You are on page 1of 5

REFLEKSI SPIRITUALHome|Tebar Cinta Damai|ArchivesSEJARAH PERADABAN ISLAM Pada Zam an Dinasti Abbasiyah di BagdadFebruary 11, 2008 6:04 amOleh

: Ratnanengsih Pendahuluan Istilah peradaban Islam merupakan terjemahan dari kata Arab, yaitu al-Hadharah alIslamiyyah. Istilah Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Padahal, istilah kebudayaan dalam bahasa arab adalah alTsaqafah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang y ang mensinonimkan dua kata : kebudayaan (Arab/al-tsaqafah dan culture/Inggris) den gan peradaban (civilization/Inggris dan al-hadharah/Arab) sebagai istilah baku keb udayaan. Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedak an. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat . Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan tekhnis dan teknologis lebih berka itan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak di reflesikan dalam seni, s astra, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonom i dan teknologi. Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wuju d ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-n ilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud keb udayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam mas yarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil k arya. Peradaban dalam Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan Rasulullah, para sahabat (Khulafaur Rasyidin),dan sejarah kekhalifahan Islam sampai kehidupan uma t Islam sekarang. Islam yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah membawa bangsa arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan di abaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Bahkan kemajuan Barat pada mulanya bersumber pada peradaban islam yang masuk ke eropa melalui spanyol. Islam meman g berbeda dari agama-agama lain, sebagaimana pernah diungkapkan oleh H.A.R. Gibb dalam bukunya Whither Islam kemudian dikutip M.Natsir, bahwa, Islam is andeed mu ch more than a system of theology, it is a complete civilization (Islam sesungguh nya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). L andasan peradaban islam adalah kebudayaan islam terutama wujud idealnya, sementara l andasan kebudayaan islam adalah agama. Jadi, dalam islam, tidak seperti pada masya rakat yang menganut agama bumi (nonsamawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa m anusia, maka agama Islam adalah wahyu dari tuhan. Maju mundurnya peradaban islam tergantung dari sejauh mana dinamika umat islam i tu sendiri. Dalam sejarah islam tercatat, bahwa salah satu dinamika umat islam i tu dicirikan oleh kehadiran kerajaan-kerajaan islam diantaranya Umayah dan Abbas iyah, Umayah dan Abbasiyah memiliki peradaban yang tinggi, diantaranya memunculk an ilmuwan-ilmuwan dan para pemikir muslim. Dalam diskusi kali ini, saya akan membahas peradaban islam pada masa Dinasti Abb asiyah dengan topik bahasan diantaranya, latarbelakang berdirinya kekhalifahan A bbasiyah, kemajuan dan kemunduran pada masa ini, baik dari aspek ekonomi, politi k, dan social.Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (750-847 M 132-232 H) Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan o leh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir (jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh mu awiyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abb as termasuk lama, yaitu sekitar lima abad. Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu jafar al-Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu jafar al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipind ahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Pers ia. Abu jafar al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah, digamb

arkan sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah mempunyai peng aruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuas aan Byzantium. Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan dina sti Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinast i ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya berlangsun g dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesu ai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan da n pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode : 1. Periode Pertama (132 H/750 M 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pe rtama. 2. Periode Kedua (232 H/847 M 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama. 3. Periode Ketiga (334 H/945 M 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dala m pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. 4. Periode Keempat (447 H/1055 M 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani seja k dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa penga ruh Turki kedua. 5. Periode Kelima (590 H/1194 M 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.Kemajuan Dinasti Bani Abbas Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase pendirian , fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran. Akan tetapi dur asi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung pada kemampuan pe nyelenggara pemerintahan yang bersangkutan. Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa b idang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial. Pada masing-ma sing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan. 1. Bidang Politik Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang m engganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Ge rakan-gerakan ini seperti sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-khawarij di Afrika utara, gerakan zindik di Persia, gerakan Syiah da n konflik antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamk an. 2. Bidang Ekonomi Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai nmeningkat dengan peningkatan di sector pe rtanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara timur dan barat juga ban yak membawa kekayaan. Bahsrah menjadi pelabuhan yang penting.3. Bidang SosialPop ularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid ( 786-809 M) dan puteranya Al-Mamun (813-833 M). kekayaan yang banyak di manfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan social. Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter , dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak 800 orang dokt er. Disamping itu pemandian-pemandian juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang pal ing tinggi terwujud pada zaman khalifah ini, kesejahteraan social, kesehatan, pe ndidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman k eemasannya. Pemerintahan bani Umayah adalah pemerintahan yang memiliki wibawa yang besar sek ali, meliputi wilayah yang amat luas, mulai dari negeri sind dan berakhir di neg eri Spanyol. Ia demikian kuatnya sehingga apabila seseorang menyaksikannya, past i akan berpendapat bahwa usaha mengguncangkannya adalah sesuatu yang tidak mudah bagi siapapun. Namun jalan yang ditempuh oleh pemerintahan Bani Umayyah, meskip un ia dipatuhi oleh sejumlah besar manusia yang takluk kepada kekuasaannya, tida k sedikitpun memperoleh penghargaan dan simpati dalam hati mereka. Itulah sebabn ya belum sampai berlalu satu abad dari kekuasaan mereka, kaum Bani Abbas berhasi l menggulingkan singgasananya dan mencampakannya dengan mudah sekali. Dan ketika singgasana itu terjatuh, demikian pula para rajanya, tidak seorangpun yang mene

