You are on page 1of 16

Diagram Kontrol Variabel:

Pengendalian Kualitas Pembuatan Benang 30 Rayon


Pada Periode Januari 2008 di PT.Lotus Indah Textile
Industries Surabaya
Ahmad Kusuma Raharja
1
, Rizky Amalia Yulianti
2
, dan Muhammad Mashuri
3

1
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS, a_midwayers@yahoo.co.id
2
Mahasiswi Jurusan Statistika FMIPA ITS, rizkyamaliay@gmail.com
3
Dosen Mata Kuliah Pengendalian Kualitas Jurusan Statistika FMIPA ITS,
m_mashuri@statistika.its.ac.id

Abstrak. Quality is a factor which to base the selection of a product by cunsumers. PT. Lotus
Indah Textile Industries requires good quality control in production processes to be able to
produce good Quality product. Caunt observed variable is the number of defect in the yarn and
the yarn Uster examination. To analyze quality of the yarn production at PT. Lotus Indah
Textile Industries using statistical methods that control chart

-R and

-S for variable caunt


,Yarn wrapping (weight yarn) because the data are variable. Control chart

-S continued to be
used in this paper even though there are only 5 machines, as this paper pointed to the learning
process, which will be compared to the results of control chart

-R and

-S. As for the


variables are many defects in the examination of Uster is an attribute that can not use a
control chart

-R and

-S. The variable data can be analyzed from many defects in the
examination of Yarn Uster through Pareto and Ishikawa diagram.

Keywords: Yarn wrapping, Yarn Uster, control chart

-R and

-S, Pareto diagram, Ishikawa


diagram

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai beragam industri dalam pembangunan perekonomian
Negara. Kebutuhan akan sandang seperti pakaian sangat penting, hal itu
mengakibatkan tumbuhnya sektor industri tekstil cukup berkembang cepat. Apalagi
di zaman yang modern ini pakaian merupakan sesuatu yang nilai cukup menjual,
banyak pilihan model yang variatif sesuai dengan tren-tren yang ada.
PT. Lotus Indah Textile industries adalah perusahaan yang bergerak dibidang
industri textile yang berorientasi ekspor. Produk yang dihasilkan PT. Lotus Indah
Textile industries antara lain benang dan kain. Sebagai perusahaan yang berorientasi
ekspor, PT. Lotus Indah Textile industries telah mendapatkan sertifikat ISO 9001 dan
ISO 14001. ( khoirunnisak,2008).
Dikarenakan PT. Lotus Indah Textile industries berorientasi pada ekspor maka
produk yang dihasilkan pastilah yang berkualitas sangat baik. Untuk mendapatkan
produk berkualitas terbaik maka perencanaan dan pengendalian proses produksi
mutlak diperlukan agar dapat mengoreksi dan memperbaiki sesuatu yang kurang
dalam produksi sehingga meningkatkan mutu produk.
Pada makalah ini yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah produksi
benang 30 rayon di bagian Quality Control khususnya pada inspeksi Yarn Wrapping
(count) dan Yarn Uster proses Frame. Dimana kualitas pada bagian ini sangat
mempengaruhi kualitas produk akhir. Dalam hal ini terdapat lima mesin yang
digunakan sebagai alat produksi yaitu mesin 1, 4,7,8, dan 10. Sistem produksi yang
digunakan di perusahaan ini bergantung padabanyaknya pesanan, setiap mesin tidak
selalu memproduksi benang dalam jumlah yang sama setiap bulannya. (
khoirunnisak,2008)
Untuk menganalisis kualitas hasil produksi benang di PT. Lotus Indah textile
Industries menggunakan metode statistik yaitu peta kendali

-R dan

-S untuk
variabel Caunt (berat benang) karena data bersifat variabel. Peta kendali

-S tetap
digunakan pada makalah ini meskipun hanya terdapat 5 mesin, karena makalah ini
ditunjukkan untuk proses pembelajaran, yang nantinya akan dapat dibandingkan hasil
dari peta kendali

-R dan

-S. Sedangkan untuk variabel banyak cacat dalam


pemeriksaan Uster (ketidakhalusan) bersifat atribut sehingga tidak dapat
menggunakan peta kendali

-R dan

-S. Yang dapat dianalisis dari data variabel


banyak cacat dalam pemeriksaan Uster (ketidakhalusan) melalui digram Pareto dan
Ishikawa.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana hasil dari uji kenormalan dari 80 data pada inspeksi Yarn Wrapping
dan 100 data dari inspeksi Yarn Uster di PT. Lotus Indah Textile Industries ?
2. Bagaimana hasil dari uji keacakan dari dari 80 data pada inspeksi Yarn
Wrapping dan 100 data dari inspeksi Yarn Uster di PT. Lotus Indah Textile
Industries ?
3. Bagaimana peta

