You are on page 1of 35

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) dirumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju.Infeksi nosokomial dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmlweis dan hingga saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian. Sejak tahun 1950 infeksi nosokomial mulai di teliti dengan sungguh sungguh di berbagai Negara, terutama di Amerika Serikat dan Eropa. Rumah sakit lainnya. Angka infeksi nosokomial yang tercatat di beberapa Negara berkisar 3,3%-9,2%%, artinya sekian persen penderita yang di rawat tertular infeksi nosokomial dan dapat terjad isecara akut atau secara kronis (Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di Negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama.Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 Rumah Sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Harry, 2006). Beberapa kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pada pasien, akan tetapi ini menjadi penyebab penting pasien dirawat

lebih lama di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien.Infeksi ini bias ditularkan dari pasien kepetugas maupun sebaliknya, pasien kepengunjung atau sebaliknya, serta antar orang yang berada di lingkungan Rumah Sakit.Penyebab infeksi nosokomial akan menjadi kuman yang berada di lingkungan Rumah Sakit atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien itu sendiri, yaitu kuman endogen. Bahaya dari terjadinya infeksi nosokomial adalah meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) serta dapat memperlama perawatan pasien di Rumah Sakit dan dapat mempengaruhi mutu pelayanan Rumah Sakit.Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah.Cara penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung antara pasien dengan personel yang merawat atau menjaga pasien, kontak tidak langsung ketika obyek didalam lingkungan yang terkontaminasi dan tidak didesinfeksi atau disterilkan (Amdani, 2009). Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak negara, dan di beberapa negara kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal, serta penggunaan jasa diluar Rumah Sakit.Karena itulah, di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien di Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.Oleh karena itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial yang paling penting karena tangan merupakan salah satu wahana yang paling efisien untuk penularan infeksi nosokomial (Schaffer, 2000). Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun atau air. Tujuan cuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme (Tietjen, 2003). Salah satu tenaga kesehatan yang paling rentan terhadap enyakit infeksi tersebut adalah perawat karena yang bertugas selama 24 jam di Rumah Saki tdan yang sering berinteraksi dengan pasien adalah perawat. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan meskipun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Indikasi cuci tangan harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran dan setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran (Depkes, 2003). Mencuci tangan merupakan tehnik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005). The Centers for Disease Control and Prevension baru saja mengeluarkan rekomendasi baru untuk hygiene tangan dilingkungan perawat kesehatan.hygiene tangan adalah istilah yang diterapkan untuk mencuci tangan, menggunakan antiseptik mencuci tangan, atau antiseptis tangan untuk pembedahan. Data menunjukkan bahwa antiseptis tangan,pembersihan tangan dengan anti septik pencuci tangan lebih efektif dalam mengurangi infeksi nosokomial daripada mencuci tangan dengan cara biasa.(CDC,2002)

Berdasarkan survey awal dari tanggal 22 sampai dengan 25 Desember 2011, penulis melakukan observasi langsung, diperoleh data bahwa dari 10 orang perawat ruang Seruni, terdapat 5 orang perawat dalam melakukan tindakan tidak mencuci tangan terutama sebelum melakukan tindakan, sedangkan persediaan alatalat seperti sarung tangan, masker dan alat-alat ganti balutan luka selalu disediakan oleh bagian logistik ruangan. Dalam hal pemakaian alat pelindung diri, perawat tampak hanya menggunakan handscone bersih dan masker pada saat mengganti balutan luka pasien, ataupun tindakan lainnya. Dalam hal pengelolaan alat kesehatan, khususnya alat-alat ganti balutan luka terdapat 5 orang dari 10 orang perawat yang langsung mencuci alat tersebut tanpa merendam (dekontaminasi) terlebih dahulu. Dalam hal penyimpanan alat-alat tersebut. Ruangan Seruni RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu merupakan ruang rawat inap untuk pasien-pasien pasca operasi bedah umum, ortopedi, mata THT dengan jumlah perawat 36 orang dan pendidikan SI (17 orang), DIII (18 orang) dan SPK (1 orang). Oleh karena itu resiko terjadinya infeksi silang dapat terjadi pada pasien yang lain maupun bagi perawat. Untuk menghindari dan mencegah kejadian infeksi pasca operasi di ruang B2 maka dipandang perlu untuk mengetahui bagaimana hubungan pelaksanaan mencuci tangan oleh perawat terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial. Dari formulir pelaporan infeksi nosokomial diRSUD M Yunus Bengkulu pada tahun 2010 pasien yang terkena infeksi nosokomial diruang Seruni berjumlah 95 orang dari jumlah keseluruhan pasien di ruang seruni yaitu sebanyak 2631 orang pada 3 bulan terakhir (Oktober Desember) mengalami peningkatan infeksi

