You are on page 1of 8

DAFTAR ISI

1. Bab 1 Pendahuluan. 2. Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi 2.2 Epidemilogi 2.3.Etiologi 2.4. Gejala 2.5. Klasifikasi 2.6. Patofisiologi 2.7. Pencegahan 2.9. Penatalaksanan 3. Bab 3 Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang1 Diare merupakan peningkatan frekuensi dan perubahan konsistensi buang air besar menjadi lembek atau cair. Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari, yang bisa diikuti mual, muntah, nyeri perut, gejala sistemik, atau malnutrisi. Diare merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di negara berkembang, dan penyebab terpenting kejadian malnutrisi. Di dunia, sebanyak 4 sampai 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, dimana sebagian besar kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2003, kira-kira 1.87 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) meninggal karena diare. Delapan dari 10 kematian tersebut terjadi di bawah usia dua tahun. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), kematian karena diare di negara berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4.6 juta kematian pada tahun 1982 menjadi 2.5 juta kematian pada tahun 2003. Walaupun angka kematian karena diare telah menurun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia dilaporkan bahwa tiap anak mengalami diare sebanyak 1.3 episode per tahun. Penyebab diare terbesar adalah rotavirus yang diperkirakan sebesar 20% sampai 80% di dunia dan merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun, dengan kematian 500 000 per tahun.6-9 Penelitian yang dilakukan di enam rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa 55% balita diare disebabkan oleh rotavirus. Manajemen umum diare akut pada anak dan bayi difokuskan pada pencegahan dan pengobatan dehidrasi dengan memberikan cairan yang cukup, mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare, mengurangi durasi diare serta mencegah kejadian diare berulang dengan memberikan suplemen zink. Keberadaan oralit sebagai terapi pencegahan dehidrasi telah menurunkan angka kematian diare dari 5 juta anak per tahun menjadi juta per tahun. Hanya saja pemberian oralit tidak dapat mengurangi keparahan diare akut. Sebuah pooled analysis dari randomized controlled trial di negara berkembang menemukan bahwa suplementasi zink mengurangi durasi dan proporsi episode diare lebih dari tujuh hari pada anak sebesar 25%, sementara penurunan volume tinja sebesar 30%. Suatu uji klinis selanjutnya didapati penurunan insiden diare pada kelompok suplemen zink dibandingkan kontrol sebesar 18%, sedangkan prevalensi diare menurun sebesar 25%.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2. Diare 2.1. Definisi2 Diare adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme termasuk bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing dan protozoa. Salah satu bakteri penyebab diare adalah bakteri Escherichia Coli Enteropatogenik (EPEC). Dilaporkan bahwa sekitar 55% anak-anak di Indonesia terkena diare akibat infeksi EPEC. Gejala klinis diare yang disebabkan infeksi EPEC adalah diare yang berair sangat banyak yang disertai muntah dan badan sedikit demam. Diare ditandai dengan keluarnya feses yang sangat encer dan berlangsung terus menerus atau lebih dari biasanya dalam sehari, mulas, dan kadang muntah . Kondisi diare ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari 3 kali sehari. 2.2. Epidemiologi diare3 Kejadian diare di negara berkembang antara 3,5 - 7 episode setiap anak pertahun dalam dua tahun pertama dan 2-5 episode pertahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Departemen Kesehatan RI dalam surveinya tahun 2000 mendapatkan angka kesakitan diare sebesar 301/1000 penduduk, berarti meningkat dibanding survei tahun 1996 sebesar 280/1000 penduduk, diare masih merupakan penyebab kematian utama bayi dan balita mendapatkan angka kematian bayi 9,4% dan kematian balita 13,2%. Distribusi Penyakit Diare Berdasarkan Orang (umur) sekitar 80% kematian diare tersebut terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Data terakhir menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0- 11 bulan, dan 450 juta anak usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita sekitar 1,4 milyar kali pertahun, dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta kali dan anak usia 1-4 tahun sekitar 925 juta kali pertahun. Terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare Per Provinsi Tahun 2005 yaitu daftar provinsi yang menduduki tingkat utama diare yaitu Provinsi Sulawesi Tengah dengan jumlah penderita 69 orang dan yang meninggal mencapai 13 orang, dengan persentase 18,84%. Selanjutnya disusul Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah penderita kedua terbanyak yaitu 145 orang dan yang

meninggal 6 orang dengan persentase 8,38%. Provinsi ketiga terbanyak yaitu Papua dengan jumlah penderita 486 orang dan yang meninggal 37 orang dengan persentase 7,61%. 2.3. Etiologi4 Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu karena Infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, immuno defisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.

2.4. Gejala diare4

Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai dengan muntah-muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi. 2.5. Klasifikasi Diare1 Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu: 1) Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari), 2) Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya, 3) Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus menerus, 4) Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya. Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia, (2) Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah.

2.6. Patofisiologi5

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus. 2.7. Pencegahan6

Untuk menurunkan angka kejadian kematian akibat diare maka diperlukan upaya-upaya pencegahan yaitu menggunakan air bersih, selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, penggunaan jamban untuk pembuangan tinja, memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, memberikan imunisasi campak. 2.8. Penatalaksanaan6 Penatalaksanaan diare dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu memberikan pengobatan terhadap kondisi diare berupa obat-obatan seperti Ampicillin, Tetrasiklin, Chloramfenicol dan ada dengan pemberian terapi cairan atau rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal yang perlu diperhatikan yaitu jenis cairan misalnya pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit, diberikan cairan RL, bila tidak tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah 1 ampul Na Bikarbonat 7,5 % 50 ml. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan, jalan masuk atau cara pemberian cairan, rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau IV, jadwal pemberian cairan yaitu rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan metode Daldiyono diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi
lengkap pada akhir jam ke-3. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi secara klinis ditentukan dari jenis diare karena koleriform atau disentriform, selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah. Terapi Simptomatik, obat anti diare bersifat simptomatik dan diberikan sangat berhati-hati atas pertimbangan yang rasional. Terapi Defenitif, pemberian edukasi yang jelas sangat penting, sebagai langkah pencegahan. Higiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi. Karena penyebab diare akut/diare mendadak tersering adalah virus, maka tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan, karena biasanya akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari. Maka pengobatan diare ini ditujukan untuk mengobati gejala yang ada dan mencegah terjadinya dehidrasi atau kurang cairan. Diare akut dapat disembuhkan hanya dengan meneruskan pemberian makanan seperti biasa dan minuman/ cairan yang cukup saja, pemberian makanan atau nutrisi yang cukup selama diare dan mengobati penyakit penyerta, minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam, karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup. Untuk anak yang masih menyusui sebaiknya ASI dan susu formula harus tetap dilanjutkan pemberiannya secara signifikan untuk mengurangi lamanya dan beratnya diare pada anak, oleh karena nucleotida adalah bahan yang sangat diperlukan untuk replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada anak yang lebih besar makanan yang direkomendasikan meliputi air tajin (beras, kentang, pisang, gandum, cereal) dan makanan yang dihindari yaitu makanan yang mengandung tinggi gula seperti minuman kaleng, sari buah apel serta makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena menyebabkan lambatnya pengosongan lambung. Dalam hal ini yang perlu diingat pengobatan bukan

memberi obat untuk menghentikan diare, karena diare sendiri adalah suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan kontaminasi makanan dari usus. Mencoba menghentikan diare dengan obat seperti menyumbat saluran pipa yang akan keluar dan menyebabkan aliran balik dan akan memperburuk saluran tersebut .

You might also like