You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang nomer dua di Indonesia. Terdapat sejumlah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia yang mengakibatkan kebutaan pada 0,16 % penduduk. Prevalensi penyakit mata utama di Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72 %, pterigium 8,79 %, katarak 7,40 %, konjungtivitis 1,74 %, parut kornea 0,34 %, glaucoma 0,40 %, retinopati 0,17 %, strabismus 0,12 %. Prevalensi dan penyebab buta kedua mata adalah lensa 1,02 %, glaucoma dan saraf kedua 0,16 %, kelainan refraksi 0,11 %, retina 0,09 %, kornea 0,06 %, lain-lain 0,03 %, prevalensi total 1,47 % (Sidharta Ilyas, 2004). Diperkirakan di Amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glaucoma. Di antara mereka, hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hamper 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Untuk itu kali ini penulis memusatkan pada pencegahan dan penatalaksanaan Glaukoma (Suzanne C. Smeltzer, 2001). Ciri dari kelainan glaukoma ini yaitu trias glaukoma yakni peningkatan TIO, penyempitan lapang pandang, adanya ekskavasi. Penyebab yang pasti dari glaukoma adalah bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary. Dengan demikian, makalah ini dibuat untuk membahas secara terperinci tentang glaukoma beserta dengan asuhan keperawatannya. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kasus glaukoma?

1.3 Tujuan Umum Untuk mengetahui dan memahami konsep keperawatan pada pasien dengan glaukoma 1.4 Tujuan Khusus Agar mampu mengidentifikasi pengertian dari glaukoma Agar mampu memahami penyebab dari glaukoma Agar mampu memahami klasifikasi glaukoma Agar mengerti patofisiologi dari glaukoma Agar mampu memahami manifestsi klinis dari glaukoma Agar mampu memahami komplikasi Agar dapat mengerti Pemeriksaan diagnostik dari glaukoma Agar mampu memahami penatalaksanaan dari glaukoma

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Glukoma merupakan Penyebab Kebutaan nomer dua di indonesia setelah katarak biasax glukoma terjadi di atas usia 4 tahun. Berbeda dengan katarak, kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat di sembuhkn lagi. Glaukoma merupakan penyakit yang merusak syaraf mata yang terjadi akibat tekanan bola mata yang tinggi. Menurut Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009). 2. 2 Penyebab Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004) Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009) Umur Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia.

Terdapat 2 % daripopulasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma. Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anakanak. Tekanan bola mata Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata. Obat-obatan Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.

2.3 Klasifikasi Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidarta Ilyas, 2003) Glaukoma primer Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.

Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit) Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

Glaukoma sekunder Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab : 1) Perubahan lensa 2) Kelainan uvea, uveitis anterior 3) Trauma, hifema dan inkarserasi iris 4) Pasca bedah, blokade pupil, goniosinekia Glaukoma kongenital Primer atau infantil Menyertai kelainan kongenital lainnya

Glaukoma kongenital, khususnya sebagai glaukoma infatik (buftalmos), adalah glaukoma akibat peyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Mungkin kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang

menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal Schlemn, dan tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah balik yang menampung cairan bilik mata ke luar. Akibat pembendungan cairan mata ini, tekanan bola mata meninggi pada saat bola mata sedang dalam perkembangan sehingga selain ekskavasio papil bertambah, juga terjadi pembesaran bola mata seperti kornea dan sklerayang disebut sebagai buftalmos. Glaukoma absolut Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.

2.4 Patofisiologi Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueua humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh work dan kanal schlem. Tekana intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmhg tergantung keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) AqH di bilik mata depan. Peningaktan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya menyebabkan kesrusakan jaringan yang dimula dari perifir menuju ke fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).

2.5 WOC / Pohaon Masalah

2.6 Manifestasi Klinis Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjdi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah : (Harnawartiaj, 2008) Mata merasa dan sakit tanpa kotoran. Kornea suram. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah. emunduran penglihatan yang berkurang cepat. Nyeri di mata dan sekitarnya. Udema kornea. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang. Lensa keruh. Selain itu glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004) Tekanan bola mata yang tidak normal Rusaknya selaput jala Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan kebutaan.

