You are on page 1of 12

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

KARAKTERISASI KONSENTRAT PROTEIN IKAN RUCAH Dyah Koesoemawardani dan Fibra Nurainy
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung Jl Sumantri Brojonegoro No 1 Bandar Lampung 35145 Email : dy4h_ko3@yahoo.com

ABSTRACT Fish protein concentrate is a product from extraction process of fish using organic solvent such as iso propanol, methanol, ethanol, or 1,2 dichloretane with different time and temperature variation to remove fat and water content, so in the end we obtain high concentration of protein. Aim of this research is to find out characteristic different from trash fish protein concentrate that with organ removing and whole fish. Research of this study showed that trash fish protein concentrate with organ removal have better characteristic than whole trash fish protein concentrate. Kata kunci : fish protein concentrate, trash fish, organ removal, whole fish

1. PENDAHULUAN Ikan rucah merupakan ikan-ikan kecil dengan ukuran 10 cm yang ikut tertangkap

oleh nelayan, antara lain ikan pari, cucut, tembang, kuniran, rebon, selar, krisi dan sejenisnya. Ikan rucah oleh nelayan biasa dijual dalam wadah keranjang tanpa seleksi, serta dijual dengan harga murah. Selain itu, pemanfaatan ikan rucah kurang maksimal, biasanya hanya untuk pakan ternak, ikan asin, atau pun hanya dibuang begitu saja terutama pada saat panen raya. Seperti jenis-jenis ikan yang lain, kandungan gizi ikan rucah cukup lengkap, sehingga dapat diolah menjadi bahan baku produk olahan ikan.

Salah satu produk olahan yang bisa dibuat yaitu Konsentrat Protein Ikan (KPI). KPI adalah produk hasil ekstrak dari ikan menggunakan pelarut organik seperti iso propanol,metanol, etanol atau 1,2 dicloretane dengan variasi waktu dan suhu yang berbeda untuk menghilangkan lemak dan kadar air, sehingga diperoleh kadar protein yang tinggi. Untuk menghasilkan KPI, ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain jenis ikan, cara ekstraksi, tahap proses, dan bahan baku (Finch, 1977). Perbedaan penyiapan bahan baku pada pembuatan KPI akan mempengaruhi kualitas KPI yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan, di dalam tubuh ikan terutama pada bagian insang, isi perut, dan permukaan tubuh terdapat kandungan-kandungan seperti bakteri, mineral, dan vitamin yang akan mempengaruhi kandungan protein, warna, dan aroma dari KPI yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan karakteristik konsentrat protein ikan rucah yang disiangi dan ikan rucah utuh.
ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 32

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

2. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Konsentrat Protein Ikan adalah ikan

rucah yang didapat dari nelayan-nelayan di Tempat Pelelangan Ikan Lempasing, Lampung Selatan. Bahan lain yang digunakan yaitu Etanol, NaCl, NaHCO3, serta bahan kimia dengan standar pro analisis untuk keperluan analisis. Peralatan yang digunakan adalah peralatan laboratorium berupa alat-alat kaca (tabung reaksi, Erlenmeyer, bekker glass, gelas ukur, dan lain-lain) dan berbagai instrument (pH meter, timbangan analitik, viskometer, dan lain-lain). Untuk keperluan analisis. Peralatan yang digunakan untuk konsentrat protein ikan berupa wadah dari plastik atau kaca. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari satu faktor perlakuan dengan tiga kali ulangan. Perlakuannya yaitu proses penyiangan pada ikan rucah yang dibandingkan dengan ikan rucah yang tidak disiangi (utuh). Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan klasifikasi satu arah menggunakan uji t pada taraf alpha 5%(Gomez and Gomez. 1995). Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam satu tahap menggunakan analisis uji t pada taraf alpha 5% dengan tiga kali ulangan. Ulangan pertama pada tahap tersebut yaitu membuat KPI dengan masing-masing bahan baku sebanyak 300 gram. Selanjutnya, dilakukan pengamatan sifat fisik, kimia, dan organoleptik. Sementara itu, ulangan kedua dan ketiga dilakukan dengan hal yang sama pada ulangan pertama. Tahapan pembuatan konsentrat protein ikan rucah adalah sebagai berikut : Pembuatan Konsentrat Protein Ikan Rucah Bahan baku ikan rucah segar disiapkan baik ikan utuh dan ikan yang telah disiangi. Kemudian dibersihkan atau dicuci, ditiriskan, dan ditambahkan NaCl 1%, dan NaHCO3 1,3%. Setelah itu, dihancurkan dengan menggunakan chopper. Selanjutnya dilakukan ekstraksi menggunakan etanol dengan perbandingan 1 : 3 selama 20 menit, lalu disaring dan kemudian dipress. Ekstraksi diulang kembali sebanyak 3 kali dan hasil press terakhir dikeringkan pada suhu 40 0C selama 8 jam. Kemudian dihancurkan menggunakan blender dan di ayak dengan