-R dan

-R dari 80 data pada inspeksi Yarn Wrapping di


PT. Lotus Indah Textile Industries?
4. Bagaimana kapabilitas proses dari 80 data pada inspeksi Yarn Wrapping di PT.
Lotus Indah Textile Industries?
5. Bagaimana diagram pareto dari 100 data dari inspeksi Yarn Uster di PT. Lotus
Indah Textile Industries ?
6. Bagaimana diagram sebab akibat untuk100 data dari inspeksi Yarn Uster di PT.
Lotus Indah Textile Industries ?
1.3 Tujuan
Dari latar belakang dan permasalah yang telah dijelaskan diatas maka dapat
disusun tujuan dari laporan ini yaitu :
1. Mengetahui hasil uji kenormalan kenormalan dari 80 data pada inspeksi Yarn
Wrapping dan 100 data dari inspeksi Yarn Uster di PT. Lotus Indah Textile
Industries .
2. Mengetahui hasil uji keacakan dari 80 data pada inspeksi Yarn Wrapping dan
100 data dari inspeksi Yarn Uster di PT. Lotus Indah Textile Industries ?
3. Mengetahui peta peta

-R dan

-R dari 80 data pada inspeksi Yarn Wrapping


di PT. Lotus Indah Textile Industries.
4. Mengetahui kapabilitas proses dari 80 data pada inspeksi Yarn Wrapping di PT.
Lotus Indah Textile Industries.
5. Mengetahui hasil dari diagram pareto untuk 100 data dari inspeksi Yarn Uster di
PT. Lotus Indah Textile Industries .
6. Mengetahui hasil dari diagram sebab akibat untuk untuk100 data dari inspeksi
Yarn Uster di PT. Lotus Indah Textile Industries .

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum kali ini diharapkan mahasiswa bisa lebih
memahami dan mampu mengaplikasikan materi untuk peta pengendali variabel,
diagram pareto dan diagram sebab akibat yang selama ini didapat secara langsung di
kelas.


2 Landasan Teori
2.1 Uji Kenormalan
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul
berdistribusi normal. Pada umumnya data yang diperoleh menggunakan statistika uji
Kolmogorov Smirnov untuk data yang bersifat kontinyu. Sedangkan untuk data
nominal digunakan uji Chi Square. Karena pada kumpulan data yang digunakan pada
makalah ini bersifat kontinyu maka menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Berikut
hipotesa dan statistika ujinya :
Hipotesa :
H
0
: F
0 (X)
= F
(X)
(untuk semua nilai x)
H
1
: F
0 (X)
= F
(X) (
untuk sekurang-kurangnya sebuah nilai x)
Statistik uji :
D = Sup | F
n (X)
F
0 (X)
|
F
n (X)
merupakan fungsi peluang komulatif dari data sampel, dan D dapat dibaca
D sama dengan supremus, untuk semua x, dari nilai mutlak beda F
n (X)
F
0 (X)
.
Kaidah pengambilan keputusan :
H
0
(hipotesa dugaan) ditolak pada taraf nyata (o) jika statistik uji (D) lebih besar
dari kuantil 1-o yang terdapat pada tabel kolmogorov smirnov atau nilai p-value <
taraf nyata (o).

2.2 Uji Keacakan
Uji keacakan dilakukan untuk menguji keacakan (kerandoman) data sampel dari
suatu populasi. Biasanya uji ini menggunakan statistika Uji Run, atau disebut juga uji
sampel rangkaian tunggal.
Hipotesis :
H
0
: Data pengamatan telah diambil secara acak dari suatu populasi.
H
1
: Data pengamatan yang diambil dari populasi tidak acak.
Statistik uji :
r = Banyaknya runtun yang terjadi
Untuk sampel-sampel besar pendekatan yang baik distribusi sampling random adalah
distribusi normal dengan
Mean =
1
2
2 1
2 1
+
+
=
n n
n n
r


Standar Deviasi =
) 1 ( ) (
) 2 ( 2
2 1
2
2 1
2 1 2 1 2 1
+ +

=
n n n n
n n n n n n
r
o

Apabila n
1
dan n
2
lebih besar dari 20 maka H
0
dapat diuji dengan :
) 1 ( ) (
) 2 ( 2
1
2
2 1
2
2 1
2 1 2 1 2 1
2 1
2 1
+ +

|
|
.
|

\
|
+
+

=
n n n n
n n n n n n
n n
n n
r
r
Z
r
r


Daerah kritis :
Tolak H
0
, bila: r < r
bawah
atau r > r
atas
dari tabel nilai kritis untuk runtun r
dengan n
1
dan n
2

Dimana:
n
1
: Banyaknya data bertanda (+) atau huruf tertentu.
n
2
: Banyaknya data bertanda (-) atau huruf lainnya.

