You are on page 1of 55

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 - 2030 11"

BAB IV
"DistrubusiPeruntufan ruang dalam suatu wilayah yang meliputiperuntukan ruing untuk mngsi lindung dan peruntukan ruang untuk fongsi budidaya"

4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG

awasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Pengelolaan kawasan lindung secara baik dan benar, dapat megurangi tingkat bahaya bencana alam yang ditimbulkan seperti banjir, longsor, kekeringan, dan sebagainya. Selain bencana alam kerusakan kawasan lindung juga menimbulkan bencana sosial akibat hilangnya aset hidup yang seharusnya diperoleh masyarakat. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) maka rencana kawasan lindung di daerah ini hingga tahun 2030 dapat diidentifikasikan sebagai berikut : a. Hutan Lindung b. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, meliputi: kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air. c. Kawasan perlindungan setempat, meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, dan kawasan terbuka hijau kota. d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yang meliputi : kawasan suaka alam, suaka alam laut dan perairan lainnya, suaka marga satwa dan suaka margasatwa laut, kawasan cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

Pola Ruang

Hal. - 1

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 - 2030

e. Kawasan rawan bencana alam yang meliputi : kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir. f. Kawasan lindung geologi yang meliputi : kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. g. Kawasan lindung lainnya yang meliputi: cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasma nuftah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.

4.1.1 HUTAN LINDUNG a. KAWASAN HUTAN LINDUNG Luas hutan lindung yang direncanakan hingga tahun 2030 seluas 23.096 Ha dari luas wilayah. Luas tersebut didasarkan pada hasil penilaian ulang (rescorring) hutan lindung. Berdasarkan rescorring tersebut, maka akan terjadi pengurangan luas hutan lindung sekitar 18.535 Ha atau 55,42 % dari luas hutan lindung yang ditetapkan Menteri Kehutanan melalui SK No. 422/Kpts-II/1999 Tanggal 2 Juni 1999. Penilaian ulang terhadap hutan lindung didasarkan pada kriteria penilaian sebagai berikut : - Kawasan hutan yang memiliki faktor kelerengan, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah hasil perkalian bobotnya 175; - Kawasan hutan yang memiliki kemiringan lereng 40%; dan/atau - Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Atas dasar kriteria tersebut, sebaran hutan lindung meliputi seluruh wilayah kecamatan. Rencana luas dan perubahan luas

Pola Ruang

Hal. - 2

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

hutan

lindung

hingga

tahun

2030

yang

dirinci

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.1.


TABEL 4.1 RENCANA USULAN PERUBAHAN NO 1 KAWASAN HUTAN Hutan Lindung LUAS HUTAN LINDUNG AKHIR (HA) 23.096 PERUBAHAN (HA) (18,535) PERSENTASE PERUBAHAN (55,42)

AWAL (HA) 41.672

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat tahun 2009

TABEL 4.2 RENCANA LUAS DAN PERUBAHAN LUAS HUTAN LINDUNG DI KABUPATEN PESISIR SELATAN HINGGA TAHUN 2030 DIRINCI PER KECAMATAN
NO KECAMATAN LUAS KECAMATAN (HA) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Koto XI Tarusan Bayang Bayang Utara IV Jurai Batang Kapas Sutera Lengayang Ranah Pesisir Linggo Sari Baganti Pancung Soal Basa IV Balai Lunang Silaut JUMLAH Sumber : Hasil rencana, 2010 Keterangan : 1) Terhadap luas hutan lindung per kecamatan 2) Terhadap jumlah perubahan luas hutan lindung provinsi 3) Angka luasan rencana dapat saja berubah setelah ada penetapan dari Menteri Kehutanan 42.883 7.882 25.208 37.667 36.16 44.911 59.514 56.906 31.814 74.581 68.265 93.704 579.495 LUAS HUTAN LINDUNG SK 422 TH 1999 HL 9.662 0 0 0 0 0 0 0 0 8.533 14.000 9.477 41.672 RENCANA PERUBAHAN HL 9.665 0 0 0 0 0 0 0 0 5.688 0 7.745 23.098 KET

USULAN 0 Pemekaran Pemekaran 0 0 0 0 0 0 HPK HPK HPK

Pola Ruang

Hal. - 3

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 - 2030

4.1.2 KAWASAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KAWASAN BAWAHANNYA Kawasan ini meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air. 1. KAWASAN BERGAMBUT Wilayah yang termasuk kawasan bergambut yang memiliki ketebalan 3 meter yang berada di daerah Lunang dan Silaut. Kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung karena

kemampuannya menyimpan/ memendam karbondioksida (CO2) dan berkaitan dengan pemanasan global yang terjadi. Hampir semua kawasan bergambut ini sudah menjadi kebun kelapa sawit yang tersebar di kecamatan Basa IV Balai Tapan dan Lunang Silaut. Hal ini dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap keberadaan gambut. Untuk itu maka lahan gambut terutama yang mempunyai ketebalan 3 m perlu dilindungi dan ditetapkan menjadi kawasan lindung. Sebagaimana yang ditetapkan dalam Keppres No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan PP. No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Kemampuan gambut yang cukup besar dalam pemendaman karbon berarti dapat membatasi emisi gas rumah kaca seperti CO2 ke atmosfir. Sebagai perbandingan, di Kalimantan kemampuan pemendaman karbon untuk gambut rata-rata 0,74 ton/ hektar/ tahun. Selain emisi CO2, lahan gambut juga menghasilkan emisi gas metan (CH4). Peningkatan emisi kedua gas tersebut dalam jumlah besar akan mempengaruhi iklim global yang menimbulkan pemanasan secara global. Jika proses ini terus berlanjut, maka tahun 2030 kenaikan suhu rata-rata di permukaan bumi menjadi 3 C yang akan mencairkan es di kutub utara, sehingga permukaan air laut akan naik antara 0,5 m - 1 m.

Pola Ruang

Hal. - 4

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Istilah gambut berasal dari bahasa daerah Kalimantan Selatan (suku Banjar). Gambut adalah tanah organik, atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Di Indonesia gambut umumnya terbentuk pada ekosistem hutan rawa marin atau payau yang menyebar di Pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua. Pada ekosistem dataran tinggi atau pegunungan, gambut terbentuk karena terjadinya

penumpukan air yang didukung oleh keadaan wilayah berupa cekungan. Gambut jenis ini dijumpai antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Papua.
2. KAWASAN RESAPAN AIR

Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. Kawasan ini difungsikan untuk meresapkan dan menyimpan air hujan pada waktu musim hujan yang menjadi cadangan pada musim kemarau. Penetapan kawasan resapan air juga ditujukan sebagai upaya konservasi sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan, kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. Tempat yang memiliki kemampuan untuk menyerap air tanah dengan baik, yang lokasinya tersebut sebagai hulu dari

sungai-sungai yang mengalir menuju ke pantai. Saat ini, kawasan tersebut sedang dimanfaatkan untuk lahan perkebunan dan pertanian (lahan budidaya).

Pola Ruang

Hal. - 5

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Sebagian besar di lahan ini terjadi kegiatan intensif masyarakat sehingga terjadi pengolahan pengolahan tanah yang

mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air. Bahkan beberapa jenis tanaman yang ditanam tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan air tanah. Akibatnya adalah berkurangnya debit air yang dialirkan melalui sungai-sungai. Beberapa kawasan resapan air di daerah ini yang direncanakan sebagai kawasan lindung yang terdapat di seluruh Kecamatan.

