You are on page 1of 12

Pengertian Aborsi Aborsi (abortus) atau pengguguran kandungan dimaksudkan sebagai tindakan untuk mengakhiri kehamilan atau hasil

konsepi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. aborsi selalu merujuk kepada penghentian atau pembunuhan janin yang belum lahir. sedangkan teknik aborsi dapat dilakukan melalui : 1. curettage and dilatage (C & D) 2. dengan melebarkan mulut rahim kemudian janin dikiret dengan alat tertentu 3. dengan aspirasi atau penyedotan isi rahim 4. dan melalui operasi (hystertotomi). abortus dapat terjadi karena ketidaksengajaan (spontaneous abortus) dan terjadi karena disengaja (abortus provocatus atau induced pro abortion) aborsi yang disengaja terbagi ke dalam dua macam : a. abortus artificialis therapicus yakni aborsi dilakukan oleh dokter ahli atas dasar pertimbangan medis. misalnya jika dilakukan aborsi akan membahayakan ibu abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa adanya dasar indikasi medis. misalnya untuk meniadakan hasil hubungan gelap atau kehamilan yang tidak dikehendaki http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/2071366-pengertian-aborsi/

Hukum Aborsi Bagian II Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998). Terlepas dari masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi seorang muslim, hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya. Selain itu keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah SWT berfirman: Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65). Dan tidak patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (Qs. al-Ahzab [33]: 36). Sekilas Fakta Aborsi Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram. Definisi lain menyatakan, aborsi

adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260). Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu: 1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus 2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis 3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com). http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1964599-hukum-aborsi-bagian-ii/

Pilih Aborsi Sama Dengan Membunuh Ada segenap kehidupan yang terbentuk di dalam rahim. Wanita memang memiliki hak, hak untuk mengandung. Wanita kemudian mempunyai hak untuk mengasuh anak atau menempatkannya untuk adopsi. Jika aborsi tidak salah, jika bayi dalam seorang wanita bukanlah bayi mengapa seorang wanita yang telah melakukan aborsi berduka setelahnya. Dia berduka atas hilangnya nyawa, bayi yang ia aborsi. Aborsi tidak hanya merugikan manusia di dalam seorang wanita, tetapi juga wanita itu sendiri. Mengapa dianggap benar bagi Pemerintah kita untuk mengeluarkan undang-undang yang menentukan kehidupan itu berharga? Janin adalah manusia dan jika tidak diaborsi akan tumbuh menjadi orang dewasa yang berfungsi penuh jika diberi hak untuk hidup. Betapa masyarakat telah menjadi abadi. Manusia adalah satu-satunya yang membunuh anaknya saat masih belum lahir. Bahwa manusia di dalam seorang wanita yang tidak dapat berbicara untuk dirinya sendiri memiliki hak untuk dilahirkan. Tidak seorang pun memiliki hak untuk membunuh seorang manusia, jadi mengapa kita membiarkan pembunuhan seorang manusia yang sedang berkembang dengan potensinya. Karena janin adalah manusia, jika dibiarkan hidup, akan menyebabkan kelahiran bayi manusia. Dari mana ibu mendapatkan hak untuk membunuh

manusia di dalam dirinya? Aborsi menempatkan kepentingan pribadi dan kenyamanan wanita di atas nilai kehidupan manusia di dalam dirinya. 1. Pembunuhan: melanggar hukum pembunuhan berencana seorang manusia oleh manusia 2. Embrio: organisme manusia yang sedang berkembang sejak 4 hari setelah pembuahan sampai akhir minggu kedelapan. 3. Janin bayi yang belum lahir; sejak sekitar tujuh sampai delapan minggu perkembangan sampai kelahiran. Sebelum waktu itu dianggap sebagai embrio. 4. Membunuh untuk menghilangkan kehidupan 5. Pembunuhan: Pembunuhan tidak sah seorang manusia oleh manusia yang lain Oleh karena itu membunuh janin adalah pembunuhan. Bayi adalah manusia yang hidup dan tumbuh sejak tahap paling awal. Sejak saat pembuahan. Apa yang Alkitab katakan? Alkitab dengan jelas mengidentifikasi bayi yang belum lahir sebagai manusia yang hidup. Memilih aborsi kehidupan berarti menghentikan jantung yang berdetak. Lebih lanjut tentang: Pilih Aborsi Sama Dengan Membunuh http://id.shvoong.com/lifestyle/family-and-relations/2062705-pilih-aborsi-sama-denganmembunuh/