2.7 Komplikasi Komplikasi dari glaukoma menurut berbagai sumber yang salah satunya (2009) adalah kebutaan. 2.8 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Harnawartiaj, 2008) : Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmhg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta Ilyas, 2004) : Tonometri Schiotz Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan cara sebagai berikut : Penderita di minta telentang. Mata di teteskan tetrakain. Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan menekan bola mata penderita). Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer. Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam milimeter air raksa. Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya glaukoma. Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma. Tonometri Aplanasi Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri aplanasi adalah :

Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa. Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam terimpit Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekanan tersebut merupakan tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap sudah menderita glaukoma. Pemeriksaan lampu-slit. Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus. Perimetri Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi. Pemeriksaan Ultrasonografi Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu : A-Scan-Ultrasan. Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaucoma congenital.

B-Scan-Ultrasan. Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain. 2.9 Penatalaksanaan Glaukoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, glaukoma dapat dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya saraf penglihat. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi (Harnawartiaj, 2008) : Terapi obat. Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral. Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam. Bedah lazer. Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO. Bedah konfensional. Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior ke anterior. Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu melalui sclera.

BAB III KONSEP KEPERAWATAN PADA PASIEN GLAUKOMA Pengkajian Biodata klien Nama Umur Jenis kelamin Pendidikan Suku bangsa Pekerjaan Agama Status perkawinan Alamat MRS : : : : : : : : : : : :

Penanggung jawab Alamat

Riwayat Keperawatan: Keluhan Utama : pasien sering mengatakan nyeri daerah mata

Riwayat penyakit sekarang : Riwayat MRS: nyeri dirasakan saat bangun tidur, nyeri dirasakan di daerah sekitar mata, nyeri di mata dirasa seperti mata penuh dengan cairan dan terasa berat didapatkan skala nyeri 8, Riwayat penyakit dahulu : Dalam keluarga pasien ada yang mengelami penyakit hipertensi, glaukoma. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada penyakit keturunan dalam keluarga Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : lemah Tingkat kesadaran : compos mentis Tanda-tanda vital S N TD RR : 37,4 C : 102x/ menit : 130/95 mmHg : 20 x/ menit

Pemeriksaan fisik dengan 9 sistem sistem pernafasan Inspeksi pernafasan Palpasi Perkusi Auskultasi sesak nafas : Bentuk dada: simetris : Sonor : vesikuler, tidak ada ronki atau wheezing tidak ada : Pola nafas teratur, tidak ada batuk, pasien tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada penggunaan otot bantu

sistem cardiovaskuler Inspeksi Palpasi Auskultasi sistem persarafan Inspeksi nampak cemas Palpasi sistem pencernaan Inspeksi Auskultasi Palpasi Sistem perkemihan Inspeksi Palpasi tekan Sistem muskuloskeletal dan integumen Inspeksi Palpasi Sistem endokrin Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, Tidak ada pus : Kemampuan pergerakan sendi bebas terbatas, Tidak ada : Tidak ada udema oedema, Adanya lesi. :Kebersihan: bersih, Urine: jumlah:1500-2000 cc/hari, warna :Tidak ada pembesaran kandung kencing, Tidak ada nyeri kuning, bau khas, tidak terpasang kateter :Nafsu makan: menurun, Mulut bersih, Mukosa bibir kering :Bising Usus 8 x/menit, :Tidak ada Pembesaran hepar, Tidak ada Pembesaran lien : Reflek terhadap rangsang normal : Kesadaran: composmentis, Px nampak gelisah, Pasien : Odema: tidak ada : Nyeri dada tidak ada, Akral hangat : Bunyi jantung normal, Irama jantung reguler

Perkusi: Batas jantung normal

Perkusi:Timpani

Sistem sensori persepsi (penginderaan) Inspeksi : Penglihatan (mata) kabur, Ekspresi wajah menyeringai, Tampak adanya lingkaran cahaya/ pelangi disekitar sinar, Kornea suram, Lensa keruh, Adanya bayangan iris, Palpasi :Konjungtiva anemis, Papil menyempit dan merah.