2.3 Peta Kendali x
Peta kendali x adalah salah satu dari jenis peta kendali variabel, karena
karakteristik kualitas dapat diukur dan dinyatakan dalam bilangan. Satu faktor penting
dalam penggunaan peta kendali x adalah rancangan peta kendali itu. Dalam hal ini
yang dimaksudkan adalah pemilihan ukuran sampel, batas-batas pengendali dan
frekuensi pengambilan sampel. Peta kendali x dapat dibagi menjadi dua yakni peta
kendali x - R dan peta kendali x - S.
Rumus peta kendali x - R adalah:
UCL =
R A X
2
+

CL = X
LCL = R A X
2

Rumus peta kendali x - S adalah:
UCL = S A X
3
+
CL = X
LCL = S A X
3

Pada peta x terdapat 3 batas kendali yaitu UCL(Upper Central Limit),
CL(Central Limit), dan LCL (Lower Central Limit). Jika semua titik pengamatan
berada dalam batas kendali dan menyebar secara random maka dikatakan proses
terkendali yang disebut sebagai indikasi variasi alami. Apabila proses dikatakan tidak
terkendali maka terjadi variasi yang tidak alami sehingga perlu dicari penyebabnya.
2.4 Peta R
Sama halnya dengan peta , x peta R adalah peta kendali kedua yang merupakan
peta kendali variabel.
Batas kendali Peta R adalah :
UCL =
4
D R
CL = R
LCL =
3
D R
2.5 Peta S
Sama halnya dengan peta , x peta R adalah peta kendali kedua yang merupakan
peta kendali variabel.
Batas kendali Peta R adalah :
UCL =
4
B S
CL = S
LCL =
3
B S
2.6 Kapabilitas Proses
Kapabilitas proses adalah kemampuan suatu proses untuk beroperasi sesuai
dengan batas spesifikasi.

Rumus dari pada kapabilitas proses adalah sebagai berikut:
2
d
R
= o

o 6
LSL USL
CP

=

o 3
X USL
CPU

=

o 3
LSL X
CPL

=

Dimana :
CP : Kapabilitas Proses
CPU : Indeks performans proses atas
CPL : Indeks performans proses bawah
USL : Batas spesifikasi atas
LSL : Batas spesifikasi bawah
o : Standart deviasi proses actual.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan Indeks Cp :
1. Cp < 1 artinya batas spesifikasi perusahaan lebih kecil dari pada sebaran data
pengamatan. Proses ini dikatakan dalam keadaan yang kurang baik, karena
banyak produk yang kualitasnya berada diluar batas spesifikasi.
2. Cp = 1 artinya batas spesifikasi perusahaan sama dengan sebaran data
pengamatan. Proses ini dikatakan dalam keadaan yang baik, tetapi masih perlu
ditingkatkan kualitasnya.
3. Cp > 1 artinya batas spesifikasi perusahaan lebih dari pada sebaran data
pengamatan. Proses ini dikatakan dalam keadaan yang sudah baik, tetapi
perbaikan proses secara terus menerus masih tetap dilakukan.

2.5 Diagram Pareto
Diagram Pareto merupakan suatu gambar atau diagram yang mengurutkan
klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah.
Dimana dalam diagram tersebut menunjukkan persentase kumulatif dari dan nilai
hitung tiap bagan. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting
untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera
diselesaikan (ranking terendah) sehingga membantu meningkatan daerah yang
menghasilkan keuntungan yang paling besar.

2.6 Diagram Sebab Akibat atau Diagram Ishikawa
Ditemukan oleh Hitoshi Kume pada tahun 1937. Diagram sebab akibat
menggambarkan hubungan antara karakteristik mutu yang merupakan akibat faktor
yang merupakan sebab yang terdiri dari faktor metode, material, lingkungan, manusia,
dan mesin.
Diagram sebab akibat bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang menjadi penyebab dari terjadinya suatu masalah. Manfaat dari diagram sebab
akibat adalah mampu mengidentifikasikan penyebab dari suatu permasalahan
sehingga dapat diketahui sumber terjadinya masalah. Sumber permasalahan yang
lebih diutamakan adalah 20% penyebab cacat.

4. Metodologi

Pada makalah ini menggunakan data sekunder yaitu berasal dari Tugas Akhir
mahasiswa Statistika ITS di PT. Lotus Indah Textile Industries Surabaya. Data
tersebut digunakan untuk membuat diagram peta kendali, pareto, ishikawa yang
kemudian dianalisis.
Langkah-langkah dalam pembuatan makalah ini adalah:
a. Menentukan persoalan
b. Mencari data sekunder dari Tugas Akhir atau Kerja Praktek Mahasiswa
Statistika ITS
c. Menguji apakah data yang didapat berdistribusi normal dan independent.
d. Mengolah data sekunder tersebut dalam bentuk peta kendali produksi, pareto,
dan ishikawa menggunakan software Minitab.
e. Menganalisis hasil dari peta kendali Produksi, Pareto, dan Ishikawa.
f. Menyimpulkan hasil daru Peta Kendali Produksi, Pareto, dan Ishikawa.