SUARA MERDEKA Kasus Aborsi Kian Mencemaskan Ditulis Oleh Gendhotwukir 01-05-2008, Halaman 1 dari 2 Di Indonesia, aborsi dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum. Meski demikian, tidak berarti Indonesia telah benar-benar bebas dari tindak anti-kehidupan ini. Justru, kasus aborsi dari hari ke hari kian marak. Ini, tentu saja, merupakan akibat langsung maupun tidak langsung dari kemajuan tehnologi. Gelombang globalisasi menjadikan dunia yang luas ini semacam pedesaan kecil. Segala hal bisa diketahui dalam waktu cepat. Internet secara langsung maupun tidak langsung menjadi salah satu sebab meningkatnya kasus aborsi, di samping adanya pergaulan yang kian bebas, termasuk di dalamnya seks bebas. Dengan kemajuan tehnologi, orang mudah bermain-main

dengan seksualitasnya yang lantas mengakibatkan semakin banyak terjadi kehamilan yang tidak dikehendaki dan yang berakibat pada aborsi. Menurut Forum Komunikasi Penyayang Kehidupan (FKPK), sebuah lembaga yang memberikan perhatian atas kasus aborsi, yang berdiri sejak 29 Agustus 1998, setiap tahun ada sekitar 2 juta janin digugurkan, baik oleh pasangan suami-istri yang tidak menginginkannya maupun oleh perempuan atau pasangan yang belum menikah. Data ini cukup mengejutkan. Jumlahnya sangat besar, meski aborsi telah jelas-jelas dilarang, berbagai gerakan menolak tindak aborsi pun gencar dikampanyekan, termasuk oleh majelis-majelis keagamaan. Tentu saja ada banyak faktor yang melatarbelakanginya. Salah satunya, minimnya kesadaran para pelaku aborsi akan arti dan hak atas kehidupan. Hak hidup adalah hak asasi yang paling mendasar. Hak-hak asasi yang lainnya hanya dimungkinkan pada seseorang kalau seseorang itu hidup. Tidaklah tepat apabila hak-hak asasi lainnya disejajarkan dengan hak untuk hidup. Tidak tepat pula isi Deklarasi HAM oleh PBB pada tanggal 10 Desember 1948 yang mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk hidup, bebas dan keamanan pribadi. Rumusan ini memunculkan kesan seolah-olah hak untuk hidup keberadaan disejajarkan dengan hak bebas dan keamanan pribadi. Hak atas hidup lantas menjadi syarat utama ketika membicarakan perihal hak asasi manusia. Hidup adalah pilar utama untuk dapat merealisasikan nilai-nilai lainnya. Seorang ahli Bioetika dari Yogyakarta, Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ merumuskan hak hidup secara tepat yaitu hak untuk hidup bukanlah hak untuk mendapatkan (hidup), tetapi hak untuk bebas dari ancaman yang membahayakan atau menghilangkan hidup. Hal ini berlaku juga bagi janin. Sejak selesainya proses pembuahan, janin sudah mempunyai hak untuk hidup yang harus dihormati dan dijaga oleh manusia lainnya. Menurut data-data biologi, hidup manusia terjadi setelah selesainya proses pembuahan. Kehidupan baru sebagai individu tidak datang dari sesuatu yang tidak ada (creatio ex nihilo), tetapi dari perjumpaan ovum dan sperma yang membentuk suatu sel baru. Kalau sel ini bukan makhluk hidup, dia tidak akan pernah menjadi makhluk hidup sebab apa yang terjadi sesudah pembuahan bukanlah menciptakan lagi sesuatu melainkan memperkembangkan apa yang sudah ada di dalam diri satu sel zigot itu. Oleh sebab itu, tidak benar pembelaan yang mengatakan bahwa sejak terjadinya pembuahan sampai pada umur tertentu sel tersebut tidak dimanusiakan atau bahkan ada yang mengatakan itu hanya gumpalan darah dan daging saja. Jawaban ini tentu saja menyesatkan apalagi kalau itu kita dengar dari seorang tenaga medis yang memang minim pengetahuannya. Hidup manusia sudah ditentukan sejak terjadinya pembuahan karena hidup merupakan proses keberlangsungan yang sejak awalnya memang sudah berupa kehidupan. Dengan ini semakin jelas, tindak aborsi juga termasuk kategori tindak pembunuhan karena ada aksi