4.1.3 KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT Kawasan perlindungan setempat meliputi kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, sempadan mata air dan ruang terbuka hijau. A. KAWASAN SEMPADAN PANTAI Kawasan sempadan pantai mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Tentunya ketentuan ini semata-mata untuk melindungi sumber daya air yang dimiliki oleh kabupaten Pesisir Selatan dan daerah lain di Sumatera Barat yang memiliki pantai. Kawasan sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria : Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak minimal 100 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai. Daerah ini memiliki kawasan sempadan pantai yang memanjang dari pesisir pantai di kecamatan Koto XI Tarusan hingga Kecamatan Lunang Silaut. Saat ini sepanjang kawasan yang seharusnya menjadi kawasan lindung ini telah banyak berubah menjadi kawasan budidaya dengan beberapa kegiatan seperti

Pola Ruang

Hal. - 6

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

perkebunan sawit, bahkan di daerah perkotaan (Kota Painan) dimanfaatkan sebagai lahan komersil yang terdiri dari

perdagangan, reklamasi pantai dan perumahan. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah cair maupun padat yang dibuang ke perairan sepanjang pantai. Secara nyata, terjadi pengrusakan zona lindung bagi ekosistem perairan laut akibat dari usaha dan kegiatan manusia yang terjadi di darat. Hal ini akan memberikan jalan bagi pencemaran lingkungan laut akibat kegiatan alam yang tidak bisa kita duga, misalnya: meningkatnya laju aliran permukaan di daratan (runoff) yang mengakibatkan meningkatnya jumlah sedimen secara cepat dan tidak alami lagi. Sedimentasi ini tentunya akan sangat

mempengaruhi zona produktif yang menjadi habitat makhluk hidup di perairan pesisir pantai. Rencana penetapan kawasan sempadan pantai hingga tahun 2030 adalah pantai-pantai yang berada di 10 Kecamatan yaitu : Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggosari baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut. Penetapan ini bertujuan salah satunya adalah untuk melindungai kawasan pantai dari ancaman abrasi air laut, selain untuk melindungi ekosistem pantai dari kerusakan baik yang diakibatkan oleh alam maupun kegiatan manusia.
B. KAWASAN SEMPADAN SUNGAI

Untuk melindungi dan melestarikan fungsi sungai sebagai sumberdaya alam maka berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ditetapkan bahwa kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai

buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria sempadan sungai adalah (1) sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak

Pola Ruang

Hal. - 7

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

sungai yang berada di luar pemukiman; (2) untuk sungai di kawasan permukiman sempadan sungai diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter; (3) daratan sepanjang aliran sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar sempadan minimal 50 meter dari tepi sungai, sedang untuk sungai bertanggul lebar sempadan minimal 100 meter dari tepi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk

melindungi sungai dari kegiatan manusia yang mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Bagi kawasan perkotaan perlu dilakukan perubahan persepsi masyarakat yang selama ini menjadikan sungai sebagai daerah belakang rumah, sehingga sungai sampai saat ini masih dianggap identik dengan tempat sampah, menjadikan sungai sebagai beranda depan dari rumah sehingga akan selalu dapat diawasi. Rencana penetapan kawasan sempadan sungai hingga tahun 2030 adalah bagi seluruh aliran sungai yang ada di daerah ini sesuai kriteria di atas.
C. KAWASAN SEMPADAN MATA AIR

Penetapan kawasan sempadan mata air dilakukan untuk melindungi keberadaan mata air sebagai salah satu sumber air permukaan dari kegiatan manusia yang mengganggu dan/atau merusak sumber air dari kegiatan budidaya dan permukiman. Kriteria penetapan sempadan mata air berupa daratan dengan jarak 50-100 meter mengelilingi mata air, dan secara fisik berupa jalur hijau yang ditanami pohon atau tanaman laut yang memiliki fungsi konservasi. Sebaran sempadan mata air disesuaikan dengan sebaran sumber mata air yang menyebar di seluruh wilayah kecamatan di daerah ini.

Pola Ruang

Hal. - 8

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

D.

KAWASAN RUANG TERBUKA HIJAU Kawasan ruang terbuka hijau ditetapkan untuk kawasan perkotaan dan non perkotaan sesuai Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Untuk kawasan perkotaan, penyediaan kawasan ruang terbuka hijau dimaksudkan untuk mengurangi polusi udara yang ditimbulkan dari kendaraan bermotor, penyediaan fasilitas umum untuk masyarakat, dan mengurangi panasnya suhu udara kawasan perkotaan. Ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan ditetapkan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan yang bersangkutan, terdiri dari ruang terbuka hijau publik minimal 20% (dua puluh persen) dan ruang terbuka hijau privat minimal 10% (sepuluh persen). Ruang terbuka hijau perkotaan diantaranya berupa hutan kota, taman kota dan jalur hijau yang ditanam di sepanjang jaringan jalan. Untuk kawasan non perkotaan, ruang terbuka hijau ditetapkan berupa hutan dengan luas minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas Wilayah Sungai (WS/DAS). Penetapan proporsi luas kawasan hutan terhadap luas daerah aliran sungai (DAS) dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata air. Selain ketentuan tersebut, penetapan kawasan ruang terbuka hijau juga didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagian besar wilayah daratan daerah ini mempunyai konfigurasi daratan yang berbukit dan bergunung serta memiliki intensitas curah hujan cukup tinggi yang peka terhadap gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi, sedimentasi dan rawan kekurangan air. Distribusi luas kawasan hutan disesuaikan dengan kondisi daerah aliran sungai antara lain, morfologi, jenis batuan dan bentuk pengaliran sungai serta anak-anak sungai. Dengan demikian kawasan hutan tidak harus terdistribusi secara merata pada setiap wilayah yang ada di daerah aliran sungai.

Pola Ruang

Hal. - 9

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Rencana

sebaran

lokasi

kawasan

perlindungan

setempat, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3. TABEL 4.3 RENCANA SEBARAN KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT DIRINCI MENURUT KECAMATAN
KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT Sempadan Pantai Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas,Sutera,Lengayang Ranah Pesisir,Linggo Sari Baganti,Pancung Soal,dan Lunang Silaut Sempadan Sungai Seluruh Kecamatan Kab.Pessel Kawasan Sempadan Mata Air Seluruh Kecamatan Kab.Pessel Kawasan Terbuka Hijau Kota Pusat Kegiatan Wilayah (PKWp), Kota perkotaan Pusat Kegiatan Lokal (PKL), Kota Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) dan kota Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) di Kabupaten Sumber : Hasil Rencana, 2010 Pesisir Selatan NO 1 23 4

4.1.4

KAWASAN SUAKA ALAM, PELESTARIAN ALAM DAN CAGAR BUDAYA Pembangunan berkembang dengan pesat dan perlu dilakukan pengendalian agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, maupun bagi kelestarian alam. Mengingat pentingnya kelestarian alam bagi makhluk hidup, maka diambil langkah-langkah perlindungan hutan dan pelestarian alam, diantaranya dengan menetapkan kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Sesuai dengan karakteristik fisiografi yang dijumpai dan berdasarkan hasil skoring, maka kawasan yang termasuk suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya yang ditetapkan meliputi : A. Cagar Alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan

ekosistimnya, atau ekosistim tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Penetapan kawasan ini meliputi Cagar Alam Air Tarusan dan Kabupaten Solok seluas (25.177 Ha). B. Kawasan Laut merupakan kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa Suaka Margasatwa Alam Dan Suaka Margasatwa

Pola Ruang

Hal.

10

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Kawasan ini ditetapkan di Pulau Penyu (450 Ha), di Kecamatan IV Jurai Painan. Suaka margasatwa laut ditetapkan di P. Marak, P. Nyamuk dan P. beringin. Yang sasaran pengelolaannya adalah memberi

perlindungan bagi penyu untuk bertelur dan kembali lagi kelaut, terjaganya kelestarian uwa-uwa yang telah hampir punah, terjaganya flora dan fauna endemik, asosiasi ekologi dan lingkungan alam dalam kondisi aslinya. C. Kawasan Suaka Alam Wisata merupakan kawasan yang memiliki ekosistim khas, merupakan habitat alami yang memberi perlindungan bagi perkembangan flora, fauna yang khas dan beraneka ragam, yaitu Suaka Alam Wisata Tarusan (25.925) Ha di Kecamatan koto XI Tarusan dan Suaka Alam Wisata Bayang Utara di Kecamatan Bayang Utara. D. Kawasan Suaka Alam Laut Dan Perairan Lainnya, berupa kawasan konservasi laut daerah yaitu perbatasan dengan Provinsi Bengkulu (Pulau Baringin). Kawasan konservasi perairan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan atau dimanfaatkan secara

berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah tersebut secara berkelanjutan. Tujuan pengelolaannya melindungi sejauh mungkin flora dan fauna laut (marine) endemik dan mengeluarkan atau mencegah masuknya spesies-spesies asing (exotic). Bila memungkinkan, sebagian dari zona konservasi digunakan untuk menimba ilmu pengetahuan. Disamping itu ditetapkan juga wilayah konservasi dengan situs budaya. E. Kawasan Pantai Berhutan Bakau di tetapkan di semua wilayah pesisir pantai Kabupaten Pesisir Selatan.

