You are on page 1of 25

PII itu kepanjangan dari Pelajar Islma Indonesia, yang didirikan pada tanggal 4 MEI 1947 di kota Gudeg,

Jogjakarta. and pendirinya adalah Bpk. Yosdi Ghozali, Bpk. Anton Timur Jaelani, Bpk. Amien Syahri, dan Ibrahim Zarkasy.

Prendsss... tau nggak sih ... kenapa dulu PII didirikan? Ceritanya, saat itu tuh ada dualisme dalam sistem pendidikan dikalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonisme Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Dulu tuh masing-masing dianggap memiliki orientsai berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke urusan duniawi. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena merupakan produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum dengan sebutan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menjuluki pelajar pndok pesantren dengan sebutan "santri kolot" atau santri "teklekan". Pada saat tu tuh telah ada organisasi Pada saat tu telah ada organisasi yg bernama Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). BUT organisasi ni tdk mampu mengakomodasi aspirasi santri, sehingga tdk dapat mempertemukan dua kelompok yg bertentangan ni. Menyadari realitas sosial ni, ketika itu ada seorang pemuda Islam yg bernama Yoesdi Ghozali yang melakukan iktikaf di Masjid JogJakarta pada tanggal 25 februari 1947 mendapat ILHAM untuk mendirikan suatu organisasi yg dpt mengakomodasi Pelajar Islam baik dari pesantren maupun sekolah umum. Gagasan ini kemudian disampaikan di SMPN 2 Secodiningrat Yogyakarta. Temantemanya yang menghadiri pertemuan itu adalah Anton Timur Djaelani, Amien Syahri, Ibrahim Zarkasy juga semua audiends menyetujui untuk mendirikan suatu organisasi untuk pelajar muslim yang akan menampung pejar sekolah umum dan pesantren. Kesepakatan ini kemudian diprensentrasikan dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) pada tanggal 30 Maret s.d 1 April 1947. Mayoritas dari peserta kongres menyutujui gagasan tersebut. Bahkan Kongres tersebut kemudian menetapkan untuk menggabungkan divisi/bidang kepelajaran dari GPII ke dalam PII. Selain itu peserta kongres juga diminta untuk membantu dan memudahkan pendirian cabang-cabang PII di seluruh Indonesia. Sebagian tindak lanjut dari Kongres, diadakanlah suatu pertemuan di kantor GPII di Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Pertemuan ini dihadiri oleh Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, dan Amir Syahri mewakili Divisi Kepelajaran GPII, Ibrahim Zarkasy, Yahya Ubaed mewakili Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi (PERKISEM) Surakarta, dan Dida Gursida dan Supono NA mewakili Organisasi Pelajar Islam Indonesia Yogyakarta. Pertemuan yang dipimpin oleh Yoesdi

Ghozali ini menetapkan berdirinya suatu organisasi yang diberi nama Pelajar Islam Indonesia (PII) pada pukul 10.00 tanggal 4 Mei 1947. Untuk memperingati moment pendirian PII maka pada tanggal 4 Mei diperingati sebagi hari kebangkitan PII, yakni sebagai kebangkitan dari gagasan yang sudah terakumulasi s sebagai reflex dari realitas sosial yang ada --------------------------------------------------------PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) didirikan di kota perjuangan Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji. Salah satu faktor pendorong terbentuknya PII adalah dualisme sistem pendi-dikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Be-landa, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren meng-anggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena produk ko-lonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum de-ngan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai santri pondok pe-santren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan "santri kolot" atau santri teklekan". Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Merenungi kondisi tersebut, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika Yoesdi Ghozali sedang beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya, gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam. Gagasan terse-but kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Secodining-ratan, Yogyakarta. Kawan-kawannya yang hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain: Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji, dan semua yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam. Hasil kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Yoesdi Ghozali dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1April 1947. Karena banyak peserta kongres yang menyetujui gagasan tersebut, maka kongres kemudian memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk.

Utusan kongres GPII yang kembali ke daerah-daerah juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus pelajar Islam di daerah masing-masing. Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Ahad, 4 Mei 1947, diadakanlah per-temuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Amien Syahri mewakili Bagian Pelajar GPII yang siap dilebur di organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk, Ibrahim Zarkasji, Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Yoesdi Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947. Untuk memperingati momen pembentukan PII, maka setiap tanggal 4 Mei di-peringati sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal ini karena hari itu dianggap se-bagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, sehingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang tahun. PELAJAR ISLAM INDONESIA_MESI ---------------------------------------------------------------------PALU ARIT di LADANG TEBU Judul Buku: Palu Arit di Ladang Tebu - Sejarah Pembantaian Massal yang Terlupakan (1965-1966) Penulis: Hermawan Sulistyo Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta Cetakan: Pertama, Juni 2000 Tebal: 292 + xv halaman. ------------------------------------------------------------------------------------------------------TINDAK kekerasan dalam dunia politik di Indonesia rupanya memang telah memiliki akar historis yang cukup panjang. Kasus pembantaian massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1965-1966 menjadi catatan sejarah kelabu yang menunjukkan bukti nyata akar kekerasan politik tersebut. Menurut berbagai versi sejarah, diperkirakan ada 78.000 hingga 3.000.000 korban manusia yang dibantai semena-mena tanpa proses hukum yang pasti. Selama ini, apa yang terjadi pada tahun-tahun tersebut (1965-1966) merupakan sisi kelam yang meringkuk di pojok gelap sejarah bangsa Indonesia. Tak ada satu penjelasan yang cukup tuntas untuk merobek tabir-tabir politis yang menutupinya. Dari satu perspektif, pembantaian massal yang meluas tak lama setelah terjadi pembunuhan tujuh jenderal pemimpin puncak Angkatan Darat (AD) pada sisi tertentu dapat dilihat sebagai imbas dari permainan elite politik di

Jakarta yang meluas ke berbagai daerah. Meski demikian, buku bagus karya Hermawan Sulistyo ini berusaha menghindari penjelasan yang terkesan simplistis itu dan kemudian mengambil perspektif lain yang unik terhadap tragedi pembantaian massal tersebut. Buku ini berusaha menelusuri berbagai variabel sosial, yakni konteks struktural dan konteks kultural, yang turut menentukan terjadinya pembantaian massal tersebut, terutama dengan memfokuskan pada aras lapisan masyarakat bawah. Misalnya, dengan melihat berbagai konflik sosial antara berbagai elemen masyarakat yang terjadi praGestapu (G-30-S/PKI).Untuk kasus yang secara khusus terjadi di kawasan Jombang dan Kediri, yakni wilayah yang menjadi medan penelitian buku ini, Hermawan memetakan empat pelaku sosial yang berpengaruh cukup besar secara sosiologis di sana, yakni komunitas loji (pabrik gula), pegawai kelas dua, dan buruh dalam komunitas loji, pesantren, dan masyarakat pedesaan yang kadang bekerja sebagai buruh di pabrik gula dan kadang pula mencari semacam perlindungan spiritual dari pesantren. religius, kelompok pesantren ini bahkan juga terlibat langsung di lapangan. Penelusuran yang dilakukan Hermawan dalam buku ini menunjukkan bahwa aksi-aksi pembantaian massal terhadap anggota PKI di Jombang dan Kediri memang dilakukan tidak secara sistematis. Demikian pula, tidak ada pola-pola umum yang dapat digunakan untuk melihat kasus-kasus pembantaian massal tersebut. Apalagi untuk dapat diterapkan pada kasus di daerah lain. Selain faktor kultural yang oleh pengamat asing disebut dengan budaya amok, Hermawan juga cukup cermat untuk melibatkan faktor-faktor sosiologis yang bersifat obyektif yang ikut menentukan struktur sosial di wilayah Jombang dan Kediri. Sementara itu, kelompok tentara yang dalam konstelasi nasional memiliki kedudukan yang cukup rumit dan kontroversial, dalam pengamatan Hermawan ternyata malah menjadi semacam penonton pasif yang seperti turut membenarkan aksi-aksi yang dilakukan masyarakat. *** POSISI penting buku ini dalam konteks reformasi Indonesia dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, buku ini memberikan sumbangan yang cukup besar untuk ikut mengangkat lembaran-lembaran sejarah traumatis bangsa Indonesia ke dalam wilayah yang lebih rasional dan terbuka. Selama ini, pemerintah telah memblokade semua informasi penting perihal peristiwa pembantaian tersebut. Dan, pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI bersama tragedi-tragedi traumatis lainnya justru dikelola sebagai sebuah ideologi yang digunakan pemerintah untuk