Inspeksi: Pendengaran (telinga), Pasien dapat mendengar dengan jarak 6 meter, Telinga dalam keadaan bersih, Inspeksi : Penciuman (Hidung), Pasien dapat membedakan bau-bauan

yang diujikan kepadanya misal : beda antara bau kopi dengan bau parfum Inspeksi :Pengecapan (lidah), Pasien dapat merasakan asin, asam,

pahit, dan manis Inspeksi halus. Pemeriksaan dengan 7 Pola Fungsi Kesehatan Pola persepsi dan tata laksana kesehatan Tidak adanya pantangan apapun dalam keluarga pasien Pola nilai kepercayaan/spiritual Menyerahkan semua yang terjadi kepada Tuhan YME Pola konsep diri Dengan keadaannya sekarang, pasien merasa harga diri pasien merasa rendah, dan pasien merasa malu karena pandangannya mulai kabur sehingga pasien sulit melakukan aktivitas di luar rumah. Pola mekanisme koping Pasien merasa akan dijauhi oleh semua orang karena penyakitnya itu Pola hubungan - peran Hubungan pasien dengan istri, keluarga, serta dengan perwat atau pun dokter sangat baik, pasien dapat bekerja sama dengan baik dalam proses kesembuhannya. pola psikososial istri, keluarga dan teman pasien sering dan senang menemani pasien saat :Perabaan, Pasien dapat membedakan benda yang kasar dan

dirawat dirumah sakit. pola istirahat tidur istirahat atau pola tidur pasien terganggu karena sering terbangun dan pasien selalu merasa cemas dengan keadaannya Pemeriksaan Diagnostik TIO: 25 mmHg ANALISA DATA No. 1. Tgl/ jam 14 Nove mber 2011/ 08.00 Pengelompokan data DS: pasien mengatakan nyeri daerah sekitar mata DO: S: 37,4 C, RR : 20 x/menit, Nadi: 102 x/menit TD : 130/95 mmHg Gelisah Ekspresi wajah menyeringai Skala nyeri : 8 Papil menyempit dan merah 2. 14 Nove mber 2011/ 08.00 DS: pasien mengatakan pndangannya mulai kabur DO: S : 37,4 C, RR : 20 x/menit, Gangguan penerimaan Rusaknya serabut syaraf optik Penurunan lapang pandang Gangguan persepsi sensori: penglihatan Peningkatan TIO Etiologi Peningkatan tahanan aliran keluar humos aquoes Membendung semua cairan yang keluar Masalah keperawatan Nyeri

Nadi : 102 x/menit TD : 130/95 mmHg Gelisah TIO : 25 mmHg Adanya bayangan iris Tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar. Papil menyempit dan merah Kornea suram Lensa keruh 3. 14 Nove mber 2011/ 08.00 DS: pasien mengatakan pandangan matanya kabur. DO: S : 37,4 C, RR : 20 x/menit, Nadi :102 x/menit TD : 130/95 mmHg Adanya lesi Papil menyempit dan merah Kornea suram Lensa keruh Penurunan lapang pandang Glaukoma Rusaknya serabut saraf optik Resiko cidera

4.

14 Nove mber 2011/ 08.00

DS: pasien merasa tidak tenang DO: S : 37,4 C, RR : 20 x/menit, Nadi :102 x/menit TD : 130/95 mmHg Gelisah Pasien nampak cemas Jumlah jam tidur siang: 1 jam/hari Jumlah jam tidur malam: 6 jam/hari Mukosa bibi kering

Menekan aliran darah ke saraf optik dan retina Rusaknya serabut saraf optik Penurunan lapang pandang Penurunan penglihatan aktual

Ansietas

5.

14 Nove mber 2011/ 08.00

DS : pasien mengatakan mual saat akan makan DO : S : 37 C, RR : 20 x/menit, Nadi : 102 x/menit TD : 130/95 mmHg Nafsu makan: menurun Frekuensi makan: 2x/hari Porsi makan: 1/2porsi Konjungtiva: anemis Mukosa bibir kering/ pucat

Pori-pori trabekula tersumbat Semua cairan yang keluar terbendung Peningkatan TIO mual, muntah

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

6.

14 Nove mber

DS: pasien mengatakan malu dengan

Rusaknya serabut saraf optik

Gangguan citra tubuh

2011/ 08.00

keadaannya sekarang DO: Tidak menyentuh bagian tubuh (mata) Trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi Meunjukkan keengganan untuk melihat pada bagian tubuh yang terluka Kornea suram

Penurunan lapang pandang Penurunan penglihatan

7.

14 Nove mber 2011/ 08.00

DS: pasien mengatakan tidak bisa merawat dirinya sendiri. DO:

Rusaknya serabut saraf optik Penurunan lapang pandang Penurunan penglihatan

Defisit perawatan diri

Ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan eliminasi Ketidakmampuan untuk membersikan diri sehabis eliminasi Ketidakmampuan untuk mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan

DIAGNOSA

No. 1.