Pola Ruang

Hal. 11

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

F. Kawasan Taman Nasional, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang ada saat ini (260.383 Ha), yang berada hampir diseluruh kecamatan kecuali Kecamatan Koto XI Tarusan. G. Kawasan Cagar Budaya ditetapkan di ibukota kecamatan. Untuk lebih jelas mengenai kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut. TABEL 4.4 KAWASAN SUAKA ALAM, PELESTARIAN ALAM DAN CAGAR BUDAYA
No 1 23 45 Kawasan Suaka Alam Cagar Alam Air Tarusan Suaka Margasatwa Pulau Penyu Kawasan Cagar Budaya Kawasan TN Kerinci Seblat Lokasi Luas (Ha) 260.383 Diseluruh Kecamatan Kabupaten Pesisir Selatan Kecuali Kecamatan Koto XI Tarusan 35.246 Kecamatan Tarusan dan Kecamatan Bayang Utara 25.177 Kecamatan Koto XI Tarusan 450 Kab. Pesisir Selatan 12 Di Ibukota Kecamatan Keterangan Mentan 736/X/1982, 14/10/1982

Menhut 193/Kpts-II/1993, 27/03/1993 Mentan No.623/Kpts/Um/8/1982 Usulan Usulan

Sumber : Dinas Hutbun Kab.Pessel tahun 2008, dan hasil rencana, 2010

Rencana

dan sebaran

kawasan

suaka

alam

dan

Taman

Nasional

Kerinci Sebelat Tahun 2008 meliputi seluruh wilayah kecamatan, yang tidak mengalami perubahan. Luas Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) hingga tahun 2030 yang dirinci setiap kecamatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.5. Dari tabel tersebut diketahui luas hutan suaka alam wisata dan Taman Nasional Kerinci Seblat paling luas adalah Kecamatan Ranah Pesisir yaitu sekitar 40.563 Ha (13,72%) dan terkecil di Kecamatan Bayang seluas 2.201 Ha (0,74%).

Pola Ruang

Hal. 12

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

TABEL 4.5 RENCANA LUAS DAN PERUBAHAN LUAS HUTAN SUAKA ALAM WISATA DAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT HINGGA TAHUN 2030 DIRINCI PER KECAMATAN
NO 12 3 4 5 6 7 8 KECAMATAN LUAS KECAMATAN (HA) Koto XI Tarusan Bayang Bayang Utara 42.883 7.882 25.208 37.667 36.16 44.911 59.514 56.906 31.814 74.581 68.265 93.704 579.495 LUAS HUTAN LINDUNG SK 422 TH 1999 KSA 22.553 0 19.119 0 0 0 0 0 0 0 0 0 35.246 TNKS 0 0 6.104 16.884 24.899 25.145 38.844 40.563 25.246 30.047 20.246 32.375 260.353 RENCANA PERUBAHAN KSA 22.553 0 19.119 0 0 0 0 0 0 0 0 0 35.246 TNKS 0 2.201 3.903 16.884 24.899 25.145 38.844 40.563 25.246 30.047 20.246 32.375 260.353

IV Jurai 9 10 Batang Kapas 11 Sutera 12 Lengayang Ranah Pesisir Linggo Sari Baganti Pancung Soal Basa IV Balai Lunang Silaut JUMLAH
Sumber : Hasil rencana, 2010 Keterangan :

1) Terhadap luas hutan suaka alam dan wisata per kecamatan 2) Angka luasan rencana dapat saja berubah setelah ada penetapan dari Menteri Kehutanan.

4.1.5

KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi

kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Salah satu faktor terjadinya bencana dikarenakan lingkungan. Oleh karena itu, kondisi daerah rawan bencana harus dikenali dan dibuat rencana tata ruang daerah rawan bencana.

Pola Ruang

Hal. 13

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), disebutkan bahwa kawasan bencana alam dibedakan menjadi kawasan rawan tanah longsor, rawan gelombang pasang dan rawan banjir. Untuk wilayah Kabupaten Pesisir Selatan, potensi kerawanan bencana alam adalah :
A. KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI

Tsunami adalah istilah dalam bahasa jepang yang pada dasarnya menyatakan suatu gelombang laut yang terjadi aibat gempa bumi tektonik di dasar laut. Magnitudo tsunami yang terjadi di Indonesia berkisar antara 1,5 4,5 skala Imamura, dengan tinggi gelombang tsunami maksimum yang mencapai pantai berkisar antara 4-24 meter dan jangkauan gelombang ke daratan berkisar antara 50-200 meter dari garis pantai. Daerah ini berada pada wilayah pantai barat Sumatera sangat rentan terhadap bencana tsunami. Karena berada pada lempengan asia dan euorasia serta dilewati oleh jalur bukit barisan. Ciri-ciri yang dapat menimbulkan tsunami adalah: gempa besar di dasar laut, kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km, magnitude gempa lebih besar dari 6,0 skala richter, jenis pergeseran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun. Berdasarkan ciri-ciri di atas, maka daerah ini berpotensi untuk terjadi tsunami.
KLASIFIKASI ZONA RAWAN BENCANA TSUNAMI :

1. Zona kerawanan tinggi, wilayah dengan jarak garis pantai 50 meter, sepanjang pantai dengan ketinggian kontur kurang dari 10 meter dpl. 2. Zona kerawanan menengah yaitu daerah sepanjang pantai dengan ketinggian kontur 10-15 meter dpl, dengan kemiringan lereng cukup terjal. 3. Zona kerawanan rendah yaitu wilayah sepanjang pantai dengan ketinggian 15-30 meter dpl, dengan morfologi curam dan relief

Pola Ruang

Hal. 14

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

tinggi atau berbukit, dan daerah ini dapat dimanfaatkan untuk evakuasi dan lokasi pengungsian. Berdasarkan criteria diatas, maka terdapat 10 kecamatan yang berada pada zona kerawanan tinggi.
B. KAWASAN RAWAN GEMPA

Daerah

ini

berada

pada

tumbukan

lempeng

Samudra

Hindia-Australia dengan lempeng Eurasia, maka kemungkinan besar sering mengalami gempa bumi. Secara historis gempa-gempa yang terjadi di daerah ini merupakan gempa dangkal (dengan hiposenter 0-120 kilometer) dengan kekuatan 6-7 skala richter. Pusat-pusat gempa berada pada arah barat barat daya. Konsentrasi gempa yang cukup tinggi berkaitan dengan adanya patahan mentawai di Samudra Hindia, khususnya daerah ini yang dekat dengan patahan mentawai yaitu : Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut. Sejarah terjadinya gempa bumi menunjukkan bahwa wilayah ini termasuk wilayah yang sangat rawan gempa dan menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Baru-baru ini gempa bumi yang terjadi pada tahun 2005, 2007 dan 2009 memakan banyak korban jiwa, harta benda, fasilitas umum dan fasilitas social hampir disebagian besar kecamatan seperti di Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai dan Lunang Silaut.
C. KAWASAN RAWAN LONGSOR

Longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material yang bergerak ke bawah atau ke luar lereng. Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor

Pola Ruang

Hal. 15

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

alami dan manusia. Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain adalah : Kondisi geologi : batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan gunung api. Iklim : curah hujan yang tinggi. Keadaan topografi : lereng curam. Keadaan tata air : kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misalnya tanah kritis. Gejala umum terjadinya tanah longsor : Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing; Biasanya terjadi setelah hujan; Munculnya mata air baru secara tiba-tiba; Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

Hampir tiap bulan mengalami longsor lahan setiap musim hujan. Daerah yang mengalami longsor paling tinggi adalah disepanjang jalan Padang - Painan (daerah Siguntur muda, siguntur tua, kawasan mandeh, duku, barung-barung balantai, Lubuk Kumpai), Jalan Pasar Baru - Alahan Panjang, Jalan Painan-Batang Kapas (Bukit Biawak, Bukit Pulai, Bukit Taratak), Bukit Jariang Punai (Kec. Ranah Pesisir), Sungai Gemuruh (Kec. Pancung Soal), Jalan Tapan - Kerinci (Kec. Basa Ampek Balai Tapan). Tingkat bahaya longsor lahan sedang umumnya berada pada setiap kecamatan. Tingkat bahaya longsor lahan terendah adalah kecamatan Lunang Silaut.