menggunakan saringan dengan ukuran 60 mesh. Setelah itu KPI siap digunakan.

Pengamatan 1. Analisis Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997) Kadar air ditentukan dengan metode gravimetri pada suhu 1050C (Sudarmadji, dkk.,
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 33

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

1997). Cawan porselin dikeringkan dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 gram sampel dimasukan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang sampai didapat berat konstan dengan selisih 0,2 mg. kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air =

A B x 100 % C
: A = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan

Keterangan

B = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan C = berat sample

2. Analisis Kadar Protein (Sudarmadji, dkk., 1997) Penentuan kadar protein sampel dilakukan dengan cara Makro-Kjeldahl. Bahan yang telah ditimbang sebanyak 1 gram, ditumbuk halus dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 7,5 gram K2S2O4, HgO dan 15 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan pada pemanas listrik atau api bunsen dalam lemari asam. Mula-mula dengan api kecil dan setelah asap hilang nyala api dihilangkan hingga cairan menjadi jernih. Pemanasan diteruskan sekitar satu jam kemudian didinginkan. Lalu ditambahkan 100 ml aquades dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, dan ditambahkan 15 ml larutan K2S 4% (dalam air) dan akhirnya ditambahkan perlahan-lahan larutan NaOH 50% sebanyak 50 ml yang sudah didinginkan dalam lemari es. Labu Kjeldahl yang dipasang pada alat destilasi dipanaskan perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan tercampur kemudian dipanaskan dengan cepat sampai mendidih. Distilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan standar HCl (0,1 N) dan 5 tetes indikator metil merah. Dilakukan destilasi sampai distilat yang tertampung sebanyak 75 ml. Distilat kemudian dititrasi yang diperoleh dengan standar NaOH (0,1 N) sampai warna kuning. Larutan blanko dibuat dengan cara bahan diganti dengan aquades, dilakukan destruksi, distilasi dan titrasi seperti bahan pada contoh. Perhitungan sebagai berikut :

%N

(mlNaOHblanko mlNaOHcontoh) xNNaOHx14,008 gramcontohx10


= % N x faktor koreksi

% Protein

Keterangan :

NaOH 14,008

= =

Normalitas NaOH Berat atom nitrogen


VIII - 34

ISBN : 978-979-1165-74-7

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

3. Analisis Kadar Lemak (Apriyantono, dkk., 1989) Timbang 2 gram bahan yang telah dihaluskan, campur dengan pasir yang telah dipijarkan sebanyak 8 gram dan masukkan ke dalam tabung ekstraksi Soxhlet dalam Thimble. Alirkan air pendingin melalui kondensor, pasang tabung ekstraksi pada alat destilasi Soxhlet dengan pelarut petroleum ether secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang sama. Petroleum ether yang telah mengandung ekstrak lemak dan minyak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan diketahui beratnya, kemudian uapkan dengan penangas air sampai agak pekat. Teruskan pengeringan dalam oven 1000C sampai berat konstan. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak.

4. Daya Emulsi (Sathe dan Salunke, 1981) Sebanyak 10 gram konsentrat protein ikan disuspensikan di dalam 100 gram air suling. Nilai pH diatur hingga mencapai 7,5. air ditambahkan ke dalam suspensi hingga mencapai volume 150 ml dan ditambahkan ke dalamnya minyak sawit ssebanyak 150 ml. campuran tersebut diaduk menggunakan homogenizer selama dua menit dengan kecepatan tinggi. Sebanyak 50 ml emulsi disentrifius pada suhu 250C selama 30 menit pada kecepatan 1450 rpm. Aktivitas emulsi dinyatakan dalam persen total volume yang teremulsi.