Tgl/jam 14 2011/ 09.00

Diagnosa Keperawatan Nyeri b/d peningkatan TIO yang ditandai dengan DS: C, RR : 20 x/menit, Nadi: 102 x/menit, TD : 130/95 mmHg, Gelisah, Ekspresi wajah menyeringai, Skala nyeri : 8, papil menyempit dan merah. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b/d gangguan

paraf Ns

November pasien mengatakan nyeri daerah sekitar mata, DO: S: 37,4

2.

14

November penerimaan yang ditandai dengan DS: pasien mengatakan pndangannya mulai kabur, DO: S : 37,4 C, RR : 20 2011/ 09.00 x/menit, Nadi : 102 x/menit, TD : 130/95 mmHg, Gelisah, TIO : 25 mmHg, Adanya bayangan iris, Tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, Papil menyempit dan merah, kornea suram, lensa keruh. 3. 14 November 2011/ 09.00 4. 14 2011/ 09.00 Ansietas b/d penurunan penglihatan aktual yang ditandai x/menit, Nadi :102 x/menit, TD : 130/95 mmHg, Gelisah, pasien nampak cemas, Jumlah jam tidur siang: 1jam/hari, Jumlah jam tidur malam: 5jam/hari, Mukosa: kering 5. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual, Ns November muntah sekunder akibat peningkatan TIO. 14 2011/ 09.00 6. 14 Defisit perawatan diri b/d penurunan penglihatan yang Ns Ns Resiko cidera b/d penurunan lapang pandang. Ns

November dengan DS: pasien terlihat cemas, DO: S : 37,4 C, RR : 20

November ditandai dengan DS: pasien mengatakan tidak bisa merawat 2011/ 09.00 dirinya sendiri. DO: Ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan eliminasi, Ketidakmampuan untuk membersikan diri sehabis eliminasi, Ketidakmampuan untuk mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan 7. 14 2011/ 09.00 Gangguan citra tubuh b/d penurunan penglihatan yang keadaannya sekarang. DO: Tidak menyentuh bagian tubuh (mata), Trauma terhadap bagian tubuh yang tidak berfungsi, Meunjukkan keengganan untuk melihat pada bagian tubuh yang terluka, kornea suram.

November ditandai dengan DS: pasien mengatakan malu dengan

TABEL NOC Diagnosa : Nyeri b/d peningkatan TIO yang ditandai dengan skala nyeri : 8 Domain : V Kesehatan kualitas hidup Kelas : V Simtom Cabang : 2102 Tingkat nyeri INDIKATOR 1 Tingkat nyeri: Berat Skala nyeri 0-10 Ekspresi wajah: menyeringai Gelisah Agak Berat Sedang Ringan Tidak ada 2 3 4 5

TABEL NIC No. Dx 1. Tgl/jam 15 Novem ber 2011/ 08.00 Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan Nyeri dapat dengan hasil: Tingkat nyeri: Skala nyeri 0-10 (3) Ekspresi wajah teratasi kriteria Minta pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri/ ketidaknyamanan, 10 = nyeri yang sangat) Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi Rencana keperawatan Pengkajian: Gunakan laporan dari pasien sendiri pertama mengumpulkan pengkajian sebagai pilihan untuk informasi Paraf

menyeringai (4) Gelisah (3)

Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang konsisten dengan usia dan tingkat perkembangan Health education: Instruksikan pasien untuk kepada

menginformasikan

perawat jika pengurang nyeri

tidak dapat dicapai

Berikan seberapa

informasi lama

tentang akan dari

nyeri, seperti penyebab nyeri berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur

Informasikan meningkatkan

pada nyeri

pasien dan

tentang prosedur yang dapat tawarkan saran koping.

Perbaiki tentang (misalnya,

salah analgesic

persepsi narkotik risiko atau

ketergantungan overdosis)

Kolaborasi: Kelola nyeri pasca operasi awal dengan pemberian obat yang terjadwal (misalnya, 4 jam atau 36 jam) Berikan indikasi analgesic sesuai

Lain-lain: Sesuaikan sesuai frekuensi indikasi dosis dengan

pengkajian nyeri dan efek sampingnya

Dorong

ekspresi

perasaan

tentang nyeri Bantu pasien untuk lebih berfokus daripada ketidaknyamanan melakukan dan kunjungan pada aktivitas nyeri/ dengan pengalihan

melalui televise, radio, tape,

Perhatikan mengalami sensitivitas

bahwa terhadap

lansia efek

peningkatan

analgesic obat, dengan efek puncak yang lebih tinggi dan durasi pengurangan nyeri yang lebih lama.