menghantam dan memberi cap lawan-lawan politiknya. Kedua, dalam konteks budaya politik tersebut buku ini sebenarnya cukup memberikan penjelasan yang amat berharga. Permainan elite politik di tingkat nasional pada dekade tahun 1950-an hingga tahun 1960an bagaimanapun harus diakui telah turut menyumbangkan terbentuknya suatu konstruksi budaya politik yang sarat dengan unsur kekerasan. Elemenelemen politik di tingkat bawah terbawa oleh provokasi-provokasi konfrontatif elite politik nasional sehingga interaksi sosial berjalan kurang harmonis. Dari hal tersebut, patut dipikirkan bagaimana elite politik nasional saat ini ikut berusaha membenahi budaya politik masyarakat Indonesia yang kurang sehat itu, dengan memberikan teladan etika politik yang rasional, jujur, fair, dan menjunjung nilai moral. ------------------------------------------------------------------------------------------------------Buku yang berasal dari disertasi di Arizona State University berjudul asli The Forgotten Years: the Missing History of Indonesia's Mass Slaughter (Jombang-Kediri 1965-19666) ini memang layak disimak bersama-sama. (M Mushthafa, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, alumnus pesantren Annuqa). ----------------------------------------------------------------------------------------------------------Kanigoro Affair Written by Administrator Tuesday, 23 September 2008 AWAS KOMUNIS/ PKI MAU BANGKIT LAGI Berikut dibawah ini adalah tulisan yang saya kutip dari K.H. M. Yusuf Hasyim (Republika 29 April 2000) mengenai ciri-ciri PKI/ Komunisme. Maka berhati-hatilah dengan mulai banyaknya gejala-gejala bangkitnya kembali PKI/ Komunisme diIndonesia, termasuk orang-orang Indonesia yang mulai mendukung-dukung usulan dicabutnya Tap MPRS 26/ 1966 dengan mengatasnamakan HAM dan demokrasi. Orang-orang ini lupa atau tidak mau mempelajari sejarah. Inilah kelemahan dan kegoblokan bangsa kita yang selalu tidak mau melihat sejarah dan mau melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Tidaklah aneh kalau kita selalu dan akan selalu menjadi bangsa pecundang di dunia. Berhatihatilah terhadap komunis yang selalu merupakan musang berbulu ayam atau serigala berbulu domba. Selamat membaca dan menyimak. Gunakanlah otak dan hati kalian dalam mencerna isi tulisan ini. Janganlah menggunakan dengkul belaka. Semoga. Jari Maut :

Kenapa Kita Menentang Komunisme? Rencana pencabutan Tap MPRS Nomor XXV tahun 1966 yang diusulkan Presiden Abdurrahman Wahid. Saya melihat bukan sikap dari pemerintah. Ini, lantaran di antara para menteri sendiri ada yang berpendapat bahwa usulan tersebut harus dibicarakan terlebih dahulu. Saya kira itu hanya usulan pribadi Gus Dur. Dan, ini tentunya harus diketahui oleh semua pihak. Perihal ajaran komunisme di Indonesia yang pernah terwadahi dalam PKI (Partai Komunis Indonesia). Saya perlu menjelaskan melalui pendekatan historis. Begini, PKI itu telah dua kali melakukan pengkhianatan terhadap bangsa kita. Pertama, tahun 1948 di Madiun, yang di antaranya korbannya adalah warga muslim, termasuk para kiai yang memiliki pondok pesantren. Sebelum lebih jauh mengungkap tentang bagaimana dan apa PKI itu, di sini saya ingin terlebih dahulu menjelaskan ciri-ciri PKI. Ada sembilan ciri yang dipunyai PKI dalam melaksanakan gerakannnya. Pertama, PKI jelas-jelas tidak mengakui adanya Tuhan (atheis). Mereka (PKI) berpendapat bahwa sesunguhnya Tuhan itu tidak ada. Tuhan itu menurut paham komunis adalah rekayasa atau hasil imajinasi seseorang bahwa Tuhan itu ada. Karena itu partai komunis tidak percaya adanya Tuhan. Dan itu bukan agama Islam saja yang menentangnya, tetapi semua agama hingga kini juga menentangnya. Kalau ada orang mengatakan bahwa saya sebagai seorang beragama dan sebagai seorang komunis, itu ada dua kemungkinan. Dia tidak tahu tentang ajaran agamanya atau dia tidak tahu tentang ajaran Marxisme, Leninisme, dan Komunisme. Artinya, dia itu tertipu atau dia menjadi penipu. Ciri kedua, PKI selalu menilai manusia sebagai satu alat produksi. Ya, mereka menilai manusia seperti mesin. Kalau sudah tua dan tidak produktif, maka penilaiannya diibaratkan seperti besi tua. Tidak pernah mendapat penghargaan atau dihitung sebagai manusia. Ketiga, PKI sama sekali tidak mengakui hak-hak individu. Bagi PKI hak individu tidak ada. Keempat, manusia tidak boleh memiliki alat-alat produksinya. Dan, kelima, tidak boleh memiliki hak-hak perorangan seperti memiliki tanah, rumah, punya mobil, dan sebagainya. Keenam perjuangan kelas. Paham komunis tidak boleh ada perbedaan kelas semuanya kelas proletarian. Atau yang dikenal dengan diktator proletarian. Ciri ketujuh, PKI menjadikan revolusi sebagai satu program yang permanen. Jadi revolusi harus dilakukan secara terusmenerus. Kedelapan, tidak mengenal halal dan haram. Artinya, semua cara dibolehkan dan dihalalkan. Karena mereka tidak tahu halal dan haram. Semua diperbolehkan untuk memperoleh kekuasaan.