5. Analisa dan pembahasan

4.1 Uji Kenormalan Data
Setelah diketahui statistik deskrptif dari datanya maka perlu diketahui apakah data
tersebut normal atau tidak, karena data yang baik sebaiknya berdistribusi normal agar
dapat dianalisis. Berikut uji kenormalan datanya :
Hipotesis :
H
0
: Data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count) benang berdistribusi
normal
H1 : Data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count) benang tidak
berdistribusi normal
Taraf Signifikan : = 0,05
Statistik Uji : ) ( ) ( x Fo x Fn Sup D =
Daerah Kritis : Tolak H
0
jika p-value < (0.05)
31.0 30.5 30.0 29.5 29.0
99.9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0.1
mesin 1
P
e
r
c
e
n
t
Mean 29.95
StDev 0.2952
N 80
KS 0.099
P-Value 0.053
Probability Plot of mesin 1
Normal

31.0 30.5 30.0 29.5 29.0
99.9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0.1
mesin 4
P
e
r
c
e
n
t
Mean 29.88
StDev 0.3147
N 80
KS 0.075
P-Value >0.150
Probability Plot of mesin 4
Normal

31.0 30.5 30.0 29.5 29.0
99.9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0.1
mesin 7
P
e
r
c
e
n
t
Mean 29.84
StDev 0.3022
N 80
KS 0.070
P-Value >0.150
Probability Plot of mesin 7
Normal

30.5 30.0 29.5 29.0
99.9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0.1
mesin 8
P
e
r
c
e
n
t
Mean 29.70
StDev 0.2775
N 80
KS 0.074
P-Value >0.150
Probability Plot of mesin 8
Normal

31.0 30.5 30.0 29.5 29.0
99.9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0.1
mesin 10
P
e
r
c
e
n
t
Mean 29.75
StDev 0.3501
N 80
KS 0.073
P-Value >0.150
Probability Plot of mesin 10
Normal

Gambar 4.1 normality test untuk mesin 1,4,7, 8, dan 10
Pada gambar bahwa dapat dilihat semua p-value > 0,05 dari hasil normality test
pada mesin 1,4,7, 8, dan 10. Sehingga didapatkan keputusan gagal tolak H0 dan dapat
dinyatakan bahwa semua data pada mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 berdistribusi normal.
Untuk menguji kenormalan dari jenis cacat yang terjadi pada pemeriksaan
ketidakhalusan benang (yarn uster) dilakukan pengujian melalui softwre minitab
dengan sampel masing-masing sebanyak 100 adalah sebagai berikut.
Hipotesis :
H
0
: Data jenis cacat thin,thick, nep yang terjadi pada pemerikasaan
ketidakhalusan benang (Yarn Uster)berdistribusi normal.
H1 : Data Data jenis cacat thin,thick, nep yang terjadi pada pemerikasaan
ketidakhalusan benang (Yarn Uster) tidak berdistribusi normal.
Taraf Signifikan : = 0,05
Statistik Uji : ) ( ) ( x Fo x Fn Sup D =
Daerah Kritis : Tolak H
0
jika p-value < (0.05)
8 6 4 2 0 -2 -4
99,9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0,1
thick
P
e
r
c
e
n
t
Mean 1,23
StDev 1,384
N 100
KS 0,256
P-Value <0,010
Probability Plot of thick
Normal
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0
99,9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0,1
thin
P
e
r
c
e
n
t
Mean 0,11
StDev 0,3451
N 100
KS 0,525
P-Value <0,010
Probability Plot of thin
Normal

30 25 20 15 10 5 0
99,9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0,1
nep
P
e
r
c
e
n
t
Mean 12,56
StDev 4,770
N 100
KS 0,117
P-Value <0,010
Probability Plot of nep
Normal

Gambar 4.2 Normality Test untuk Jenis Cacat thin,thick, nep pada Pemeriksaan Yarn
Uster
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa p-value untuk thick, thin, dan
nep mempunyai nilai yang sama yaitu 0,01 pada taraf signifikan 0,05, sehinnga
keputusan yang diambil yaitu tolak H
0
yang berarti data sampel jenis cacat thin,thick,
dan nep tidak berasal dari populasi berdistribusi normal. Dan apabila di uji secara
serentak dari 3 jenis cacat didapatkan hasil berikut
30 20 10 0 -10 -20
99,9
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
0,1
ketiga jenis cacat
P
e
r
c
e
n
t
Mean 4,633
StDev 6,320
N 300
KS 0,288
P-Value <0,010
Probability Plot of ketiga jenis cacat
Normal