Daya Emulsi =

Volumekrim yangdihasi lkan x100% totalvolum ekeseluruhan

5. Kelarutan (Sathe dan Salunke, 1981) Sejumlah 0,75 gram sampel dilarutkan dalam 150 ml air, kemudian disaring dengan bantuan corong Buchner. Sebelumnya kertas saring dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 1000C selama 30 menit dan ditimbang. Kertas saring dan endapan yang tersisa dikeringkan dalam oven 1000C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Kelarutan (%) =

a (b c) x 100 % a

Keterangan :

a = berat kering sampel (gram) b = berat endapan dan kertas saring (gram) c = berat kertas saring (gram)

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 35

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

6. Viskositas (centipoise) Pengujian viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer. Sampel sebanyak 0,2 gram dimasukkan ke dalam tabung dan dilarutkan dengan akuades 25 ml dan divortek sampai terlarut sempurna. Pada viskometer dipasang pengaduk (spindle) 4 dengan kecepatan 6, selanjutnya alat dihidupkan selama 5 menit. Kekentalan dibaca pada skala centipoise. Metode ini dilakukan berdasarkan petunjuk penggunaan alat viskometer.

Viskositas (centipoise)

= (dial reading

x factor )

7. Kapasitas Rehidrasi (Ariyawansa, 2000) Sampel sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam botol sentrifius dan 40 gram air suling ditambahkan. Botol diletakkan dalam shaker dan dikocok selama 5 menit pada 330 getaran/menit. Kekuatan sentrifugal disetting pada 3000 dan diputar selama 20 menit. Kemudian tuangkan secara perlahan-lahan dan botol ditimbang. Hitung persentase kapasitas rehidrasi sampel.

8. Rendemen Pengukuran rendemen dilakukan dengan menghitung berat yang dihasilkan menurut metode Widia (1984). Rendemen dinyatakan dalam persen berat yang dihasilkan.

Re ndemen =

BeratAkhir BeratAwal

x 100%

9. Pengujian Organoleptik Pengujian organoleptik dilakukan menggunakan uji skoring (Soekarto, 1985) terhadap warna, dan aroma konsentrat protein ikan. Sampel disajikan secara acak dengan memberikan kode angka tertentu pada sampel yang disajikan. Panelis berjumlah 30 orang mahasiswa THP yang melakukan penilaian yang diberikan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar air antara konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan. Hal ini karena, mikroba yang terdapat pada isi perut ikan (ikan utuh) telah membongkaran komponen yang terdapat pada
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 36

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

ikan dan jaringan ikan menjadi rusak. Oleh karena itu, kapasitas pengikatan air pada komponen ikan menjadi berkurang Hadiwiyoto (1993). Sebagai akibatnya, konsentrat protein ikan (KPI) rucah utuh yang dihasilkan lebih kering dengan kadar air lebih rendah daripada KPI rucah yang disiangi. Akan tetapi, kadar air KPI yang disiangi masih termasuk dalam kriteria SNI yaitu maksimal 12%.

Gambar 1. Perbandingan kadar air konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan

B. Kadar Protein Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kadar protein antara konsentrat protein ikan rucah yang disiangi dan ikan rucah utuh. Hal ini karena, pada ikan rucah yang disiangi, isi perut, kepala, dan ekor yang sebagian besar mengandung lemak, mineral, dan mikroba telah dibuang pada saat penyiangan sehingga secara proporsi kadar protein KPI rucah yang disiangi lebih besar. Selain itu, mikroba yang sebagian besar terdapat pada isi perut juga mempengaruhi kadar protein konsentrat protein ikan rucah. Menurut Hadiwiyoto (1993), mikroba akan merombak semua komponen ikan termasuk protein. Hasil perombakan protein akan menjadi senyawa-senyawa volatil yang menentukan kriteria kebusukan ikan, sehingga selama pembuatan konsentrat protein ikan senyawa-senyawa volatil tersebut akan hilang melalui proses pengeringan. Selain itu, dalam Buckle dkk., (1985) menyebutkan bahwa konsentrat protein ikan melalui proses Vio Bin yaitu menghasilkan karakter konsentrat yang berbeda antara konsentrat yang dihilangkan bau dan yang tidak dihilangkan. Konsentrat yang dihilangkan bau menghasilkan kadar protein yang lebih tinggi. Hal itu karena, dalam isi perut merupakan bahan penyebab bau ikan, terutama dalam isi masing-masing organ tubuh ikan.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 37