merampas dan tidak melindungi kehidupan sejak pembuahan. Semoga dari hari ke hari kita semakin terpanggil untuk semakin menghargai kehidupan. * Gendhotwukir dari Komunitas Merapi dan pernah pengenyam pendidikan di Philosophisch-Theologische Hochschule St. Augistin Jerman.

suara merdeka 23 Oktober 2010 | 23:20 wib wow, 21,2 % Remaja Indonesia Pernah Aborsi Cilegon, CyberNews. Hasil survai yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak, sebanyak 21,2 persen remaja di Indonesia mengaku pernah melakukan aborsi, akibat hubungan di luar nikah dengan teman dekatnya. "Menurut survei yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan anak di 33 provinsi, dari Januari sampai Juni tahun 2008 lalu, menemukan remaja kita sudah melakukan perbuatan yang melanggar norma kehidupan," kata Wali Kota Cilegon, Tb Iman Ariyadi saat memberikan sambutan dalam acara ajang kreatifitas PIK-Remaja di gedung negara rumah dinas wali kota, Sabtu (23/10). Selain itu survei Komnas Perlindungan Anak menyebutkan, 97 persen remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno, 93,7 persen remaja Indonesia pernah melakukan ciuman. "Dalam survai itu juga disebutkan sebanyak 62,7 persen remaja SMP sudah tidak perawan lagi," katanya menambahkan. Dengan adanya survai tersebut, Wali Kota sangat berharap kepada semua lapisan untuk melakukan pengawasan terhadap remaja saat ini. "Peran keluarga dalam mendidik putraputrinya sangat penting, selain itu juga lingkungan sekolah," katanya. Oleh sebab itu, selaku pemerintah dan pribadi Iman bangga dengan kegiatan yang dilakukan oleh BKBPP selaku panitia penyelenggara acara ajang kreatifitas pusat informasi konseling (PIK) Remaja Kota Cilegon tahun 2010. Perhatian terhadap remaja saat ini harus lebih ditingkatkan lagi, seiring dengan permasalahannya yang kompleks. "Disadari atau tidak, bahwa remaja merupakan kelompok resiko tinggi dan sangat rentan terhadap masalah seksualitas, HIV dan Aids serta Napza, kehamilan yang tidak dikehendaki serta penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual," katanya menjelaskan.

KOMPAS Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus Aborsi Penulis: DHONI SETIAWAN | Kamis, 22 Januari 2009 | 20:50 WIB JAKARTA, KAMIS Sampai saat ini, polisi telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus aborsi ilegal yang dilakukan sebuah klinik pengobatan di Jalan Warakas, Jakarta Utara. Polisi juga telah mengamankan barang bukti yang diduga digunakan untuk melakukan praktik aborsi berupa seperangkat USG dan satu alat penyedot. Selain dr O yang melakukan praktik dan seorang suster, polisi juga menetapkan seorang wanita yang menggugurkan kandungan di klinik tersebut sebagai tersangka. Wanita yang tidak disebutkan inisialnya itu disebutkan kelahiran tahun 1984. Melalui wanita itulah pihak kepolisian menjerat praktik aborsi ilegal. Hal tersebut disampaikan Kapolres Jakarta Utara Kombes Rycko Amelza Dahniel kepada pers seusai olah tempat kejadian perkara, Kamis (22/1). Rycko mengatakan, informasi awal mengenai praktik aborsi ilegal di klinik yang berada di Jalan Warakas diperoleh Kepolisian Sektor Tanjung Priok dari laporan warga sekitar. "Berdasarkan informasi kemudian kami melakukan langkah-langkah penegakan hukum dengan membuntuti seorang wanita yang baru saja keluar dari klinik tersebut sampai ke arah Bekasi, tempat tinggal wanita tersebut," jelas Rycko. Setelah melakukan interogasi dan pemeriksaan termasuk kamar kosnya, polisi memastikan bahwa wanita tersebut melakukan aborsi di klinik tersebut. Selain itu, di kamar kos wanita tersebut juga ditemukan surat dari sebuah klinik di Bekasi yang menyatakan bahwa wanita tersebut sudah mengandung. Pihak Kepolisian kemudian menangkap dr O dan suster yang biasa membantunya serta melakukan pembongkaran dan pemeriksaan di Warakas. Saat ini, polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap dua dari tiga septic tank yang diduga menjadi tempat pembuangan janin hasil aborsi. "Besok kalau tidak ada halangan, kami akan melanjutkan lagi dan harus dibuktikan," ujar Rycko. Dari pembongkaran dua septic tank hari ini, ungkap Rycko, polisi menemukan sebuah janin embrio berusia 3 bulan dan satu gumpalan darah berusia 1 bulan. Barang bukti tersebut saat ini telah dibawa ke RS Pusat Polri Sukanto untuk diperiksa. Sementara itu, berdasarkan pengakuan dr O, kata Rycko, praktik aborsi sudah dilakukan selama satu tahun dan ia telah membantu 10 orang melakukan aborsi. Namun, dari penuturan warga sekitar, klinik tersebut sudah beroperasi sejak tahun 2000-an.