Gambar 4.3 Normality Test untuk ketiga Jenis Cacat pada Pemeriksaan Yarn Uster
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui bahwa p-value untuk ketiga jenis cacat
yaitu 0,01 pada taraf signifikan 0,05, sehinnga keputusan yang diambil yaitu tolak H
0

yang berarti data sampel ketiga jenis cacat tidak berasal dari populasi berdistribusi
normal. Namun karena makalah ini hanya menggunakan data sekunder, maka
diasumsikan data berdistribusi normal agar dapat dianalisis lebih lanjut.

4.2 Uji Keacakan Data
4.2.1 Uji Keacakan Data pada data yarn wrapping (count) benang.
Uji keacakan digunakan untuk menentukan apakah sampel sudah diambil
secara acak atau tidak, karena data yang dipakai adalah data sampel yang diambil
sebanyak 80 data dari populasi yang sebenarnya, maka perlu diketahui apakah data
sampel tersebut telah diambil secara acak atau tidak. Berikut uji keacakan data yarn
wrapping (count) benang :
Hipotesis :
H
0
: Data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count) diambil secara
acak.
H
1
: Data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count) yang diambil
secara tidak acak.
Taraf Signifikan : = 0.05
Statistik Uji :
Karena sampel yang diambil > 30 buah maka menggunakan rumus :
( )
( ) ( ) 1
2 2
1
2
2 1
2
2 1
2 1 2 1 2 1
2 1
2 1
+ +

+
+

= Z
n n n n
n n n n n n
n n
n n
r

Daerah kritis :
Tolak H
0
Jika P-value < atau nilai Z dibandingkan dengan distribusi
normal baku.

o
Runs test for mesin 4
Runs above and below K =
29.8849
The observed number of runs =
40
The expected number of runs =
41
40 observations above K, 40
below
P-value = 0.822


Runs test for mesin 1
Runs above and below K =
29.9536
The observed number of runs =
43
The expected number of runs =
40.775
37 observations above K, 43
below
P-value = 0.615




Gambar 4.4 : Uji Keacakan Pada 5 Jenis Mesin dalam Yarn wrapping (caunt)
Nilai p-value yang diperoleh dari hasil Gambar lebih besar dari pada 0,05 yang
berarti gagal tolak H
0
karena nilai p-value lebih besar dari nilai . Sehingga
kesimpulan yang diperoleh yaitu data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count)
diambil secara acak.

4.2.2 Uji Keacaakan pada 3 Jenis Cacat di Pemeriksaan yarn uster

data sampel yang diambil sebanyak 100 data dari populasi yang sebenarnya,
maka perlu diketahui apakah data sampel tersebut telah diambil secara acak atau
tidak. Berikut uji keacakan data yarn uster :
Hipotesis :
H
0
: Data 3 jenis cacat untuk yarn uster diambil secara acak.
H
1
: Data 3 jenis untuk yarn uster yang diambil secara tidak acak.
Taraf Signifikan : = 0.05
Statistik Uji :
Karena sampel yang diambil > 30 buah maka menggunakan rumus :
( )
( ) ( ) 1
2 2
1
2
2 1
2
2 1
2 1 2 1 2 1
2 1
2 1
+ +

+
+

= Z
n n n n
n n n n n n
n n
n n
r

Daerah kritis :
Tolak H
0
Jika P-value < atau nilai Z dibandingkan dengan distribusi
normal baku.

Runs test for thin
Runs above and below K = 0,11
The observed number of runs = 17
The expected number of runs = 19
10 observations above K; 90 below
* N is small, so the following approximation may be invalid.
o
Runs test for mesin 10
Runs above and below K = 29.7484
The observed number of runs = 33
The expected number of runs =
40.975
41 observations above K, 39 below
P-value = 0.073


Runs test for mesin 8
Runs above and below K =
29.703
The observed number of runs
= 40
The expected number of runs
= 41
40 observations above K, 40
below
P-value = 0.822


Runs test for mesin 7
Runs above and below K =
29.8352
The observed number of runs =
33
The expected number of runs =
40.775
43 observations above K, 37
below
P-value = 0.078



Runs test for nep
Runs above and below K = 12,56
The observed number of runs = 34
The expected number of runs = 50,02
43 observations above K; 57 below
P-value = 0,001


P-value = 0,255

Runs test for thick
Runs above and below K = 1,23
The observed number of runs = 40
The expected number of runs = 43,78
31 observations above K; 69 below
P-value = 0,374