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Gambar 2. Perbandingan kadar protein konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan

C. Kadar Lemak Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai kadar lemak pada konsentrat protein ikan rucah. Hal ini karena pada bagian isi perut, kepala, insang, dan ekor juga mengandung lemak sehingga ikut berkontribusi terhadap sumbangan lemak. Selain itu, kadar air juga mempengaruhi kandungan lemak didalam bahan. Belitz dan Grosch (1998) menyabutkan bahwa lemak banyak terdapat dalam organ hati. Menurut Buckle, dkk (1987), semakin rendah kadar air maka kandungan lemak akan semakin tinggi, dan sebaliknya semakin tinggi kadar air maka kandungan lemak akan semakin rendah. Hal ini sejalan dengan pengamatan kadar air. Dalam Buckle, dkk (1987) juga disebutkan bahwa KPI yang tidak dihilangkan baunya mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi daripada yang dihilangkan baunya. Sehubungan dengan itu, diketahui bahwa bau amis yang ditimbulkan bisa berasal dari komponen lemak (Hadiwiyoto, 1993).

Gambar 3. Perbandingan kadar lemak konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan
ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 38

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

D. Daya Emulsi Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai daya emulsi antara konsentrat protein ikan rucah yang disiangi dan tidak disiangi. Hal ini karena, kandungan lemak yang terdapat pada bahan. Diketahui bahwa kadar lemak KPI rucah utuh lebih tinggi dari pada KPI rucah yang disiangi. Lemak memiliki permukaan yang lebih aktif daripada protein, sehingga dapat menghambat penguapan protein, akibatnya terjadi (Fennema, 1996). penurunan daya emulsi

Gambar 4.

Perbandingan daya emulsi konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan

E. Kelarutan Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan kelarutan antara konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan. Kelarutan KPI rucah yang disiangi lebih tinggi daripada KPI rucah utuh. Hal ini sejalan dengan kadar proteinnya. Sifat protein dalam KPI mudah larut dalam air akibat proses hidrolisis (Fennema, 1996; Hadiwiyoto, 1993) . Oleh karena itu, dengan semakin mudahnya protein mengikat air maka kelarutan yang dihasilkan pun akan semakin tinggi.

Gambar 5. Perbandingan kelarutan konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan F. Viskositas
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 39

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan viskositas antara konsentrat protein ikan rucah yang disiangi dan yang tidak disiangi. Tingginya kandungan lemak yang konsentrat protein ikan yang tidak disiangi menyebabkan viskositas rendah. Hal ini karena, lemak memiliki sifat hidrofobik, sehingga sulit untuk mengikat air (Sathe dan Salunke, 1981). Oleh karena itu, viskositas KPI rucah disiangi lebih tinggi karena lemak lebih rendah.

Gambar 6. Perbandingan viskositas konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan

G. Kapasitas Rehidrasi Kapasitas rehidrasi adalah jumlah air yang dapat diikat atau diterima oleh matrix protein pada kondisi tertentu (Rey dan Labuza, 1981). Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai kapasitas rehidrasi pada konsentrat protein ikan rucah yang disiangi dan ikan rucah utuh disebabkan adanya perbedaan faktor intrinsik pada bahan, antara lain kandungan protein, kandungan lemak, dan pH. Kandungan protein tidak menimbulkan banyak perbedaan kapasitas rehidrasi, namun pH yang tinggi pada bahan akan memperbesar kapasitas rehidrasi, dan kandungan lemak yang tinggi akan menurunkan kapasitas rehidrasi. Hal ini dikarenakan lemak bersifat hidrofobik sehingga sulit untuk mengikat air. Beberapa zat tambahan terutama garam dan kondensat polyphosphate dapat pula meningkatkan kapasitas rehidrasi.

Gambar 7. Perbandingan kapasitas rehidrasi penyiangan dan tanpa penyiangan H. Rendemen


ISBN : 978-979-1165-74-7

konsentrat protein ikan rucah dengan

VIII - 40

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai rendemen pada konsentrat protein ikan rucah. Hal ini karena adanya kotoran pada bagian tubuh ikan. Pada ikan yang tidak disiangi masih terdapat kotoran terutama pada bagian isi perut ikan, begitu pula

insangnya. Kotoran tersebut berkontribusi dalam menurunkan nilai rendemen pada konsentrat protein ikan rucah yang tidak disiangi.