Atas perbuatannya, dua orang yang menjalankan praktik aborsi akan dijerat pasal 346 KUHP dengan hukuman maksimal 5 tahun dan pasal 348 KUHP dengan tuntutan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan. Sementara itu, wanita yang melakukan aborsi dijerat pasal 346 KUHP dengan maksimal 5 tahun penjara.

kompas 2,3 Juta Kasus Aborsi Per Tahun, 30 Persen oleh Remaja Senin, 16 Februari 2009 | 11:31 WIB DENPASAR, SENIN Jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahun mencapai 2,3 juta, 30 persen di antaranya dilakukan oleh para remaja. "Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun," kata Luh Putu Ikha Widani dari Kita Sayang Remaja (Kisara) Bali di Denpasar Senin. Ia mengatakan, survei yang pernah dilakukan pada sembilan kota besar di Indonesia menunjukkan, KTD mencapai 37.000 kasus, 27 persen di antaranya terjadi dalam lingkungan pranikah dan 12,5 persen adalah pelajar. KTD di kalangan remaja hingga sekarang masih menjadi dilema yang belum dapat diselesaikan secara tuntas. Banyak kalangan yang pada akhirnya memojokkan remaja sebagai pelaku tunggal. "Jika dicermati lebih jauh, munculnya KTD di kalangan remaja adalah akumulasi dari serangkaian ketidakberpihakan berbagai kalangan terhadap remaja," ujar Ikha Widani. Hambatan tersebut antara lain menyangkut upaya memberikan informasi kesehatan reproduksi yang cukup dan mendalam, serta semakin banyaknya remaja yang terjebak oleh mitos dibanding dengan fakta. Untuk itu, langkah awal perlunya upaya meningkatkan akses remaja terhadap informasi yang benar dengan merangkul berbagai kalangan, termasuk media massa. Ikha Widani menjelaskan, selain kehamilan yang tidak diinginkan perlu mendapat penanganan secara serius, juga menyangkut penderita HIV/AIDS, mengingat lebih dari 50 persen menimpa kelompok usia 19-25 tahun dengan kondisinya semakin mengkhawatirkan. "Berbagai hasil penelitian menunjukkan, sekitar 28,5 persen para remaja telah melakukan hubungan seksual sebelum nikah dan 10 persen di antaranya akhirnya menikah dan memiliki anak," ujar Ikha Widani.

