You are on page 1of 14

ALIRAN HUKUM ALAM (NATURAL LAW)

PENDAHULUAN Apakah Hukum Alam itu? Sejak 2500 tahun yang lalu sering sekali muncul pertanyaan mengenai Apakah Natural Law (Hukum Alam) itu? Secara umum yang dimaksud dengan aliran Hukum Alam dalam ajaran ini adalah hukum yang berlaku universal dan abadi. Melihat sumbernya, Hukum Alam ini ada yang bersumber dari Tuhan (irasional) dan ada yang bersumber dari akal (rasio). Hukum Alam itu sebenarnya bukan merupakan satu jenis hukum, tetapi penamaan seragam untuk banyak ide yang dikelompokkan menjadi satu nama yaitu Hukum alam. Salah satu pemikiran Hukum Alam yang khas adalah tidak dipisahkannya secara tegas antara hukum dan moral. Pada umumnya penganut aliran Hukum Alam mamandang hukum dan moral sebagai pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia dan hubungan sesama manusia. Didalam aliran Hukum Alam ini terdapat suatu pembedaan-pembedaan, yaitu Hukum Alam sebagai metode adalah yang tertua yang dapat dikenali sejak zaman yang kuno sekali sampai pada permulaan abad pertengahan. Hukum ini memusatkan perhatiannya pada usaha untuk menemukan metode yang bisa digunakan untuk menciptakan peraturan-peraturan yang mampu untuk

mengatasi keadaan yang berlain-lainan.

Hukum Alam sebagai substansi atau isi berisikan norma-norma. Peraturanperaturan dapat diciptakan dari asas yang mutlak yang lazim dikenali dengan peraturan hak azasi manusia. Ciri Hukum Alam seperti ini merupakan ciri dari abad ke 17 dan ke 18 untuk kemudian pada abad berikutnya digantikan oleh positivisme hukum. Positivisme hukum sendiri ternyata kemudian tidak mampu untuk mengikuti rasa keadilan yang tumbuh didalam masyarakat karena hukum yang sifatnya tertulis tidak dapat berubah-ubah setiap saat. Rasa keadilan yang tercermin dalam suatu kitab undang-undang misalnya, mungkn hanya selaras dengan keadilan dalam masyarakat pada waktu di berlakukannya kitab undang-undang itu. Mayarakat yang terus berubah membawa serta perubahan pada keadilan yang hidup pada masyarakat itu. Karena dirasakan ketentuan yang ada tidak atau kurang mencerminkan rasa keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha mencari keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha mencari keadilan lain, dan ini berarti orang berpegang kembali pada ajaran Hukum Alam. Inilah yang disebut masa kebangkitan kembali hukumalam. Dalam memahami ajaran Hukum Alam maka terlebih dahulu harus dibedakan antara pemikiran Hukum Alam yang tumbuh di Yunani dan pemikiran Hukum Alam yang tumbuh di Romawi. Dan yang perlu diketahui adalah bahwa tidak ada teori yang tunggal tentang Hukum Alam, masing-masing filsuf yang menganut ajaran ini cenderung mempunyai pandangan khas masing-masing. Perbedaan pokok antara pemikiran Yunani dan pemikiran Romawi tentang Hukum lebih bersifat teroitis dan filosofis, sedangkan pemikiran Romawi lebih menitikberatkan pada hal-hal yang praktis dan dikaitkan pada hukum positif.

Perkembangan ajaran Hukum Alam tidak terlepas dari pendapat para tokoh dan pakar Hukum Alam, yang menjadi pelopor sekaligus melakukan

pengembangan ajaran Hukum Alam itu sendiri. Adapun tokoh dan pakar itu menurut zamannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Tokoh-tokoh Hukum Alam Yunani antara lain: socrates, plato, Aristotle 2. Tokoh-tokoh Hukum Alam Romawi antara lain:Cicero, Gaius 3. Tokoh-tokoh Hukum Alam di abad pertengahan antara lain: Auguste, Isidor, Thomas Aguinas dan Wiliam Occam 4. Tokoh-tokoh Hukum Alam di abad ke enam belas sampai ke delapan belas antara lain :Bodin, Grotius, Thomas Hobbes, Spinoza, John Lock, Montesquieu dan JJ Rousseau 5. Tokoh-tokoh idealisme transedental antara lain: Imanuel Kant dan Hegel. 6. Tokoh-tokoh kebangkitan kembali Hukum Alam antara lain : Kohler, Stamler,Leon Duguit,Gustav Radbruch, Del Vecchio Walaupun pengungkapan mengenai hukum alam terus berlanjut namun sampai saat ini bukanlah merupakan suatu konsep yang tunggal, tetap dan statis. Hukum Alam telah memiliki banyak pengertian yang berbeda-beda dan telah digunakan pada berbagai kegunaan yang berbeda pula tergantung pada kebutuhan dan tujuannya. Banyak dokrtin/ajaran yang berbeda-beda mengenai Hukum Alam yang diungkapan oleh para tokoh/ahli yang hidup di zaman yang berbeda-beda, dan cenderung mempunyai pandangan khas masing-masing

