You are on page 1of 8

Dalam kebudayaan terdapat berbagai unsur-unsur kebudayaan secara universal.

Unsurunsur universal itu yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, adalah: 1. kepercayaan/religi 2. kekerabatan/organisasi nasional 3. mata pencaharian 4. perlengkapan hidup 5. bahasa 6. kesenian 7. pengetahuan Unsur-unsur kebudayaan itu akan dijumpai pada setiap belahan di dunia itu pada kelompok masyarakat yang berbudaya.[1] Salah satu adalah kebudayan Jawa yang memiliki tatanan budaya yang sangat kompleks dan memilki cakupan kebudayaan yang luas. Daerah kebudayaan Jawa relatif luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari Pulau Jawa. Daerah-daerah yang meliputi kebudayaan Jawa yang sering disebut sebagai daerah kejawen meliputi daerah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di luar itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur.[2] Sehubungan dengan hal itu, maka seluruh rangka kebudayaan Jawa ini, memiliki pusat kebudayaan. Pusat kebudayaan merupakan kekayaan kebudayaan. Pusat Kebudayaan Jawa terletak di Yogyakarta dan Surakarta. Sudah barang tentu di antara sekian banyak daerah tempat kediaman masyarakat Jawa terdapat berbagai variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam berbagai variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsurunsur kebudayaannya, seperti perbedaan mengenai istilah tehnis, dialek bahasa dan lainnya.

Namun, perbedaan-perbedaan yang itu tidaklah besar karena apabila diteliti lebih lanjut menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan Jawa. Salah satu unsur itu yang menarik adalah bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Bahasa inilah yang menjadi peranan penting dalam hubungan-hubungan sosial sehari-hari. Salah satu dari unsur atau sistem budaya Jawa adalah mengenai bahasa. Bahsa berasal dari pusat kebudayaan yang kemudian menyebar sampai ke daerah pinggiran. Sesampainya di daerah pinggiran bahsa mengalami suatu perubahan bunyi ujar atau arti yang terkandung dalam bahasa itu. Perubahan itu di karena oleh lokal geografi dimana bahasa dari pusat kebudayaan di adopsi oleh masyarakat pinggiran. Lokal geografi dapat ditunjukkan melalui cara berbicara atau dialek yang diucapkan.
1.kepercayaan/religi Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat suku bangsa Jawa, yang tampak nyata pada bangunan-bangunan tempat beribadah orang-orang Islam. Di samping agama Islam terdapat juga agama besar yang lain, yaitu agama Nasrani dan agama lain. Namun tidak semua orang melakukan ibadahnya sesuai kriteria Islam, sehingga di dalam masyarakat terdapat : 1. Golongan Islam santri ialah golongan yang menjalankan ibadahnya sesuai ajaran Islam dengan melaksanakan lima ajaran Islam dengan syariat-syariatnya. 2. Golongan Islam kejawen ialah golongan yang percaya kepada ajaran Islam, tetapi tidak secara patuh menjalanakan rukunrukun Islam, misalnya tidak shalat, tidak pernah puasa, tidak pernah bercita-cita untuk melakukan ibadah haji, dan sebagainya. Orang-orang Islam kejawen percaya kepada keimanan Islam walaupun tidak menjalankan ibadahnya, mereka menyebut Tuhan adalah gusti Allah dan menyebut Nabi Muhammad dengan kanjeng nabi. Kecuali itu, orang islam kejawen tidak terhindar dari kewajiban berzakat. Kebanyakan orang Jawa percaya bahwa hidup manusia di dunia ini sudah diatur dalam alam semesta sehingga ada yang bersikap nerimo, yaitu menyerahkan diri pada takdir. Bersamaan dengan pandangan tersebut, orang Jawa percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi dari segala kekuatan dimana saja yang pernah dikenal, yaitu kesaktian atau kasakten yang terdapat pada