Penulis: ABI Ant Sumber :

Selasa, 08 Desember 2009 Kehamilan, Aborsi dan Faktor Sosial Ekonomi Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. ( , Al-Isra, ayat 31) Ana punya teman, sahabat dan saudara yang sedang kebingungan, sahabat ana ini berusia sekitar 46 tahun, mempunyai 5 (lima) orang anak, yang bungsu berusia sekitar 2,5 tahun, beliau sedang gundah gulana karena isterinya ternyata positif hamil lagi, kegundahan beliau adalah sang isteri tidak menginginkan kehamilan ini dan berencana untuk melakukan aborsi, dan beliau meminta saran dan nasehat kepada ana. Bagaimana jalan keluar dari permasalahan ini. Sang isteri beralasan bahwa tujuan melakukan tindakan aborsi adalah, pertama karena malu mengingata usianya yang baru 36 tahun. Kedua karena sudah terbayang betapa capek dan sangat menyita waktu dalam merawat dan membesarkan sang jabang bayi kelak. Ketiga usaha sang isteri dalam bidang Laundry sedang mengalami kemajuan yang signifikan. Keempat karena faktor sosial ekonomi, kebetulan sahabat ana ini seorang entrepreneur yang sedang mengalami kebangkrutan usaha sama seperti ana, dan sedang dalam usaha membangun kembali dari keterpurukan, sang Isteri takut dan khawatir mengenai biayabiaya yang harus dikeluarkan dalam masa kehamilan, proses persalinan dan proses dalam masa pertumbuhan. Dan alasan-alasan lainnya. Menilik dari semua alasan tersebut, ana hanya bisa menunjukan ayat tersebut diatas, dan berkata kepada sahabat ana, apapun alasan yang dikemukakan, tindakan aborsi adalah salah, dan merupakan tindakan illegal, tindakan tersebut sulit diterima secara medis, hukum apalagi secara syariah Islam, dan entah apa tindakan ini bisa diterima karena alasan kehamilan tersebut dapat beresiko kematian kepada sang Ibu, karena alasan-alasan klinis dan medis. Sejauh yang ana tahu ini masih Pro dan Kontra dikalangan para ulama. Kalau menurut pandangan ana, apapun bentuk alasan yang mendasari tindakan aborsi tetap salah dan tidak diperbolehkan, kalau hanya karena alasan diatas, maupun alasan secara medis untuk lebih menyelamatkan nyawa sang Ibu. Karena ana berpendapat untuk urusan kematian, mutlak merupakan hak pregotatif Allah SWT, dan bukan jaminan dengan melakukan tindakan aborsi akan menyelamatkan nyawa sang Ibu.

Dan ana juga menasehati, jangan menolak karunia dari Allah SWT ini, barangkali ini merupakan kunci pembuka dari pintu-pintu rejeki yang membentang, ana bilang buatlah Allah tersenyum karena sikap dan perbuatan kita, jangan sampai rahmat Allah terputus karena kesalahan kita dalam mengambil keputusan. Dalam situasi seperti ini, ana ketar-ketir juga, kalau sampai terjadi juga upaya tindakan aborsi ini, walau ana sudah menakut-nakuti bahwa tindakan ini Breaking the Law dan bisa terjerat KUHP tentang aborsi (seperti penegak hukum aja yah..) Ana jadi bingung dan serba salah juga menghadapi kasus ini. Barangkali dari rekan-rekan ada yang bisa kasih Input mengenai masalah ini, dan memberikan komentar terkait kasus ini. Dan ana juga sudah berjanji untuk membesarkan anak tersebut bersama-sama kelak, dan membantu sebisa yang ana mampu lakukan agar upaya ini tidak nekad untuk dilakukan. http://amrifauza.blogspot.com/2009/12/dan-janganlah-kamu-membunuh-anak-anakmu.html

Aborsi, Hukum Sosial, dan Penegakan Hukum Rubrik Analisis Kriminalitas, Suara Pembaruan, 11 Maret 2009 Terungkapnya praktek aborsi minggu lalu oleh Kepolisian Sektor Johar Baru, Jakarta Pusat, kembali menambah panjang inventaris kejahatan pembunuhan terhadap janin ini di Indonesia. Bila dilihat instrumen, yang disebut dengan anak adalah termasuk yang masih dalam kandungan. Sehingga secara sederhana, aborsi tidak ubahnya pembunuhan terhadap anak. Sementara aborsi sendiri dapat dilihat dari beberapa perspektif yang kemudian membawa kita pada perbedaan adanya aborsi yang legal dan ilegal. Dikatakan legal bila aborsi beralasan secara medis. Bahwa bila tidak dilakukan akan membahayakan keselamatan ibu (perempuan) yang mengandung janin tersebut, atau atas pertimbangan medis lainnya. Tentang standar medis seperti apa hingga aborsi dapat dikatakan legal, ahli kedokteran akan mengetahui lebih banyak tentang hal ini. Di lain pihak, aborsi menjadi ilegal bila tidak ada alasan medis apapun yang dapat membenarkan aborsi dilakukan. Memang banyak perdebatan tentang batas legal dan ilegal tentang aborsi ini. Perspektif moral, khususnya agama, mungkin tidak akan menyepakati aborsi dalam kondisi apapun. Namun perspektif moral lainnya akan melihat aborsi menjadi suatu tindakan yang pantas dilakukan oleh seorang perempuan atas keinginannya sendiri akibat tidak bertanggung jawabnya seorang laki-laki yang menjadi pasangannya, sementara ia (si