mengenai hukum alam dari sudut pandangnya masing-masing diantaranya adalah :

1. ARISTOTLE : Nichomachean Ethics Aristotle berpendapat bahwa hukum adalah suatu jenis ketertiban dan hukum yang baik adalah ketertiban yang baik dan hukum merupakan ekspresi dari kemauan suatu kelas/sekelompok orang. Di dalam bukunya yang berjudul Etica, dijelaskan perbedaan antara apa yang adil menurut undang-undang dan apa yang adil menurut alam. Aristotle berpendapat bahwa hukum alam pertama-tama bersandar pada bentuk atau hakikat yang dimiliki setiap makhluk. Semua makhluk mempunyai bentuk tertentu dan hidup berkembang mengikuti bentuk tersebut sesuai dengan hakikatnya. Aturan hukum alam bukan hanya berhubungan dengan hakikat yang dimiliki semua makhluk tetapi juga dengan tujuan ekstern yang menjamin kebaikan. Makhluk yang memunyai hakikat rendah merupakan materi bagi makhluk yang lebih tinggi hakikatnya, sehingga dalam alam semesta terdapat 2 (dua) tujuan yaitu finalitas dari makhluk itu sendiri dan finalitas makhluk yang satu terhadap yang lain. Dalam bukunya yang berjudul Politika, Aristotle menulis mengenai Negara dan hukum, dimana pendapatnya adalah sebagai berikut: 1. Pertama-tama dijelaskan bahwa manusia menurut wujudnya merupakan makhluk polis (zoon politikon). Oleh sebab itu seorang warga polis

harus ikut serta dalam kegiatan politik, dan juga harus taat pada hukum polis baik yang tertulis maupun tidak tertulis. 2. Bahwa hukum harus dibagi dalam 2 (dua) kelompok. Hukum yang pertama adalah hukum alam (kodrat) yang mencerminkan aturan alam. Hukum alam itu merupakan suatu hukum yang selalu dan tidak pernah berubah karena kaitannya dengan aturan alam. Hukum yang

kedua adalah hukum positif yang dibuat oleh manusia. 3. Pembentukan hukum selalu harus dibimbing oleh suatu rasa keadilan, yakni rasa tentang yang baik dan pantas bagi orang-orang yang hidup bersama. Selain daripada itu ditegaskan pula oleh Aristotle bahwa hukum alam mempunyai suatu kebenaran Universal dan berdasar pada alasan yang bebas dari semua hawa nafsu. Hukum alam merupakan suatu hukum yang berlaku setiap saat dan di setiap tempat karena hubungannya dengan aturan alam sehingga hukum tidak pernah berubah, tidak lenyap dan berlaku dengan sendirinya dan hukum alam disamakan dengan kebebasan yang dinikmati seorang warga politie yang ikut serta dalam kegiatan politik. Pandangan Aristotle tentang hukum alam dianggap sebagai tatanan semesta alam dan sekaligus sebagai tatanan yang mengatur kehidupan bersama manusia. Menurutnya terdapat perbedaan antara hukum alam dengan hukum positif, dimana hukum alam itu berdasarkan pada kodrat manusia dan kodrat manusia itu terletak dalam aktualisasi atau

pengembanga lengkap manusia itu.

Menurut Aristotle hukum alam itu dipandang sebagai hukum hukum yang selalu dan dimana-mana tetap berlaku karena relasinya dengan tatanan alam semesta. Hukum alam ini tetap, tidak berubah, adalah sah dari dirinya sendiri. Hukum alam menuntut supaya para warga negara memberikan sumbangannya untuk kepentingan umum. Sedangkan hukum positif menurut Aristotle sangat tergantung pada peraturan-peraturan, ketentuan-ketentuan yang disusun oleh manusia yang dirumuskan ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang akan menjadi sah apabila sudah ditetapkan dan secara resmi sudah diumumkan oleh pemerintah.

