You are on page 1of 41

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SAAT ORDE LAMA

Orde Lama ditandai dengan masa kepemimpinan Ir. Soekarno, yang berlangsung sejak tahun 1945 hingga 1966. Istilah Orde Lama merupakan istilah yang diciptakan oleh pemerintah Orde Baru. Soekarno sendiri tidak begitu menyukai istilah ini. Ia lebih suka menyebut masa kepemimpinannya dengan istilah Orde Revolusi. Pada masa Soekarno ini, sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Indonesia dapat dibagi menjadi empat sistem pemerintahan yang selalu berdasar pada undangundang yang sedang berlaku, yaitu; (1) sistem pemerintahan awal kemerdekaan menurut UUD 1945, (2) sistem pemerintahan menurut konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), (3) sistem pemerintahan menurut UUD Sementara 1950, dan (4) sistem pemerintahan pada masa demokrasi terpimpin (kembali berlakunya UUD 1945).

A. SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN MENURUT UUD 1945 (1945-1949)

Setelah tercapainya kemerdekaan Indonesia secara de facto pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno yang menjadi ketua PPKI dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945, Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan. Dalam tahun yang sama pula, dibentuk lah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bertujuan untuk membantu tugas Presiden hingga terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hasil yang dicapai oleh badan ini yaitu: 1) terbentuknya dua belas departemen kenegaraan dalam pemerintahan yang baru,

2) pembagian wilayah pemerintahan Republik Indonesia menjadi delapan provinsi yang masing-masing terdiri dari beberapa keresidenan.

Sistem pemerintahan pada awal kemerdekaan ini menganut sistem presidensil dengan bertumpu pada UUD 1945. Namun, adanya kebebasan dan kemerdekaan berdemokrasi di dalam KNIP justru mendorong pemerintah RI kepada sistem parlementer untuk menghindari kekuasaan Presiden yang terpusat. Oleh karena itu, pada 14 November 1945 terbentuk susunan kabinet berdasarkan sistem parlementer. Pembentukan kabinet ini tentu menyimpang dari UUD 1945. Selain itu, juga terdapat penyimpangan lain terhadap tugas KNIP yang mengalami perubahan dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang menjadi wewenang MPR. Pada 3 Nopember 1945 muncul Maklumat X atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Namun, pemilu ini baru dapat terlaksana pada tahun 1955. Alasan tidak terlaksananya pemilu pada tahun 1946, antara lain: 1) belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu; 2) belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antarkekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

B. SISTEM PEMERINTAHAN MENURUT KONSTITUSI RIS (1949-1950)

Pada masa berlakunya konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer tidak murni (semu), yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1) Presiden tidak dapat diganggu gugat. 2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintah baik secara bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.

Menurut Konstitusi RIS Pasal 122 disebutkan bahwa DPR tidak dapat memaksa Kabinet atau masing-masing menteri untuk meletakkan jabatannya. Dengan demikian, sistem pertanggungjawaban yang ada merupakan pertanggungjawaban yang semu karena tanpa dikenai sanksi apapun. Alat-alat perlengkapan pemerintah negara RIS meliputi presiden, menteri-menteri (kabinet), senat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Agung (MA), dan Dewan Pengawas Keuangan. Presiden dalam kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh menteri-menteri yang tergabung dalam sebuah parlemen yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Menteri-menteri ini bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen terdiri atas dua bagian, yaitu senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan legislatif atau pembuat peraturan perundang-undangan dipegang oleh pemerintah dalam hal ini presiden bersama-sama dengan senat dan DPR. Kekuasaan yudikatif berada ditangan Mahkamah Agung (MA).

C. SISTEM PEMERINTAHAN MENURUT UUDS 1950 (1950-1959)

Sistem pemerintahan pada masa berlakunya UUDS 1950; atau dikenal pula dengan masa demokrasi liberal; masih merupakan kelanjutan dari sistem pemerintahan menurut Konstitusi RIS, sehingga sistem pemerintahan yang dijalankan pun merupakan sistem pemerintahan yang bersifat parlementer semu. Hanya saja dalam UUDS 1950 telah menghilangkan pasal-pasal yang bersifat federalis. Di dalam Pasal 83 UUDS 1950 dinyatakan sebagai berikut. 1) Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat. 2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijakan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendirisendiri. Hal ini mengandung konsekuensi sebagai berikut. a. Jika kebijakan ditolak, maka dewan menteri atau menteri yang bersangkutan harus jatuh atau mengundurkan diri. b. Jika dalam perselisihan dewan menteri atau pemerintah merasa bahwa DPR tidak lagi mencerminkan kemauan rakyat, maka dapat meminta kepada kepala negara untuk membubarkan DPR dan dalam waktu sesingkat-singkatnya mengadakan pemilihan anggota DPR yang baru. Namun, hal ini hanya boleh terjadi satu kali saja dan jika setelah terbentuknya DPR baru masih terjadi perselisihan dengan dewan menteri maka dewan menteri lah yang harus mengundurkan diri. c. Kekuasaan perundang-undangan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan Indonesia pada masa berlakunya UUDS 1950 memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1) Presiden memiliki kedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. 2) Perdana menteri diangkat oleh presiden, seharusnya oleh parlemen.

3) Pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa pembentuk kabinet. 4) Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri dilakukan oleh presiden. 5) Kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih mendapat campur tangan dari presiden.