nosokomial diruang Seruni.Alasan peneliti mengambil ruangan Seruni karena di ruangan Seruni jumlah pasien yang terkena infeksi nosokomial paling banyak dan

ruangan yang rentan terjadinya infeksi nosokomial.Dari survey awal peneliti mengamati beberapa perawat yang bertugas diruang Seruni tidak melakukan cuci tangan bisa memungkinkan terjadi penyebab infeksi nosokomial. 1.2 RumusanMasalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah masih rendahnya upaya yang dilakukan perawat diruang seruni dalam mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien di ruang Seruni RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui hubungan pelaksanaan mencuci tangan oleh perawat terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu terhadap upaya pecegahan infeksi nasokomial diruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu 2. Tujuan Khusus : a. untuk mengetahui gambaran pelaksanaan mencuci tangan oleh perawat terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial b. untuk mengetahui hubungan pelaksanaan mencuci tangan oleh perawat terhadap upaya pencegahan infeksi nosokomial. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Akademik, penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa keperawatan Dehasen Bengkulu tentang Hubungan pelaksanaan mencuci tangan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat dengan kejadian infeksi nosokomial.

2. Bagi pihak rumah sakit, sebagai masukan dalam rangka peningkatan kualitas pengetahuan perawat dalam rangka pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. 3. Bagi perawat, pelaksanaan mencuci tangan sangat penting untuk upaya pertama pencegahan infeksi nosokomial tersebut. 4. Bagi pengembangan ilmu keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat dukungan teoritis bagi pengembangan ilmu keperawatan khususnya tentang infeksi nosokomial. 5. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk gambaran awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut. 1.5 Keaslian penelitian Penelitian yang dilakukan oleh wahyu wulandari (2010) dengan judul "Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Dengan Perilaku Cuci Tangan Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta " . Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan simple deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah gambaran pelaksanaan kewaspadaan universal pada umumnya masuk kategori baik, gambaran cuci tangan pada umumnya juga baik namun masih ada perawat yang melakukan cuci tangan kurang sempurna sebanyak 15 %, bahkan ada yang tidak melakukan cuci tangan sebanyak 5 %. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneiiti lakukan adalah penelitian ini menggunakan variabel tunggal tanpa menghubungkan dengan variabel lain, sedangkan penelitian yang akan peneiiti lakukan adalah menggunakan variabel independen dan dependen, uji statistik yang digunakan, tehnik sampling yang digunakan dengan simple random sampling.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep teori Cuci Tangan 2.2.1 pengertian mencuci tangan Menurut Perry & Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al., 2004). Sedangkan menurut Purohito (1995) mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen. Infeksi yang di akibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2000). Menurut Tim Depkes (1987) mencuci tangan adalahmembersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampaisiku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sementaraitu menurut Perry & Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknikdasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi.Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air(Tietjen, 2004). Mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen.Infeksi yang di akibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau

terjadipada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2000). Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tanganbenar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yangberada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, 2000).Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaranpenyakit dapat di kurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan. 2.2.2 Tujuan cuci tangan

Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk : a) Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan b) Mencegah infeksi silang (cross infection) c) Menjaga kondisi steril d) Melindungi diri dan pasien dari infeksi e) Memberikan perasaan segar dan bersih. 2.2.3 Indikasi Cuci Tangan Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI. (1993) adalah : a) Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik, pemasangan kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan

b) Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung c) Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka d) Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi e) Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan mikroorganisme penting. Benda ini termasuk pengukur urin atau alat penampung sekresi f) Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yangterinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara klinis atau epidemiologis g) Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi h) Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada pasien yang tidak infeksius. 2.2.4 Keuntungan mencuci tangan

Menurut Puruhito (1995), cuci tangan akan memberikan keuntungan sebagai berikut: a) Dapat mengurangi infeksi nosokomial b) Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan c) Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci tangan sehingga tidak dapat menyebabkan infeksi nosokomial. 2.2.5 Macam-macam cuci tangan & cara cuci tangan Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan surgical (surgical hand