Gambar 8. Perbandingan rendemen konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan

I.

Pengujian Organoleptik

1. Warna Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan perlakuan bahan baku pada pembuatan konsentrat protein ikan rucah ini diduga sebagai penyebab timbulnya perbedaan warna pada konsentrat protein ikan rucah yang dihasilkan. Warna coklat kehitaman pada konsentrat protein ikan rucah yang tidak disiangi berasal dari warna isi perut dan insang ikan yang memiliki warna kehitaman, sedangkan warna daging ikan yang digunakan adalah putih kecoklatan.

Gambar 9. Perbandingan warna konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan 2. Aroma
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 41

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan aroma tersebut berasal dari kotoran yang terdapat dalam isi perut ikan (Buckle, dkk. 1987). Pada konsentrat protein ikan rucah yang tidak disiangi, mengandung kotoran yang lebih banyak, terutama pada bagian isi perut. Disebutkan juga bahwa bau amis berasal dari senyawa amin hasil perombakan oleh mikroba. Hal ini banyak terjadi dalam isi perut. Hadiwiyoto (1993) menyebutkan bahwa jumlah bakteri yang terbanyak terdapat dalam isi perut sebesar 103-8, dalam insang dan permukaan tubuh sebesar 102-5. Akibatnya, pada konsentrat protein ikan rucah utuh mempunyai aroma yang tajam.

Gambar 10. Perbandingan aroma konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan

4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu : 1. Karakteristik konsentrat protein ikan rucah yang disiangi berbeda nyata dengan konsentrat protein ikan rucah utuh, dan konsentrat protein ikan rucah yang disiangi memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein ikan rucah utuh. 2. Perbedaan hasil analisis antara konsentrat protein ikan rucah dengan penyiangan dan tanpa penyiangan adalah kadar air sebesar 12,51%, kadar protein sebesar 14,22%, kadar lemak sebesar 24,91 %, daya emulsi sebesar 30,20 %, kelarutan sebesar 11,21%, viskositas sebesar 39,19%, kapasitas rehidrasi sebesar 15,46%, dan rendemen sebesar 14,31%.

4.2 Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis menyarankan bahwa : 1. Selama ekstraksi menggunakan ekstraktor. 2. Memberikan tahapan pemanasan rendah pada proses pembuatan konsentrat protein ikan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Didik Isdarta (alumni THP Fakultas
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 42

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Pertanian Universitas Lampung) yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini mulai dari persiapan penelitian, pengumpulan dan analisis data, hingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik

DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of The Association of Official Analytical Chemist. AOAC Inc. Washington. Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspita Sari, N.L., Sedarwati dan Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Ariyawansa, S. 2000. The Evaluation of Functional Properties of Fish Meal. Sri Lanka. Buckle, K.A., Edwar, R.A., Fleet, G.H., Woodon, M.M. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan. UI-Press. Jakarta. Fennema, OR. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. Finch, R. 1977. Whatever Happened to Fish Protein Concentrate ?. Food Tech. 5 : 44 53.

Gomez, K.A., dan Gomez, A.A. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Penerjemah : Endang S. dan Justika S.B. UI Press. Jakarta. Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Liberty. Yogyakarta. .

Rey, D. K., and T. P. Labuza. 1981. Characterization of The Effect of Solutes on The Water-Binding and Gel Strength Properties of Carrageenan. J. Food Sci. 46 : 786. Sathe, S.K., dan Salunke. 1981. Functional Properties of The Great Northern Bean (Phaseolus vulgaris l.) Protein : Emulsion, Foaming, Viscosity, and Gelation Properties. Journal of Food Science Vol (46) : 82. Soekarto, 1985. Penilaian Oragoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Barata Karya Aksara. Jakarta. Sudarmadji, S.B., Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Widia, I.W. 1984. Mempelajari Pengaruh Penambahan Skim Milk Kelapa, Jenis Gula, dan Mineral Dengan Berbagai Konsentrasi Pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. 86 Hlm.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 43

You might also like