TABEL IMPLEMENTASI No. Diagnosa. Tgl/Jam. Implementasi. Paraf.

Nyeri peningkatan TIO ditandai dengan nyeri : 8

b/d 15 November 10.00 skala yang 2011/

Pengkajian: Menggunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama mengumpulkan pengkajian. untuk informasi

Meminta menilai

pasien

untuk nyeri/

ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri/ ketidaknyamanan, 10 = nyeri yang sangat).

Mengubah

posisi

dengan

sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi

Mengkaji gunakan

nyeri kata-kata

pasien, yang

konsisten dengan usia dan tingkat perkembangan Health education: Menginstruksikan untuk kepada perawat pasien jika

menginformasikan

pengurang nyeri tidak dapat

dicapai

Memberikan tentang penyebab antisipasi nyeri, nyeri

informasi seperti seberapa

lama akan berlangsung dan ketidaknyamanan dari prosedur

Menginformasikan dapat meningkatkan

pada nyeri

pasien tentang prosedur yang dan tawarkan saran koping.

Memperbaiki salah persepsi tentang analgesic narkotik (misalnya, risiko).

Kolaborasi: Mengelola operasi pemberian atau 36 jam) Berikan indikasi analgesic sesuai nyeri awal obat pasca dengan yang

terjadwal (misalnya, 4 jam

Lain-lain: Menyesuaikan frekuensi

dosis sesuai indikasi dengan pengkajian nyeri dan efek sampingnya

Mendorong ekspresi perasaan tentang nyeri

Membantu pasien untuk lebih berfokus daripada ketidaknyamanan melakukan dan kunjungan pada aktivitas nyeri/ dengan pengalihan

melalui televise, radio, tape,

Memperhatikan bahwa lansia mengalami sensitivitas peningkatan terhadap efek

analgesic obat, dengan efek puncak yang lebih tinggi dan durasi pengurangan nyeri yang lebih lama.

TABEL EVALUASI

No. Masalah Kep./ Tgl/ Jam kolaboratif Nyeri 16 November 2011/ 08.00

Catatan Perkembangan.

Paraf.

S: pasien tidak mengeluh nyeri lagi. O: S: 37,4 C, RR : 20 x/menit, Nadi: 95 x/menit TD : 120/80 mmHg Gelisah (-) Ekspresi wajah menyeringai (-) Skala nyeri : 3 A: Nyeri teratasi P: Rencana tindakan dihentikan BAB III PENUTUP 1,2,3,4,5,6

4.1 Kesimpulan Glaukoma adalah suatu keadaan dimana di tandai dengan peningkatan tekanan intra okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga mengakibatkan kebutaan. Glaukoma diklasifikasikan antara lain glaukoma primer, glaukoma sekunder, glaukoma kongenital dan glaukoma absolut. Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran aquos humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO. Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala, nyeri, lapang pandang menurun, dll. Komplikasi dari glaukoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan obatobatan. 4.2 Saran-saran Hendaknya jika mengalami tanda gejala glaukoma secara cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaukoma dapat ditangani.

DAFTAR PUSTAKA Hendrawati,Rita.Pengobatan Kelapa.2008 Ilyas,Sidarta.Glaukoma(Tekanan Bola Mata Tinggi).Jakarta:Sagung Seto.2007 Mailangkay,B,dkk.Ilmu Penyakit Mata.Jakarta:EGC.2002 Latif, Bahtiar. 2009. Askep Glaukoma. Dalam http://ilmukeperawatan.net/index.php/artikel/8-mata/7-askep-glaukoma.html. Diperoleh tanggal 22 April 2010 Waluyo, Sunaryo joko. 2009. Askep Glaukoma. Dalamht t p://askepakper.blogspot.com/2009/08/askep-glaukoma.html. Diperoleh tanggal 22 April 2010 dan Pencegahan Penyakit Mata.Jakarta:Sunda

You might also like