perempuan) tidak memiliki kesanggupan sama sekali untuk membesarkan si anak bila ia kemudian lahir. Ada pula yang berada seperti di tengah. Bahwa aborsi sudah tidak boleh dilakukan sama sekali bila usia kandungan masuk trimester kedua, kira-kira sebelum berusia empat bulan, di mana janin dianggap sudah memiliki ciri manusia yang utuh. Meskipun pendapat ini di Indonesia juga mengundang perdebatan, karena meskipun di tengah, di mana aborsi sudah tidak dapat dilakukan bila janin sudah berusia lebih dari 3 bulan, tetap saja merupakan pembunuhan terhadap hak hidup. Tentang perdebatan ini, Steven Levitt, dalam freakonomic (2005), pada bagian awal bukunya itu menceritakan sebuah peristiwa tentang aborsi ini di Amerika Serikat. Latar argumentasi Levitt sebenarnya ingin memperlihatkan bagaimana kejahatan di kota-kota di Amerika pada periode 1990-an justru turun. Turunnya kejahatan tidak disebabkan oleh semakin canggihnya mekanisme dan perangkat polisi dalam penegakan hukum atau tingginya pertumbuhan ekonomi pada saat itu. Menurutnya, ini terkait dengan keinginan perempuan miskin untuk aborsi pada tahun 1970-an dengan alasan tidak memiliki kemampuan untuk membesarkan anak akibat kemiskinan. Singkat cerita, permintaan ini disetujui oleh otoritas setempat. Inilah mengapa kejahatan turun, yaitu ketika potential criminal yang seharusnya dilahirkan pada periode 1970-an tidak jadi lahir sehingga mereka tidak menjadi kriminal sesungguhnya pada 1990-an saat usia mereka sekitar 20-an tahun. Logis memang, namun mengandung banyak perdebatan. Permintaan aborsi dengan latar seperti yang dijelaskan Levitt cukup beralasan, mengingat kerugian yang diderita ibu (perempuan) dan anak di tengah kemiskinan akan jauh lebih besar. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan situasi ekonomi yang tidak dapat memberikan akses yang cukup bagi masyarakat miskin pada pelayanan dasar, seperti pangan, pendidikan dan kesehatan. Sehingga kekhawatiran tentang kelahiran penjahat potensial sangat mungkin terjadi. Hanya saja, pada sisi realitas, bila dikaitkan dengan persoalan biaya, permintaan aborsi dengan alasan ketidakmampuan ekonomi di Indonesia bisa diasumsikan tidak terlalu banyak. Hal mana juga dapat dilihat dari kecenderungan kelompok masyarakat miskin di Indonesia yang memiliki anak banyak. Namun bukan berarti tidak mungkin sama sekali. Pertanyaannya kemudian, mengapa aborsi tetap menjadi persoalan serius di Indonesia? Tulisan ini melihat, sederhananya ini lebih terkait dengan hukum ekonomi, hubungan timbal balik demand dan suply. Bila permintaan tinggi, sudah menjadi hukumnya muncul upaya-upaya untuk memenuhi permintaan. Sebuah respon terhadap peluang bisnis. Sama halnya dengan tetap marak dan bahkan semakin berkembangnya bisnis narkoba.

Maraknya aborsi ilegal ini juga dilatarbelakangi oleh hukum sosial. Satu hal yang membuat bisnis aborsi ini berbeda dengan bisnis narkoba. Hukum yang dimaksud di sini tidak berasosiasi dengan punishment, namun lebih pada suatu mekanisme sosial yang membuat sejumlah orang melakukan tindakan tertentu sebagai bentuk adaptasi.