Ciri kesembilan, kalau sudah berkuasa tidak boleh tidak akan dibiarkan pembagian rezim. Seperti dulu ketika komunis berkuasa di Soviet, Korea Utara, dan RRC. Dia terus-menerus ingin berkuasa. Itu sebagai ciri pemerintahan komunis. Sekarang bagaimana partai komunis mencapai pada kekuasaan? Caranya dilakukan secara bertahap-tahap dan tingkat tertentu. Pertama, mencari bibit-bibit unggul untuk dijadikan kader-kader PKI. Ambil contoh seperti yang diakui oleh Pramoedya Ananta Tour, bahwa Budiman Sujatmiko, tokoh Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu mempunyai gaya kepemimpinnyajauh lebih bagus ketimbang Bung Karno pada usia dan waktu yang sama. Kedua, PKI mengadakan pendidikan politik pada kader-kader mereka. Ketiga, mengadakan sel-sel (jaringan) di semua organisasi dan seluruh kekuatan masyarakat. Yang dikenal menyusun sel-sel di organisasi sosial, seperti organisasi politik, organisasi birokrasi, dan militer. Dan, PKI akan berupaya masuk di sana. Bahkan mereka mampu masuk organisasi keagamaan. Di Amerika dikenal dengan Theologi Kebebasan, gereja digunakan untuk menghadapi kekuasaan, bahkan juga untuk menghadapi pendeta serta pemuka-pemuka agama Kristen sendiri. Kemudian PKI selalu memanfaatkan konflik. Kalau ada konflik selalu dipertajam. Bila tak ada konflik, mereka ciptakan konflik-konfliksendiri. Mengadu kekuatan dengan kekuatan lain, sehingga terjadi konflik.Pokoknya harus menciptakan konflik. Dari sana memang PKI berusaha tumbuh dan berkembang dalam keadaan konflik. Kelima, melatih kader-kader mereka dalam suasana konflik, yang dulu pernah kita kenal dengan aksi-aksi sepihak. Dengan alasan, seperti pada tahun 1965, asasnya melaksanakan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang bagi hasil. Dengan dalih itu, tanah-tanah wakaf di beberapa tempat, di Jember dan Tanggul (Jatim), dan tempat-tempat lainnya, yang abstending atau yang lebih dari maksimal lima hektar dirampas oleh PKI. Dan, sejarah mencacat bahwa sejumlah kiai diangkut dari rumahnya untuk dibawa pada suatu tempat dan dipaksa untuk teken (tanda tangan), penyerahan tanah-tanah dan sawahnya itu. Cara seperti itu terjadi di mana-mana terutama di Jember, Tanggul, Banyuwangi, dan daerah-daerah selatan seperti di Blitar dan seterusnya. Gerakan komunisme itu mempunyai tujuan ganda. Pertama, melatih kader-kader mereka agar militan, berani, dan terorganisir, gerakan komandonya bisa terkendali. Kedua, menciptakan kepanikan terhadap lawan-lawan politiknya. Ini agar lawan-lawan mereka bisa menyerah. Selanjutnya, menciptakan suasana chaos, pemerintahan vakum di masyarakat, maka hukum

tidak ada lagi. Kalau ini sudah terjadi, maka PKI akan menciptakan apa yang disebut seperti tahun 1965-an dulu dengan slogan-slogan yang sekarang ini disebut isu-isu. Seperti dulu, misalnya, waktu mengambil tanah-tanahnya orang Islam dan tanah wakaf, slogan-slogan PKI adalah Undang-Undang bagi hasil dan Undang-Undang Agraria. Slogan PKI saat itu adalah Serobot dulu, kuasai dulu tanah itu, urusan di belakang;. Di saat-saat itu, kekuatan-kekuatan Islam sudah dilumpuhkan oleh Bung Karno. Masyumi dibubarkan, GPI dibubarkan, HMI digoyang terus. PII juga sama. Praktis pada saat itu yang bisa legal dan bisa bergerak hanya tinggal NU dan Ansor. Saya masih ingat pada akhir tahun 1964, sejumlah anggota Ansor di Muncar, Banyuwangi yang tengah menumpang truk, ada tujuh atau delapan truk dicegat lalu dibantai oleh orang-orang PKI. Untungnya, di antara anggota Ansor saat itu ada yang selamat. Itu faktanya. Di Jombang juga ada yang dibunuh. Waktu di Tanggul Jember, kekuasaan dan pemerintahan sudah tak berdaya. Polisi dan ABRI tidak bisa berbuat apa-apa. Semua sudah dikuasai PKI. Pada saat itu Edi Sudradjat (mantan KSAD) sebagai komandan Kompi, beliau menyatakan tidak ada tempat. Sedang bawahannya ketika ditanya, Wah ini soal politik pusat. Kami tak bisa melindungi tanah-tanah yang diserobot dengan aksi sepihak anggota PKI. Setelah itu kemudian peristiwa di Kanigoro-Kediri. Kejadian di Kanigoro ini, terjadi pada 13 Januari 1965, Bulan Ramadhan tanggal 9, kegiatan PII diserang. Setelah itu setiap ada kegiatan PII disapu. Setelah itu, maka kita mengadakan satu sikap yang keras menantang komunis. Itu sebabnya pada tahun 1965, setelah terjadi aksi-aksi PKI itu, pertama-tama organisasi partai politik dan organisasi-organisasinya seperti Ansor, Sarbumusi dan bersama umat Islam lainnya menuntut agar PKI harus dibubarkan. Kemudian sejak itu ada proses panjang, orang-orang NU yang duduk MPR/DPR RI berusaha keras sesuai dengan sikap PBNU agar membubarkan PKI. Semua pengurus PBNU mengusulkan agar dengan tegas membubarkan PKI dengan membuat Ketetapan MPRS. Jadi hasil Tap MPRS Tahun 1966 adalah perjuangan NU, partai-partai Islam, dan organisasi Islam. Jadi kalau sekarang misalnya NU mau mencabut Tap itu, maka PBNU harus melakukan sidang pleno terlebih dahulu dan disetujui muktamar NU. Sebab penetapan itu juga merupakan ketetapan muktamar. Sebenarnya hak pencabutan itu ada di tangan MPR. Namun bila MPR benar-benar mencabut ketetapan tersebut, maka akan

terjadi bencana bangsa ini. Sebagai ilustrasi, Saya ingin berkisah tentang seorang penebang kayu. Kisahnya begini, suatu hari penebang kayu menemukan seekor anak Srigala yang tengah mengerang karena tubuhnya terjepit ranting pohon. Di tengah rimba tersebut, sang penebang kayu merasa iba melihat penderitaaan srigala kecil itu. Diambillah srigala itu dan dibawa pulang. Pikir sang penebang kayu, anak srigala itu akan disusukan ke induk kambing yang kebetulan punya dua anak. Setelah srigala dan dua ekor kambing kecil itu tumbuh besar, maka apa yang terjadi? Penebang kayu itu, suatu hari kambingnya hilang seekor. Pada hari lainnya, satu ekor lagi hilang. Penebang kayu punbertanya-tanya, siapa yang memakan kambing peliharaannya itu. Belum sempat mendapat jawaban, induk kambing yang tinggal satu-satunya juga hilang. Penebang kayu pun terkejut ketika melihat induk kambing itu mati dengan badan terkoyak penuh darah. Ternyata si pemangsa ketiga kambing itu tak lain adalah srigala yang pernah ditolong itu. Sang penebang kayu lalu bertanya kepada srigala, siapa yang menyuruh kamu memangsa saudaramu sendiri? Srigala tak menjawab. Barangkali kisah itu bisa kita petik hikmahnya. Date: Mon, 1 May 2000 10:24:27 GMT Subject: AWAS KOMUNIS/PKI MAU BANGKIT LAGI (Artikel ini disarikan dari hasil wawancara dengan KH Yusuf Hasyim di kediamannya di Ponpes Tebu Ireng, Jombang, Jatim). (Republika 29 April 2000) ------------------------------------------------------------------------Asas Tunggal Written by Administrator Tuesday, 23 September 2008 Asas tunggal Pancasila tidak lagi menjadi soal. PII mendaftarkan diri kembali di Departemen Dalam Negeri. Sekitar 250 mantan aktivis PII (Pelajar Islam Indonesia), yang rata-rata berusia setengah abad, berkumpul di Madrasah Tsanawiyah Negeri Desa Kanigoro, Kecamatan Keras, Kediri, Jawa Timur, 18-19 januari silam. Mereka menggelar reuni, sarasehan, sekaligus mengenang kembali Kanigoro Affair, yang terjadi 10 Ramadhan 32 tahun silam. Bendera hijau dan lambang-lambang PII pun kembali berkibar setelah cuti hampir 10 tahun. Kanigoro Affair tercatat sebagai sebuah tonggak sejarah yang menandai munculnya gelombang amuk PKI dalam ikhtiarnya membungkam kekuatan nonkomunis. Program mental training yang diikuti 127 kader PII Jawa Timur, 9-17