benda-benda pusaka, seperti : keris, gamelan, dan lain-lain. Mereka juga mempercayai keberadaan arwah atau roh leluhur, dan makhlukmakhluk halus, seperti memedi, lelembut, tuyul, demit, serta ijin yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka. Menurut kepercayaan, makhluk halus tersebut dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan ketentraman, atau keselamatan. Tetapi sebaliknya ada juga makhluk halus yang dapat menimbulkan ketakutan atau kematian. 2.kekerabatan Sistem kekerabatan orang Jawa berdasarkan prinsip keturunan bilateral (garis keturunan diperhitungkan dari dua belah pihak, ayah dan ibu). Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur (kindred). Khusus di daerah Yogyakarta bentuk kerabat disebut alur waris, yang terdiri dari enam sampai tujuh generasi. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah-istilah kekerabatan untuk menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya adalah sebagai berikut. Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama. Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung. Ego menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Kakang Mas, Kakang atau Kang. Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbakyu, Mbak atau Yu. Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik atau Le. Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Nduk atau Dhenok. Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pakdhe, Siwa atau Uwa. Ego menyebut Kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Budhe, Mbok Dhe atau Siwa. Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Paklik atau Pak Cilik. Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik atau Mbok Cilik. Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik lakilaki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah, Simbah, Kakek atau Pak Tuwa. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu. Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua

tingkat di atas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya, Ego akan disebut dengan Putu Buyut atau Buyut. Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan tiga tingkat di atas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah atau Eyang Canggah. Sebaliknya, Ego akan disebut Putu Canggah atau Canggah. Di Yogyakarta tata cara sopan santun pergaulan seperti di atas berlaku di antar kelompok kerabat (kinship behavior) Bagi orang muda adalah keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik lakilaki maupun perempuan dengan istilah tersebut di atas, karena orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing, pelindung, atau penasihat kaum muda. Melanggar semua perintah dan nasihat kaum tua dapat menimbulkan sengsara yang disebut kuwalat. Pada masyarakat suku bangsa Jawa dilarang adanya perkawinan antara saudara sekandung, antara saudara misan yang ayahnya adalah saudara sekandung, atau perkawinan antara saudara misan yang ibunya sekandung, juga perkawinan antara saudara misan yang laki-laki menurut ibunya lebih muda dari pihak perempuannya, sedangkan perkawinan yang termasuk nggenteni karang wulu atau perkawinan sororat, yaitu perkawinan seorang duda dengan adik atau kakak mendiang istrinya diperbolehkan. 3.mata pencaharian DiIndonesia, o r a n g J a w a b i s a d i t e m u k a n d a l a m s e g a l a b i d a n g . Terutama bidangAdministrasi NegaradanMiliterbanyak didominasi orang Jawa. Meski banyak pengusaha Indonesia yang sukses berasal dari suku Jawa, orang Jawa tidak menonjol dalam bidangBisnis dan Industri, banyak

diantara suku Jawa bekerja sebagai buruh kasar dan tenaga k e r j a indonesia seperti pembantu, dan buruh di hutan-hutan di luar negeri yangm e n c a p a i h a m p i r 6 juta orang. Dan tentunya kini semakin bertambah b a n y a k . B a n y a k v a r i a s i p e k e r j a a n s e s u a i d e n g a n k e a h l i a n d a n keterampilan yang dimiliki.Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaan pekerjaank e p e g a w a i a n , p e r t u k a n g a n d a n p e r d a g a n g a n , b e r t a n i a d a l a h j u g a merupakan salah satu mata pencaharian hidup dari s e b a g i a n b e s a r masyarakat orang Jawa di desa -desa. Di dalam melakukan p e k e r j a a n pertanian ini, diantara mereka ada yang menggarap tanah pertaniannya u n t u k d i b u a t k e b u n k e r i n g ( t e g a l a n ) , t e r u t a m a m e r e k a y a n g h i d u p d i daerah pegunungan. Sedangkan yang lain, yaitu yang bertempat tinggal d i d a e r a h - d a e r a h y a n g lebih rendah mengolah tanah-tanah pertaniant e r s e b u t u n t u k d i j a d i k a n s a w a h . B i a s a n y a d i s a m p i n g t a n a m a n p a d i , beberapa jenis tanaman palawija juga ditumbuhkan baik sebagai tanamanutama di tegalan maupun sebagai tanaman penyela di sawah pada waktumusim kemarau dimana air sangat kurang untuk pengairan sawah -saahitu. Tanaman penyela tersebut, diantaranya adalah ketela pohon, ketela rambat, kedelai, kacang tanah, kacang

