rp1.500 per liter, akan berdampak negatif terhadap makro ekonomi. "Simulasi Indef menghasilkan beberapa proyeksi kedepan. Pertama pertumbuhan ekonomi akan merosot menjadi 5,8 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini antara lain disebabkan oleh investasi yang jatuh yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga kredit," ujarnya dalam konferensi pers Indef di Hotel Millenium, Jakarta, Rabu (28/3/2012). Kemudian angka inflasi menurutnya juga akan melonjak sampai dengan 3-4 persen, sehingga membuat daya beli masyarakat jatuh. Daya beli masyarakat atau kaum miskin akan berkurang sekitar 10-15 persen. "Akibat penurunan daya beli akan membuat jumlah kemiskinan meningkat 1,1-1,3 persen atau sekitar 1,5 juta penduduk. Meskipun aneka skema kompensasi sudah dijalankan," jelasnya. Jika diakumulasikan, tegas Ahmad, secara keseluruhan pendapatan nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB) akan berkurang Rp125 triliun dibandingkan apabila BBM tidak dinaikkan. "Itu belum termasuk dampak efek lanjutan terhadap kenaikan pengangguran, penurunan ekspor dan lain sebgainya," pungkasnya. (ank)

You might also like