januari 1965, di Kanigoro pun menjadi salah satu sasarannya. Massa PKI melabrak arena latihan kader-kader santri itu dan melakukan teror. Program organisasi PII itu pun terpaksa dihentikan pada 13 Januari (10 Ramadhan). Para peserta menyingkir. Masduki Muslim, 55 tahun, ketua PII Kediri awal tahun 1960, mengaku telah lama merindukan reuni itu. tapi kok ndak sempat-sempat, kata Masduki, salah satu pemrakarsa pertemuan ini. Yang istimewa dalam acara tersebut, bendera dan simbol pii secara mencolok dikibarkan dan sejumlah pejabat hadir -di antaranya ialah Kepala Staf Kodam V Brawijaya Brigadir Jenderal Moechdi, Komandan Korem Surabaya Kolonel Syamsul Maarif, dan jajaran Musyawarah Pimpinan Daerah (MUSPIDA) Kabupaten Kediri.Rupanya PII telah kembali menjadi anak manis . Organisasi pelajar islam ini telah mengubah anggaran dasarnya dengan mencantumkan Pancasila sebagai asasnya, dan mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri pada 9 Desember lalu,ini melegakan. Semua peserta sarasehan menyambut gembira. Kami mengharap Pengurus Besar PII menindaklanjutinya agar PII kembali eksis, kata Masduki. Sebelas tahun lalu, PII adalah salah satu dari sejumlah organisasi berlabel Islam yang menolak pelaksanaan asas tunggal Pancasila yang diamanatkan Undang-Undang Keormasan 1985. Tapi satu demi satu organisasi-organisasi itu menerima asas tunggal, termasuk di antaranya Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI), yang kendati alot akhirnya menyetujui UU Keormasan itu. PII terus bertahan. Sampai tenggat yang digariskan oleh Pemerintah, yakni akhir 1987, PII tetap enggan mengubah anggaran dasar dan rumah tangganya dengan mencantumkan Pancasila sebagai asas organisasi. Keruan saja organisasi pelajar islam itu terhapus dari daftar organisasi kemasyarakatan resmi di departemen dalam negeri. Tapi PII tak pernah bubar. Tanpa status sebagai organisasi resmi, roda organisasi PII tentu tersendat. Kantor wilayah PII Jawa Timur di jalan Kupang Panjaan, Surabaya, tampak rombeng. Ketua PII Jawa Timur Mohammad Soddiq mengakui tak tahu jumlah anggotanya. Sejak terpilih maret tahun lalu, ia baru sempat menggelar satu kegiatan, yakni latihan kepemimpinan di Sumenep, Madura. Untuk kegiatannya, Soddiq merasa tak bisa meminta izin dari aparat keamanan. Kami harus diam-diam, kadang nebeng kegiatan NU, Muhammadiyah, atau Al Irsyad, kata mahasiswa fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam (FMIPA) ITS Surabaya itu. Jumlah cabang PII pun merosot.

Sebelum 1987 ada 37 cabang PII di Jawa Timur. Kini cuma ada 20 buah, dan di situ yang aktif cuma pengurusnya, kata Soddiq. Suasana di kantor pengurus besar PII pun - yang menghuni satu ruang kusam 7 x 8 meter pada satu bangunan tua di jalan Menteng Raya, Jakarta - kurang lebih sama memprihatinkan. Dua buah komputer desktop generasi pertama menjadi satu-satunya barang berharga di kantor itu. Tapi ketua umum pengurus besar PII Abdul Hakam Naja, 30 tahun, kini tampak optimistis. Kami kini sudah bisa berkiprah kembali,katanya. Selama 10 tahun belakangan, menurut sarjana biologi kelautan lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu, PII tetap eksis kendati kiprahnya meredup. Bahkan sempat melakukan tiga kali muktamar. Pada muktamar di bogor 1994, PII memutuskan untuk menerima UU keormasan dan mendaftar ke Departemen Dalam Negeri.Mengapa akhirnya PII menerima asas tunggal? dulu, 1987, memang tidak ada satu pendapat di antara kami. Ketika itu umat islam dalam keadaan yang kurang menguntungkan, kata Abdul Hakam. Setelah suasana yang tak menguntungkan itu dianggap berlalu, muktamar pii merasa tak perlu lagi merisaukan ketentuan tentang asas tunggal tersebut. Maka sebagai fungsionaris yang membawa amanat muktamar, Abdul Hakam melakukan konsolidasi kanan-kiri. Hasilnya, dukungan agar PII menerima asas tunggal. Walhasil, Abdul Hakam pun mendaftarkan PII ke Departemen Dalam Negeri, dan disambut dengan baik. Sejak lahir hampir 50 tahun lalu, PII dikenal sebagai organisasi yang tertata baik. PII pula yang menjadi pemasok kader bagi abangnya, HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia). Sejumlah alumni PII pun tercatat menduduki posisi penting dalam masyarakat, di antaranya Tanri Abeng (eksekutif di grup Bakrie), Taufiq Ismail (penyair), dr. Imaduddin (tokoh ICMI), Mayor Jenderal Cholid Gozali (anggota fraksi ABRI di DPR-RI), dan Mayor Jenderal (purnawirawan) Z. A. Maulani, Alm. mantan Panglima Kodam Tanjungpura, mantan pengamat politik terkemuka. Di kutip dari: Pth, genot widjoseno, dan saiful anam. Nomor 12/iii, 8 februari 1997 -----------------------------------------------------------------------------MENYIAPKAN MASA DEPAN PELAJAR ISLAM INDONESIA A. Pendahuluan Panca Citra

1. Adanya Satu Partai Politik Islam, ialah Masyumi 2. Adanya Satu Organisasi Pemuda Massa Islam, ialah GPII 3. Adanya Satu Organisasi Pelajar Islam, ialah PII 4. Adanya Satu Organisasi Mahasiswa Islam, ialah HMI dan 5. Adanya Satu Pandu Islam, ialah Pandu Islam Indonesia (Hizbul Wathan) Panca citra ini menjadi ikatan moral yang sangat kuat dan menjadi salah satu dasar pemersatu berbagai komponen umat Islam untuk bergerak diberbagai lini pada tahun 1960an. Pendirian PII dilatar belakangi oleh dua hal yaitu motivasi Ke-Islaman dan Motivasi Kebangsaan. Motivasi hal terseIslaman didasari oleh keprihatinan terhadap keadaan umat Islam yang sedang merumuskan peranannya. Sehingga perlu upaya untuk mengatasi hal tersebut diperlukan wadah yang dapat menyiapkan kedar-kader umat sejak dini. Sementara itu motivasi kebangsaan muncul dari keprihatinan para pendiri PII terhadap bangsa Indonesia yang baru saja terlepas dari penjajahan yang berlangsung begitu lama. Bangsa Indonesia memerlukan wadah yang dapat menjadi penjaga keutuhan sekaligus penyediaan kader-kader pengganti para pimpinannya. Perjalanan eksistensi PII dari tahun 1947 sampai saat ini adalah rangkaian sejarah yang panjang yang dalam perjalanannya mengalami pasang naik dan pasang surut. Perjalanan PII dalam sebuah gerakan yang telah member sumbangsih yang tidak sedikit bagi Bangsa Indonesia. sebagai sebuah organisasi pergerakan yang sudah cukup tua - 61 tahun- PII mulai mengalami kemunduran. Bahkan hampir hilang peran-peran nyatanya dikalangan pelajar yang merupakan bidang garap utamanya. Perjalanan sejarah PII yang terdiri dari tiga dimensi waktu yaitu masa lalu, hari ini dan masa yang akan datang. Dimensi Masa lalu member isi apa yang terjadi pada hari ini. belajar masa biala dilihat dari nilai positipnya kita memperoleh ibrah (pelajaran). Dimensi masa lalu yang berlebihan tidak jarang membuat kita menjadi melankolis dan selalu mengenang kejayaan dan keberhasil masa lalu (glorious in the past) sehingga kita kurang berbuat sesuatu karena menganggap sudah cukup. Dimensi hari ini. Dalam dimensi hari ini adalah realita yang terjadi saat ini. Jiak tidak hati-hati bukan menjadi realistis tetapi pragmatis. Apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan apa yang akan kita peroleh dimasa yang akan datang. Dalam dimensi hari ini menimbulkan sikap prigmatisme yang sangat tinggi. Aji mumpung menjadi pegangan yang pada akhirnya menghapuskan idealisme dan tujuan akhir kita. Kita harus jujur mengakui PII hari ini adalah organisasi yang lemah baik secara gerakan maupun secara kaderisasi. Dimensi masa depan member nilai positip berupa harapan dan cita-cita yang ideal. Namun sisi negatip dimensi masa depan adalah otopis. Seberapa besar harapan yang ingin kita capai pada masa yang akan datang tersebut dapat tercapai akan sangat tergantung pada realita kita hari ini. PII pada masa yang akan datang ditentukan oleh apa yang