Gambar 4.5 : Uji Keacakan Pada 3 Jenis cacat dalam inspeksi Yarn Uster
Nilai p-value pada runs test jenis cacat thin, thick,dan nep berturut-turut adalah
0,255; 0,3704 dan 0,001 pada taraf signifikan 0,05, yang berarti gagal tolak H
0
karena
nilai p-value lebih besar dari nilai pada jenis cacat thin dan thick. Sehingga
kesimpulan yang diperoleh yaitu data jenis cacat thin dan thick untuk Yarn Uster secara
acak. Sedangkan pada jenis cacat nep didapatkan keptusan yaitu tolak H
0
karena nilai
p-value kurang dari dari nilai , yang berarti bahwa jenis cacat nep tidak diambil
secara acak. Karena data yang digunakan pada makalah ini berasal dari data sekunder,
maka diasumsikan bahwa ketiga data diambil secara acak.

4.3 Peta Variable X - R

Dari data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count) akan dianalisis
menggunakan peta variable

-R sebagai berikut:
73 65 57 49 41 33 25 17 9 1
30.2
30.0
29.8
29.6
29.4
Sample
S
a
m
p
l
e

M
e
a
n
_
_
X=29.8250
UCL=30.2284
LCL=29.4217
73 65 57 49 41 33 25 17 9 1
1.6
1.2
0.8
0.4
0.0
Sample
S
a
m
p
l
e

R
a
n
g
e
_
R=0.699
UCL=1.479
LCL=0
1 1
Xbar-R Chart of data

Gambar 4.5 : Peta Kendali x -R Data Jenis Mesin 1,4,7,8, dan 10
untuk Yarn Wrapping(Count)
Pada peta variable kontrol x -R dapat dijelaskan bahwa nilai dari pada Upper
Control Limit (UCL) sebesar 30,2284 dengan nilai Center Line (CL) sebesar 29,8250
dan Low Control Limit (LCL) sebesar 29,4217. Pada peta variable kontrol x -R
didapatkan 2 dari data yang melebihi batas kendali bawah sehingga dapat disimpulkan
bahwa mean proses tidak dalam keadaan terkendali atau tidak terkontrol. Untuk peta
variable kontrol R (range) didapat nilai UCL, CL dan LCL masing-masing sebesar
1,479, 0,699 dan 0,000. Dapat dilihat pada peta variable kontrol R data yang melebihi
UCL maupun LCL tidak ada sehingga dapat disimpulkan bahwa range dari data
dalam keadaan terkendali atau terkontrol.

4.4 Peta Variable X - S

Dari data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count) akan dianalisis
menggunakan peta variable x - S sebagai berikut:
73 65 57 49 41 33 25 17 9 1
30.2
30.0
29.8
29.6
29.4
Sample
S
a
m
p
l
e

M
e
a
n
_
_
X=29.8250
UCL=30.2284
LCL=29.4217
73 65 57 49 41 33 25 17 9 1
0.60
0.45
0.30
0.15
0.00
Sample
S
a
m
p
l
e

S
t
D
e
v
_
S=0.2826
UCL=0.5903
LCL=0
1 1
Xbar-S Chart of data

Gambar 4.5 : Peta Kendali x -R Data Jenis Mesin 1,4,7,8, dan 10
untuk Yarn Wrapping(Count)
Dapat dilihat pada peta variable kontrol x -S bahwa nilai dari pada UCL adalah
30,2284, nilai CL adalah 29,8250, sedangkan nilai untuk LCL adalah 29,4217. Pada
peta variable kontrol x -S dapat dilihat ada 2 dari data yang melebihi batas kendali
bawah sehingga dapat disimpulkan bahwa mean proses tidak terkendali atau tidak
terkontrol.
Untuk peta variable kontrol S didapat nilai UCL, CL dan LCL masing-masing
sebesar 0,5903, 0,2826 dan 0,000. Dapat dilihat pada peta variable kontrol S data
yang melebihi UCL maupun LCL tidak ada sehingga dapat disimpulkan bahwa
standar deviasi dari data dalam keadaan terkendali atau terkontrol.