Pola Ruang

Hal. 16

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

D. KAWASAN RAWAN BANJIR Secara alamiah, pada umumnya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi air dan dari anak kanal banjir buatan tidak mampu menampung sungai alamiah, saluran drainase di atas normal, sehingga sistem pengaliran

sungai, dan

penampung akumulasi air

hujan maka terjadi luapan air sungai. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air berkurang akibat sedimentasi yang terjadi di muara, maupun

berpindah-pindahnya alur sungai dan run off sungai atau kemiringan sungai yang relative tinggi. Secara memiliki tingkat kemiringan (gradient) sungai yang relative tinggi (lebih dari 30%), potensi terjadinya banjir bandang relative tinggi seperti di daerah Lumpo, Bayang, Kambang dan Tapan. Banjir bandang (galodo) dan tanah longsor adalah suatu fenomena alam karena faktor tangan manusia. Penggundulan (catchment area) banjir juga karena air yang masuk ke dalam sistem menyebabkan peningkatan debit hutan di daerah tangkapan air hujan alamiah, namun juga disebabkan karena campur yang jamak. Bencana banjir terjadi bukan hanya jika terjadi hujan yang cukup lebat, di hulu maka umum pada sebuah system aliran sungai yang

debit/pasokan

pengaliran menjadi pengaliran menjadi curam

air tinggi dan pemicu yang terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air terjadinya erosi pada lahan sehingga melampaui kapasitas

menyebabkan dan

wadah air lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan

bangunan sehingga tingkat resapan air kedalam tanah berkurang. Jika terjadi hujan air dengan akan aliran permukaan yang langsung masuk kedalam curah hujan yang tinggi sebagian besar

menjadi sistem

Pola Ruang

Hal. 17

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

pengaliran

air

sehingga

kapasitasnya

terlampaui

dan

mengakibatkan banjir. Perilaku manusia yang menimbulkan bencana banjir diantaranya kegiatan pembalakan kayu secara ilegal, proyek-proyek

pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, perkebunan sawit skala besar, HPH, HTI, dan IPK dan transmigrasi yang tidak direncanakan dengan baik telah menyebabkan terjadinya banjir. Akibatnya, sejumlah DAS kondisinya semakin kritis, sehingga di musim hujan sering menimbulkan banjir dan kekeringan di musim kemarau Banjir hampir sering terjadi terutama bila musim hujan. Daerah yang memiliki daerah terluas berpotensi terjadinya genangan banjir adalah daerah barung-barung balantai, duku, Pasar Tarusan, Pasar Baru, Gurun Panjang, Salido, Painan, lumpo, Jalamu, Pasar Kuok, Surantih, Kambang, Air Haji dan Tapan, Lunang dan Silaut. E. KAWASAN ABRASI PANTAI Daerah ini berada di pinggiran pantai barat sumatera rawan sekali terhadap terjadinya abrasi pantai yaitu Pasar Baru, Sago, Painan, Surantih, Kambang dan Air Haji. Abrasi pantai yang terjadi ini dapat mengurangi luas daratan.

F. KAWASAN RAWAN GELOMBANG PASANG Daerah ini berada di pinggiran pantai yang memiliki kecepatan gelombang 10-100 km yang diakibatkan oleh angin, dan grafitasi bulan atau matahari. Daerah ini rawan terhadap gelombang pasang hampir di seluruh Kecamatan Kecuali Kecamatan Bayang Utara dengan Kecamatan Basa IV Balai Tapan.

Pola Ruang

Hal. 18

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

4.1.6

KAWASAN LINDUNG GEOLOGI Kawasan lindung geologi merupakan kawasan yang memiliki keunikan baik dari jenis bebatuan, bentang alam, proses geologi maupun kawasan imbuhan air tanah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 disebutkan bahwa kawasan lindung geologi terdiri dari kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. A. KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI Daerah ini berada pada tumbukan lempeng Samudra

Hindia-Australia dengan lempeng Eurasia, maka kemungkinan besar sering mengalami gempa bumi. Sewaktu-waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasicif Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Kondisi alam merupakan daerah rawan gempa bumi, karena di apit oleh gunung berapi seperti gunung talang di Kab. Solok dan Gunung Berapi di Kab. Kerinci. Bencana ini disatu sisi menimbulkan penderitaan masyarakat dan disisi lain juga membawa berkah berupa kesuburan tanah dan melimpahnya sumber air yang dibutuhkan makhluk hidup. Pulau Sumatera, terdapat Great Sumatra Fault di sepanjang pesisir barat Sumatera dan Mentawai Fault di kepulauan Mentawai yang saling mendesak sehingga terjadi gerakan di lempeng besar dan micro plate. Gempa tektonik, dengan sumber gempa penunjaman Jawa-Sumatra yang berpusat di laut sebelah barat sepanjang pantai barat Sumatera, dengan tingkat intensitas kerusakan pada skala VI-VII MMI mencakup di seluruh daerah.

Pola Ruang

Hal. 19

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

B. KAWASAN RAWAN GERAKAN TANAH Sebagian besar daerah ini rawan terhadap terjadinya gerakan tanah, terkait dengan struktur dan jenis batuan pembentuknya.

C. KAWASAN RAWAN TSUNAMI Daerah ini termasuk salah satu dari 18 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan tsunami (Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral). Tumbukan antara dua lempeng besar yakni Lempeng Samudera Hindia - Australia dengan Lempeng Benua Asia menyebabkan terbentuknya patahan sepanjang 1.650 km di pantai barat Sumatera, yang disebut dengan Mentawai Fold Zone. Tumbukan yang terjadi dapat menimbulkan gempa yang berpotensi terjadinya tsunami. Kawasan rawan tsunami meliputi seluruh kawasan pesisir pantai Kabupaten Pesisir Selatan termasuk beserta pulau-pulau kecil, yang dapat dikelompokan menjadi tiga kategori zona kerawanan yaitu : Zona Kerawanan tinggi, wilayah dengan jarak garis pantai 50 m, sepanjang pantai dengan ketinggian kontur kurang dari 10 m dpl. Zona Kerawanan menengah yaitu daerah sepanjang pantai dengan kontur ketinggian 10 - 15 m dpl, dengan kemiringan lereng cukup terjal. Zona kerawanan rendah yaitu wilayah sepanjang pantai dengan ketinggian 15 - 30m dpl, dengan morfologi curam dan relief tinggi atau berbukit, dan daerah ini dapat dimanfaatkan untuk evakuasi dan lokas pengungsian.

D. KAWASAN RAWAN ABRASI Abrasi pantai terjadi pada daerah pantai dengan komposisi batuan sedimen lunak yang dicirikan oleh pantai landai dan berhadapan langsung dengan laut lepas. Kawasan ini mulai Kecamatan Koto XI

Pola Ruang

Hal. 20

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Tarusan Sampai Kecamatan Lunang Silaut kecuali Kecamatan Bayang Utara serta Kecamatan Basa IV Balai Tapan Yang tidak memiliki Pantai atau laut.

4.1.7

KAWASAN LINDUNG LAINNYA Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008, menyatakan bahwa yang termasuk kawasan lindung lainnya terdiri dari cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasma nutfah, kawasan

pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Kawasan lindung juga ditetapkan bagi migrasi hewan laut yang dilindungi. Tujuan pengelolaannya untuk melindungi dan mengelola areal dan jalur migrasi mamalia, ikan dan penyu. Memperbolehkan akses publik secara bebas sepanjang memenuhi kondisi dan tidak melanggar larangan-larangan yang ditetapkan guna melindungi lalu lintas yang aman bagi migrasi hewan laut. Mempertahankan sedapat mungkin keaslian (keasrian) alur migrasi hewan, faktor biologi, kualitas air dan nilai-nilai penting lingkungan lainnya. Kawasan lindung terumbu karang ditetapkan di seluruh kawasan perairan laut yang potensial dan sesuai untuk pengembangan terumbu karang. Di Kabupaten Pesisir Selatan yang termasuk kedalam kawasan lindung lainnya. A. KAWASAN PERLINDUNGAN PLASMA NUTFAH DAN

DAERAH ALIRAN SUNGAI Kawasan Plasma Nutfah merupakan Kawasan Kawasan dengan luas tertentu dan memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang

memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhannya. Untuk jelasnya lihat Tabel 4.6 :

Pola Ruang

Hal. 21

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

TABEL 4.6 PENYEBARAN KAWASAN LINDUNG LAINNYA


NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 NAMA KECAMATAN LUAS (KM2)

Koto XI Tarusan Bayang IV Nagari Bayang Utara IV Jurai Batang Kapas Sutera Lengayang Ranah Pesisir Linggo Sari Baganti Pancung Soal Basa IV Balai Tapan Lunang Silaut JUMLAH
Sumber : Hasil Analisis, 2010

508.34 396.17 0.00 228.99 449.67 407.57 574.92 498.86 612.82 2,035.89 711.12 1843.56 6,232.02

B.

