You are on page 1of 8

Daftar Isi SISTEM PERPAJAKAN INDONESIA .................................................................................... 2 A.Pajak di Indonesia .......................................................................................................... 2 Pajak Penghasilan ................................................................................................................ 4 A.

PPh Orang Pribadi ......................................................................................................... 4 B.Bentuk Usaha Tetap. ..................................................................................................... 4 Kewajiban Perpajakan Bentuk Usaha Tetap .................................................................. 5 C. Tambahan tarif Lainnya ................................................................................................ 6 Pajak Bumi Dan Bangunan ................................................................................................... 7 1.Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB........................................................................... 7 2.Media Pemberitahuan Besar Pajak Terutang ................................................................. 7 3.Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB .............................................................. 7 Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib PBB............................................................................. 8 1. Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB ........................................................ 8 2. Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB ............................................................. 8 Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB ....................................................... 8

1|Sistem Perpajakan Indonesia

SISTEM PERPAJAKAN INDONESIA


A.Pajak di Indonesia
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Mekanisme perpajakan yang dianut di Indonesia saat ini untuk berbagai jenis pajak didasarkan pada self assessment system. Self assessment adalah suatu system yang menentukan bahwa rakyat yang telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak secara otomatis harus menghitung dan menetapkan sendiri berapa besarnya utang pajaknya, menyetorkannya ke Kas Negara dan mempertanggungjawabkan penghitungan, penetapan, dan pembayaran pajak tersebut kepada otoritas perpajakan yang disebut dengan istilah Fiskus. Self assessment system itu mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu : Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak. Kejujuran wajib pajak. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh Undang-undang. Hingga saat ini kantor pajak telah merubah sistem administrasinya menjadi tiga yaitu KPP Besar, KPP Madya, KPP Pratama. Dimana ketiga KPP tersebut telah menerapkan sistem administrasi modern diantaranya ada Account Representative (AR), kring pajak, dan help desk. Mereka mengharapkan dengan adanya perubahan sistem tersebut citra negatif Pajak dimasyarakat dpt berubah dari yang semula enggan membayar pajak karena takut berurusan dengan orang pajak menjadi lebih pro aktif untuk membayar pajak. Tetapi yang lebih diinginkan masyarakat sebenarnya adalah perubahan budaya orang pajak sendiri yaitu dari penguasa menjadi pelayan masyarakat sesuai dengan namanya kantor pelayanan. Kesulitan masyarakat untuk membayar pajak disebabkan kurangnya sosialisasi dr aparat pajak khususnya dimana mereka hanya memberikan sosialisasi kepada WP tertentu saja (besar & berpotensi) bukannya kepada seluruh wajib pajak. salah satu contoh : ketika pelaporan SPT tahunan 2007 banyak WP yang kecewa ternyata mereka sdh tdk terdaftar di KPP dimana sebelumnya mereka terdaftar tetapi pindah ke KPP lain (KPP Pratama lainnya) tanpa ada pemberitahuan sebelumnya (surat terlambat datang). Hal-hal seperti ini diharapakan tidak terjadi lagi dalam penerapan sistem administrasi modern yang telah berjalan selama ini sehingga minat masyarakat untuk membayar pajak dapat tumbuh sehingga kelancaran pembangunan negeri ini tidak terganggu. Sekarang ini dalam masalah moneter Indonesia nampaknya selalu ber kiblat ke Amerika. Hal ini disebabkan karena banyaknya lulusan ekonomi/keuangan dari perguruan tinggi di Amerika. Dengan demikian sistem perpajakan di Indonesia kebanyakan di Adopsi dari Amerika Serikat. Hal ini terbukti