2. CICERO : De Re Publica Menurut Cicero, negara merupakan perkumpulan orang banyak yang dipersatukan melalui suatu aturan hukum berdasarkan kepentingan

bersama, sehingga pengertian negara sebagai masyarakat moral sudah dilepaskan. Negara hanya merupakan masyarakat hukum, namun supaya benar dalam pelaksanaannya, Negara harus berpedoman kepada hukum alam dan memajukan kepentingan umum. Menurut Cicero hukum yang benar a true law adalah adanya kesesuaian antara akal right reason (Penalaran yang benar dengan alam, hal ini merupakan kebutuhan universal, tidak berubah dan abadi (kekal). Hukum yang benar akan memuat tentang perintah-perintah untuk melaksanakan kewajiban dan berpaling dari perbuatan jahat dan karanganlarangan. Tidak ada perbedaan antara masa sekarang dan masa yang akan

dating, tetapi tetap sama, abadi dan tidak berubah, hukum yang akan sesuai untuk semua bangsa dan setiap waktu. Tuhan yang mengatasi kita semua, Dia-lah yang menciptakan hukum dan mengajarkannya kepada kita, sekaligus juga Dia bertindak sebagai Hakim, hukum yang sejati adalah akal yang benar, sesuai dengan alam, ia dapat dipergunakan secara universal, tidak berubah-ubah dan kekal. Budi Tuhan menyatakan diri dalam hidup bersama manusia melalui hukum alam. Oleh sebab itu hukum alam ini merupakan pernyataan Budi Tuhan, maka hukum alam bersifat menentukan tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil di antara manusia dan diantara sesama makhluk di dunia. Karena alasan yang sama hukum alam itu harus bersifat abadi, yakni harus berlaku dimana-mana bagi semua orang/bangsa dan setiap waktu.

3. JUSTINIAN Institutes of the Law of Nature : Universal Law and the Civil Law Menurut Justinian, lembaga-lembaga hukum alam dapat dibedakan dalam hukum sipil (civil law) dan hukum universal (universal law). Hukum sipil merupakan hukum yang sifatnya khusus yang tiap-tiap manusia atau bangsa membuatnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Sedangkan hukum universal merupakan hukum dimana ketentuan tersebut digunakan /berlaku bagi seluruh ciptaan Tuhan. Hukum alam (universal law) melihat semua manusia mempunyai kedudukan yang sama, kesamaan sebagai ciptaan Tuhan. Manusia yang berkulit hitam tidak berarti lebih rendah dari manusia yang lebih putih,

karena itu bukan kehendak manusia tapi hukum alam yang berlaku. Maka perbudakan dalam bentuk dan jenis yang mengatasnamakan warna kulit tidak dapat dibenarkan menurut teori hukum alam. Sedangkan hukum sipil (civil law) yang merupakan kehendak dan kesepakatan masyarakat setiap waktu dapat diubah oleh masyarakatnya secara diam-diam atau diganti dengan peraturan yang baru sesuai dengan kebutuhan.

4. THOMAS AQUINAS (1224-1274) : Summa Theologica Law in General Filsafat Thomas Aquines berkaitan erat dengan theologia, ia mengakui bahwa disamping kebenaran wahyu juga terdapat kebenaran

akal. Menurutnya ada pengetahuan yang tidak dapat ditembus oleh akal dan untuk itulah diperlukan iman. Sekalipun akal manusia tidak dapat

memecahkan misteri, ia dapat meratakan jalan menuju pemahaman terhadapnya. Berbicara tentang hukum, Thomas Aquinas mendefinisikannya sebagai ketentuan akal untuk kebaikan umum yang dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat. Menurut Thomas Aquinas ada 2 pengetahuan yang berjalan bersama-sama yaitu (1) Pengetahuan alamiah (berpangkal pada akal), dan (2) Pengetahuan iman (berpangkal pada wahyu Ilahi) pembedaan ini juga digunakan dalam menjelaskan perbedaan antara filsafat dan theologi. Dalam bukunya yang sangat terkenal yaitu Summa Theologica dan De Regimene, Thomas Aquinas menguraikan ajaran hukum Alamnya yang kemudian banyak mempengaruhi ajaran gereja hingga saat ini. Alam