TERUMBU KARANG Sumberdaya kelautan yang ada meliput terumbu karang, hutan mangrove, moluska, teripang, dan penyu laut. Ekosistem terumbu karang yang tersebar di Kabupaten Pesisir Selatan luasnya mencapai 884 Ha yang mempunyai persentase tutupan karang rendah, sehingga dapat dikatagorikan rusak dan rusak berat. Tutupan terumbu karang dengan kondisi baik dan dominan berada di Kawasan Mandeh, Carocok Kecamatan IV Jurai, dan selebihnya ditemukan pada pulau-pulau kecil yang berjumlah 57 buah. Rencana pola ruang kawasan lindung Kabupaten Pesisir Selatan hingga tahun 2030 sebagaimana disampaikan pada Lampiran - 17

4.2 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Penetapan kawasan budidaya pemantauan sarana dimaksudkan kegiatan untuk termasuk memudahkan penyediaan pengelolaan, prasarana dan dan

Pola Ruang

Hal. 22

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

maupun penanganan dampak lingkungan akibat kegiatan budidaya. Penetapan kawasan budidaya hingga tahun 2030 didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN dan hasil kesepakatan antar wilayah pada Ditjen Penataan Ruang yang menyangkut klasifikasi pemanfaatan ruang kabupaten. Luas keseluruhan kawasan budidaya mencapai 262.797 Ha atau 45,35 % (direncanakan sampai tahun 2030) dari luas wilayah administrasi, yang meliputi : a. Kawasan hutan produksi; b. Kawasan hutan rakyat; c. Kawasan perkebunan; d. Kawasan pertanian; e. Kawasan perikanan; f. Kawasan pertambangan; g. Kawasan industri; h. Kawasan pariwisata; i. Kawasan permukiman; dan j.

Kawasan peruntukan lainnya.

4.2.1 KAWASAN PERUNTUKAN HUTAN PRODUKSI Kawasan budidaya hutan produksi, dibedakan menjadi hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat di konversi. Dari penjelasan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya, daerah ini memiliki potensi hutan produksi yang cukup luas dan tersebar di beberapa Kecamatan. Untuk rencana pengembangan kawasan

peruntukan hutan produksi sampai dengan tahun 2030 seluas 70.681 Ha yang terdiri dari kawasan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 40.004 Ha, hutan produksi tetap (HP) seluas 5.299 Ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 25.378 Ha. Kawasan hutan produksi tersebut diarahkan pengembangannya di Kecamatan Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung soal, Basa IV Balai Tapan dan Lunang Silaut.

Pola Ruang

Hal. 23

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Penetapan kawasan hutan produksi ditujukan untuk mewujudkan kawasan hutan produksi yang dapat memberikan manfaat : a. Mendorong peningkatan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; b. Mampu meningkatkan fungsi lindung, menjaga keseimbangan tata air dan lingkungan serta pelestarian kemampuan sumberdaya hutan; c. Mampu menjaga kawasan lindung terhadap pengembangan kawasan budidaya; d. Mampu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar hutan; e. Meningkatkan nilai tambah produksi hasil hutan dan industri pengolahannya dan meningkatkan ekspor; atau f. Mendorong perkembangan usaha dan peran masyarakat sekitar hutan. Tabel 4.7 sampai Tabel 4.9 menunjukkan rencana sebaran dan luas kawasan hutan produksi hingga tahun 2030. Sebaran Hutan Produksi Terbatas (HPT) meliputi seluruh wilayah kecamatan kecuali Kecamatan Koto XI Tarusan, Kecamatan Bayang, Kecamatan Bayang Utara, Kecamatan IV Jurai, Kecamatan Batang Kapas dan Kecamatan Sutera. TABEL 4.7 RENCANA LUAS DAN PERUBAHAN LUAS HUTAN PRODUKSI TERBATAS HINGGA TAHUN 2030 DIRINCI PER KECAMATAN
NO KECAMATAN LUAS (HA) 42.883 7.882 25.208 37.667 36.160 44.911 59.514 LUAS HUTAN PRODUKSI TERBATAS SK. 422 TH RENCANA TAHUN 1999 2010-2030 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10.676 10.634
Hal. 24

1 2 3 4 5 6 7

Koto XI Tarusan Bayang Bayang Utara IV Jurai Batang Kapas Sutera Lengayang

RENCANA PERUBAHAN LUAS (HA) 0 0 0 0 0 0 (0.042)


4 -

Pola Ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

8 9 10 11 12

Ranah Pesisir Linggo Sari Baganti Pancung Soal Basa IV Balai Tapan Lunang Silaut JUMLAH
Keterangan :

56.906 31.814 74.581 68.265 93.704 579.495

9.563 7.763 12.240 8.643 22.292 71.177

4.900 4.625 4.900 4.410 10.535 40.004

(4.663) (3.138) (7.340) (4.233) (11.757) 31.173

Sumber : Hasil rencana, 2010

1) Terhadap luas hutan hutan produksi terbatas per kecamatan 2) Terhadap jumlah perubahan luas hutan produksi terbatas kabupaten 3) Angka dari luasan Menteri rencana dapat saja berubah setelah ada penetapan

Kehutanan

Luas Hutan Produksi Terbatas akan mengalami pegurangan seluas 31.173 Ha dari luas 71.177 tahun 2009 menjadi 40.004 Ha tahun 2030. Rencana luas dan perubahan luas hutan produksi terbatas hingga tahun 2030 yang pada hutan dirinci tabel produksi setiap diatas terbatas kecamatan tersebut paling luas sebagaimana diketahui adalah /

ditunjukkan perubahan penambahan

Kecamatan Lunang Silaut yaitu sekitar 11.757 Ha. TABEL 4.8 RENCANA LUAS DAN PERUBAHAN LUAS HUTAN PRODUKSI HINGGA TAHUN 2030 DIRINCI PER KECAMATAN
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 KECAMATAN LUAS (HA) 42.883 7.882 25.208 37.667 36.160 44.911 59.514 56.906 31.814 74.581 68.265 93.704 579.495 LUAS HUTAN PRODUKSI SK. 422 RENCANA TAHUN 1999 TAHUN 2010-2030 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4.381 5.299 4.381 5.299 RENCANA PERUBAHAN LUAS (HA) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 918 918
Hal. 25 4 -

Koto XI Tarusan Bayang Bayang Utara IV Jurai Batang Kapas Sutera Lengayang Ranah Pesisir Linggo Sari Baganti Pancung Soal Basa IV Balai Tapan Lunang Silaut JUMLAH

Pola Ruang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Sumber : Hasil rencana, 2010 Keterangan : 1) Terhadap luas hutan hutan produksi per kecamatan 2) Terhadap jumlah perubahan luas hutan produksi terbatas kabupaten 3) Angka luasan rencana dapat saja berubah setelah ada penetapan dari Menteri Kehutanan.

Sebaran Hutan Produksi (HP) meliputi Kecamatan Lunang Silaut kecuali 11 kecamatan. Luasan hutan produksi akan mengalami kenaikan luas 918 Ha dari luas 4.381 Ha tahun 2009 menjadi 5.299 Ha tahun 2030. Rencana luas dan perubahan luas hutan produksi hingga tahun 2030 yang dirinci setiap kecamatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.9. Dari tabel tersebut diketahui perubahan/ penambahan hutan produksi Kecamatan Lunang Silaut yaitu seluas 918 Ha. TABEL 4.9 RENCANA LUAS DAN PERUBAHAN LUAS HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI HINGGA TAHUN 2030 DIRINCI PER KECAMATAN
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 KECAMATAN LUAS (HA) 42.883 7.882 25.208 37.667 36.160 44.911 59.514 56.906 31.814 74.581 68.265 93.704 579.495 LUAS HUTAN PRODUKSI SK. 422 TH RENCANA TAHUN 1999 2010-2030 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3.305 1.962 2.940 0 0 0 14.000 0 5.133 1.962 25.378 RENCANA PERUBAHAN LUAS (HA) 0 0 0 0 0 0 0 3.305 0.978 0 14.000 5.133 23.416

Koto XI Tarusan Bayang Bayang Utara IV Jurai Batang Kapas Sutera Lengayang Ranah Pesisir Linggo Sari Baganti Pancung Soal Basa IV Balai Tapan Lunang Silaut JUMLAH

Sumber : Hasil rencana, 2010 Keterangan : 1) Terhadap luas hutan produksi yang dapat dikonversi per kecamatan 2) Terhadap jumlah perubahan luas hutan produksi yang dapat dikonversi kabupaten 3) Angka luasan rencana dapat saja berubah setelah ada penetapan dari Menteri Kehutanan.