Sistem pemerintahan pada masa berlakunya UUDS 1950 didukung oleh alat-alat kelengkapan negara seperti presiden, wakil presiden, menteri-menteri, lembaga DPR, MA, dan Dewan Pengawas Keuangan. Kedudukan presiden tidak dapat diganggu gugat artinya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap kegiatan pemerintahan. Kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR sementara yang terdiri atas gabungan DPRS, BPKNIP, yang anggotanya ditunjuk oleh presiden. Pemerintahan pada masa ini, tepatnya pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo I, telah berhasil menyelenggarakan pemilihan umum pertama kali, yakni pada tahun 1955. Payung hukum pemilihan umum 1955 ini adalah UU No. 7 tahun 1953 yang diselesaikan oleh kabinet Wilopo. Pemilu dilaksanakan dalam dua tahap, yang mana pemilu tahap pertama yang dilaksanakan pada 29 September untuk memilih anggota DPR, dan tahap kedua yang dilaksanakan pada 15 Desember untuk memilih Konstituante. Konstituante ini akan bertugas untuk menyusun undang-undang dasar yang bersifat tetap menggantikan UUD 1945. Sistem demokrasi liberal ini tidak menunjukkan adanya hasil seperti yang diinginkan rakyat. Konstituante tidak berhasil menetapkan UUD baru sehingga negara benar-benar dalam keadaan darurat. Terjadi pemerontakan-pemberontakan seperti PRRI, Permesta, DI/TII yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Kemudian untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai ketidakberhasilan demokrasi liberal di Indonesia.

D. SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1966)

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka demokrasi liberal berganti menjadi demokrasi terpimpin. Dekrit ini merupakan keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945, yang mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia . Kekuasaan negara bukan lagi mengacu pada democracy by law tetapi democracy by decree. Sistem pemerintahan pada masa ini kembali lagi menjadi sistem pemerintahan presidensil dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Situasi politik pada masa ini diwarnai tiga kekuatan politik utama yaitu Soekarno, PKI, dan angkatan darat. Ketiga kekuatan tersebut saling merangkul satu sama lain. PKI membutuhkan Soekarno untuk mengahadapi angkatan darat yang menyainginya dan meminta perlindungan pada Soekarno. Begitu pula angkatan darat pun membutuhkan Soekarno untuk legitimasi keterlibatannya di dunia politik. Dalam demokrasi terpimpin, apabila tidak terjadi mufakat dalam sidang legislatif, maka permasalahan itu diserahkan kepada Presiden sebagai pemimpin besar revolusi untuk dapat diputuskan dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat. Otoriterianisme pemerintahan Soekarno semakin jelas ketika pada tanggal 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden. Rakyat maupun wakil rakyat tidak memiliki peranan yang penting dalam demokrasi terpimpin. Presiden memiliki kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya, sehingga nasib partai politik ditentukan oleh presiden. Pada masa ini juga tak ada kebebasan mengeluarkan pendapat. Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemilihan memeang tidak bertentangan dengan UUD 1945 karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan

itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga tersebut di bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden. Akhirnya, pemerintah orde lama jatuh setelah terjadinya G30 S/PKI pada tahun 1965 dengan diikuti meluasnya krisis politik dan ekonomi, serta krisis sosial pasca kudeta G30 S/PKI tersebut, hingga dikeluarkannya (Surat Perintah Sebelas Maret) Super Semar. Sampai akhirnya Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/1967), masa demokrasi terpimpin ini tidak pernah sekalipun melaksanakan pemilu.

SISTEM EKONOMI INDONESIA SAAT ORDE LAMA

A. MASA PASCA KEMERDEKAAN (1945-1950)

Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, disebabkan antara lain berikut. 1) Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga. 2) Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI. Kas negara kosong.

Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain berikut. 1) Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946. 2) Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.

3) Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan. 4) Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947. 5) Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 yang mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif. 6) Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik.

Pada intinya, pada masa ini sistem ekonomi Indonesia berdasar pada prinsip demokrasi liberal yang mana kekuasaan ada di tangan sejumlah partai politik dan sering terjadi konflik yang menyebabkan kehancuran perekonomian nasional. Sistem ekonomi ini berlanjut hingga tahun 1957.

B. MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1957)

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain. 1) Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.

2) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaanperusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. 3) Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. 4) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr. Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihanlatihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. 5) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni IndonesiaBelanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaanperusahaan tersebut.

C. MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1967)

Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang

diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain sebagai berikut. 1) Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan. 2) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%. 3) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain. Kelebihan sistem ekonomi yang bersifat sosialis-liberal ini antara lain: (1) adanya kepercayaan dari bangsa Indonesia akan kekuatan yang dimilikinya, dan (2) adanya kemandirian ekonomi. Di segi lain, sistem ekonomi ini juga memiliki kekurangan sebagai berikut: (1) kurang diminatinya Indonesia sebagai tempat investasi asing, (2) berhentinya dana asing.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA SAAT ORDE BARU

Orde baru ditandai dengan masa kepemimpinan Soeharto di Indonesia. Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto, yang dikukuhkan dalam Sidang Istimewa MPRS. Dengan adanya ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, situasi konflik yang merupakan sumber instabilitas politik telah berakhir secara konstitusional. Pada hakikatnya, orde baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan pada masa lampau. Selain itu juga berupaya menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Proses penataan kembali kehidupan politik ini dimulai pada awal tahun 1968 dengan penyegaran DPR-GR, yang bertujuan untuk menumbuhkan hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat. Anggota DPR terdiri dari wakil-wakil partai politik dan golongan karya. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan dengan cara pengelompokan partai-partai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai tahun 1970 dengan mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan partai-partai politik, hingga akhirnya lahirlah tiga kelompok di DPR, yaitu: 1) Kelompok Demokrasi Pembangunan, terdiri dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, serta Murba. 2) Kelompok Persatuan Pembangunan, terdiri dari NU, Partai Muslimin Indonesia, PSII, dan Perti. 3) Kelompok Golongan Karya, terdiri dari organisasi profesi seperti organisasi buruh, organisasi pemuda, organisasi tani dan nelayan, organisasi seniman, dan lain-lain.