2|Sistem Perpajakan Indonesia

bahwa Draft Undang Perpajakan Indonesia tahun 80an disusun oleh konsultan dari Amerika serikat. Alasan Indonesia meniru sistem perpajakan Amerika Serikat : 1. Karena banyaknya lulusan dari Amerika Serikat 2. Karera sistem Standar Acounting Indonesia menganut sistem Anglo saxon, 3. Penduduk di Amerika Serikat terdiri dari bermacam-macam etnis. Target penerimaan negara Indonesia di sektor pajak tahun 2006 secara nasional sebesar Rp 362 trilyun atau mengalami peningkatan 20 persen dari 2005 lalu. Angka tersebut terdiri Rp 325 trilyun dari pajak dan Rp 37 trilyun dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas. Target penerimaan negara dari perpajakan dalam APBN 2006 mencapai Rp.402,1 triliun. Target penerimaan itu antara lain berasal dari: Pajak Penghasilan (PPh) Rp.198,22 triliun Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp.126,76 triliun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp.15,67 triliun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp.5,06 triliun penerimaan pajak lainnya Rp.2,76 triliun. Pendapatan pajak itu sudah termasuk pendapatan cukai Rp.36,1 triliun, bea masuk Rp.17,04 triliun dan pendapatan pungutan ekspor Rp.398,1 miliar. Total penerimaan pajak dalam lima tahun terakhir (2001-2005) sudah mencapai 1.040 triliun Masa Depan Perpajakan Nasional Untuk menyongsong masa depan perpajakan yang memenuhi harapan semua pihak yang dalam hal ini pemerintah dan masyarakat, maka harus ada rekonsiliasi perpajakan nasional. Karena tanpa adanya keinginan untuk melakukan itu, mustahil kondusifitas perpajakan dapat terjadi. Tingkat kepercayaan yang amat rendah dari keduanya, menyebabkan macetnya mekanisme perpajakan yang berujung pada tersumbatnya arus penerimaan negara dari sektor perpajakan. Perluasan pengenaan pajak final dapat dijadikan strategi penyederhanaan pajak sekaligus mengemat energi kedua belah pihak. Rekonsiliasi perpajakan juga bisa dan tepat dilakukan dengan menggunakan mediasi pengampunan pajak (tax amnesty). Cara ini dapat memicu para pengemplang pajak untuk segera mengakui dosadosa pajaknya kepada negara dan negara dalam jangka pendek dapat mengisi pundi-pundi penerimaannya sehingga tidak perlu melakukan utangan ke luar negeri hanya karena menutupi defisit APBN. Tax Amnesty diharapkan akan mampu meningkatkan cadangan devisa dan investasi di Indonesia. Keuntungan jangka panjangnya adalah pemerintah dapat mengawasi secara ketat, bahkan dapat melakukan law enforcement secara tegas terhadap perilaku pembayar pajak nakal. Karena itu, tugas pemerintah ke depan dalam perpajakan adalah bagaimana mengkondisikan agar partisipasi perpajakan masyarakat meningkat. Partisipasi akan muncul ketika peluang untuk itu tersedia dengan baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan perpajakan. Harus dapat dicegah pemunculan apatisme perpajakan pada masyarakat. Rakyat khususnya pembayar pajak aktif perlu mengambil pilihan untuk terlibat aktif dalam perumusan RUU perpajakan, agar RUU perpajakan dan sistem perpajakan menjadi lebih baik, lebih memberikan harapan bagi masa depan demokrasi, sebab pajak merupakan aspek yang krusial bagi bangunan Indonesia yang lebih berkeadilan dan demokratis di masa depan.
3|Sistem Perpajakan Indonesia

Pajak Penghasilan
A.PPh Orang Pribadi
Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri / PPh OPDN adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek PPh OPDN adalah orang pribadi terbagi atas dua golongan yaitu subjek pajak orang pribadi dalam negeri dan subjek pajak orang pribadi luar negeri. Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan dan orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dam mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Subjek pajak luar negeri adalah orang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang menjalankan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia dan Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia. Ketentuan mengenai test time atau tes waktu timbulnya BUT untuk subjek pajak luar negeri dari negara yang memiliki Persetujuan Penghindaraan Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia mengacu pada ketentuan yang diatur dalam P3B yang bersangkutan. Objek pajak PPh OPDN adalah penghasilan di mana setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak berasal dari dalam negeri maupun luar Indonesia dan dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak / WP. Tarif Pajak Penghasilan OPDN sesuai pasal 17 Undang-Undang PPh : a. Penghasilan sampai 25 juta kena tarif 5% b. Penghasilan antara 25 sampai 50 juta kena tarif 10% c. Penghasilan antara 50 sampai dengan 100 juta terkena tarif 15% d. Penghasilan antara 100 sampai 200 juta kena tarif 25% e. Penghasilan lebih dari 200 juta kena tarif 35% PTKP atau Penghasilan tidak kena pajak untuk PPh OPDN sebagai berikut : a. Rp. 2.880.000,- untuk diri sendiri wajib pajak. b. Rp. 1.440.000,- untuk tambahan wajib pajak / wp kawin. c. Rp. 2.880.000,- untuk tambahan satu orang istri yang penghasilannya digabung dengan suami. d. Rp. 1.440.000,- untuk tambahan untuk setiap anggota keluarga maksimal 3 orang.