10

washing) dan cuci tangan operasi (operating theatre hand washing). Adapun cara untuk melakukan cuci tangan tersebut dapat dibedakan dalam beberapa teknik antara lain sebagai berikut ini: a) Teknik mencuci tangan biasa Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan, biasanya digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang tidak mempunyai resiko penularan penyakit.Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah Setiap wastafel dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit (misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkanair bersih, tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah medis atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan (hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan pembersih tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah wastefel terdapat alas kaki dari bahan handuk. Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa adalah sebagai berikut: 1. Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan, seperti cincin atau jam tangan 2. Mengatur posisi berdiri terhadap kran air agar memperoleh posisi yang nyaman 3. Membuka kran air dengan mengatur temperatur airnya 4. Menuangkan sabun cair ke telapak tangan 5. Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan sabun dengan kedua telapak tangan, kemudian kedua punggung telapak tangan saling menumpuk, bergantian, untuk membersihkan selasela jari 6. Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak tangan

11

7. Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu jari secara bergantian kemudian membersihkan ibu jari dan lengan secara bergantian 8. Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang mengalir sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun dengan ujung tangan menghadap ke bawah 9. Menutup kran air menggunakan siku, bukan dengan jari karena jari yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih 10. Pada saat meninggalkan tempat cuci tangan, tempat tersebut dalam keadaan rapi dan bersih. Hal yang perlu diingat setelah melakukan cuci tangan yaitu mengeringkan tangan dengan hand towel. b) Teknik mencuci tangan aseptik Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik. Mencuci tangan dengan larutan disinfektan, khususnya bagi petugas yang berhubungan dengan pasien yang mempunyai penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan bedah aseptik dengan antiseptik dan sikat steril. Prosedur mencuci tangan aseptik sama dengan persiapan dan prosedur pada cuci tangan higienis atau cuci tangan biasa, hanya saja bahan deterjen atau sabun diganti dengan antiseptik dan setelah mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril. c) Teknik mencuci tangan steril Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara steril (suci hama), khususnya bila akan membantu tindakan pembedahan atau operasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan steril adalah menyediakan bak cuci tangan dengan pedal kaki atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum

12

luas, kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik, masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian di ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu. Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai berikut: 1. Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau abrasi pada tangan dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan misalnya cincin atau jam tangan 2. Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat yaitu: penutup sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah, pastikan masker menutup hidung dan mulut anda dengan kencang. Selain itu juga memakai pelindung mata 3. Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau control dengan kaki dan sesuaikan air untuk suhu yang nyaman 4. Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas, mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku selama seluruh prosedur 5. Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan dan menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas siku 6. Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan tongkat oranye atau pengikir. Membuang pengikir setelah selesai digunakan 7. Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial. Menyikat ujung jari, tangan, dan lengan a. Menyikat kuku tangan sebanyak 15 kali gerakan b. Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak tangan dan permukaan anterior jari 10 kali gerakan c. Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan dan bagian posterior ibu jari 10 gerakan d. Menyikat samping dan belakang tiap jari 10 kali gerakan tiap area, kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10 kali gerakan

13

e. Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2 sampai 3 menit (AORN, 1999 sebagaimana dikutip oleh Perry & Potter, 2000), kemudian bilas sikat secara seksama 8. Dengan tepat mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian. Kemudian mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih bawah dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan; menyikat bagian tengah dan atas lengan bawah dengan cara yang sama setelah selesai menyikat buang sikat yang telah dipakai 9. Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan dari ujung jari sampai siku satu kali gerakan, biarkan air mengalir pada siku 10. Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain. 11. Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua dan mematikan air dengan pedal kaki 12. Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk satu tangan secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan mengeringkan dengan gerakan melingkar 13. Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain dengan menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril baru 14. Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh dari tubuh anda 15. Perawat memasuki ruang operasi dan melindungi tangan dari kontak dengan objek apa pun. 2.2.6 Kewaspadaan untuk perawat dalam melakukan cuci tangan steril Pakaian atau seragam scub perawat harus tetap kering. Air mengalir berdasarkan gravitasi dari ujung jari ke siku. Jadi, mempertahankan tangan tetap tinggi sehingga memungkinkan air mengalir dari area yang kurang ke yang paling terkontaminasi. Bila perawat ingin menggunakan sarung tangan steril di area