4.5 Kapabilitas Proses

Pengujian apakah proses tersebut kapabel atau tidak adalah dengan
menggunakan kapabilitas proses. Dalam hal ini telah ditentukan bahwa untuk batas
spesifikasi atas dan bawah adalah masing-masing 31 dan 28, untuk mengetahuinya
dapat dilihat dari diagram distribusinya. Berikut merupakan diagram distribusi
kapabilitas dari data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn wrapping (count):
30.8 30.4 30.0 29.6 29.2 28.8 28.4 28.0
LSL USL
LSL 28
Target *
USL 31
Sample Mean 29.825
Sample N 400
StDev (Within) 0.300628
StDev (Ov erall) 0.320427
Process Data
Cp 1.66
CPL 2.02
CPU 1.30
Cpk 1.30
Pp 1.56
PPL 1.90
PPU 1.22
Ppk 1.22
Cpm *
Ov erall Capability
Potential (Within) Capability
PPM < LSL 0.00
PPM > USL 0.00
PPM Total 0.00
Observ ed Performance
PPM < LSL 0.00
PPM > USL 46.45
PPM Total 46.46
Exp. Within Performance
PPM < LSL 0.01
PPM > USL 122.75
PPM Total 122.76
Exp. Ov erall Performance
Within
Overall
Process Capability of data

Gambar 4.5 : Proses Kapabilitas Data Jenis Mesin 1,4,7,8, dan 10
untuk Yarn Wrapping(Count)
Dari gambar diagram kapabiltas proses dari data mesin 1,4,7,8,10 untuk yarn
wrapping (count) sebanyak 400 sampel dari data dengan nilai spesifikasi batas
terendah sebesar 28 (LSL / Low Spec Limit) dan spesifikasi nilai batas tertinggi
sebesar 31 (USL / Upper Spec Limit) sedangkan nilai dari pada sampel mean sebesar
29,825. Pada diagram tersebut dapat diketahui juga bahwa nilai indeks kapabilitas
proses (CP) sebesar 1,66 dimana nilai CP ini digunakan untuk mengukur tingkat
presisi dari suatu proses, untuk nilai dari CPL yaitu sebesar 2,02 dan nilai dari CPU
yaitu sebesar 1,30. Nilai CPK merupakan nilai minimum dari (CPL,CPU) yaitu
sebesar 1,30. Nilai CPK

ini digunakan untuk mengukur tingkat akurasi dari suatu
proses.
Dalam hal ini nilai dari pada Cp > 1 artinya batas spesifikasi perusahaan lebih
dari pada sebaran data pengamatan. Proses ini dikatakan dalam keadaan yang sudah
baik, tetapi perbaikan proses secara terus menerus masih tetap dilakukan. Dan juga
Berdasarkan nilai CP dapat diketahui tingkat presisi suatu proses, bila nilai C
p
< 1
maka suatu proses dikatakan memiliki tingkat presisi yang rendah namun bila C
p
> 1
maka suatu proses dikatakan memiliki tingkat presisi yang tinggi. Pada diagram
menunjukkan bahwa nilai dari pada CP adalah 1,66 sehingga nilai CP > 1, itu
menunjukkan bahwa proses memiliki tingkat presisi yang tinggi. Nilai CPK

digunakan untuk mengukur tingkat akurasi dari suatu proses, bila nilai CPK

< 1 maka
suatu proses dikatakan memiliki tingkat akurasi yang rendah namun bila CPK > 1
maka suatu proses dikatakan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Pada diagram
dapat ditunjukkan bahwa nilai dari pada CPK adalah 1,30 sehingga nilai CPK > 1, dan
itu menunjukkan bahwa proses memiliki tingkat akurasi yang tinggi.

4.3 Diagram Pareto

Pada makalah ini diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi jenis cacat
yang terjadi pada pemerikasaan ketidakhalusan benang (Yarn Uster), yang dibagi
menjadi 3 jenis cacat dan ditunjukkan pada gambar 4.6 berikut ini.
jumlah cacat 1256 123 11
Percent 90,4 8,8 0,8
Cum % 90,4 99,2 100,0
jenis cacat thin thick nep
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
100
80
60
40
20
0
j
u
m
l
a
h

c
a
c
a
t
P
e
r
c
e
n
t
Pareto Chart of jenis cacat

Gambar 4.6 Diagram Pareto Cacat pada pemeriksaan Yarn Uster.
Pada Gambar 4.6 merupakan presentase jumlah cacat yang terjadi dalam
pemeriksaan Yarn Uster dari kelima mesin yang digunakan. Jenis cacat yang paling
banyak yaitu terjadi pada Nep (banyaknya titik-titik atau gumpalan putih pada benang.
Sedangkan cacat jenis thin (bagian benang yang lebih tipis dari ukuran yang
ditentukan) paling sedikit terjadi.