telah dilakukan oleh pengurus PII mulai dari tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Derah, dan Pengurus Komisariat. Apakah PII dimasa yang akan datang akan berjaya kembali seperti masa awal pembentukannya atau bubar ditelan zaman menjadi sebuah kemungkinan yang sama besarnya. Sejarah adalah merangkai dimensi masa lalu, dimensi saat ini, dan dimensi yang akan datang untuk mengambil langkah-langkah yang realistis. Sejarah PII akan ditentukan oleh ketiga dimensi tersebut. Namun perlu kita menelaah perjalanan PII. Untuk memudahkan menganalisanya maka perjalanan PII dibagi per dua puluh tahun. B. PII dari Masa-kemasa 1. Dua pulu tahun pertama (tahun 1947-1967) Masa ini adalah masa pertumbuhan PII. Sumbangsih pergerakan PII terhadap perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui Brigadenya turut serta mengangkat senjata melawan Belanda. Pada masa ini semua organisasi baik itu yang bersifat kepemudaan dan organisasi kemasyarakat berkembang. Hal ini disebabkan proses demkratisasi yang sedang berjalan. Gairah politik begitu besar sehingga memberi semangat yang luar biasa terhadap perkembangan PII. Keinginan untuk memperjuangan negara berdasarkan Islam atau Politik Islam menjadi sebuah kesadaran sebagian rakyat yang mendorong PII untuk terlibat dalam dunia politik baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada masa ini sebenarnya subyek utama adalah Soekarno dan TNI Angkatan Darat. Walaupun PII bukan subyek utama namun PII menjalin hubungan yang erat dan mesra dengan TNI AD. Kondisi ini menguntungkan buat PII dan TNI AD. Proses simbosis mutualisme antara PII dan Angkatan Darat berlangsung cukup lama dan cukup siknifikan. Hal ini ditandai dengan bentuk penyelenggaraan transmigrasi pemuda-pelajar penganggur ke Lampung pada tahun 1963. PII dan ABRI juga melakukan kerja sama dalam bentuk Latihan Militer Brigade PII selama tahun 1963-1964. Pada priode ini juga yang turut membesarkan PII adalah dorongan eksternal yaitu ancaman komunisme. Kekuatan yang dianggap dapat mengalahkan perkembangan komunisme adalah kekuatan Islam. Maka PII menjadi organisasi pelajar yang menjadi musuh PKI yang merupakan partai politik yang beridiologi komunis. Peristiwa besar yang menandai permusuhan antara PII dan PKI adalah Peristiwa Kanigoro yang terkenal dengan dengan nama Kanigoro Affair. Peristiwa kanigoro terjadi ketka 127 orang kader PII dari seluruh wilayah Jawa Timur sedang mengikuti Mental Training di Desa Kanigoro, Kecamatan Keras, Kabupaten Kediri pada 13 Januari 1965. Ribuan kader PKI dari Pemuda Rakyat dan Barisan Tani Indonesia dikerahkan untuk melakukan penyerangan. PII ikut dalam berbagai gerakan dan usaha untuk melawan gerakan komunis. Selain itu PII ikut serta melahirkan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) yang merupakan salah satu komponen yang melahirkan Orde Baru. Pemimpin KAPPI umunya

dipimpin oleh aktivis-aktivis PII bahkan Abdul Qadir Djaelani menyatakan dengan sikap anti komunis dan Soekarno serta pengalaman dan keberanian yang dimiliki oleh PII, maka PII tampil memimpin KAPPI dengan semangat gemilang. Ketika Masyumi dibubarkan melalui Keputusan Presiden No 200/1960 tanggal 17 Agustus 1960, beban PII semakin berat. PII kehilangan induk namun membuat PII semakin bersemangat untuk memikul beban kaderisasi dan perjuangan umat yang sebelumnya dipikul Masyumi. PII menjadi pewaris Masyumi karena kader-keder PII memiliki kedekatan yang lebih dengan tokoh-tokoh dan pengurus Masyumi. 2. Dua puluh tahun kedua (1967-1987) Pada masa ini PII mungalami kemunduran. Setelah hiruk pikuk politik politik pada masa sebelumnya PII kehilangan orientasi. Apakah tetap dalam hiruk pikuk dunia politik atau kembali kedunia pelajar. Munculnya Orde Baru yang turut dibidani oleh PII ternyata tidak membuat kondisi PII lebih baik lagi. Bahkan pengaruhnya secara sistemtis dipangkas dan dimandulkan peran PII sebagaimana pemandulan terhadap politik Islam. Awal Mula Orde Baru diharapkan dapat merehabilitasi Masyumi namun ditolak. Orde Baru hanya merestui pendirian Parmusi yang dipimpin oleh orang yang direstui oleh Orde Baru. Hal ini tentunya sanagt mengecewakan PII. Dalam lingkup kelembagaan PII terjadi perubahan strukrur kepengurusan PII. Pada awalnya hirarki kepengurusan PII dimulai dari Jenjang Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat dan Pengurus Ranting. Adany pengurus cabang berdasarkan pada jumlah tertentu dari komisariat yang ada dan untuk sepbuah pengurusan komisariat berdasarkan jumlah ranting yang ada. Hirarki ini berorientasi jumlah kader yang ada dan basis koder itu sendiri. Namun pada akhirnya PII merubah struktur PII menjadi PB, PW, PD dan PK yang sangat berpatokan pada hirarki birokrasi pemerintahan. Hal ini membuat PII menjauhi dari basis PII. Usaha lain yang dilakukan Orba untuk memangkas dan memandulkan pengaaruh PII adalah mengkooptasi organisasi kepemudaan melalui KNPI pada 23 Juli 1973. KNPI dijadikan wanggal pemudah tunggal pemuda dan dimasukkan dalam GBHN. Peristiwa yang paling membuat terhambatnya gerak langkah PII adalah pemberlakuan asas tunggal Pancasila sebagai terbitnya Undang-Undang No 8 Tahun 1985 tentang Keormasan. PII sebagai organisasi pelajar yang berasaskan islam menentang berlakunya undangundang ini. Sikap PB PII 1983-1986 terhadap Rancangan Undang-Undang Keormasan yang dikeluarkan tanggal 25 Maret 1984 yaitu pertama menolak setaip perangkat atuan atau hukum yang secara sengaja atau tidak sengaja akan mengelaminasi atau mnecoret Islam secara tersirat atau tersurat dari Anggaran dasar atau perangkat organisasi kemasyarakat terutama yang bernafaskan Islam. Kedua, menolak segala perangkat aturan dan atau hukum yang secara birokratis-administrasi akan membatasi hak-hak asasi manusia terutama dalam mengembangkan nilai-nilai Islam.