14

reguler, perawat tidak perlu menyikat atau mengeringkan tangan dengan handuk steril. Dengan penyabunan dan penggosokan yang dilakukan dua kali sesuai prosedur akan menjamin tangan bersih. Pada situasi ini perawat dapat menggunakan handuk kertas untuk pengeringan. Pengeringan dimulai dari area yang paling bersih ke area yang kurang bersih. Pengeringan mencegah kulit kering dan memudahkan menggunakan sarung tangan (Perry & Potter, 2005). 2.2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci tangan perawat Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, & Peterson (2003) bahwa faktor yang berpengaruh pada tindakan cuci tangan adalah tidak tersedianya tempat cuci tangan, waktu yang digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci tangan terhadap kulit dan kurangnya pengetahuan terhadap standar. Sementara itu Tohamik (2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran perawat dan fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci tangan. Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat tugas. Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet (1994), mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit (Adiwimarta, et.al. 1999 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia). Karakteristik perawat meliputi variabel demografi (umur, jenis kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan), kemampuan, persepsi dan motivasi. Menurut Smet (1994), variabel demografi berpengaruh terhadap kepatuhan. Sebagai contoh secara geografi penduduk Amerika lebih cenderung taat mengikuti

15

anjuran atau peraturan di bidang kesehatan. Data demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang pada hakekatnya terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dimensi kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal dari kinerja, kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit, kemampuan fisik mempunyai makna yang penting untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan (Muchlas, 1997). Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing dalam soal kemampuan kerja, maka wajar-wajar saja kalau ada perawat yang merasa mampu atau tidak mampu dalam melaksanakan tindakan sesuai dengan protap. Demikian juga dalam pelaksanaan protap mencuci tangan, perawat yang memiliki kemampuan melaksanakan, akan cenderung patuh untuk melaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan dalam protap tersebut (Arumi, 2002). Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas pola komunikasi, keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat, dan dukungan sosial. Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan tindakan. Beberapa aspek dalam komunikasi ini yang berpengaruh pada kepatuhan perawat adalah

16

ketidakpuasaan

terhadap

hubungan

emosional,

ketidakpuasan

terhadap

pendelegasian maupun kolaborasi yang diberikan serta dukungan dalam pelaksanaan program pengobatan (Arumi, 2002). Smet (1994) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan tentang kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan kesehatan mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Sedangkan dukungan sosial menurut Smet (1994) berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang. Variabelvariabel sosial mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan peran terutama yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan kesehatan serta keperawatan. 2.2 Konsep Dasar Infeksi Nosokomial 2.2.1 Pengertian Nosokomial Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Iskandar,1998) Infeksi nosokomial merupakan infeksi akibat transmisi organisme patogen ke pasien yang sebelumnya tidak terinfeksi yang berasal dari lingkungan rumah sakit. Sampai saat ini infeksi nosokomial masih merupakan problem serius yang dihadapi oleh rumah sakit di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial, dan menghabiskan biaya lebih dari 4.5 miliar dolar pertahun (Smeltzer, 2001)

17

Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit adalah peningkatan pengetahuan dan pengalaman bekerja sebagai petugas kesehatan dalam menerapkan metode Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) yaitu semua upaya

pencegahan penularan infeksi atau penyakit di unit-unit pelayanan kesehatan, yang kegiatan utamanya antara lain mencuci tangan untuk mencegah infeksi silang, pemakaian sarung tangan ,dan alat pelindung lain (seperti masker, kacamata pelindung, dll) untuk mencegah kontak dengan darah dan cairan infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam lain untuk mencegah perluaan, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan (M.Yusran.2010). Di indonesia penelitian yang dilakukan oleh Robert Utji (2004), di sebelas rumah sakit di DKI Jakarta, menunjukkan bahwa 9,8% pasien dirawat inap mendapat infeksi baru selama dirawat. Hasil penelitian Simanjuntak (2000), yang berjudul upaya perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial pneumonia pada pasien dalam tindakan mencuci tangan dan pelaksanaan prosedur trakeal tube di rumah sakit St Boromeus bandung dengan hasil penelitian pada prosedur mencuci tangan secara aseptik sebelum melakukan tindakan penanganan pasien memungkinkan petugas terkontaminasi dengan kuman yang berasal dari pasien. Infeksi yang berasal dari petugas juga berpengaruh pada mutu pelayanan (Nurmatono,2005) Kejadian infeksi nosokomial mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi akan menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan dalam kondisi tidak