4.4 Diagram Ishikawa

Data untuk digram ishikawa berikut ini diambil berdasarkan informasi dari data
sekunder Tugas Akhir Mega Khoirunnisak, di PT. Lotus Indah Textile Industries
Surabaya periode Januari 2008. Diagram Ishikawa bertujuan untuk mengetahui
sesuatu yang menyebabkan terjadinya cacat. Dari tiga jenis dikelompokkan menjadi 2
yaitu untuk cacat jenis thin dan thick menjadi satu kelompok dan cacat jenis nep
untuk identifikasi sebab akibat.
dan thick
cacat thin
Methods
Material
Machines
sebelumny a
sisa-sisa pemintalan
bagus meninggalkan
komponen mesin kurang
berkala
kurangny a perwatan
ukuranny a sama
sulit dipintal hingga
menggumpal
adany a material y ang
kadar air terlalu bany ak
diurai
material sangat sulit
kurang tepat
mesin menggunakan metode
Cause-and-Effect Diagram

Gambar 4.7 Diagram Ishikawa untuk cacat thin dan thick
Melalui gambar 4.7 diagram ishikawa untuk cacat menjelaskan bahwa cacat
jenis thin dan thick yaitu perbedaan ketebalan benang (lebih tipis atau tebal)
disebabkan oleh 3 faktor , yaitu methods, mechine,dan material. Untuk faktor
material disebabkan karena material yang sangat sulit diurai dan dipintal hingga
ukurannya sama , selain itu juga terdapat material yang menggumpal karena kadar air
yang terlalu banyak. Pada faktor mesin dikarenakan mesin tidak dapat memintal
dengan baik akibat kurangnya perawtan mesin secara berkala. Mesin yang kurang
bagus mengakibatkan adanya sisa-sisa pemintalan dari proses sebelumnya. Dengan
adanya hal-hal seperti itu menunjukkan bahwa metode yang digunakan kurang tepat.
Data di bawah ini merupakan diagram ishikawa untuk cacat jenis nep, dimana
menurut diagram pareto menghasilkan jumlah cacat terbesar diantara yang lain.
cacat nep
Methods
Material
Machines
sempurna
mengurai dengan
mesin tidak dapat
tumpul
jarum pengurai sudah
material sulit diurai
bany ak
kadar air y ang terlalu
suplier
material awal dipercay akan pada
kehalusan benang kurang
menggunakan mesin sehingga
material awal
tidak adany a screening pada
Cause-and-Effect Diagram

Gambar 4.7 Diagram Ishikawa untuk cacat Nep
Berdasarkan gambar 4.7 dapat diketahui penyebab terjadinya cacat Nep
(gumpalan putih pada benang) yaitu berasal dari 3 faktor, tiga faktor yang dimaksud
yaitu methods, machines, dan material. Mesin yang tidak dapat mengurai dengan baik
dikarenakan jarum-jarum pengurai sudah tumpul. Dari segi material cacat Nep
dikarenakan kadar air yang terlalu banyak sehingga menyebabkan adanya gumpalan
putih. Perusahaan juga menerapkan sistem kepercayaan kepada suplier sehingga tidak
ad proses seleksi material dari awal. Proses pengerjaan yang menggunakan mesin
sehingga kehalusan benang kurang.
5. Kesimpulan
Setelah melakukan analisi pada praktikum quality control pada data sekunder Tugas
Akhir terhadap proses pembuatan benang di PT. Lotus Indah Textile Industries, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Semua data pada inspeksi Yarn Wrapping mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 berdistribusi
normal.sedangkan pada inspeksi Yarn Uster semua jenis cacat tidak
berdistribusi normal. Akan tetapi dalam makalah ini dianggap berdistribusi
normal.
2. Berdasarkan hasil perhitungan semua data sampel pada inspeksi Yarn
Wrapping mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 diambil secara acak .sedangkan pada
inspeksi Yarn Uster hanya pada cacat jenis nep tidak memenuhi asumsi
keacakan selainnya memenuhi.
3. Pada peta variable kontrol x -R inspeksi Yarn Wrapping mesin 1, 4, 7, 8, dan
10 didapatkan 2 dari data yang melebihi batas kendali bawah sehingga dapat
disimpulkan bahwa mean proses tidak dalam keadaan terkendali atau tidak
terkontrol
4. Berdasarkan hasil pada peta variable kontrol x -S inspeksi Yarn Wrapping
mesin 1, 4, 7, 8, dan 10 didapatkan 2 dari data yang melebihi batas kendali
bawah sehingga dapat disimpulkan bahwa mean proses tidak terkendali atau
tidak terkontrol.
5. Pada diagram Pareto jenis cacat yang paling banyak yaitu terjadi di inspeksi
Yarn Uster adalah Nep (banyaknya titik-titik atau gumpalan putih pada
benang.
6. Pada diagram ishikawa menjelaskan bahwa cacat jenis thin dan thick yaitu
perbedaan ketebalan benang (lebih tipis atau tebal) serta cacat jenis Nep
disebabkan oleh 3 faktor , yaitu methods, mechine,dan material.

Daftar Pustaka

Walpole, E R. 1995. Pengantar Statistik Edisi Ketiga. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Supranto, J.2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga.
Montgomery Douglas C., Pengantar Pengendalian Statistik, (1991), Second ed, John Wiley
& Sons, Ne

You might also like