Dalam konteks aborsi, hal ini sangat jelas terlihat dari adanya tekanan sosial yang membuat aborsi menjadi pilihan. Banyak permintaan aborsi di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, di latar belakangi oleh keinginan untuk menghilangkan rasa malu akibat kehamilan yang terjadi di luar pranata pernikahan. Kultur dominan di Indonesia secara otomatis akan memberikan sanksi terhadap kehamilan di luar nikah. Terlebih bila dilihat oleh perspektif moralitas agama. Satu hal lainnya adalah penegakan hukum. Patut dicurigai, sebagaimana terjadi dalam konteks narkoba, bahwa maraknya aborsi ilegal di Indonesia juga disumbang oleh lemahnya penegakan hukum. Beberapa indikasi yang memperlihatkan sejumlah praktek aborsi telah dilakukan dalam waktu yang lama dan terorganisir dengan baik, lengkap dengan kontrak antara pemberi layanan dengan pengguna. Bahkan sebagian tempat praktek telah menjadi rahasia umum. Secara asumtif, bertahannya sebuah bisnis kejahatan selain dapat disebabkan oleh tingginya demand (permintaan) terhadap layanan yang diberikan, juga dapat disebabkan oleh terpeliharanya bisnis tersebut dalam jejaring internal pelaku bisnis dan eksternal dengan otoritas yang justru potensial menggangu keberlangsungannya (dalam hal ini tentu saja aparatur penegak hukum). Oleh karenanya, patut pula diduga adanya keterlibatan aparatur penegak hukum dan otoritas formal kewilayahan dalam keberlangsungan bisnis kejahatan tersebut. Keterlibatan mulai dari pembiaran, akibat pilihan rasional dari beberapa prioritas tugas (meskipun alasan ini tidak akan masuk akal), hingga keterlibatan dalam memberikan perlindungan dengan imbalan tertentu. Faktor reaksi masyarakat pada dasarnya cukup memberikan kontribusi bagi efektivitas penegakan hukum di Indonesia. Justru masyarakat adalah pihak yang paling awal memberikan reaksi terhadap suatu hal yang dianggap bertentangan dengan standar moral yang dipergunakan. Terlepas dari sisi negatifnya yang tidak jarang kontraproduktif karena mengarah pada anarki, sensitifitas masyarakat ini telah banyak mengungkap sejumlah peristiwa atau perbuatan yang secara sosial merugikan. Namun ketidakkonsistenan aparatur penegak hukum untuk memproses lebih jauh, di mana salah satunya disebabkan oleh masuknya oknum aparat dalam lingkaran bisnis tersebut akan membuat reaksi berhenti di tengah jalan. Banyak laporan yang diberikan masyarakat justru tidak jelas responnya. Hal seperti di sisi lain adalah pemicu banyak munculnya sisi negatif dari respon masyarakat berupakan tindakan anarkis dan destruktif. Terhadap kemungkinan ini, otoritas Kepolisian perlu melakukan pengawasan internal. Selain juga pengawasan terhadap otoritas formal kewilayahan lainnya yang diduga terlibat. Ditegaskan kembali, bahwa rekomendasi ini berbasis pada asumsi tentang bertahannya sebuah bisnis kejahatan, sehingga pihak-pihak yang diduga terlibat tidak perlu menganggap hal ini sebagai tuduhan. Toh pengawasan internal adalah hal yang memang

perlu rutin dilakukan, mengingat telah banyak contoh di mana aparatur penegak hukum dan lainnya melakukan kesalahan, penyimpangan, dan penyalahgunaan kewenangan. Terakhir, ada baiknya Ikatan Dokter Indonesia (pada aspek pengawasan kode etika) serta Departemen (serta Dinas) Kesehatan, juga terlibat aktif dalam upaya mengantisipasi masalah aborsi ilegal ini. Bila melihat sejumlah kasus, praktek aborsi ilegal ini melekat dengan praktek dokter umumnya. Mekanisme monitoring berkala dan mendadak perlu dilakukan atas dasar kewenangan yang dimiliki. http://kriminologi1.wordpress.com/2009/06/15/aborsi-%E2%80%9Chukum-sosial %E2%80%9D-dan-penegakan-hukum/

You might also like