18

produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan biaya lebih besar. (marwoto, 2007) 2.2.2 Patofisiologi Mikroba penyebab tampaknya sangat beragam, dapat jenis bakteri, virus, jamur, atau protozoa, namun mayoritas adalah jenis bakteri yang bersifat patogen atau komensal, seperti E. Coli. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa mikroba patogen sebagai penyebab terbanyak adalah jenis bakteri (62 %) dimana gram negatif 41 %, gram positif 15 % dan gram negatif bersama positif 6 %. Sedangkan karena jamur 9 %, virus 8 % dan mikrobakterium 4 %, Spektrum bakteri penyebab juga bervariasi dari zaman ke zaman. Pada era pra antibiotik kebanyakan penyebab infeksi ini adalah S. Pyogenes dan S. Aureus. Namun pada era 1960-1970 justru gram negatif yang menonjol, akibat maraknya pemakaian antibiotik antistafilokokus. Dewasa ini diributkan karena munculnya beberapa jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang lazim dipakai, seperti MRSA (Methicilin Resistant S. Aureus), VRE (Vancomycin Resistant Enterococcus), S. Epidermidis,

Enterobakter spp dan Clostridium Difficile yang disebabkan karena pemakaian masif antibiotik spektrum luas, terapi medis invasif dan peningkatan pasienpasien kompromais (Struelens 1999) 2.2.3 Cara Penularan

1) Infeksi silang (Cross Infection) Disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. 2) Infeksi sendiri (Self infection,Auto infection)

19

Disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan lain. 3) Infeksi lingkungan (Enverenmental infection) Disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya : lingkungan yang lembab dan lain-lain (Depkes RI 1995). Menurut Jemes H,Hughes dkk yang dikutip oleh Misnadiarli 1994 tentang model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu : 1) Kontak langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien 2) Kontak tidak langsung ketika obyek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. 3) Penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne). 4) Penularan melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman. 2.2.4 Resiko Infeksi Untuk Petugas Kesehatan Petugas kesehatan bisa mendapat infeksi karena masuknya mikroorganisme melalui kulit dan mukosa yang tidak utuh. Mikroorganisme ditularkan dari penderita melalui sekret mukosa ( sputum, tubuh dan darah ).

20

1) Kulit Beberapa bakteri juga dapat menembus kulit yang utuh. Namun mikroba lebih mudah memasuki tubuh lewat kulit tidak utuh yang merupakan pintu masuk mikroorganisme. Karena itu, petugas harus memakai sarung tangan saat bekerja dan bila mempunyai kelainan kulit, sebaiknya tidak bekerja di tempat dimana kemungkinan bisa terjadi ekspos dengan darah atau ekskreta penderita. Tubuh juga bisa dimasuki mikroorganisme akibat kecelakaan kerja, misalnya terjadi luka akibat terkena benda tajam atau tertusuk jarum. Bila benda tajam yang melukai tadi sudah tercemar dengan darah atau tubuh maka mikroba yang ada dalam tubuh atau darah tadi dapat memasuki darah korban. Sebagian besar infeksi HIV pada petugas kesehatan terjadi akibat kecelakaan kerja seperti ini. Karena itu petugas kesehatan harus menjaga agar tidak terluka atau tertusuk jarum pada saat bekerja. 2). Mikroba Mikroba bisa memasuki tubuh petugas lewat mukosa saluran nafas atau mukosa saluran cerna. Oleh karena itu petugas harus memakai masker bila bekerja di tempat dimana ada kemungkinan penularan lewat udara. 2.2.5 Pencegahan infeksi nosokomial 1. Pengertian pencegahan Pencegahan adalah proses, cara, perbuatan penegahan,penolakan: usaha sedapat mungkin dilakukan terhadap faktor yg dapat menimbulkan komplikasi 2. Upaya pencegahan a.mencuci tangan b.memakai handscone c.memakai masker

21

3. Tujuan pencegahan Tujuannya adalah melindungi tenaga kesehatan dan semua pasien dari tertular penyakit selama menjalani perawatan, mengurangi jumlah mikroba

pathogen di lingkungan rumah sakit. Pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit merupakan tanggung jawab seluruh petugas kesehatan di rumah sakit untuk mengadakan prosedur dan program yang dirancang bangun untuk menurunkan morbilitas dan mortalitas ini, yaitu : 1. 2. Cuci tangan Penggunaan alat instrumentasi secara rasional

3. Pembatasan penggunaan antibiotik 4. Pembatasan transfusi 5. Pengawasan terhadap pencegahan infeksi nosokomial 6. Sering mengganti pipa intravena Infeksi nosokomial sebagian besar dapat dicegah dengan berbagai cara pencegahan infeksi yang telah tersedia dan relative murah yaitu: 1). Menerapkan Tindakan Pencegahan ( Universal Precaution ) yang baku khususnya cuci tangan (atau penggunaan larutan cuci tangan aseptik) dan memakai alat pelindung diri (sarung tangan, masker). 2). Pengelolaan alat kesehatan. 3). Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan. 4). Pengelolaan limbah dan sampah rumah sakit.