tunggak, kacang brol, dan lain-lain.S a w a h i t u a d a y a n g d i m i l i k i s e n d i r i d a n s a w a h i n i d i s e b u t s a w a h sanggan dan sawah yasan. Pemilik yang kelebihan dapat menjual sawahseperti itu kepada orang lain. Dalam hal ini dia bisa menjual secara adol t a h u n a n , i a l a h h a n y a m e n y e w a k a n s a w a h n y a u n t u k s a t u t a h u n , a t a u secara adol ceplik, ialah menjual lepas sawahnya. Banyak orang di desa t i d a k m e m i l i k i t a n a h - t a n a h p e r t a n i a n yang luas, bahakna banyak juga y a n g t i d a k m e m p u n y a i a n y a s a m a s e k a l i . O r a n g s e p e r t i i t u t e r p a k s a bekerja menjadi buruh tani, menyewa tanah, bagi hasil atau menggadaitanah.O r a n g y a n g m e n y e w a t a n a h , k a r e n a i a k a y a d a p a t memberikans e j u m l a h u a n g n y a k e p a d a o r a n g p e m i l i k s a w a h y a n g m e m e r l u k a n , misalnya untuk satu masa panen, yang disebut adol oyodan. Apabilaorang yang tidak mempunyai tanah ingin mendapat hasil dengan carab a g i h a s i l , a r t i n y a m e m p e r o l e h s e p a r o b a g i a n h a s i l p a n e n n y a , maka sistem itu disebut maro. Kalau ia menerima sepertiga bagian saja, sistemi t u d i s e b u t mertelu. Sudah barang tentu cara-cara bagi hasil i n i tergantung kepada keadaantingkat kesuburan tanah pertanian tersebut. Terutama untuk bagi hasil tanaman palawija kacang brol, si pemilik sawahb i a s a n y a h a n y a a k a n m e n e r i m a s e p e r l i m a b a g i a n d a r i s e l u r u h h a s i l panenan sawahnya.A k h i r n y a j i k a o r a n g h e n d a k m e n g g a d a i t a n a h , m a k a a d a y a n g disebut adol sende, artinya ia meminjamkan uang kepada ora ng lain,d i m a n a i a m e n d a p a t t a n h a p e r t a n i a n sebagai barang gadaian untukdiolah. Kemudian jika si peminjam uang d a n p e m i l i k s a w a h t e r s e b u t berhasil mengembaikan uang pinjamannya pada suatu waktu, maka tanhapertanian tadi diserahkan kembali kepadanya. Walaupun demikian ornagy a n g menggadai tanah itu sudah dapat memungut hasil pertaniannyasetidak -tidaknya s a t u k a l i m a s a p a n e n , s e b a g i a b u n g a n y a . H u b u n g a n transksi semacam ini, umumnya dilakukan oleh kedua belah pihak dengnadisaksikan oleh salah seorang anggota Pamong Desa.Selain sumber penghasilan dari lapangan pekerjaan pokok bertanitersebut, adapula beberapa sumber pendapatan lain yang diperoleh dariusaha -usaha kerja sambilan membuat makanna tempe, mencetak batum e r a h , m b o t o k a t a u m e m b u a t m i n y a k g o r e n g k e l a p a , m e m b a t i k , menganyam tikar, dan menjadi tukang -tukang kayu, batu atau reparasisepeda dan lapangan-lapangan pekerjaan lain yang mungkin dikerjakan 4.perlengkapan hidup

5.Bahasa Bahasa dan sastra merupakan sarana untuk menyampaikan budaya dan keyakinan budaya dari anggota masyarakat yang satu kepada anggota masyarakat yang lain serta untuk mewariskannya dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Bahasa sebagai alat primer dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi, berinteraksi dan mengembangkan diri, mengungkapkan perasaan, mempelajari ilmu pengetahuan dan lain sebaginya. Sedangkan, sastra merupakan potret kehidupan yang diangkat pengarang dalam dunia imajinasi dan dengan kreativitasnya mampu disuguhkan layaknya realitas kehidupan. Sastra lahir bukan atas kekosongan jiwa. Ada makna tersurat dan tersirat yang perlu diilhami serta dipetik yang tentu saja sangat bermanfaat untuk proses kehidupan manusia. Krama inggil merupakan bentuk tataran tertinggi dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa ragam krama inggil digunakan oleh orang yang usianya lebih muda ke orang yang lebih tua, atau digunakan kepada