pikirannya dipengaruhi oleh Aristoteles maupun kaum stoa. Kalau Aristoteles itu membagi hukum menjadi hukum alam dan hukum positif, maka Thomas Aquinas membuat penggolongan yang berbeda, dia menggolongkan hukum itu ke dalam 4 (empat) golongan yaitu: 1. Lex aeterna, hukum abadi yang menguasai seluruh dunia. Hukum ini bersumber dari rasio Tuhan dan menjadi dasar bagi semua hukum yang ada. Rasio ini tidak bisa ditangkap oleh pancaindera manusia. Hanya sebagian kecil saja yang disampaikan kepada manusia. 2. Lex divina, yaitu bagian dari ratio Tuhan yang bisa ditangkap atas dasar wahyu yang diterimanya, dan sebagian dari Lex divina ini disebut Hukum Tuhan yang dalam Kitab Suci; 3. Lex naturalis, yaitu yang merupakan hukum alam. Dikatakan bahwa hukum alam ini merupakan perwujudan Lex aeterna pada rasio manusia, atas dasar ini manusia dapat melakukan suatu penilaian, dapat menentukkan mana yang baik dan mana yang buruk. 4. Lex positivis, yang dibagi atas hukum positif yang di buat oleh Tuhan,yang terdapat pada kitab-kitab suci, dan hukum positif buatan manusia. Hukum positif ini merupakan pelaksanaan dari Hukum Alam oleh manusia atas dasar persyaratan yang khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia, Dengan kata lain jika hukum (lex Humane) menjadi tidak benar karena (a) mengabaikan kebaikan masyarakat, (b) mengabdi pada

nafsu dan kesombongan pembuatnya (c) berasal dari kekuasaan terhadap yang rakyat sewenang-wenang, maka hukum itu (d) tidak diskriminatif sah karena

bertentangan dengan moral hukum alam dan Tuhan. Lebih lanjut Thomas Thomas Aquinas membagi konsep hukum alamnya atas 2 (dua ) jenis yaitu: 1. principia prima, yaitu azas-azas yang dimiliki oleh manusia sejak lahir dan tidak dapat diasingkan dari padanya, oleh karena itu principia prima tidak dapat berubah menurut tempat dan waktu. 2. principia secundaria, yaitu azas yang bersumber dari principia prima, sebaliknya tidak bersifat mutlak dan dapat berubah pada setiap waktu dan tempat. Seringkali azas ini sebagai penafsiran manusia dengan menggunakkan rasionya terhadap principia prima. Penafsiran ini bervariasi,dapat baik atau buruk. Suatu tafsiran dapat mengikat umum jika hukum positif memberikan pada azas-azas ini kekuasaan mengikat, misalnya dalam bentuk undang-undang.

5. THOMAS HOBBES (1588-1679) : Leviathan Thomas Hobbes adalah salah seorang tokoh dalam aliran Hukum Alam. Buku-bukunya yang terpenting adalah De Cive (1651) tentang kewarganegaraan, Leviathan or the matter form and power of commonweath ecclesiastical and civil, tentang leviathan atau pokok bentuk dan kekuasaan suatu hidup bersama, baik gerejani maupun sipil.

Menurut Hobbes metode yang tepat untuk mendapatkan kebenaran adalah metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu pengetahuan positif yakni dalam ilmu-ilmu pengetahuan fisika dan matematika. Dalam ilmu

pengetahuan fisika penyelidikan empiris memainkan peranan yang sangat penting. Melalui penyelidikan empiris dapat dipastikan bahwa benda alam yang merupakan obyek penyelidikan adalah bersifat material dan semua itu berhubungan antara satu dengan yang lain menurut hukum sebab akibat. Thomas Hobbes meyakinkan terhadap pentingnya kekuasaan negara yang amat besar, yang menurut pendapatnya harus diberikan kepada penguasa yang absolut. Hobbes seperti kebanyakan penulis pada masanya, mengakui kekuasaan Hukum Alam. Tetapi mengartikan Hukum Alamnya berbeda secara mendasar dari para penulis lainnya yang menganggap Hukum Alam sebagai suatu tatanan objektif yang pasti dan yang lebih tinggi dari hukum positif. Ia mengubah tekanan dari Hukum Alam sebagai suatu tatanan objektif menjadi suatu hak alami sebagai tuntunan subjektif yang didasarkan oleh sifat manusia, sehingga memberikan jalan untuk revolusi individualisme di kemudian hari dengan nama hak-hak yang tak dapat dicabut kembali. Prinsip pokok Hukum Alam adalah hak alami untuk menjaga diri, Hal ini berkaitan dengan pandangannya mengenai keadaan alam dimana orang hidup tanpa kekuasaan bersama untuk membuat mereka semua mempunyai rasa hormat, mereka hidup dalam keadaan yang disebut warre sebagaimana adanya pada setiap manusia bertentangan dengan setiap manusia.