22

Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) yaitu tindakan

pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Disebut universal karena harus diberlakukan kepada semua pasien dan semua prosedur tindakan tanpa kekecualian. Kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan, masker,apron), pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan (Dep Kes RI, 2003). Kewaspadaan universal diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan universal berlaku untuk darah, sekresi, ekskresi terkecuali keringat, luka pada kulit, danselaput lender. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi

risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai, dan sputum di dala pelayanan kesehatan.Ketiga prinsip tersebut di jabarkan menjadi lima kegiatan pokok yaitu mencuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius, pengelolaan alat kesehatan, pengeloalaan alat tajam untuk mencegah perlukaan, dan pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).

23

2.2.6

Manfaat Pencegahan Infeksi Nosokomial

1. Mengurangi hari rawat: - Pengobatan menjadi lebih cepat. - Tidak ada komplikasi. - Mutu pelayanan rumah sakit meningkat. - Pasien merasa puas. 2. Mengurangi jumlah kunjungan. 3. Mengurangi biaya, baik biaya yang dikeluarkan oleh pasien maupun oleh rumah sakit. 4. Pemakaian anti biotik lebih sedikit. 2.3 Konsep Teori Perawat 2.3.1 Pengertian Perawat Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan, dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien (V. Henderson (1980). Perawat mempunyai fungsi yang unik yaitu, membantu individu baik yang sehat maupun sakit, dari lahir hingga meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan, atau pengetahuan yang dimiliki. Oleh sebab itu, perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien untuk menyembuhkan meningkatkan kemandiriannya. Apabila kemandirian tidak berhasil diciptakan maka perawat membantu mengatasi hambatan. Apabila penyakit tidak dapat disembuhkan dan

24

akhirnya meninggal dunia, maka perawat berusaha agar pasien dapat meninggal dengan tenang ( Internasional Council of Nursing 1965 ) Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan membantu seseorang dengan melindunginya dari sakit, luka, dan proses penuaan( Taylor C. Lilis C. Lemone (1989) Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan (Undang-Undang RI.No.23 tahun 1992 Tentang Kesehatan) 2.3.2 Peran Perawat Peran Perawat (CHS 1989) Peran adalah tingkah laku yang diharapkan oleh seseorang terhadap orang lain (dalam hal ini adalah perawat) untuk berproses dalam sistem sebagai berikut 1. Pemberi asuhan keperawatan. 2. Pembela pasien. 3. Pendidik tenaga perawat dan masyarakat. 4. Koordinator dalam pelayanan pasien. 5. Kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain dansejawat. 6. Konsultan/penasihat pada tenaga kerja dan klien. Pembaharu sistem, metodologi, dan sikap. Peran Perawat (Lokakarya Nasional 1983) 1 2. 3. Pelaksana pelayanan keperawatan. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi Pendidikan. Pendidik dalam keperawatan.

25

4.

Peneliti dan pengembang keperawatan.

Peran Perawat Menurut Para Sosiolog 1. Peran terapeutik: kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit. 2. Expressive/mother substitute role, yaitu kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa aman, ditenma, dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat. Menurut Johnson dan Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan ketegangan dalam kelompokpelayanan (dokter, perawat, pasien, dan lain-lain). Peran Perawat Menurut Schulman Schulman berpendapat, hubungan perawat dan pasien sama dengan hubungan ibu dan anak, antara lain: 1. Hubungan interpersonal disertai dengan kelembutan hati, dan rasa kasih sayang. 2. Melindungi dari ancaman bahaya. 3. Memberi rasa aman dan nyaman. 4. Memberi dorongan untuk mandiri. Peran perawat menurut ( EGC,2005 ) Perawat melindungi martabat pasien dan mencoba untuk mengamankan pasien dari rasa malu atau memalukan. Ketika pakaian pasien harus dilepas, perawat berusaha untuk menjamin privasi pasien. perawat adalah orang yang bersama individu selama kebanyakan waktu kritis dikehidupan mereka. Perawat adalah orang yang bersama individu ketika mereka ketika mereka cedera atau sakit, ketika mereka meninggai. Individu