Ketiga, mengakui al-Islam sebagai satu-satunya asas bagi organisasi-organisasi kemasyarakatan yang bernafaskan Islam dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. 3. Dua Puluh Tahun Ketiga (1987-2007) Buntut dari penolakan PII terhadap asas tunggal Pancasila adalah keluarnya Surat Keputusan Mendagri No 120 tahun 1987 yang isinya pertama, organisasi PII tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang oleh karena itu PII tidak diakui keberadaanya. Kedua, semua kegiatan yang mengatas namankan PII dilarang. Pada periode semakin tidak jelas arah gerakan PII. Status PII sebagai organisasi terlarang memaksa PII menjadi organisasi yang tidak formal. PII tidak bisa menentukan peran apa yang dapat dilakukan PII. Jumlah kader PII semakin sedikit karena proses training tidak bisa dilakukan secara terang-terangan dan terbuka. Keterbatasan ruang politik telah membuat PII tidak mampu bermetafoar dalam ruang gerak perjuangan dan kaderisasi. Periode ketiga ini terjadi dua masa yang penting dalam posisi kesistensi PII. Masa pertama itu adalah tahun 1987-1997. Saa ini adalah pelarangan PII secara tegas oleh Orde Baru Munculnya ICMI pada tahun 1995 membuat PII ditengah kegamangan apakah menerima asas tunggal atau tetap menoknya. Trejadi proses tarik menarik yang membuat PII gamang. Masa yang kedua adalah 1997-2007 dimana orde baru telah tumbang. Setelah reformasi terjadi tahun 1998 pintu demokrasi terbuka dan semua larangan yang berlaku sebelumnya dihapuskan. Seharusnya ini menjadi momen kebangkitan PII namun PII tidak dapat melihat dan memanfaatkan momen ini. Organisasi islam baru bermunculan begitu pula partai politik berdasarkan Islam tumbuh bak jamur dimusim hujan. Tapi PII tetap tertinggal dan tidak mampu bangkit dari keterbukaan. 4. Dua puluh tahun ke empat ? (2007-2027) Demokratisasi sedang berjalan. Islam dan negara tidak lagi menjadi sesuatu yang bertolak belakang. Tapi negara telah mengakomudir kepentingan umat. Namun pertanyaan bagi kita bersama adalah apakah PII masih di perlukan lagi kedepan? Setiap kader PII dan KB PII mempunyai mimpi tentang bagaimana PII kedepan. Kondisi PII kedepan diharapkan menjadi organisasi yang siknipikan, memiliki jaringan yang luas dan kokoh, memiliki kader yang memiliki kesalehan sosial dan indipidual, memiliki anggaran yang sustainable, menjadi organisasi yang dapat member sumbangsi terhadap Kepemimpinan nasional. C. Masa Depan PII 1. Modal Dasar PII Untuk mewujudkan mimpi diatad ada modal sosial yang dimiliki oleh PII yaitu Pertama,

citra PII sebagai gerakan yang tetap istikomah dan konsisten. Citra ini penting berkaitan dengan cara pandang organisasi Islam lainnya terhadap gerak langkah PII. Umat Islam Indonesia masih yakin PII akan tetap menjadikan Ijatul Islam sebagai landasan dantujuan pergerakannya. Kedua, adalah Jaringan eksternal yang masih bisa dibangun lagi. Ketiga, jaringan alumni yang menyebar. Jaringan KB PII yang telah menyebar disegala bidang mulai dari jajaran eksekutif, legislative, dan yudikatif dan pengusaha adalah modal besar untuk menjadikan kembali PII sebagai sebuah organisasi pergerakan pelajar yang besar. Keempat, Pengalaman berstruktur dan system lkaderisasi yang sudah matang. Dengan ini maka PII sudah matang dengan konsep dan struktur tinggal bagaimana PII melakukan pembenahan untuk menjadi organisasi yang besar. 2. Kelemahan PII 1. Romantisme masa lalu. Kebesaran nama PII pada dua puluh tahun pertama menjadi beban yang membuat PII sulit untuk keluar dari romantisme masa lalu. Kebanggaan akan masa lalu menjadikan PII sebagai organisasi yang ekslusif. 2. Lambat merespon perubahan Perubahan yang terjadi di masyarakat sekita tidak mampu untuk diikuti oleh perubahan diri PII. 3. Tidak mampu membangun network dengan geran islam yang baru. Munculnya gerakan Islam baru setelah reformasi tidak mampu dijadikan sebagai mitra baru dalam mata rantai perjuangan umat Islam Indonesia. padahal terlalu berat beban yang dipikul oleh PII bila tidak bekerjasama dengan pihak lain. 3. Peluang PII Ada beberapa factor yang dapat menjadi peluang untuk PII menjadi lembaga yang besar yaitu : 1. Iklim kebebasan. Iklim kebebasan yang telah terbuka dengan lebar harus dimanfaatkan PII untuk dapat member manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat. Tidak ada lagi halangan dari penguasa yang dihadapi oleh PII seperti pada periode-periode sebelumnya. 2. Potensi alumni yang yang jumlahnya besar.

Banyaknya KB PII yang menduduki lembaga-lembaga tinggi negara menjadi sumber keuangan yang besar bagi biaya operasional PII. Pada saat pemerintah menjadikan PII sebagai organisasi terlarang pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan ke PII dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Saat ini KB tidak perlu lagi malu-malu untuk membantu PII. 3. Jumlah pelajar yang besar. Kader PII adalah pelajar baik yang berada di sekolah Formal maupun Imformal. Tidak banyak organisasi yang menggarap pemuda dan pelajar menjadi bidang garapnya. Oleh sebab itu bidang garap PII masih terbuka luas. 4. Gerakan dakwah yang semakin tumbuh dan berkembang. Saat ini terjadi kesadaran Islam baik dikalangan birokrasi dan kaum abangan. Hal ini bisa ditandai dengan adanya kesadaran untuk memunculkan symbol-simbol islam seperti JIlbab dan Mushalah di lingkungan perkantoran. Santrinisasi ini menjadi potensi untuk menjadikan PII lebih serius lagi dalam bidang dakwahnya. 5. Kemajuan teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi telah menghilangkan jarak antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi seharusnya semakin mempermudah PII untuk melakukan pembinaan didaerah dan penyebaran ide-ide PII kepada masyarakat. 4. Ancaman PII Secara politik tidak ada lagi ancaman bagi PII. Yang adalah ancaman sosial berupa gerakan irtidad (pemurtadan) dan penyimpangan (inkhiraf), sekulerisme, permassiveme, materialism, dan hedonism serta pluralism. D. Langkah Aksi PII sudah saatnya PII malakukan perubahan yang mendasar bila ingin bangkit dari keterpurukan. Hal yang harus dilakukan adalah: 1. Menjadi organisasi yang inklusive Menjadi organisasi yang inklusive dan terbuka adalah sebuah kewajiban. Keterbukaan dalam artian berinteraksi terhadap semua kalangan. 2. PII harus merevolusi system pendanaan. PII harus membangun system keuangan yang memadai dan sustainable. Untuk dapat menjadikan PII sebagai organisasi yang memiliki system keuangan yang sustainable perlu dilakukan : pertama, PII harus memulai