Hobbes berpendapat negara dan hukum tidak termasuk realitas alam sebab diwujudkan oleh manusia sendiri. Tetapi disini pengertiannya juga berpangkal pada pengalaman. Apa yang dialami dalam hidup bersama membawa kita kepada pengertian negara dan hukum. Karena negara dan hukum diwujudkan oleh manusia maka kebenarannya tergantung dari manusia juga. Apa yang dikehendaki manusia disebut benar, tidak ada norma kebenaran selain manusia iti sendiri. Oleh karena itu negara dan hukum ditentukan kebenarannya secara apriori dengan jalan deduksi. Berdasarkan pandangan ilmiah ini ia memulai penyelidikannya tentang negara dan hukum dengan mencari sebab timbulnya negara. Menurutnya manusia sejak zaman purbakala seluruhnya dikuasai oleh nafsu-nafsu alamiah untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Oleh karena dalam situasi asli belum terdapat norma-norma hidup bersama, maka orang primitif mempunyai hak atas semuannya. Akibatnya adalah timbulnya perang, semua orang melawan semua orang (bellum omnium contra omnes) guna merebut apa yang dianggap haknya.

Dalam situasi primitif ini ditandai dengan kecurigaan dan keangkuhan hati individu-individu yang saling menyerang. Dalam situasi yang tegang itu lama kelamaan orang mulai sadar akan keuntungan untuk mengamankan kehidupannya dengan menciptakan suatu aturan hidup bersama bagi semua orang yang termasuk kelompok yang sama. Untuk mencapai semua aturan itu semua orang harus menyerahkan hak-hak asli mereka atas segala-galanya, mereka harus menuruti beberapa kecenderungan ilmiah yang disebut hukum-hukum alam.

Hukum hukum alam dalam arti petunjuk yang harus ditaati jika tujuantujuan hendak dicapai. Petunjuk yang pertama adalah : carilah damai. Petunjuk lain adalah; berlakunya terhadap orang lain sebagaimana kau ingin berlaku terhadap dirimu, tepatilah janji-janjimu dan seterusnya. Petunjuk terakhir mengenai janji-janji yang harus ditepati adalah sangat penting sebab petunjuk ini menjadi dasar semua persetujuan sosial. Prinsip bahwa janji harus di tepati ini disebut dengan kontrak asli. Membentuk suatu hidup bersama yang teratur. Persetujuan sosial yang asli inilah yang menjadi asal terbentuknya negara. Jadi pembentukan negara itu merupakan hasil itu merupakan hasil dari suatu kontra dengan tujuan untuk mengamankan hidupnya dari serangan orang lain. Dengan menyetujui kontra asli untuk membentuk negara, orangorang menyatakan kerelaannya untuk melepaskan hak-haknya sendiri. Dalam hal ini perlu juga adanya kerukunan diantara mereka. Karena itu kerukunan hanya dapat diwujudkan jika orang-orang itu mau melaksanakan keputusan-kepitusan yang diambil oleh kepala negara, maka disini perlu ada orang-orang yang bersedia untuk menyerahkan hak-hak pribadi mereka. Ini berarti kepala negara memiliki kedaulatan penuh terhadap semua warga negara. Thomas Hobbes dengan tegas menolak tiap hak kontraktual atau quasi kontraktual dengan mana setiap subjek menuntut pemenuhan kewajiban tertentu oleh penguasa. Oleh karena itu kontrak sosial-nya bukan merupakan kontrak siosial yang sebenarnya melainkan suatu fiksi logis. Hanya ada satu syarat yang melekat pada kekuasaan absolut dari

penguasa;bahwa ia dapat memerintah dan menjaga ketertiban. Hobbes mengecilkan arti ketidaktaatan, tapi dalam leviathan dengan jelas

mengemukakan bahwa kalau perlawanan berhasil maka penguasa berhenti memerintah dan orang-orang kembali pada posisi semula. Kewajiban para warga kepada pemerintah artinya adalah selama dan tidak lebih lama kekuasaan berlangsung dimana pemerintah itu mampu melindungi para warganya.

You might also like