26

berbagi banyak hal yang intim dalam kehidupan mereka dengan perawat; mereka menanggalkan pakaian untuk perawat, dan mempercayai perawat untuk melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri. 2.3.3 Fungsi Perawat Fungsi adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya. Tujuh Fungsi Perawat ( Phaneuf, 1972 ) 1. Melaksanakan instruksi dokter (fungsi dcpenden). 2. Observasi gejala dan respons pasien yang bei hubungan dengan penyakit dan penyebabnya. 3. Memantau pasien, menyusun, dan memperbaiki rencana keperawatan secara terus-menerus berdasarkan pada kondisi dan kemampuan pasien. 4. Supervisi semua pihak yang ikut terlibat dalam perawatan pasien. 5. Mencatat dan melaporkan keadaan pasien. 6. Melaksanakan prosedur dan teknik keperawalan. 7. Memberikan pengarahan dan penyuluhan untuk meningkatkan kese hatan fisik dan mental. Fungsi Perawat Fungsi Pokok Membantu individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat dalam melaksanakan kegiatan yang menunjang kesehatan, penyembuhan atau menghadapi kematian yang pada hakekatnya dapat mereka laksanakan tanpa bantuan apabila mereka memiliki

27

Fungsi Tambahan Membantu individu, keluarga, dan masyarakat dalam melaksanakan rencana pengobatan yang ditentukan oleh dokter. Fungsi Kolaboratif Sebagai anggota tim kesehatan, perawat bekerja dalam merencanakan dan melaksanakan program kesehatan yang mencakup pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penyembuhan, dan rehabilitasi. 2.4 Hubungan pelaksanaan mencuci tangan dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat dalam kejadian infeksi nosokomial Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen, et.al., 2004). Sedangkan menurut Purohito (1995) mencuci tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen. Infeksi yang di akibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2000). Salah satu strategi yang sudah terbukti bermanfaat dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit adalah peningkatan pengetahuan dan pengalaman bekerja sebagai petugas kesehatan dalam menerapkan metode Kewaspadaan Universal (Universal Precautions) yaitu semua upaya pencegahan penularan infeksi atau penyakit di unit-unit pelayanan kesehatan, yang kegiatan utamanya antara lain mencuci tangan untuk mencegah

28

infeksi silang, pemakaian sarung tangan ,dan alat pelindung lain (seperti masker, kacamata pelindung, dll) untuk mencegah kontak dengan darah dan cairan infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam lain untuk mencegah penularan, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

(M.Yusran.2010). Prahaningsih (2005) Gambaran Pelaksanaan Kewaspadaan

Universal di wardi Surakarta . Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan simple deskriptif. Hasilnya menunjukkan bahwa masih ada perawat yang mencuci tangan tidak sempurna sebanyak 15% dan yang tidak mencuci tangan sebanyak 5%, masih ada perawat yang memakai alat pelindung diri kurang sempurna

sebanyak 20% dan tidak memakai alat pelindung diri sebanyak 9%, masih ada perawat yang melakukan pengelolaan alat bekas pakai kurang sempurna sebanyak 15% dan tidak melakukan sebanyak 6%, masih ada perawa yang melakukan pengelolaan jarum dan alat tajam kurang sempurna sebanyak18%, tidak melakukan 7%, serta masih ada perawat yang melakukan sanitas itidak sempurna sebanyak 15% dan tidak

melakukan sebanyak 7%. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Karyadi Semarang menunjukkan angka kepatuhan tenaga kesehatan untuk menerapkan penerapan beberapa elemen universal precaution< 50 %. Studi pendahuluan yang di lakukan diRumah Sakit Abdoel Muluk pada tahun 2006 menunjukkan 58 % tenaga kesehatan mengalami paparan terhadap darah dan cairan tubuh pasien.

29

2.5

Kerangka Konsep V.Independen Pelaksanaan mencuci tangan V.Dependen Mencegah infeksi nosokomial

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian 2.6 Hipotesis Ada hubungan yang bermakna antara mencuci tangan perawat dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial.