B.Bentuk Usaha Tetap.


Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan di Indonesia yang dimasksud dengan Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan;
4|Sistem Perpajakan Indonesia

(enam puluh) hari dalam jangka waktu kantor perwakilan; 12 (dua belas) bulan; gedung kantor; orang atau badan yang bertindak pabrik; selaku agen yang kedudukannya tidak bengkel; bebas; gudang; agen atau pegawai dari perusahan ruang untuk promosi dan penjualan; asuransi yang tidak didirikan dan tidak pertambangan dan penggalian sumber bertempat kedudukan di Indonesia alam; yang menerima premi asuransi atau wilayah kerja pertambangan minyak menanggung risiko di Indonesia; dan dan gas bumi; komputer, agen elektronik, atau perikanan, peternakan, pertanian, peralatan otomatis yang dimiliki, perkebunan,atau kehutanan; disewa, atau digunakan oleh proyek konstruksi, instalasi, atau penyelenggara transaksi elektronik proyek perakitan; untuk menjalankan kegiatan usaha pemberian jasa dalam bentuk apa pun melalui internet. oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila orang pribadi atau badan dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas, asalkan agen atau perantara tersebut dalam kenyataannya bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaannya sendiri.

Kewajiban Perpajakan Bentuk Usaha Tetap Setelah memiliki NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, Bentuk Usaha Tetap berkewajiban menjalankan hak dan kewajiban perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri. Bentuk Usaha Tetap wajib menyampaikan SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 4 ayat (2) dan/atau PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perbedaan mendasar dalam perlakuian PPh antara Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT terletak pada : Sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh adalah penghasilan dari Indonesia saja karena BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri. Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yang menjadi objek pajak BUT dan biaya yang boleh dikurangkan bagi BUT yang diatur dalam Pasal 5 UU PPh. Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah : penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia
5|Sistem Perpajakan Indonesia

penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana disebut diatas boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap : biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah : 1) royalti atau imbalan lainnya sehubungan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya 2) imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya 3) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan pembayaran sebagaimana tersebut diatas yang diterima atau diperoleh dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Adanya kewajiban khusus pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurang pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU PPh. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

C. Tambahan tarif Lainnya


Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah = 0,5% Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 % Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah = 5 % Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 % Atas ekspor barang kena pajak = 0 % Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah: Paling rendah = 10 % Paling tinggi = 200 % Atas ekspor barang kena pajak = 0 %

6|Sistem Perpajakan Indonesia

Pajak Bumi Dan Bangunan


Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB adalah tanah dan atau bangunan. Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau badan yang menikmati, memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa tanah dan atau bangunan tersebut (Pemilik atau Penyewa). Cara Pendaftaran Objek Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB: 1. Mengambil SPOP di KPBB / KPP Pratama atau di Kantor Kelurahan. 2. Mendaftarkan objek tanah dan atau bangunan dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). 3. Mengisi SPOP dengan benar dan jelas sesuai dengan sesuai kondisi objek pajak seperti luas tanah maupun luas bangunan serta komponen utama dan pendukung bangunan serta fasilitas lainnya. 4. Menyerahkan SPOP ke KPBB (Kantor Pajak Bumi dan Bangunan) / KPP Pratama tempat di mana objek pajak berada.