seseorang yang sangat dihormati atau kedudukannya lebih tinggi. Dalam perkembangannya, bahasa Jawa ragam ini sudah mulai terkikis pada genarasi sekarang. Padahal banyak nilai manfaat yang dipetik ketika sebuah keluarga menerapkan pola komunikasi dan sekaligus menerapkan pola tingkah laku kepada anak-anaknya dengan menggunakan tradisi Jawa. Menyikapi angka perceraian yang sangat tinggi, semakin prihatinnya kita terhadap kondisi generasi kita sekarang ini dengan sangat sedikit mengetahui adab sopan santun, bertingkah laku, berbicara dengan orang yang lebih tua, bahkan sebagian besar generasi kita seringkali memaknai adat Jawa dengan tidak gaul. Disadari atau tidak penerapan bahasa, sastra, dan budaya Jawa di dalam kehidupan rumah tangga akan memberikan daya dukung luar biasa terhadap keharmonisan rumah tangga. Anak pun juga akan menirukan apa yang dilakukan orang tuanya. Kita bisa memberikan sedikit analisis bahwa ketika komunikasi yang dibangun antara suami istri menggunakan krama inggil, tentu hal ini akan meminimkan tingkat kekurangharmonisan (pertengkaran) dalam kehidupan rumah tangga seperti pertengkaran yang menggunakan kata-kata jorok berupa pisuhan, seperti matamu mata kamu, ndhasmu kepalamu yang dalam konteks bahasa Jawa hal tersebut sangat kasar. Namun, ketika bahasa Jawa utamanya krama inggil diterapkan dalam kehidupan rumah tangga, maka yang terjadi konteks matamu mau tidak mau harus diganti dengan soca panjenengen mata kamu, matamu, dan ndhasmu kepalamu, kepala kamu menjadi mustaka panjenengan. Berdasarkan contoh tersebut, yang terjadi adalah kelucuan, karena bentuk seperti itu tidak pernah didengar ketika adu pendapat. Dengan demikian yang terjadi keharmonisan bukan pertengkaran. Selain itu, penerapan bahasa Jawa ragam krama inggil dalam kehidupan rumah tangga tentu akan diiringi dengan penerapan budaya Jawa seperti membungkuk ketika berjalan di depan orang yang lebih tua, memberikan sesuatu dengan menggunakan tangan kanan, dan lain sebaginya. Pola tingkah laku yang diterapkan di dalam rumah tangga tentu akan menjadi teladan bagi anak-anaknya. 6.Kesenian

Sebagian masyarakat mendefinisikan kebudayaan dengan arti yang sempit. Mereka mengira kebudayan itu hanya sebatas kesenian dalam wujud tarian. Kenyataan seperti itu ternyata masih berlangsung terus hingga saat ini, walaupun dalam arti yang sesungguhnyapengertian atau definisi kebudayaan tidaklah seperti itu. Koentjaraningrat, seorang pakar dalam bidang antropologi yang dimiliki bangsa Indonesia pada saat ini mendefinisikan kebudayaan sebagai, Keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1983, hal.182) Sedangkan kesenian merupakan salah satu ke tujuh unsur kebudayaan yang mempunyai wujud, fungsi, dan arti di dalam kehidupan masyakakat. Dalam hal ini bentuk-bentuk kesenian yang tersebar di seluruh tanah air menunjukkan corak-corak dan karakter yang beraneka ragam. Corak atau karakter tersebut muncul karena banyak dipengaruhi oleh sifat atau karakter budaya setempat, dari mana masyarakat berasal atau bertempat tinggal. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Nashir dalam surat kabar Solopos tanggal 15 Maret 2008, Karakter atau ciri khas dari suatu kesenian dipengaruhi oleh berbagai hal yang ada di lingkungan sekitarnya (2008, hal. 3). Ini dapat dibuktikan misalnya melalui seni tari Jawa seperti budaya, yang banyak dipengaruhi oleh sifat dan karakter orang Jawa yang juga jelas pasti bercorak budaya jawa yang lemah gemulai.