Pola Ruang

Hal. 26

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Sebaran Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) meliputi wilayah kecamatan Linggo Sari Baganti kecuali kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, bayang Utara, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Pancung Soal, Basa IV Balai Tapan dan Lunang Silaut. Luasan hutan produksi yang dapat dikonversi akan bertambah 23.416 Ha dari luas 1.962 Ha tahun 2009 menjadi 25.378 Ha tahun 2030. Rencana luas dan perubahan luas hutan produksi terbatas hingga tahun 2030 yang dirinci setiap kecamatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.9. Dari tabel tersebut diketahui perubahan/ penambahan hutan produksi yang dapat dikonversi paling luas adalah Kecamatan Basa IV Balai Tapan yaitu sekitar 14.000 Ha (55,17%). 4.2.2 KAWASAN PERUNTUKAN HUTAN RAKYAT Kawasan hutan rakyat disebut juga sebagai hutan milik, adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik baik secara perseorangan / kelompok atau badan hukum sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup hayati beserta lingkungannya. Rencana sebaran kawasan hutan rakyat dikembangkan di seluruh wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan SK.402/Menhut-II/2009 tanggal 6 Juli 2009, telah ditetapkan Pencadangan Areal untuk Pengembangan Hutan Taman Rakyat Seluas 2.795 Ha di Kabupaten Pesisir Selatan, yaitu di Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Punggasan, Air Haji dan Inderapura yang telah di sahkan, dan selanjutnya untuk Rencana Pengembangan Hutan Tanaman Rakyat pada Kawasan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) 4.2.3 KAWASAN PERUNTUKAN PERKEBUNAN Kawasan perkebunan dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang ada pada daerah masing-masing memiliki prospek ekonomi cepat tumbuh. Menurut jenis komoditasnya, pengembangan perkebunan meliputi kelapa sawit, karet, kakao, kopi, kelapa, pinang, kasiavera, gambir, nilam, dan lain-lain.

Pola Ruang

Hal. 27

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan dengan pemanfaatan potensi lahan yang memiliki kesesuaian untuk perkebunan, berada pada kawasan budidaya, dan menghindarkan timbulnya konflik pemanfaatan lahan dengan kawasan lindung, kawasan hutan produksi tetap dan produksi terbatas, kawasan industri, dan kawasan permukiman. Rencana pengembangan kawasan perkebunan hampir meliputi di seluruh Kecamatan di daerah ini meliputi kecamatan : Kecamatan Lengayang dengan luas 10.700 Ha, Ranah Pesisir dengan luas 7.653 Ha, Linggo Sari Baganti dengan luas 4.653 Ha, Pancung Soal dengan luas 11.230 Ha, Basa IV Balai Tapan dengan luas 5.743 Ha dan Lunang Silaut dengan luas 19.192 Ha. Pengelolaan perkebunan dapat dilakukan baik oleh perusahaan perkebunan maupun oleh masyarakat/ rakyat. Dalam rangka memacu perkembangan perekonomian daerah, tidak tertutup kemungkinan dikembangkan kawasan agropolitan yang berada di Kecamatan Batang Kapas, Kecamatan Sutera, Kecamatan Lengayang, dan Kecamatan Ranah Pesisir. 4.2.4 KAWASAN PERTANIAN Pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan daerah, baik terhadap PDRB, maupun penyerapan tenaga kerja. Potensi sumberdaya lahan tanaman pangan dan hortikultura meliputi lahan sawah dan lahan bukan sawah yang terdiri dari pekarangan, ladang, dan tegalan/kebun. Dari potensi yang ada seluas 116.549 Ha, baru dimanfaatkan seluas 109.847 Ha sekitar 94.25% dan sisanya seluas 6.702 Ha sekitar 5.75% belum dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas pertanaman masih rendah, terutama lahan bukan sawah. Rencana pengembangan budidaya pertanian tanaman pangan dan hortikultura diarahkan untuk pemanfaatan secara intensif lahan-lahan

Pola Ruang

Hal. 28

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

yang belum dimanfaatkan dan tersebar di seluruh wilayah kecamatan. Selain itu, juga akan ditetapkan lahan-lahan pertanian

tanaman pangan abadi untuk mendukung ketahanan pangan. Adapun rencana pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan dan holtikultura, antara lain adalah : A. PERTANIAN LAHAN SAWAH Tersebar pada seluruh kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas sawah rencana 46.374 Ha yang sudah manfaatkan untuk sawah baru 19.779 Ha. Pengembangan lahan irigasi di Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, Bayang Utara, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal, Basa Ampek Balai Tapan dan Lunang Silaut; B. KAWASAN PALAWIJA PERTANIAN DAN LAHAN KERING

HORTIKULTURA Komoditi sayuran seperti kubis, kentang, bawang merah, cabe di Kecamatan Koto XI Tarusan dan Bayang Utara. Buah-buahan seperti manggis, pisang, jeruk, melinjo, alpokat, salak di seluruh kecamatan daerah ini. Selain itu juga di kembangkan kawasan agropolitan peternakan yang berlokasi di 4 Kecamatan yaitu : a. Kecamatan Sutera; b. Kecamatan Lengayang; c. Kecamatan Ranah Pesisir; dan d. Kecamatan Linggo Sari Baganti.

4.2.5 KAWASAN PERUNTUKAN BUDIDAYA PERIKANAN A. PERIKANAN TANGKAP Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 pasal 3, bahwa wilayah provinsi, sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat 1, terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut

Pola Ruang

Hal. 29

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan. Sesuai dengan undang-undang tersebut maka batas wilayah laut termasuk kawasan perikanan tangkap yang pengelolaannya menjadi wewenang propinsi adalah sejauh 12 mil. Sedangkan wilayah kabupaten mempunyai batas wilayah laut seluas 84 km2. Rencana pengembangan kawasan perikanan tangkap dikembangkan di 10 Kecamatan yang mempunyai wilayah pesisir dan laut. Masing-masing daerah tersebut adalah Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal dan Lunang Silaut. Perairan pesisir untuk kegiatan perikanan tangkap dengan bagan, bubu atau perahu < 10 GT di fokuskan pada kegiatan penangkapan udang, ikan pelagis dan ikan laut lainnya skala kecil pada jalur penangkapan 0 - 4 mil dari garis pantai. Perairan pesisir untuk kegiatan perikanan tangkap komersil untuk perahu/kapal ikan 10 - 30 GT penekanan pada kegiatan

penangkapan udang, ikan pelagis dan ikan laut lainnya skala komersil pada jalur penangkapan > 4 mil dari garis pantai. Zona perikanan tangkap komersil (pelagis) terdapat di perairan daerah ini.

B. PERIKANAN BUDIDAYA Perikanan budidaya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu budidaya laut, budidaya tambak dan budidaya air tawar. Kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya air tawar dan tambak adalah sebagai berikut : Kelerengan lahan < 8 % Persediaan air cukup Jauh dari sumber pencemaran, baik pencemaran

domestik maupun industri. Kualitas air baik (memenuhi kriteria kualitas air untuk budidaya

Pola Ruang

Hal. 30

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

perikanan). Kriteria untuk kawasan pengembangan budidaya laut adalah 1. Terlindung dari gelombang dan angin. Menghindari terjadinya kerusakan pada kegiatan atau usaha budidaya yang berasal dari gelombang dan arus yang besar. 2. Jauh dari permukiman dan industri. Limbah atau pencemaran yang berasal dari mengakibatkan budidaya. 3. Jauh dari muara sungai. Muara sungai juga sangat rumah tangga kerusakan perairan dan industri dan kegagalan dapat usaha

mempengaruhi budidaya laut dengan adanya proses sedimentasi akibat aktifitas di daerah atas ( Up-land ) seperti penebangan hutan, pertanian, permukiman dan industri yang dekat bantaran sungai. Kondisi ini menjadi kompleksi karena daerah muara sungai secara oseanografi sangat dipengaruhi oleh air laut. Akibatnya, kondisi perairan, biota dan ekosistemnya memiliki karakteristik yang khas. Dengan demikian kegiatan budidaya laut tidak mungkin dilakukan di daerah ini. 4. Jauh dari kawasan ekosistem penting laut, seperti terumbu karang, mangrove dan padang lamun. 5. Kualitas air baik. Kualitas ini mengidikasikan kelayakan kondisi perairan yang dapat dijadikan lokasi budidaya laut. Kelayakan kondisi perairan ini dapat diukur dari parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter Fisika ; Kecerahan; parameter kimia : Disolved Oxygen (DO), Chemical Oxygen Demand (COD), kandungan organik (organic matter), Biolocal Oxygen Demand (BOD), kandungan klorofil dan parameter biologi : plankton. Rencana pengembangan perikanan darat yaitu tersebar di seluruh kecamatan dengan sentra-sentra di Kecamatan Koto XI Tarusan, Bayang, Bayang Utara, IV Jurai, Batang Kapas, Sutera, Lengayang, Ranah Pesisir, Linggo Sari Baganti, Pancung Soal, Basa IV Balai Tapan dan Lunang Silaut.

Pola Ruang

Hal. 31

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Sedangkan perikanan budidaya laut dikembangkan di wilayah kecamatan yang memiliki perairan laut, termasuk di teluk-teluk sepanjang pantai dan pengembangan pulau-pulau tempat penyu bertelur. Untuk peningkatan pengembangan perikanan budidaya laut diusulkan dalam program Minapolitan. Selain dimanfaatkan untuk budidaya ikan laut, kawasan pesisir juga dimanfaatkan untuk pertambakan, keramba, budidaya rumput laut, dan kerang-kerangan serta dialokasikan juga untuk membangun konstruksi infrastruktur di lahan pantai guna kepentingan

penyimpanan (gudang), pengolahan hasil dan transportasi sarana/ input produksi budidaya laut. Kawasan Budidaya Perikanan dipusatkan di kawasan Minapolitan yang berlokasi di Kecamatan Koto XI Tarusan (Kawasan Mandeh).