pemberlakuan iuran wajib. Bukan jumlahnya yang ingin dicapai tetapi kesadaran untuk membiayai diri sendiri oleh kader-keder PII. Sejarah mencatat tidak ada organisasi pergerakan yang beasar tanpa adanya sumbagsi yang besar dari anggotanya. Kedua, kontribusi Keluarga Besar PII. KB PII adalah sumber pembiayaan kegiatan PII yang utama. Bila ada kegiatan KB PII berbarengan dengan kegiatan PII maka sebaiknya yang diproiritaskan adalah kegiatan PII, karena PII adalah generasi penerus yang merupakan investasi masa yang akan datang. KB PII apapun jabatan dan kegiatan nya harus memberikan sumbangan wajib tanpa mempersoalkan jumlahnya. Yang utama adalah kewajiban partisipasi untuk membantu kegiatan PII. Ketiga, akses terhadap anggaran pemerintah baik dalam bentuk APBN maupun APBD. 3. Merevisi terhadap kepengurusan secara nasonal. Perombakan kelembagaan PII. Saat ini struktur PII sangat mengacu pada hirarki pemerintahan. System ini memuat PII hanya memiliki pengurus ditiap jenjang kepemimpinan tetapi tidak memiliki masa binaan. Padahal karakteristik PII adalah organisasi kader yang sekaligus organisasi massa. Basis masa PII adalah Pelajar umum dan Santri. Pelajar umum pada umumnya tinggal diperkotaan dan santri tinggal di pedesaan. Kedua basis masa PII ini tentunya punya pendekatan yang berbeda. Bagaimana struktur PII bisa mempasilitasi perbedaan tersebut. Oleh sebab itu maka struktur PII tidak mengacu kepada birokrasi pemerintahan tetapi berdasarkan basis masa dan basis teritorial masa. Struktur PII hendaknya menjadi PB, PW, Pengurus Cabang, Pengurus Komisariat. Pengurus Cabang tidak berdasarkan teritorial pemerintahan tetapi berdasarkan perkembangan komisariat yang ada. Bisa jadi satu kabupaten ada beberapa pengurus cabang atau bebarapa kabupaten hanya ada satu pengurus Cabang. Selain itu diperlukan Koordinator Cabang yang melakukan pembinaan kepada Pengurus Cabang yang merupakan Pengurus Wilayah. Perombakan hirarki kepengurusan ini berkaitan juga pada siapa yang berhak hadir dan memimiliki suara dalam ajang Muktamar Nasional. Hak Suara itu harus dikembalikan kepada Pengurus Cabang. Hal ini bertujuan untuk keadilan dan demokratisasi. Ini akan memacu wilayah-wilayah untuk mengembangkan pengurus cabang. 4. Menumbuhkan Propesionalisme pengurus. Selain itu Pengurus PB PII harus benar-benar propesional dalam menjalankan tugasnya dalam artian tidak melakukan kegiatan selain tugas-tugas ke PII an. Sudah menjadi keharusan kesejahteraan dan biaya operasional untuk diperhatiakn oleh KB PII. 5. PII harus kembali kedunia pelajar yang merupakakn bidang garap utama Keterlibatan PII dalam pendidikan politik itu perlu karena itu merupakan hak warga negara. Namun porsi utama adalah dalam dunia pelajar. Saat ini dunia pelajar jauh bebeda dengan kondisi pelajar pada periode dua puluh tahun pertama, kedua dan ketiga. PII harus menjadi organisasi pelayan kebutuhan pelajar (to serve the student need) baik itu pelajar umum maupun pelajar dari kalangan santri.

6. Bekerjasama dengan banyak pihak Semakin banyak kalangan yang dapat diajak kerjasama oleh PII akan mempercepat gerak dakwah umat islam di Indonesia pada umumnya dan membangun kepercayaan ummat bahwa PII masih tetap eksis dan istikomah. Bekerjasama denan banyak pihak bukan berarti menghilangkan prinsip independensi PII dan menggadaikan Islam. E. Penutup PII adalah mata rantai perjuangan ummat Islam Indonesia. oleh sebab itu keberadaan PII sangat dibutuhkan umat dalam penyiapan kader-keder dakwah yang mampuni. Oleh karena itu PII diharapkan mampu bangkit dari keterpurukan dan menjadi yang besar seperti awalawal pembentukannya. Semoga! * Ketua Umum PII Tahun 1983-1986 Sumber http://www.facebook.com/topic.php?uid=126873380672910&topic=138 -------------------------------------------------------------------Pergerakan PII BERSAMA MAJU ATAU BERSAMA DULU BARU MAJU
Disampaikan pada SDPW PII Jateng, Tegal 20-23 Maret 2008 Oleh : Pengurus Daerah PII Kab. Pemalang

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakanakan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (Q.S. Ash Shaf : 4) Tidak usah lelah memuji-Nya, karena memang kita hidup karena rahmat dan hidayah dari-Nya. Tidak usah malu untuk memohon ampun kepada-Nya, karena memang manusialah tempat tinggalnya salah dan dosa. Dan tidak usah resah akan karunia-Nya, karena memang Dia yang maha benar janji-janji-Nya. A. PENDAHULUAN Perjalanan umat manusia dalam memperjuangkan keyakinan, merupakan sebuah perjalanan yang tak pernah kenal selesai dalam kehidupan. Upaya manusia untuk memiliki, mengilmui, mengamalkan, serta mendakwahkan ditengah-tengah umat manusia merupakan kesungguhan untuk menjadikan keyakinan sebagai pandangan hidup yang hakiki. Untuk itu dalam memiliki keyakinan tersebut diperlukan kearifan dan sikap bijaksana untuk membentengi atau

membela dari golongan orang-orang yang menentang dan berusaha menghancurkan. Islam sebagai sistem hidup merupakan keyakinan umat islam di seluruh belahan bumi ini. Islam merupakan sistem permanen yang akan selalu berhadapan dengan sistem jahiliyah. Rasa cinta kepada islam dan kepedulian kita terhadap umatnya hendaknya mampu terwujud dalam satu tekad yang bulat untuk memperjuangkannya. Pelajar Islam Indonesia yang merupakan salah satu mata rantai perjuangan umat islam senantiasa dihadapkan oleh sebuah realita yang bertentangan dengan idealitas misi islam. Bertitik tolak dari ajaran islam, maka umat islam senantiasa dituntut untuk mampu melihat jauh kedepan dalam mencari jawaban. Pelajar sebagai sasaran dakwah dan islam sebagai sumber nilai telah dihadapkan dengan berbagai ancaman di Indonesia. Perkembangan dunia pelajar terlalu banyak menyimpang dari nilai-nilai moral dan kemasyarakatan. Semua itu telah menyebabkan tumpulnya rasa kemanusiaan dan kesadaran membangun bangsa. Sehingga maraknya perkelahian yang disertai tindak kejahatan bersifat kriminal cukup mewarnai lapisan pemuda dan pelajar. Pelajar Islam Indonesia sebagai salah satu mata rantai perjuangan umat islam tentu tak akan terlepas dari benang merah sejarah perjuangan umat islam Indonesia. Realita dalam dunia pelajar kita (PII) semakin jauh dari peran sosial kemasyarakatan (sebagai agen of change), ini merupakan indikasi kemunduran peran kita dari pentas sosial kemasyarakatan. Lebih-lebih PII arena berlatih sekaligus pembinaan keorganisasian, keilmuan dan kepelajaran semakin jauh dari kondisi ideal. B. BERSAMA MAJU ATAU BERSAMA DULU BARU MAJU Bersama berarti lebih dari satu, serempak atau yang lebih akrab kita sebut bareng-bareng. Sedangkan kata maju sendiri berarti bergerak ke depan (sebagai kata kerja), sukses atau berhasil (sebagai kata keterangan). Menarik benang merah sejarah PII sejak bangkit hingga besarnya, PII tak lepas dari peran sejarah yang ikut menentukan kiprah perjuangan umat islam Indonesia. Dan