Selanjutnya pemerintah Orde Baru memurnikan kembali politik luar negeri yang bebas aktif. Normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia berhasil dicapai dengan ditandatanganinya Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Kemudian pemerintah memutuskan untuk kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 September 1966, guna mengembalikan kepercayaan dunia internasional serta menumbuhkan saling pengertian yang sangat bermanfaat bagi pembangunan. Di samping itu, untuk mempererat dan memperluas hubungan kerjasama regional bangsa-bangsa Asia Tenggara, pada tanggal 8 Agustus 1967 Deklarasi Bangkok berhasil ditandatangani dan lahirlah ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Sistem pemerintahan pada orde baru adalah sistem pemerintahan presidensial, namun dalam pelaksanaannya mengindikasikan adanya bentuk parlementer, maka disebut lah bahwa sistem pemerintahan pada masa ini adalah sistem presidensial yang tidak murni (semu) atau sistem campuran. Ciri-ciri pelaksanaan sistem pemerintahan pada masa orde baru antara lain sebagai berikut. 1) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. 2) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. 3) Presiden dibantu oleh menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden sendiri. 4) Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR. 5) Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR.

Kekuasaan eksekutif pada masa ini dipegang oleh pemerintah dalam arti sempit yaitu presiden beserta kabinet atau menteri-menterinya. Presiden ini wajib melaksanakan amanat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan undang-undang lain yang telah ditentukan. Presiden secara berkala, yakni tiap lima tahun sekali, harus mempertanggungjawabkan kegiatan pemerintahannya kepada Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR). Presiden juga memegang sebagian kekuasaan legislasi, yaitu berhak mengajukan rancangan undang-undang, namun harus

mendapat persetujuan dari DPR. Selain itu, presiden juga berwenang menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) setiap satu tahun sekali. Jika RAPBN ini tidak mendapat persetujuan dari DPR maka RAPBN itu tidak boleh diajukan lagi dan RAPBN yang berlaku adalah RAPBN tahun lalu. Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudah itu dapat dipilih kembali. Presiden tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, namun dipilih oleh anggota MPR dengan suara rakyat. Sistem pemilihan presiden inilah yang telah mengantarkan Soeharto menduduki kursi kepresidenan selama kurun waktu 32 tahun. Hal ini karena Soeharto telah mempunyai ikatan politik yang kuat dengan MPR dan DPR sehingga setiap kali diadakan pemilihan presiden; yang tercatat terjadi sebanyak enam kali, yaitu pada 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997; selalu dimenangkan oleh Soeharto. Kekuasaan Presiden Soeharto pada Orde Baru begitu kuat, bahkan telah mampu mengusai tata pemerintahan dan kenegaraan Indonesia. Hal ini juga telah menyebabkan lembaga negara yang berisi wakil-wakil rakyat tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena selalu dibayang-bayangi nama besar Presiden Soeharto. Pada masa ini terjadi pemilahan dalam sistem kelembagaan atau badan-badan negara yakni adanya lembaga tertinggi yang dipegang oleh MPR dan lembaga tinggi negara yang dipegang oleh DPR, presiden, DPA, BPK, dan Mahkamah Agung. Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara secara konstitusional memiliki kekuasaan yang besar, adapun wewenang MPR antara lain sebagai berikut. 1) Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden. 2) Menetapkan undang-undang dasar. 3) Mengubah undang-undang dasar.

Kedudukan MPR telah menempatkan presiden sebagai mandataris MPR, namun ternyata dalam praktiknya MPR juga dapat dikuasai oleh presiden. MPR sebagai lembaga tertinggi negara dianggap sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat, bahkan MPR dalam UUD 1945 diberikan wewenang untuk melaksanakan kedaulatan rakyat,

sehingga semua penyelenggaraan pemerintahan baik yang dilakukan oleh presiden maupun lembaga negara yang lainnya harus dipertanggungjawabkan kepada MPR. Dalam melaksanakan kedaulatan rakyat, MPR melakukan beberapa distribusi kekuasaan kepada lembaga tinggi negara lainnya, antara lain sebagai berikut. 1) Kekuasaan untuk membentuk undang-undang diserahkan kepada DPR. 2) Kekuasaan untuk memeriksa keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 3) Kekuasaan untuk memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden jika diperlukan diserahkan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA). 4) Kekuasaan untuk melaksanakan fungsi peradilan diserahkan kepada Mahkamah Agung beserta lembaga peradilan di bawahnya. 5) Kekuasaan untuk melaksanakan pemerintahan sehari-hari diserahkan kepada presiden dan wakil presiden yang dibantu oleh para menteri.

Kekuasaan presiden mengarah pada bentuk absolutism karena dapat menguasai secara tidak langsung kekuasaan lembaga tertinggi (MPR) dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. Presiden memegang peranan yang menentukan dalam banyak hal seperti dalam penyelenggaraan pemerintahan, ekonomi, stabilitas politik, dan pengendalian militer; sehingga hal ini membuat lembaga-lembaga negara tidak berdaya mengontrol dan melakukan pengawasan kepada presiden. Rakyat tidak diberi kebebasan untuk melontarkan kritik kepada pemerintah. Jika ada rakyat yang berani maka dapat dipastikan ia akan berhadapan dengan hukum yang telah dikuasai oleh pemerintah. Sistem pengawasan dalam pelaksanaan pemerintahan dijalankan dari atas ke bawah (absolut). Hal ini menyebabkan hubungan antara pusat dan daerah menjadi tersentralisasi pada pemerintah pusat. Segala kegiatan pemerintahan yang berlangsung di daerah harus mendapat persetujuan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat seringkali tidak mengetahui keadaan daerah yang sesungguhnya sehingga masyarakat daerah cenderung dilupakan.

Secara keseluruhan sistem pemerintahan Orde Baru dapat dikatakan sebagai sistem pemerintahan yang tidak transparan atau tertutup. Kekuasaan eksekutif dan legislative telah tertutup dan berada di bawah kendali presiden. Hal ini mengakibatkan krisis secara struktur dan sistematik sehingga tidak mendukung berkembangnya fungsi berbagai lembaga kenegaraan, politik, dan sosial secara proporsional dan optimal.