Kesenian tradisional Kethek Ogleng , keberadaannya banyak dipengaruhi oleh sifat dan karakter budaya setempat, demikian juga kesenian Srandhul. Dalam hal ini adalah corak dan karakter budaya Jawa. Dalam keberadaannya, kedua kesenian tradisional khas Wonogiri tersebut di dalamnya juga terkandung nilai-nilai etika, susila, norma dan estetika (keindahan). Nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam kesenian tersebut memang sekilas tidak akan tampak. Akan tetapi apabila kita kaji lebih jauh dan mendalam, baik melalui apa yang terlihat maupun melalui kajian syair ataupun ceritanya baik yang tersurat maupun yang tersirat, akan kita dapatkan suatu bentuk tuntunan ajaran yang dalam takaran atau dalam kacamata budaya. Misalnya syair tembang dalam Srandhul, setiap tembangnya secara tersurat menggambarkan perjalanan kehidupan manusia sesuai dengan kacamata agama Islam. Hal ini seperti apa yang dsampaikan oleh Norman Aji dalam majalah Gaul edisi 4, Di dalam tiap kebudayaan yang ada, tersimpan penuh nilai atau mekna-makna yang bermanfaat dalam mengiringi hidup kita (2007, hal.11). Pengembangan dan perkembangan kebudayaan sangan di pengaruhi oleh masyarakat pendukungnya. Menurut James Bakker SJ perkembangan tersebut adalah sebagai berikut, Kebudayaan berubah seirama dengan perubahan hidup masyarakat. Perubahan itu berasal dari pengetahuan baru, teknologi baru dan akibat penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya kepada situasi baru. Sikap mental dan nilai budaya turut serta dikembangkan guna keseimbangan dan integrasi baru (1989, hal. 113). Dengan demikian, masyarakat pendukung suatu kebudayaan merupakan motor penggerak atau pemicu baik perkembangan, pengembangan maupun perubahan suatu bentuk budaya. Baik perkembangan, pengembangan maupun perubahan tersebut kecenderungannya berangkat dari ada atau masuknya pengetahuan baru, teknologi baru, atau bentuk-bentuk budaya baru yang mempengaruhi hal tersebut. Pada umumnya dalam pengembangan dan perkembangan kebudayaan dapat mengakibatkan perubahan dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut dapat juga berupa pergeseran ataupun pertukaran tata nilai. Adanya kecenderungan lamban dipahami oleh masyarakat, baik secara individu maupun kelompok. Akibatnya setelah terjadi kepincangan dalam hidup dan kehidupan masyarakat, barulah kita merasakan kehilangan atau terperangah seakan tidak percaya dengan apa yang telah dan tengah terjadi. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ridwan Sanusi dalam majalah Figur edisi 3, Setiap perubahan yang terjadi harus dicermati

dengan baik, jangan sampai sebuah penyesalan itu kita rasakan nantinya di akhir (1999, hal. 15). Untuk menghindari hal-hal tesebut, seorang pakar budaya seperti Ki Hajar Dewantara memberi sumbangan pemikirannyasehubungan dengan pembinaan kebudayaan antara lain : 1. Pemeliharaan kebudayaan harus bermaksu memajukan dan menyesuaikan kebudayaan dengan tiap-tiap pergantian alam dan zaman. 2. Karena pengasingan (isolasi kebudayaan) menyebabkan kemunduran dan matinya suatu kebudayaan. Maka harus selalu ada hubungan antara kebudayaan dengan kodrat dan masyarakat. 3. Pembauran kebudayaan mengharuskan pula adanya hubungan dengan kebudayaan lain yang dapat mengembangkan, memajukan, menyempurnakan atau memperkaya (menambah) kebudayaan tersendiri. 4. Kemajuan kebudayaan harus berupa lanjutan langsung dari kebudayaan sendiri (komunitas), menuju kearah kesatuan kebudayaan dunia (konvergensi) dan terus mempunyai sifat kepribadian di dalam lingkungan kemanusiaan sedunia (konsentas). Upaya pengembangan dan perkembangan kebudayaan daerah khususnya hendaknya diarahkan agar kebudayaan daerah tersebut semakin banyak diterima oleh masyarakat luas. Dengan diterimanya salah satu bentuk kebudayaan oleh masyarakat yang bersifat menasional, maka pada dasarnya upaya pengembangan dan perkembangan kebudayaan telah dapat sampai pada apa yang diharapkan.
7.Pengetahuan

You might also like