teskan air mata menangisi mereka. Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya Khilafah Bani Abbas ialah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang paling dekat kepada Nabi saw, dan bahwasanya mereka akan m engamalkan al-Quran dan Sunnah rasul dan menegakkan syariat Allah. Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al Abbas dan Abu jafar Al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Mamun (813-833 M), al-Mutashim (833-842 M), al-Wa siq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Kalifah Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni dan ilmu. I a banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuwan dan mempun yai apresiasi yang tinggi terhadap seni. Al-Rasyid mengembangkan satu akademi Gundishapur yang didirikan oleh Anushirvan pada tahun 555 M. pada masa pemerintahannya lembaga tersebut dijadikan sebagai p usat pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat dan falsafah. Dari gambaran diatas terlihat bahwa, Dinasti Bani Abbas pada periode pertama leb ih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilaya h. disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Kehancuran Dinasti Bani Abbas Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khalifah Abbsiyah merupak an awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi ber ada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali Dinasti isl am berdiri. Ada diantaranya dinasti yang cukup besar, namun yang terbanyak adala h dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, te tapi hanya di Baghdad sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini men unjukan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan tatar menyeran g Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancurluluhkan tanpa perlawanan yang bera rti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini adalah awal babak bar u dalam sejarah islam, yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua, namun demikian factor-faktor penyebab kemunduran itu tidak dating secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya kha lifah pada saat periode ini sangat kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang . Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila kalifah kuat, para m entri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mere ka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping kelemahan khalifah, banyak factor yang menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu sama lain. B eberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Persaingan Antarbangsa Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang P ersia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-saama tertindas. Setelah khilafah Abb asiyyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menuru t Stryzewska,11 ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia dari pada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang Ar ab sendiri terpecah belah dengan adanya Ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, kh ilafah Abbasiyyah tidak ditegakkan di atas `ashabiyyah tradisional. Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan seb uah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istime wa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia Islam. Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyyah pada periode pertama sangat luas, melip uti berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Tu rki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu i tu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut d engan kuat.12 Akibatnya, disamping Fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme ban gsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu`ubiyah.

Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan s ejak awal khalifah Abbasiyyah berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik da pat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khlaifah yang lemah, naik tahta, dom inasi tentara turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarn ya telah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemu dian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia pada periode ketiga dan selanjutnya beralih kepada dinasti Saljuk pada periode keempat.2. Kemerosotan Ekonomi Khalifah Abbasiyyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas meru pakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehi ngga Bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan Negara menurun, sementa ra pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan Negara itu disebabka n oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang me ngganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluara n membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat sem akin mewah, jenis pengeluaran makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi. 3. Konflik Keagamaan Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka me mpropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Gerakan ini dikena l dengan gerakan Zindiq yang menyebabkan menurut para khalifah dan orang-orang y ang beriman harus diberantas, sehingga menyebabkan konflik diantara keduanya, mu lai polemik tentang ajaran hingga berlanjut kepada konflik bersenjata yang menum pahkan darah dari kedua belah pihak. Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung dibalik aja ran Syi`ah, sehingga banyak aliran syi`ah yang dipandang ghulat (ekstrem) dan di anggap menyimpang oleh penganut Syi`ah sendiri. Aliran Syi`ah memang dikenal seb agai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan faham Ahlussunnah wal Jam a`ah. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim da n zindik atau ahlussunnah dengan syi`ah saja, tetapi juga antaraliran dalam Isla m. Mu`tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bidah oleh golonga n salaf. Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan: Agama Muhammad Saw. seperti juga Agama Isa as., terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selal u menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari p erbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manu siasoal kehendak bebas manusia telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islampe ndapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah mustahil berbuat sal ahmenjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga.4. Ancaman dari luar Apa yang disebutkan di atas adalah factor-faktor internal. Disamping itu, ada pu la factor-faktor eksternal yang menyebabkan khalifah Abbasiyah lemah dan akhirny a hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Pera ng Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada d i wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas Kristen Timur, h anya Armenia dan Maronit Lebanon yang tertarik dengan dengan Perang Salib dan me libatkan diri dalam tentara Salib itu.13 Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa H ulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipe ngaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen bera sosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti-Islam itu dan diperkeras di kantong-

kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancurleburkan pusat-pusat Isl am, ikut memperbaiki yerussalem. Berbagai faktor yang telah menyokong tegaknya imperium Abbasiyah, yakni kalangan elite imperium dan bentuk-bentuk kulturnya, sekaligus juga menyokong kehancuran dan transformasi imperium tersebut. Bahkan kemerosotan Abbasiyah telah berlangs ung disaat berlangsung konsolidasi. Ketika rezim ini sedang memperkuat militerny a dan institusi pemerintahan, dan sedang mendorong sebuah kemajuan ekonomi dan k ultur, terjadi beberapa peristiwa yang pada akhirnya mengharubirukan nasib imper ium Abbasiyah. Semenjak awal pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809) problem suksesi menjadi san gat kritis. Harun telah mewasiatkan tahta kekhalifahan kepada putra mertuanya, a l-Amin, dan kepada putranya yang lebih muda yang bernama al-Makmun, seorang gube rnur Khurasan dan orang yang berhak menjabat tahta khilafah sepeninggal kakaknya . Setelah kematian Harun, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Akibatnya pecahlah perang sipil. Al-amin didukung oleh militer Abbasiyah di Baghdad, sementara al-Makmun harus be rjuang untuk memerdekakan Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang Khurasan. Al-makmun berhasil mengalahkan saudara tuanya, al-Amin , dan mengklaim khilafah pada tahun 813. Namun peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah melainkan juga melemahkan warga iraq dan sejumlah propinsi lainnya. Al-Makmun berusaha menghadapi musuh-musuhnya dan sejumlah warga yang tidak mau b erdamai dengan sebuah kebijakan ganda. Satu sisi kebijakan tersebut bertujuan un tuk mempertahankan legitimasi kekhilafan dengan menguasai seluruh urusan keagama an. Kebijakan ini, sebagaimana yang telah kita lihat, tidak membawa hasil dan ga gal. Kebijakan ini justru menghilangkan dukungan masyarakat umum terhadap sang k halifah.Al-Makmun juga mengambil sebuah kebijakan politik, untuk menguasai kekhi lafahan secara mutlak, al-Makmun menggantungkan dukungan seorang panglima khuras an, yang bernama Thahir, yang diberikan imbalan sebagai gubernur khurasan (820-8 22) dan menjadi jenderal militer Abbasiyah diseluruh imperium dan disertai janji bahwa jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya, selain men datangkan manfaat yang bersifat sementara konsesi atas sebuah jabatan gubernur y ang dapat diwariskan menggagalkan tujuan Abbasiyah untuk menyatukan sebuah wilay ah propinsi besar menjadi sebuah system pemerintahan politik yang memusat ditang an pemerintahan pusat. Upaya untuk menyatukan kalangan elit dibawah arahan khali fah tidak akan terwujud dan sebagai gantinya imperium dikuasai oleh sebuah perse kutuan khalifah dengan kuasa gubernuran besar.14DAFTAR PUSTAKAAbul a la Al-Maudud i, Khilafah dan Kerajaan : Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam, (Ban dung, Mizan, 1998)Badri Yatim, Dr., MA., Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islam iyah II, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2006)Harun Nasution, Islam Rasional Ga gasan dan Pemikiran (Bandung, Mizan, 1995)Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam,(Jakarta : Rajawali Pers 1999)Jai h Mubarok, Dr., M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, Cet. 1, 2004)John L. Esposito (ed), The Oxpord History of Islam, (New York, Oxp ord University Press 1999)Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangu nan, (Gramedia, Jakarta,1985)M.Natsir, Capita Selecta, NV Penerbitan W. van Hoev e, tanpa tahunPhilip K. Hitti, History of The Arabs (London : Mac Millan, 1970)W . Montgomery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah (Jakarta : P3M, 1988)Lik eBe the first to like this post.Posted by amgyCategories:makalahTags:OlderNewerLea ve a ReplyName (required)E-Mail (required)WebsiteSubmit CommentNotify me of foll ow-up comments via email.SearchMobile Site |Full SiteBlog at WordPress.com. Them e: WordPress Mobile Edition byAlex King.

You might also like