SISTEM EKONOMI INDONESIA SAAT ORDE BARU

Sistem ekonomi pada masa Orde Baru lebih ke kapitalistik, dan Indonesia mulai terbuka dengan dunia internasional. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Pemerintah mengupayakan Pembangunan Nasional yang mana direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). GBHN (Garis Besar Haluan Negara) dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun. Pelaksanaan Repelita telah dimulai sejak tahun 1969. Pembangunan Nasional yang selalu dikumandangkan tidak terlepas dari Trilogi Pembangunan, yang bunyinya adalah sebagai berikut. 1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan social bagi seluruh rakyat. 2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3) Stabilitas Nasional yang sehat dan dinamis.

Selain itu dikumandangkan juga bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebagai akibat pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diiringi oleh pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, sejak Pelita III pemerintah Orde Baru menetapkan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu: 1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan perumahan. 2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 3) Pemerataan pembagian pendapatan. 4) Pemerataan kesempatan kerja. 5) Pemerataan kesempatan berusaha. 6) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. 7) Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. 8) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Pada masa ini ada beberapa kebijakan di bidang ekonomi, antara lain sebagai berikut. 1) Munculnya Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang pembaruan kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. 2) Adanya program Stabilisasi untuk membendung laju inflasi sesuai Tap MPRS No. XLI/MPRS/1968. Kebijakan ekonomi pemerintah dialihkan pada

pengendalian yang ketat terhadap gerak harga barang, khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta asing. 3) Adanya program Rehabilitasi dengan berusaha memulihkan kemampuan berproduksi sehingga dapat menciptakan produk nasional yang lebih berkualitas.

Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat

pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah. Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental Pembangunan Nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi indonesia melemah dan semakin besarnya ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai organisasi mahasiswa diberbagai wilayah di Indonesia. Pemerintahan Soeharto juga semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu kerusuhan sehari setelahnya. Dibawah tekanan besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya pada 21 Mei 1998.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA MASA TRANSISI

Sistem pemerintahan transisi terjadi setelah lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaan pada 21 Mei 1998 yang mana merupakan suatu masa peralihan agar terciptanya sistem presidensil yang demokratis. Jabatan Presiden Soeharto pun digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Pemilu pada 7 Juni 1999 itu dilaksanakan terhitung 13 bulan sejak Habibie menjabat sebagai presiden menggantikan Soeharto. Alasan diadakannya pemilu pada saat itu adalah untuk memperoleh kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Oleh karena itu, pada tanggal 22 Mei 1998, ia membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 menteri yang meliputi perwakilan dari militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI. Selanjutnya pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan Sidang Kabinet Reformasi Pembangunan pertama yang berhasil membentuk komite untuk merancang undang-undang politik, menyetujui pembatasan masa jabatan presiden terpilih maksimal dua periode (satu periode lamanya 5 tahun) dan merencanakan pemilu untuk merealisasikan agenda reformasi. Sebelum mengadakan pemilu yang dipercepat, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid. Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU pada tanggal 1 Pebruari 1999, Presiden Habibie pun membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari

pemerintah. Kemudian pada tanggal 7 Juni 1999, diadakan pemilu yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, yang mana diikuti oleh 48 partai politik yang hasilnya kemudian terpilih lah K.H. Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Pemerintahan Habibie inilah yang akan membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta menata sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan perubahan (amandemen) UUD 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman. Selain itu, Habibie juga berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen. Kebebasan menyampaikan pendapat juga diberikan pada masanya, asalkan tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Pada saat B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden RI, terjadi perubahan besar menyangkut perkembangan politik di Timor Timur. Rakyat Timor Timur menginginkan negara merdeka yang terpisah dari Republik Indonesia. Oleh karena itu Presiden B.J. Habibie memberikan opsi kepada rakyat Timor Timur bahwa Timor Timur mendapat otonomi yang seluas-luasnya. Namun rakyat memilih jajak pendapat dan oleh pemerintah Habibie hal ini dikabulkan. Jajak pendapat dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan PBB dan hasilnya 79% suara menyetujui Timor Timur lepas dari Indonesia dan menjadi negara merdeka. Terlepasnya Timor Timur dari wilayah RI menjadi faktor utama penolakan MPR atas pidato pertanggungjawaban B.J. Habibie pada bulan Oktober 1999. Akhirnya, ia mundur dari bursa calon presiden.

SISTEM EKONOMI INDONESIA MASA TRANSISI

Sistem ekonomi pada masa ini cenderung bersifat kapitalistik. Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai berikut:

Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp 2.500,- menjadi Rp 2.650,- per dolar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.

Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisi ekonomi yang kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan.

Pada masa ini, B.J. Habibie berusaha keras untuk mengadakan perbaikan ekonomi, sebab Indonesia dilanda krisis ekonomi sejak tahun 1997 yang melanda semua sektor, maka harus diadakan perbaikkan agar Indonesia dapat keluar dari krisis tersebut. Beberapa hal yang dilakukan Presiden B.J. Habibie dalam bidang ekonomi adalah berikut. a) Merekonstruksi perekonomian Indonesia. b) Merekapitulasi perbankan Indonesia dan melikuidasi beberapa bank yang dianggap bermasalah dan merugikan keuangan negara. c) Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar.

Presiden Habibie berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dolar masih berkisar antara Rp 10.000,- hingga Rp 15.000,-. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6.500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era

pemerintahan

selanjutnya.