4.2.6 KAWASAN PETERNAKAN Usaha perternakan menjadi salah satu usaha yang signifikan dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Hal ini terlihat dari rumah tangga peternak yang cukup besar dan diiringi dengan peningkatan produksi yang menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun. Pengembangan usaha peternakan dilakukan dengan pendekatan pengembangan kawasan sentra komoditi unggulan ternak dengan pendekatan agribisnis Kawasan Agropolitan di Kecamatan Lengayang, Sutera, Linggo Sari Baganti dan Ranah Pesisir dengan komoditi unggulan sapi potong, ayam buras, itik, dan ayam petelur dengan pusat

pengembangan di Surantih. Dimasa depan untuk menciptakan sinergi kegiatan, dikembangkan usaha pengembangan kawasan peternakan dalam pola sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan agribisnis perternakan dengan pertanian. Sedangkan untuk pengembangan Perternakan untuk sapi lokal di wilayah 12 kecamatan.

Pola Ruang

Hal. 32

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

4.2.7 KAWASAN PERTAMBANGAN Daerah ini kaya akan hasil pertambangan, terutama : batubara dan berbagai pertambangan mineral lainnya dengan potensi tambang 43.000 Ha. Usaha pertambangan tersebut, yaitu : 1. Bahan galian batubara 2. Bahan galian mineral a. Mineral logam Emas Biji besi b. Mineral bukan logam Pasir besi Tawas c. Batuan Andesit Basalt Batu bara Batu Gamping/Batu Kapur Batu Pasir Vol Granit Koalin Kwarsit Pasir Besi Pasir Kwarsa Lempung/Tanah Liat (clay), Tanah Urug Tawas Toseki Dalam mengelola usaha pertambangan, (WP), pemerintah yang terdiri dari

menetapkan wilayah wilayah (WPR).

pertambangan

usaha pertambangan (WUP), wilayah pertambangan rakyat Wilayah usaha pertambangan (WUP), adalah bagian dari (WP) yang telah memiliki

wilayah pertambangan ketersediaan data,

Pola Ruang

Hal. 33

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

potensi,

dan/atau

informasi

geologi. WUP

ditetapkan

oleh

pemerintah pusat melalui koordinasi dengan pemerintah provinsi. Wilayah yang telah mendapat izin usaha pertambangan (IUP), yang selanjutnya disebut SIUP berada di kecamatan IV Jurai (Lumpo dengan luas 922,70, IV Jurai 1.138 Ha dan Nagari Tambang dengan luas 292 Ha, Kecamatan Batang Kapas dengan luas 2.365 Ha, Kecamatan Sutera dengan luas 7.582,55 Ha, Kecamatan Basa Ampek Balai Tapan dengan luas 2.451,6 Ha dan Kecamatan Lunang Silaut 199 Ha. Yang meliputi usaha pertambangan batubara dan pertambangan mineral. Wilayah pertambangan rakyat (WPR), adalah bagian dari wilayah pertambangan (WP) tempat dilakukannya usaha pertambangan rakyat. WPR ditetapkan oleh Bupati sesuai pasal 21, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan. Kegiatan pertambagan tanpa izin yang dilakukan rakyat cukup banyak dan tersebar hampir di seluruh kecamatan. Lokasi ini belum ditetapkan sebagai wilayah pertambangan rakyat (WPR), namun telah dikerjakan diprioritaskan untuk ditetapkan sebagai WPR. Kriteria untuk menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR) adalah sebagai berikut : a. Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai; b. Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter; c. d. Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare; e. f. Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun. Wilayah pencadangan negara (WPN), adalah bagian dari wilayah

Pola Ruang

Hal. 34

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

pertambangan (WP) yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional. Penetapan wilayah pencadangan negara (WPN) dilakukan oleh pemerintah pusat dengan tetap memperhatikan aspirasi daerah sebagai daerah yang dicadangkan untuk komoditas tertentu dan daerah konservasi dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem dan lingkungan. WPN yang ditetapkan untuk komoditas tertentu dapat diusahakan sebagian luasnya, sedangkan WPN yang ditetapkan untuk konservasi ditentukan batasan waktunya. WPN yang diusakan sebagian, luas statusnya berubah menjadi wilayah usaha pertambangan khusus (WUPK). Perubahan status WPN menjadi WPUK dapat dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut : a. b. c. Pemenuhan bahan baku industri dan energi dalam negeri; Sumber devisa negara; Kondisi dan prasarana; d. Berpotensi pertumbuhan ekonomi; e. f. Daya dukung lingkungan; dan/atau Penggunaan teknologi tinggi dan modal investasi yang besar. semua wilayah administrasi merupakan rencana untuk dikembangkan sebagai pusat wilayah didasarkan pada keterbatasan sarana

Hampir usaha

pertambangan, Pesisir Selatan untuk dieksploitasi.

karena

12

wilayah

administrasi

kabupaten

mempunyai

bahan

pertambangan

yang

berpotensi

4.2.8 KAWASAN INDUSTRI Kawasan industri membutuhkan hamparan areal cukup luas dan berpengaruh terhadap perubahan lingkungan, baik bentang alam, maupun kondisi sosial ekonomi dan lingkungangannya. Kawasan

industri

diharapkan ekonomi

mampu dan

menjadi kesejahteraan

stimulus

percepatan sekitar

perkembangan dan

masyarakat

Pola Ruang

Hal. 35

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

wilayah lebih luas, dengan tetap memperhatikan upaya mencegah pencemaran fungsi lingkungan. Disamping itu ditetapkan pengembangan industri di kawasan pesisir yang mengolah hasil budidaya laut komersial, seperti industri perikanan tangkap secara komersil tujuan ekspor, Industri Galangan Kapal di rencanakan di Sungai Pinang Kecamatan Koto XI Tarusan. Sedangkan industri peternakan dan kelapa sawit di Kecamatan Lengayang. Industri perkebunan dikembangkan pada sektor industri kelapa sawit (CPO) yang berlokasi di Pancung Soal dan Lunang Silaut. 4.2.9 KAWASAN PARIWISATA. Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

pembangunan kepariwisataan dilakukan melalui pengembangan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran dan kelembagaan

pariwisata. Upaya pengembangan kepariwisataan dikaitkan dengan daerah tujuan wisata (destinasi) nasional yakni: Jakarta, Jogja, dan Bali, sebagai satu kesatuan destinasi wisata nasional, sekaligus untuk menarik minat pengunjung, yang ditujukan terhadap wisatawan nusantara maupun mancanegara. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Pengembangan

kepariwisataan untuk masa yang akan datang dilakukan dengan membagi destinasi pariwisata Kabupaten Pesisir Selatan kedalam 7 (tujuh) Destinasi Pengembangan Pariwisata (DPP), sebagai berikut : a. Kawasan Mande rubiah. b. Kabupaten Pesisir Painan. Berupa Teluk objek Kasai, wisata bahari, seperti Pantai Selatan dengan Pusat Layanan di Kota Wisata Budaya di Istana Inderapura dan rumah

Pola Ruang

Hal. 36

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Sumedang, Pasir Putih, Sambungo, sedangkan Pantai Carocok Painan dan Kawasan Wisata Mandeh yang berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Wisata Bahari Wilayah Barat merupakan

Destininasi Pengembangan Pariwisata (DPP 6). c. Kawasan Wisata Alam (Air Terjun Bayang Sani, Jembatan Akar, Air Terjun Timbulun, Air Terjun Pelangai Gadang, Ganting Ampalu, Air terjun Sungai Suam Lakitan dan Ekowisata Suaka Taman Nasional Kerinci Seblat Sako. d. Kawasan Wisata Konservasi Lokasi yang memiliki bentang lahan pantai dan ekosistem laut yang potensial untuk kegiatan-kegiatan wisata bahari dan rekreasi yang bernilai komersil. 4.2.10 KAWASAN PERMUKIMAN Kawasan permukiman merupakan kawasan di luar kawasan lindung yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian masyarakat yang berada di wilayah perkotaan dan perdesaan, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan diupayakan tidak melakukan peralihan fungsi terhadap lahan pertanian teknis. Secara keseluruhan luas lahan terbangun direncanakan seluas 14.571 Ha, sebagian besar kawasan terbangun berupa

permukiman, yang dapat dibedakan dalam dua kelompok yakni permukiman perkotaan, dan permukiman perdesaan, Adapun kriteria pengembangan kawasan permukiman adalah : 1. Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman yang aman dari bahaya bencana alam. 2. Sehat dan mempunyai akses untuk kesempatan berusaha serta dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan

permukiman, mendayagunakan fasilitas yang ada disekitarnya dan meningkatkan perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada. 3. Perlu adanya pengaturan terhadap luas lahan terbangun dengan tak terbangun pada kawasan pengembangan permukiman.