sekarang jaman pun telah banyak mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam segala bidang. Maka ketika melihat bukti-bukti kemajuan yang ada sekarang, tentunya kita perlu menanyakan, Apakah bukti yang bisa menggambarkan kemajuan PII ?. Maka jawabannya adalah dengan melihat diri kita sendiri. Di era globalisasi ini, sebagaimana kita rasakan telah secara signifikan menggiring manusia menjadi komunitas yang tak lagi tersekat oleh keterbatasan antar negara hingga tak satupun negara yang mampu keluar dari jerat globalisasi. Karenanya arus budaya menjadi sedemikian cepat seolah tak mampu lagi terbendung oleh peran kontra globalisasi atau politik menutup diri suatu bangsa. Tentu sudah bukan hal yang aneh/asing lagi ketika kita melihat perilaku-perilaku remaja sekarang lebih cenderung pada kebudayaan-kebudayaan yang dianggapnya bermerek luar negeri (kebudayaan barat), seperti pergaulan bebas, perayaan-perayaan yang sebenarnya dalam kontek peribadatan non islam (valentine day, tahun baru dan sebagainya), cara dan model berpakaian yang mengumbar aurat secara gratisan. Dimanakah keberadaan PII sekarang ? Jawabannya adalah bukan mengarah pada suatu tempat, bangunan yang bisa dicapai dan diukur dengan jarak atau pun fasilitas. Namun lebih dari sekedar itu, yang mestinya menjadi jawaban tidak lain adalah lebih pada peran aktif PII dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat, bagaimana langkah-langkah PII di dalam menjawab segala persoalan yang berkaitan dengan kemajuan-kemajuan dunia yang semakin pesat. Dimanakah peluangnya ? Ketika melihat bukti-bukti kemajuan yang ada sekarang, maka yang perlu kita pertanyakan adalah apakah semua kemajuan kelengkapan teknologi dan penguasaan atas kebutuhan hidup manusia telah mampu menjawab dan memenuhi kebermaknaan dan nilai-nilai esensial manusia atau semua kemajuan yang dicapai manusia justru menjauhkannya dari tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Peluang bagi PII bisa didapatkan seandainya saja kita bisa menjawab pertanyaan tersebut. Maka kembali, jawabannya adalah

dengan melihat diri kita sendiri. C. PETA MASALAH 1. Internal a. Kondisi kepengurusan yang semakin carut-marut, baik di tingkat wilayah maupun daerah. b. Tidak mantapnya personal, baik kelembagaan, keilmuan, maupun spesialisasi dan profesionalisasi personal sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya semboyan the right man on the right place. c. Kuantitas yang tidak didukung dengan kualitas. d. Lemahnya sistem kontrol pembinaan dan pengawasan, dari PW ke PD, dari PD ke pengurus komisariat dan dari PII ke masyarakat sosial pada umumnya dan masyarakat pelajar pada khususnya. 2. Eksternal Berkaitan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat sosial pada umumnya dan masyarakat pelajar pada khususnya. Sebagai bukti yang merupakan masalah yang cukup signifikan dan layak mendapat perhatian adalah berkaitan dengan minat, pengetahuan dan pengakuan masyarakat terhadap keberadaan PII. D. SOLUSI YANG DITAWARKAN 1. Dialog tepat guna Artinya dialog dilakukan tepat pada sasaran, tujuan, kepentingan dan tentunya untuk mendapatkan ketepatan dalam memahami masalah yang terjadi, dan tentu saja hal ini harus didukung dengan kebenaran data (Peta Dakwah). Guna, artinya hasil dialog tersebut (baik antar personal pengurus maupun masyarakat sosial pada umumnya dan masyarakat pelajar pada khususnya) dapat digunakan semaksimal mungkin sebagai bahan acuan dalam pengambilan keputusan yang benar. 2. Efektivitas dan Efisiensi Turba Selama ini kegiatan turba yang dilaksanakan masih cenderung hanya berkutat pada pemberitahuan atas

rencana-rencana kegiatan yang dilakukan oleh Pengurus Wilayah. Tepat pada sasaran, tujuan, kepentingan dan peta masalah (yang dipahami dengan benar berdasarkan fakta). Hemat tenaga, biaya dan waktu sebagai modal pembelajaran kedisiplinan, keprofesionalan dan sebagai budaya dalam berorganisasi. Di dalam mewujudkan solusi-solusi tersebut di atas, perlu memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal. 1. Internal a. Penataan struktural b. Pemantapan personal c. Spesialisasi dan profesionalisasi personal 2. Eksternal a. Mengamankan eksistensi PII b. Mengamankan misi PII E. PENUTUP Akhirnya tiada daya dan upaya kecuali atas kehendak Allah swt, semoga tema bukanlah sekedar tema, dan makalah bukanlah sekedar makalah. Semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan yang baik dan bijaksana, sebab masih ada hari esok yang mungkin lebih cerah lagi. Robbanaa laatuziquluubana bada idh hadaitana wahablana minladunka rohmatan innaka antal wahhab. ------------------------------------------------------------

PII Diminta Pandai Baca Dan Manfaatkan Peluang


Komentar (0) 04 Mei 2011, 01:13:03 WIB oleh Admin Print

Kalimantan Selatan-BANJARMASIN, (kalimantan-news) - Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) HM Sofwat Hadi, meminta anggota atau kader PII Kalimantan Selatan pandai membaca dan memanfaatkan peluang guna meningkatkan kesejahteraan serta bisa mandiri. "Sebagai contoh, peluang yang cukup menjanjikan dan punya harapan, yaitu usaha perkebunan kelapa sawit dan karet," ujarnya dalam acara refleksi Hari Bangkit (Harba) ke-64 Pelajar Islam Indonesia (PII) di Banjarmasin, Selasa malam. Dalam gelar refleksi Harba ke-64 PII yang diselenggarakan pengurus wilayah PII Kalsel tersebut, Sofwat yang mengaku mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu, sekilas mengungkapkan prospek hasil perkebunan kelapa sawit, antara lain sebagai pengganti alaternatif bahan bakar dari tambang. "Karena sebagaimana kita ketahui bersama, bahan tambang ketersediaannya mempunyai batas waktu tertentu, sedangkan produksi kelapa sawit bisa berkelanjutanm" lanjut anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD) asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan itu. Oleh sebab itu tak heran kalau belakangan banyak pengusaha yang berburu lahan untuk usaha perkebunan kelapa sawit serta benih tanaman komoditi yang bisa menembus pasaran dunia internasional tersebut, ujar mantan Wakil Ketua DPRD Kalsel tersebut. Karenanya pula pensiunan perwira menengah Kepolisian Republik Indonesia dan mantan Kadispen Polda Jatim itu, mengajak anggota/kader PII turut serta berkebun kelapa sawit, walau kecil-kecilan serta menjalin kemitraan dengan perusahaan perkebunan tersebut. "Sebab untuk Kalsel saat ini mungkin tidak terlalu sulit mencari lahan, kalau cuma sekitar dua atau lima hektare," demikian Sofwat Hadi. Sementara itu, Zainal Abidin Tahmad, anggota Perhimpunan Keluarga Besar (KB) PII Kalsel mengajak, anggota/kader organisasi pelajar Islam tertua dan terbanyak di Indonesia tersebut untuk selalu bangkit. "Walau sudah usia tua atau sudah menjadi KB PII, kita harus tetap bangkit dalam pengertian punya kesadaran dan semangat tinggi menatap masa depan yang lebih baik," ajak juru da'wah keliling itu. Gelar refleksi Harba ke-64 PII yang cukup sederhana itu diharapkan penuh

makna melalui tukar pikiran serta mengungkap pengalaman masa lalu, untuk lebih mengembangkan dan membesarkan PII ke depan. (phs/Ant) -------------------------------------------------------------------------------------

You might also like