Selain

itu,

ia

juga

memulai

menerapkan

independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Pada masa pemerintahannya, ia juga berhasil mengesahkan UU Monopoli atau UU Persaingan Sehat.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA MASA REFORMASI

Masa reformasi ditandai dengan masa setelah jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto. Pada awalnya, masa Presiden Habibie dapat dikatakan sebagai masa reformasi, namun setelah setahun berlalu masyarakat mulai melihat bahwa sebenarnya pemerintahan baru ini tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dan tidak ada perubahan-perubahan yang nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan nepotisme (KKN). Akhirnya, banyak kalangan masyarakat lebih suka menyebut masa pemerintahan Habibie sebagai pemerintahan transisi dari pada pemerintahan reformasi. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 yang telah dilakukan selama empat tahap (pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002) telah berhasil mengubah sistem pemerintahan Indonesia secara fundamental, antara lain sebagai berikut. 1) Sistem pemerintahan negara menggunakan sistem presidensial murni. Hal ini terbukti dengan adanya pelaksanaan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Artinya, rakyat dapat memilih dan menentukan sendiri calon presiden dan wakil presiden yang dianggap mampu dan layak untuk menjalankan fungsi pemerintahan dan yang paling penting mampu menyalurkan aspirasinya. Pada masa reformasi ini, kekuasaan presiden tidak sebesar kekuasaannya pada masa Orde Baru. Hal ini bertujuan agar presiden tidak bertindak absolut. Beberapa perubahan dalam lembaga kepresidenan, antara lain: a. pembatasan masa jabatan presiden dengan jelas, yakni selama lima tahun dan sesudahnya hanya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali dalam masa jabatan yang sama, b. menghapus kewenangan khusus presiden untuk membentuk kepres dan inpres,

c. membatasi penggunaan hak prerogatif presiden, d. menyusun kode etik kepresidenan.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden dan beberapa menteri yang tergabung dalam kabinet. Menteri-menteri ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden, sehingga menteri tidak bertanggung jawab kepada MPR/DPR melainkan bertanggung jawab secara langsung kepada presiden. Masa jabatan menteri juga sama dengan masa jabatan presiden. Presiden memegang kekuasaan legislasi bersama-sama dengan DPR yakni dalam hal mengajukan RUU. Selain itu, presiden juga berhak untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. 2) Parlemen terdiri atas dua kamar dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilu. Lembaga-lembaga negara banyak mengalami perombakan pada masa reformasi. Kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara tetapi sejajar dengan lembaga-lembaga lainnya. Hal ini menghapuskan adanya perbedaan tingkatan antarlembaga negara. Keanggotaan MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD, sehingga sidang MPR hanya merupakan sekedar joins session antara DPR dan DPD. Keanggotaan DPR dan DPD dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu. 3) Di bidang politik, kedudukan eksekutif (presiden) dan lembaga negara yang lain sejajar atau sama-sama kuat. Mereka dapat saling menjatuhkan. Jika pada Orde Baru kedudukan MPR lebih kuat daripada presiden (meski dalam praktiknya terbalik), maka pada masa reformasi kedudukan semua lembaga-lembaga negara termasuk presiden adalah sejajar dan sebagai mitra kerja, sehingga dapat melaksanakan sistem check and balance dalam pelaksanaan sistem pemerintahan. Dengan demikian, semua lembaga negara dapat melaksanakan tugas

kepemerintahannya dengan optimal tanpa dibayang-bayangi kekuatan dan tekanan dari lembaga negara yang lain.

4) Presiden dan wakil presiden tidak bertanggung jawab lagi kepada MPR, melainkan kepada rakyat pemilih. Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat melalui pemilu membawa konsekuensi logis bagi presiden dan wakil presiden untuk bertanggung jawab kepada rakyat pemilu. Presiden dan wakil presiden tidak perlu lagi bertanggung jawab kepada MPR seperti yang dilakukannya saat Orde Baru. Dengan demikian, presiden dan wakil presiden akan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar kepada rakyat pemilih. 5) Adanya lembaga peradilan konstitusi, yakni Mahkamah Konstitusi yang berwenang impeachment kepada presiden jika dianggap telah melakukan pelanggaran yang berat terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang terbentuk setelah adanya amandemen UUD 1945. Mahkamah Konstitusi ini berwenang untuk memutus suatu perkara yang berhubungan dengan dugaan pelanggaran undangundang yang telah dilakukan oleh presiden dan wakil presiden. Pada masa reformasi ini terdapat dua masa pemerintahan, yaitu: (1) masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, dan (2) masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

A. MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN K.H. ABDURRAHMAN WAHID

Pada masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dibentuklah Kabinet Persatuan nasional yang dilantik pada tanggal 28 Oktober 1999. Pembentukan kabinet ini tidak terlepas dari rasa kekecewaan sebab dihapuskannya Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Kondisi politik secara umum stabil, namun masih terjadi pertentangan antarpartai, bahkan pertentangan intern partai. Didalam tubuh kabinet sendiri sering terjadi kemelut, para menteri sering sekali

diganti dan diminta mengundurkan diri, misalnya Hamzah Haz, wiranto, Laksamana Sukardi, Jusuf Kalla, Kwik Klan Gie, Sarwono Kusumaatmaja, dan Cacuk Sudaryanto. Pada masa pemerintahan Gus Dur, MPR berhasil menyelenggarakan amandemen kedua UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Kemudian timbul pula kebijakan lain yang kontroversial, misalnya, menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya dan munculnya kasus Bruneigate yang menurunkan kredibilitasnya, walaupun dibuktikan dalam pengadilan tidak terbukti. Hal ini kemudian memicu kekecewaan. Skandal Bruneigate dan pengangkatan Wakil Kapolri Komjen. Pol. Chaeruddin untuk memangku sementara jabatan Kapolri tanpa persetujuan DPR RI telah memicu konflik antara eksekutif dan legislatif. Puncaknya ialah dikeluarkannya Memorandum I untuk Presiden Gus Dur pada tanggal 1 Februari 2001yang disusul dengan Memorandum II pada tanggal 30 April 2001. Presiden Gus Dur selanjutnya menanggapi dengan mengeluarkan Maklumat Presiden yang isinya membekukan lembaga MPR dan DPR. MPR menolak Dekrit Gus Dur. DPR mengusulkan agar mempercepat Sidang Istimewa MPR sebab Gus Dur melanggar Tap. No. VII/MPR/2000 karena menetapkan Komjen Chaeruddin sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri. Dalam Sidang Istimewa MPR tanggal 23 Juli 2001, terpilih Megawati Soekarnoputri sebagai presiden berdasarkan Tap. No. III/MPR/2001 dan pada pagi harinya Hamzah Haz terpilih sebagai wakil presiden.

B. MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001 sebagai Presiden ke-5. Ia membentuk Kabinet Gotong Royong. Pada masa pemerintahannya, banyak masalah yang harus diselesaikan, salah satunya adalah masalah pemulihan ekonomi nasional dan penegakkan hukum. Pemerintahan Megawati ternyata menunjukkan kinerja yang cukup baik, tetapi kebanyakkan tidak dipublikasikan. Situasi politik pada masa Megawati cukup dinamis dan tidak terjadi gejolak yang berarti karena partai-partai politik yang dipimpin oleh Amien Rais

bersepakat untuk tidak menjatuhkan Presiden Megawati sampai habis masa jabatannya tahun 2004. Sesuai tuntutan gerakan reformasi, dilaksanakanlah amandemen UUD 1945 yaitu amandemen ketiga disahkan pada tanggal 9 November 2001 dan amandemen yang keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2004. Pada masa pemerintahan Presiden Megawati pembangunan tatanan politik baru dimulai dengan perubahan dibidang perundang-undangan. Hal itu tercermin dengan dikeluarkannya undang-undang yang baru, yaitu: 1) UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, 2) UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR, 3) UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Hal ini berarti pemerintahan Megawati benar-benar akan menerapkan tatanan politik baru dengan mengembangkan sistem kepartaian baru, sistem pemilihan umum baru, serta pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Pada masa pemerintahan Megawati, Pemilu 2004 berlangsung aman dan damai, yaitu memilih anggota legislatif dan memilih presiden secara langsung. Pemilu legislatif dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 yang diikuti oleh 24 partai politik selanjutnya diselenggarakan pemilu untuk memilih presiden secara langsung. Ada beberapa calon presiden, yaitu Megawati dan Hasim Muzadi dari PDIP, Wiranto dan Salahudin Wahid dari Golkar, Amien Rais dan Siswono dari PAN, Hamzah Haz dan Agum Gumelar dari PPP, dan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dari partai Demokrat. Pada putaran pertama tanggal 5 Juli 2004 dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono -Jusuf kalla dan MegawatiHasyim Muzadi. Pada pemilu putaran kedua tanggal 20 September 2004 dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Susilo Bambang Yudhoyono dilantik menjadi presiden pada tanggal 20 Oktober 2004.

SISTEM EKONOMI INDONESIA MASA REFORMASI

Sistem ekonomi Indonesia, walaupun dengan perumusan yang agak beragam, telah dimuat di berbagai ketetapan perundang-undangan. Dalam Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, sistem ekonomi dirumuskan sebagai berikut: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (ayat 1); Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (ayat 2); Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3). Ketiga ayat ini dimuat baik di UUD45 sebelum di amandemen maupun di UUD45 setelah diamandemen. Dari ketiga ayat ini sebenarnya telah tersirat jenis sistem ekonomi yang dianut Indonesia. Namun pada UUD 1945, setelah diamandemen, ditambah ayat (4) yang secara eksplisit merumuskan sistem ekonomi Indonesia, yaitu Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Suatu perumusan lain mengatakan bahwa : Dalam Demokrasi Ekonomi yang berdasarkan Pancasila harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut: a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan structural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia. b. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatus ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara. c. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita keadilan sosial. (GBHN 1993).

Selain di UUD 1945 dan GBHN 1993 itu, berbagai gagasan sistem ekonomi Indonesia telah diutarakan oleh berbagai pakar ekonomi Indonesia. Misalnya pakar ekonomi senior Indonesia mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia .pada dasarnya merupaka ekonomi yang dijalankan oleh dunia usaha swasta walaupun perlu diatur oleh negara... (Widjojo Nitisastro. The Socio-Economic Basis of the Indonesian State, 1959). Seorang pakar senior lain mengatakan bahwa lima ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasia adalah pengembangan koperasi..penggunaan insentif sosial dan moralkomitmen pada upaya pemerataankebijakan ekonomi nasionalisdan keseimbangan antara perencanaan terpusat dan pelaksanaan secara terdesentralisasi (Mubyarto, 1981).

A. MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN K.H. ABDURRAHMAN WAHID

Keadaan sistem perekonomian Indonesia pada masa ini memiliki karakteristik sebagai berikut: Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, diantaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri sudah mulai stabil. Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurrahman wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah seperti amandemen UU No. 23 Tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk meminjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda. Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat para investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya lagi masalah ekonomi ditandai dengan pergerakkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin,

dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan dari pada pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.

B. MASA PEMERINTAHAN PRESIDEN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati Kabinet Gotong Royong mempunyai karakteristik sebagai berikut : Rendahnya pertumbuhan ekonomi yang dikarenakan masih kurang

berkembangnya investasi terutama disebabkan oleh masih tidak stabilnya kondisi sosial politik salam negeri, Dalam hal ekspor, sejak tahun 2000 nilai ekspor non-migas Indonesia terus merosot dari US$ 62,1 miliar menjadi US$ 56,3 miliar pada tahun 2001 dan pada tahun 2002 menjadi US$ 42,56 miliar. Ada beberapa kebijakan yang diambil oleh presiden Megawati untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi antara lain. 1) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliar pada pertemuan Paris Club ke-3. 2) Kebijakan privatisasi BUMN.

Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun kebijakan ini menuai banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA MASA KABINET INDONESIA BERSATU JILID I DAN II

Kabinet Indonesia Bersatu merupakan kabinet pemerintahan Indonesia yang dibagi menjadi Kabinet Indonesia Bersatu jilid I dan II . Kabinet Indonesia Bersatu jilid I yaitu merupakan bentuk pemerintahan yang ke enam yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla pada masa (2004 2009) dan presiden yang pertama kalinya dipilih melalui sistem pemilihan umum langsung di Indonesia sedangkan kabinet Indonesia bersatu jilid II dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan wakil Presidennya Dr. Boediono yang merupakan bentuk pemerintahan yang ke tujuh pada masa (20092014). Kabinet Indonesia Bersatu jilid I ini dibentuk pada tanggal 21 Oktober 2004 dan berakhir pada tahun 2009 menggantikan kabinet gotong royong sebelumnya yang dipimpin megawati dan Hamzah Haz pada 5 Desember 2005. Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I mapun II, sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidensial murni. Kedudukan presiden cukup kuat, karena selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan yang tidak dapat dijatuhkan oleh DPR atau MPR begitu saja. Badan legislatif dipegang oleh MPR yang terdiri atas DPR dan DPD yang semua dipilih melalui pemilu. MPR mempunyai tugas melantik presiden dan/atau wakil presiden, terutama presiden dan wakil presiden pemenang pemilu, serta juga presiden/wakil presiden pengganti apabila presiden/wakil presiden berhenti sebelum masa jabatannya habis. Fungsi legislasi dalam pemerintahan dilakukan DPR, juga fungsi anggaran dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan hak imunitas.

DPD yang juga dipilih melalui pemilu mempunyai hak dan tugas yang berhubungan dengan kepentingan daerah, misalnya mengajukan rancangan, membahas dan mengawasi pelaksanaan UU Otonomi Daerah, dan sebagainya. Badan yudikatif sebagai badan pemegang kekuasaan kehakiman mempunyai kekuasaan merdeka menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan peradilan yang berada di bawahnya baik peradilan umum, agaman, militer, tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang mengadili tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan wewenang lain yang ditetapkan UU.

A. KABINET INDONESIA BERSATU JILID I

Kelebihan Kabinet Ini

1) Stabilitas politik dan keamanan positif. 2) Konflik NAD dan Poso bisa diselesaikan. 3) Dibandingkan dengan kepemimpinan orde baru, kepemimpinan SBY cukup bagus. 4) Pemberantasan korupsi makin baik. 5) Demokrasi semakin jelas.

Kekurangan Kabinet Ini

1) Gaya kepemimpinan SBY yang cenderung memelas sangat tidak menguntungkan, karena memicu kegoncangan yang menyebabkan ketidakpastian politik dan demokrasi. 2) SBY dalam menghadapi sebuah krisis, dibutuhkan perubahan gaya

kepemimpinan. Jika terus seperti itu, maka tidak akan menguntungkan dan menyelesaikan persoalan.

3) Dalam kasus dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah merupakan contoh konkrit bahwa Presiden tidak menunjukkan sikap tegas saat bersikap terhadap hasil akhir rekomendasi yang diberikan tim. 4) Kasus Bank Century. Seharusnya, yang terjadi adalah politik mengikuti hukum, tapi kenyataannya justru hukum yang mengikuti politik.

B. KABINET INDONESIA BERSATU JILID II

Kelebihan Kabinet Ini

1) Digalakkannya pemberantasan korupsi melalui lembaga KPK. 2) Pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II SBY-Boediono meneruskan agenda neoliberalisme di Indonesia. Pada 100 hari pemerintahan dihasilkan kesepakatan mengenai : 1) pengadaan tanah, alih fungsi hutan dan tata ruang, 2) Infrastruktur seperti perbaikan infrastruktur transportasi khususnya di pelabuhan besar dan peningkatan kapasitas, 3). Jaminan ketersediaan energi oleh pemerintah dengan menerbitkan perpres tentang proyek percepatan pembangunan proyek pembangkit listrik 10.000 mw tahap II, 4). Keringanan pajak bagi pengadaan energi, 5) Perbaikan skema kerjasama pendanaan pemerintah dan swasta dan Pengadaan lembaga pembiayaan infrastruktur, 5). Masalah ketenagakerjaan.

Kekurangan Kabinet Ini

1) Rezim dan elit politik lebih tertarik pada isu-isu korupsi, baik untuk melindungi dirinya ataupun untuk menyerang lawan politiknya. Namun dalam sistem politik (demokrasi) liberal, sesungguhnya rezim dan elit politik tidak terlepas dari praktik korupsi.

2) Persoalan kelas buruh sampai sekarang ini adalan penerapan sistem kerja kontrak dan outsourcing atau Labour Market Flekxebilty sehingga berpengaruh pada kesejahteraan buruh. Dengan adanya sistem ini buruh akan dibatasi hak-haknya dan riskan terkena PHK sepihak. Rezim borjusi dengan agenda kapitalisasi pendidikan sejatinya telah menciptakan tragedi kemanusian, yaitu merampas hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang sudah dijamin dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945 pasal 31.