1.Tarif Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB


1. 0,5% (setengah persen) sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1994 2. Tarif efektif PBB adalah 0,1% untuk obyek yang Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari 1 milyar dan 0,2% untuk NJOP yang nulainya lebih besar dari sama dengan 1 milyar. Untuk menghitung nilai pajak terutang Pejak Bumi dan Bengunan / PBB dilakukan dengan cara mengalikan tarif efektif dengan nilai jual obyek pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tinak Kena Pajak (NJOPTKP).

2.Media Pemberitahuan Besar Pajak Terutang


Untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang terhadap suatu objek pajak diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan setiap satu tahun sekali pada bulan januari oleh KPPBB atau KPP Pratama. SPPT bisa diambil di Kantor Kelurahan atau langsung di KP-PBB / KPP Pratama di tempat Objek Pajak terletak.

3.Pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB


PBB dapat dibayar di Bank Persepsi yang berada di KPBB / KPP Pratama, 160 bank tempat pembayaran secara online seperti Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank DKI serta melalui ATM BCA atau BII di seluruh Indonesia. Untuk membayar PBB harus mengikuti tata cara yang ada yaitu membawa langsung SPPT PBB atau STTS tahun sebelumnya ke Bank yang dapat menerima pembayaran PBB. Bisa juga membayar PBB dengan fasilitas pembayaran melalui ATM BCA dan BII dengan memasukkan NOP dan tahun pajak. Pembayaran PBB tidak dapat dicicil atau diangsur. Setelah membayar PBB mintalah tanda bukti telah membayar lunas PBB dari Bank berupa STTS. Menurut Undang-Undang Pasal 11 pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah SPPT PBB diterima Wajib Pajak (WP). Untuk PBB wilayah DKI Jakarta ditetapkan paling lambat tanggal 28 agustus setiap tahunnya. Jika pembayaran PBB dilaksanakan tetapi sudah melewati batas waktu yang telah ditentukan maka akan dikenai sanksi perpajakan berupa denda administrasi.
7|Sistem Perpajakan Indonesia

Hak-Hak Yang Dimiliki Oleh Wajib PBB


1. Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB Jika wajib pajak tidak sanggup / tidak mampu membayar PBB dengan alasan seperti tidak mampu, dan lain sebagainya dapat memohon pengurangan ke KPBB atau KPP Pratama. Surat permohonan pengurangan Pajak disampaikan selambat-lambatnya 3 bulan sejak diterima SPPT PBB. Jika dalam 3 bulan sejak permohonan pengurangan diterima belum ada jawaban, maka permohonan wp dianggap diterima / dikabulkan. Permohonan pengurangan pajak bumi dan bangunan tidak mengurangi atau menunda waktu pembayaran atau pelunasan PBB. 2. Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB Bila menurut wajib pajak ada yang tidak sesuai antara data seperti NJOP, luas tanah dan atau bangunan pada SPPT yang diterimanya, maka dapat mengajukan keberatan ke KP PBB atau KPP Pratama. Surat pengajuan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima paling lambat diajukan 3. bulan sejak SPPT PBB diterima WP. KPBB / KPP Pratama memiliki batas waktu 12 bulan atas keberatan wajib pajak atas SPPT yang diterima. Jika dalam tempo 12 bulan tidak ada jawaban maka keberatan WP dianggap diterima / dikabulkan.

Sanksi Perpajakan Pajak Bumi Dan Bangunan / PBB


Apabila wajib pajak PBB tidak melunasi pembayaran PBB sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan maka wajib pajak dapat dikenai sanksi denda administrasi sebesar 2% perbulan maksimal selama 24 bulan berturut-turut atau total denda administrasi sebesar 48%. Media pemberitahuan pajak yang terutang melewati batas waktu yang terlah ditetapkan adalah dengan Surat Tagihan Pajak (STP). Jika dalam waktu 30 hari setelah STP terbit belum ada pembayaran dari WP, maka dapat diterbitkan Surat Paksa (SP) sesuai denngan pasal 13.

8|Sistem Perpajakan Indonesia

You might also like