30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu penelitian (deskriptif analitik) yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan mengunakan pendekatan cross sectional Penelitian ini merupakan penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek , dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach), yaitu tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemerikasaan.(Notoatmodjo 2005) 3.2 Defenisi Oprasional Tabel defenisi operasional variabel independen dan dependen No 1 Variabel
Variabel independen : Pelaksanaan mencuci tangan perawat

Defenisi operasional
jika perawat melakukan cuci tangan dengan urutan : 1.Membuka kran air 2.Menuangkan sabun cair ketelapak tangan 3.Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan sabun dengan kedua telapak tangan, kemudian kedua punggung telapak tangan saling menumpuk, bergantian,untuk membersihkan selasela jari 3.Membersihkan ujung-

Alat ukur
Checklist

Hasil ukur
0 = jika tidak melakukan 1 = jika melakukan

skala
Nominal

31 ujung kuku bergantian pada telapak tangan 4.Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu jari secara bergantian kemudian membersihkan ibu jari dan lengan secara bergantian 5.Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang mengalir sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun dengan ujung tangan menghadap ke bawah 6.mengeringkan tangan dengan haduk bersih

Variabel dependen : kejadian infeksi nosokomial

Jika pasien mendapat penyakit tambahan atau pasien mendapat penyakit baru dirumah sakit.

Checklist

0 = jika iya terinfeksi penyakit lain 1 = jika tidak terinfeksi penyakit lain

Nominal

3.3 Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan dari objek yang diteliti (Arikunto,

2011)populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang mencuci tangan sebelum dan sesudah berinteraksi dangan pasien dalam upaya pencegahan infeksi Nosokomia di RSUD. Dr. M. Yunus bengkulu pada tahun 2011 dengan jumlah perawat 36 orang.

32

3.3.2

Sampel Sampel penelitian ini menggunakan metode total sampling. Dimana

penelitian ini dilakukan mengambil semua jumlah populasi di tahun 2011 mencuci tangan sebelum dan sesudah berinteraksi dengan pasien dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial yang berjumlah 36 orang perawat diruang seruni. 3.4 Lokasi Waktu Dan Objek Penelitian Penelitian dilaksanakan di ruangan Seruni RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu objek penelitian adalah seluruh perawat yang diruang seruni RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2011 yang melaksanakan cuci tangan dalam upaya pencegahan infeksi Nosokomial. 3.5 Etika penelitian Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan lansung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus di perhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Informed Concent (persetujuan) Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (Informed Concent). Tujuan Informed Concent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan peneliti, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak klien. 2. Anomity (Tanpa Nama)

33

Merupaka masalah etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak member nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. 3. Confidentiality (kerahasiaan) Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainya, semua informasi yang telah di kumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan di laporkan pada hasil penelitian (Alimual, 2003) 3.6 Rencana Pengumpulan,Pengolahan Dan Analisa Data 3.6.1 Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yaitu melihat catatan atau dokumentasi dan format pengumpulan data yang dilaksanakan pada bulan november sampai bulan januari di ruang seruni RSUD. Dr. M. Yunus bengkulu. 3.6.2 Pengolahan Data Data yang diperoleh peneliti akan diolah melalui beberapa tahap yaitu: a. Editing: merupakan tahap penelitian yang telah berkumpul baik dengan cara pengisian pada format pengambilan data. b. Coding: yaitu mengklasifikasikan data yang menurut jenisnya, dengan menggunakan kode berupa angka, kemudian dimasukan ddalam lembaran tabel kerja guna mempermudah membacanya. c. Entry: yaitu memasukan data yang sudah di editing dan coding tersebut kedalam computer dan mengunakan perangkat lunak computer.

34

d. Processing : Setelah semua lembar kuisioner diisi oleh peneliti, serta telah melewati pengkodean maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis, pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuisioner ke paket program komputer. e. Clening: yaitu memastikan apakah semua data sudah siap dianalisis 3.6.3 Analisis Data

3.6.3.1 Analisis Univariat Analisa univariat denga maksud untuk menggambarkan distribusi frekuensi dan variabel-variabel yang diteliti baik variabel independen maupun dependen rumus. (notoatmdojo, 2010). P = f 100 Keterangan P = jumlah persentase yang dicari F = jumlah frekuensi dari masing variabel N = jumlah penelitian (jumlah responden) 3.6.3.2 Analisis Bivariat Analisa bivariat bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel yaitu variabel indevenden dan variabel dependen dilakukan uji statistik SPSS menggunakan uji chi-square.hasil analisisnya adalah sebagai berikut : Jika p 0.05 maka secara statistik tersebut bermakna ( ho ditolak ) artinya : ada hubungan yang bermakna antara kejadian infeksi nosokomial

35

Jika p 0.05 maka secara statistik disebut tidak bermakna ( ho diterima ) artinya : tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian infeksi nosokomial.Dan untuk melihat keeratan hubungannya di gunakan uji contingency coefficient.

You might also like