Pola Ruang

Hal. 37

RencanaTataRuangWilayahKabupatenPesisirSelatan2010-2030

4.

Perlu

adanya

penetapan

tinggi

bangunan

pada

kawasan pengembangan permukiman. Secara permukiman di daerah ini umum kawasan

berdasarkan penyediaan wilayah

permukimannya dapat dibedakan menjadi : a. Permukiman perdesaan, meliputi: Permukiman pusat pertumbuhan desa (nagari/kelurahan) Permukiman desa (jorong/kampung) Permukiman pada perdusunan b. Permukiman perkotaan meliputi : Permukiman perkotaan Besar Permukiman perkotaan menengah Permukiman perkotaan kecil c. Permukiman perkotaan didukung oleh kota satelit, pengembangan kota baru seperti Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Lunang Silaut, dan permukiman skala menengah menyebar di ibukota kecamatan di daerah ini. Usulan untuk kota besar adalah Kota Painan sebagai kota inti maupun sebagai pusat pelayanan. Perkotaan ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum kota, kegiatan industri, dan jasa. Antara kota inti dengan perkotaan satelit dan permukiman skala menengah memiliki hubungan atau aksesibilitas yang tinggi, setidaknya oleh sistem komuting. d. Permukiman perkotaan menengah, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan kota-kota menengah. Dengan berkembangnya kawasan permukiman tersebut akan membentuk pusat pertumbuhan skala wilayah/regional. Berkembangnya area terbangun tersebut akan berdampak terhadap skala pelayanan di tingkat regional bahkan akan dapat menghubungkan atau berinteraksi dengan metropolitan dan perkotaan kecil lainnya. e. Permukiman perkotaan kecil, merupakan permukiman di perkotaan yang memiliki fungsi sebagai:

Pola Ruang

Hal. 38

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 - 2030

Pusat pelayanan kabupaten. Pusat pertumbuhan ska la kabupaten. Pusat pelayanan perkotaan kecamatan. Pembangunan Kasiba (Kawasan Siap Bangun) dan Lasiba (Lahan Siap Bangun) di Kecamatan dengan rencana pengembangan kawasan sosial ekonomi dan atau perkotaan tinggi seperti Ranah Pesisir, Basa IV Balai Tapan, dan IV Jurai dan Bayang dengan mempersiapkan lahan siap bangun dan pembuatan prasarana pemukiman pendukung penduduk seperti jalan lingkung

prasarana air bersih, air limbah, jaringan telekomonikasi dan penerangan. 4.2.11 KAWASAN PERUNTUKAN LAINNYA Kawasan peruntukan lainnya berdasarkan PP 26 Tahun 2008 tentang RTRWN mencakup kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan. Kawasan pertahanan keamanan yang dimaksud disini adalah pertahanan keamanan daerah dan lingkungan. Kawasan perternakan dan kawasan budidaya perairan di tetapkan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kawasan peruntukan kriteria teknis pemanfaatan ruang dan merupakan persyaratan minimal untuk seluruh kecamatan yang akan diatur lebih lanjut dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4.3 KAWASAN BUDIDAYA YANG MEMILIKI NILAI STRATEGIS Kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis di Kabupaten Pesisir Selatan adalah merupakan kawasan andalan yang ditetapkan oleh Kabupaten. Kawasan andalan tersebut terdiri dari : 1. Kawasan Mandeh; 2. Kawasan Lunang Silaut; 3. Kawasan Pelabuhan Panasahan - Wisata Carocok Bukik Langkisau; lainnya diatur dalam standar dan

4. Kawasan Agropolitan Perternakan;


Pola Ruang Hal. 39 4 -

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

5. Kawasan Pelabuhan Perikanan Kambang; 6. Kawasan Istana Indrapura;dan 7. Kawasan Jembatan Akar Bayang Sani.

Sedangkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari : 1. Pelabuhan bagi pelabuhan Panasahan Carocok Painan dan Air Haji). Tujuan Pengelolaan : Primer : Penekanan pada semua kegiatan untuk pembangunan pelabuhan dan fasilitas pendukungnya yang ditujukan check point kegiatan perikanan tangkap di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), pelabuhan penampungan, pengolahan dan/atau distribusi minyak dan gas serta areal untuk lego jangkar pelayaran internasional. Memperbolehkan akses publik secara bebas sepanjang memenuhi kondisi dan tidak melanggar larangan-larangan yang ditetapkan guna melindungi infrastruktur penting dan lalulintas yang aman bagi kapal menuju pelabuhan. Sekunder (bila dimungkinkan) : Mempertahankan sedapat mungkin keaslian (keasrian) pemandangan, faktor biologi, kualitas air dan nilai-nilai penting lingkungan lainnya. Kriteria untuk seleksi lokasi : Lokasi didasarkan pada karakteristik pelabuhan yang diperlukan. Zona Pelabuhan Kelas A dengan sub zona pelabuhan perikanan samudera, sub zona pelabuhan peti kemas, dan sub zona pelabuhan pertamina dapat ditetapkan diseluruh kabupaten/kota yang memiliki kawasan pesisir. Sasaran pengelolaannya adalah mewujudkan kawasan pelabuhan Kelas A untuk pendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan taraf hidup masyarakat dan Kelas B (pelabuhan Pengumpan Regional Kelas B : kawasan strategis yang diperuntukan

Pola Ruang

Hal.

40

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

meningkatnya lapangan kerja Pesisir Selatan.

bagi

masyarakat

Kabupaten

Untuk lebih jelasnya Rencana Pola Ruang hingga 2030 dapat dilihat pada pada Tabel 4.10. dan Tabel 4.11, dan Lampiran . Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Pesisir Selatan 2010 - 2030.

Pola Ruang

Hal. 41

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

TABEL 4.10 RENCANA POLA RUANG WILAYAH DARAT SAMPAI TAHUN 2010 2030

N o

Nama Wilayah

Kws Lindung Hutan Lindung TNKS/ HSAW

Jumlah (A) Hutan Produksi Hutan Produksi Konversi Hutan Produksi Terbatas 3 1,735 3 1,735 5 .476

Kawasan Budidaya Industri Perairan Permuk darat Perkeb Pertan Pertamb

Jumlah (B)

Jumlah A + B (Ha)

1 Pesisir Selatan
Jumlah (Ha) Prosentase (%)

2 3,096 2 3,096 3 .99

2 95,629 2 95,629 5 1.01

3 18,725 3 18,725 5 5.00

5 ,299 5 ,299 0 .914

2 5,378 2 5,378 4 .379

0 0 0

1 ,845 1 4,571 1 ,845 1 4,571 0.318 2.514

5 9,150 1 07,841 5 9,150 1 07,841 1 0.207 1 8.61

1 4,950.85 1 4,950.85 2.58

2 60,770 2 60,770 45,35

5 79,495 5 79,495 100,00

Sumber : Hasil Perhitungan, 2030

Pola Ruang

Hal. 42

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

TABEL IV.11 RENCANA POLA RUANG WILAYAH PESISIR (PERAIRAN LAUT) DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN PESISIR SELATAN TAHUN 2010 2030
Kawasan Budidaya Perikanan Konservasi Perairan Keramba Jaring Apung (KJA) 1.551,232 1.551,232 2.368,062 2.368,062 183,369 183,369 Perairan Untuk Pemanfaata Perikanan Tangkap Komersil (Pelagis) 371.909,698 371.909,698 Tangkap (Lainnya) Taman Wisata Perairan Pariwisata Bahari Luas kecil 2.188,748 2.188,748 121.267 121.267 Kaw. Alur dan peruntukan

N o

Nama Wilayah PPK (Suaka Pulau PPK (Suaka Pesisir)

Kawasan Lindung/ Konservasi PPK (Taman Pulau Konservasi Maritim Hutan Sempadan Pantai

Jumlah (Ha)

Pulau-pulau Pelayaran

1 Pesisir Selatan
Jumlah (Ha)
Sumber :

0 0

0 0

0 0

16,286 16,286

468 468

0 0

0 0

0 0

200,244 200,244

- Peta Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Bappeda Kab.Pesisir Selatan 2009 Hasil Perhitungan, 2009

Pola Ruang

Hal. 43

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pesisir Selatan 2010 2030

Pola Ruang

Hal. 44

You might also like