SISTEM EKONOMI INDONESIA MASA KABINET INDONESIA BERSATU JILID I DAN II

A. KABINET INDONESIA BERSATU JILID I Pada Indonesia Bersatu jilid 1 yaitu pada tahun 2004 sampai 2009 utang di negara kita meroket drastis dari 1275 triliun menjadi 1667 triliun pemerintahan SBY sangat berhasil dalam tugas utang mengutang. Dengan sistem kebijakan pemerintah SBY saat ini, rakyat Indonesia dipaksa menanggung beban utang para bankir yang sudah kaya lewat beragam penyunatan subsidi seperti pendidikan (BHP) dan kesehatan. Pada saat yang sama, rakyat yang tidak ikut melakukan kesalahan dan tidak pernah menikmati utang, harus membayar minyak/BBM, listrik dan air yang mahal, agar negara bisa membayar utang-utang negara di tambah subsidi pendidikan dan minyak di cabut dengan alasan yang tidak jelas. Moral bangsa kita sudah tidak ada lagi baik bagi rakyat yang berada di posisi atas, menegah ataupun yang bawah. Kelebihan Kabinet Ini

1) Pertumbuhan ekonomi makro positif. 2) Pertumbuhan ekonomi masyarakat tidak terlalu buruk.

Kekurangan Kabinet Ini

1) Pertumbuhan ekonomi mikro yang buruk. 2) Kebijakan ekonomi SBY-JK selama empat tahun dinilai justru menambah indeks kesengsaraan rakyat. Indeks Kemiskinan pada awal Kepimpinan SBY JK tahun 2004 berkisar 16,5 %. Sedangkan Indeks Kemiskinan pada tahun 2008 berkisar 20,3 %.

3) Kebijakan ekonomi yang dihasilkan tim ekonomi SBY-JK belum pro rakyat kecil. Ini dilihat oleh LPG yang di jual murah ke negara asing, tetapi rakyat di paksa membeli BBM dengan harga mahal dan LPG yang notabene yang sebagiannya di ekspor. 4) Harusnya mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terpenuhinya kebutuhan mendasar bagi masyarakat ekonomi lemah, bukan dengan (Bantuan Langsung Tunai) BLT yang terasa hanya nikmat kecil yang sesaat yang memperparah perekonomian negara dan membudayakan sifat malas dikalangan masyarakat. 5) Dalam Kepemimpinan SBY JK, justru JK lebih dominan dalam menyelesaikan setiap permasalahan ekonomi. 6) Harga harga sembako semakin naik.

B. KABINET INDONESIA BERSATU JILID II

Kondisi perekonomian Indonesia sekarang pada pemerintahan SBY-Boediono, sulit rasanya menstabilkan ekonomi seperti pada zaman pemerintahan pembangunan pada masa Presiden Soeharto dulu. Banyak sekali masalah-masalah penting di jaman pemerintah jilid I dan II yang hilang begitu saja tanpa tahu akhir inti dan akar kemana permasalahan itu berawal. Namun, kita sebagai masyarakat hanya mengharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia yang saat ini masih tidak ada perkembangannya. Selama berkuasa dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, SBY-Boediono telah memperparah kondisi kemiskinan dengan menghancurkan tenaga-tenaga produktif rakyat. Hal itu dapat dilihat dari setiap regulasi dan kinerja buruk di berbagai bidang kehidupan rakyat, seperti sistem kapitalisme sebagai alternatif rezim SBY-Boediono untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat telah terlihat jelas menuai kegagalan. Bukan kesejahteraan yang didapatkan rakyat melainkan kesengsaraan dan kemiskinan karena dikuasai

pemilik modal. Modus penyelamatan krisis kapitalisme yakni memperluas daerah ekspansi dengan taktik pasar bebas atau globalisasi. Pada masa ini dikeluarkannya kebijakan menaikkan tarif Daya Listrik (TDL) dengan alasan ekonomis mengalami kerugian padahal itu sama sekali tidak benar, itu hanyalah rekayasa ekonomi politik semata untuk mendapatkan legitimasi dari mayoritas rakyat. Selanjutnya liberalisasi pertanian semakin menggurita dengan pilihan model Food Estate yang akan mempermudah pihak pemodal dalam berinvestasi. Diterbitkannya Masterplan merupakan penjualan terbuka yang sistematis atas aset-aset vital. Secara garis besar, sistem ekonomi kerakyatan yang cenderung kearah liberal sekarang masih kurang baik. Naiknya harga BBM pada 1 April mendatang semakin memberatkan masyarakat, karena hal ini tentu berimbas kepada kenaikan harga sembako dan lain sebagainya, termasuk adanya wacana kenaikan TDL.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU
Basri, Faiasal. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia. Jakarta: Erlangga. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Supriyanto. Pendidikan Kewarganegaraan SMA Kelas XII. Surakarta: Widya Duta Grafika. Suryadi, Budi. 2008. Kerangka Analisis Sistem Politik Indonesia. Banjarbaru: Scripta Cendikia.

WEBSITE
http://gpsmember.blogspot.com/2010/11/pemerintahan-bj-habibie.html (diakses pada 15 Maret 2012 pukul 14.12 WITA) http://candygloria.wordpress.com/2011/02/18/sejarah-sistem-perekonomianindonesia/ (diakses pada 15 Maret pukul 15.17 WITA) http://apaapaapa.blogspot.com/2009/02/masa-reformasi.html (diakses pada 15 Maret pukul 17.29 WITA) http://hitamandbiru.blogspot.com (diakses pada 14 Maret 2012 pukul 04.50pm) http://vinachrislady.blogspot.com (diakses pada 15 Maret 2012 pukul 02.45am)

http://sidikaurora.wordpress.com (diakses pada 15 Maret 2012 pukul 03.10am) http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2629/ (diakses pada 15 Maret 2012 pukul 11.25am)

SISTEM EKONOMI INDONESIA

SISTEM PEMERINTAHAN DAN EKONOMI INDONESIA SEJAK ORDE LAMA HINGGA SEKARANG
KELOMPOK I TIA ANNA WIDATI (D1A110085) SISKA ANGGRIANI (D1A110088) YESHINIA AYU ANGGRAINI (D1A111212) IRWIN RIYADI (D1A111079) BUDI SAPUTRA (D1A111072) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN 2012

You might also like