You are on page 1of 5

Analisis Semiotik Puisi

MAKNA DIALEKTIK DALAM SAJAK SHANG HAI KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI1 Oleh: Sellafie Murk (0906586) 2 ABSTRAK. Dalam puisi dapat kita temukan suatu tanda-tanda yang memiliki arti dan maksud tertentu, tanda-tanda tersebut dapat ditemukan mealaui kata-kata yang tardapat pada sebuah puisi. Dari tanda-tanda tersebut kita dapat memahami pemaknaan yang ingin sampaikan dari puisi tersebut. PENDAHLUAN Sebuah tanda-tanda melalui kata-kata dengan memberinya beban makna bisa berasal dari dalam bahasa, seperti semantik atau sintaksis, tetapi dapat pula berasal dari lingkungan luar bahasa, seperti konvensi sosial, kekuasaan politik, atau norma-norma moral. Kodeleksikal. Nama dan kode-kode yang digunakan penyair salah satunya adalah melalui bunyi-bunyian. Misalnya dalam sajak yang berjudul Shang Hai. Teknik yang diterapkan penyair di sini adalah menerjemahkan kata-kata dalam kode leksikal ke dalam tanda-tanda non-leksikal. Semantik diterjemahkan menjadi semiotik sebagaimana dikatakan oleh Emile Benveniste. Meski demikian, penggunaan kode-kode non-leksikal itu disusun dalam suatu struktur yang dengan mudah membuat kita menerjemahkannya kembali ke dalam kata-kata biasa dalam kode leksikal. Hubungan di antara signifier (tanda non-leksikal) dan the signified (kode leksikal) tidak dibuat eksplisit, tetapi memberi kemungkinan bagi pembaca untuk menemukannya. SANG HAI ping diatas pong pong diatas ping pingping bilang pong pong-pong bilang ping mau pong? bilang ping maumau bilang pong mau ping? bilang pong maumau bilang ping ya pong ya ping ya ping ya pong tak ya pong tak ya ping ya tak ping ya tak pong kutakpunya ping kutakpunya pong pinggir ping kumau pong tak tak bilang ping

pinggir pong kumau ping tak tak bilang pong sembilu jarakMu merancap nyaring 1973 Ada tiga cara membaca sajak ini, diantaranya: 1. Semiotik, yaitu melihat semua bunyi bahasa dalam sajak itu sebagai tanda dan hubungan antartanda. 2. Semantik, yaitu melihat hubungan kode leksikal dengan makna. 3. Hermeneutik, yaitu melihat hubungan antara kode bahasa dengan makna, dan hubungan makna dengan konteks kebudayaan yang luas. Dibaca dengan cara hermeneutik maka sajak itu dapat menunjukkan suatu perjuangan eksistensial untuk memihak makna atau tanpa makna, persaingan antara percaya dan rasa sia-sia, tukar-menukar antara benci dan rindu, atau pingpong antara ada dan tiada.

ANALISIS SEMIOTIK 1. Aspek Sintaksis Dilihat dari aspek tata bahasa baku dalam puisi Shang Hai terdapat beberapa ejaan yang tidak benar. Misalnya, pada kata diatas seharusnya di pisah menjadi di atas karena menunjukan letak/tempat. Ada juga pada pengulangan kata pada pingping seharusnya ditulis ping-ping, maumau saharusnya mau-mau. Selain itu ada beberapa kata yang penulisannya disatukan. Misalnya, dua kata menjadi seperti satu kata kutakpunya. Adapun beberapa kata tidak baku yaitu bilang. 2. Aspek Semantik Ping Tidak dapat ditemukan arti dari kata ping. Pong Tidak dapat ditemukan arti dari kata pong. Diatas Menunjukan sesuatu ditempat yang berada di atas Bilang Mengatakan sesuatu, melakukan ujaran. Mau Menginginkan sesuatu. Ya Menyatakan persetujuan. Tak Menyatakan penolakkan Pinggir

Dalam KBBI ping berarti tepi atau punggir. Ku Biasa digunakan untuk kata ganti orang pertama Sembilu Dalam KBBI ping berarti kulit buluh yang tajam seperti pisau (dipakai untuk meretas perut ayam, memotong tali pusat, dan sebagainya). Mu Mu biasa digunakan untuk kata ganti orang kedua. Jarak Dalam KBBI ping berarti ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat. Merancap Dalam KBBI ping berarti melakukan rancap atau menajamkan senjata, sedangkan arti kata rancap adalah hal memuaskan nafsu syahwat dengan jalan tidak wajar. Nyaring Dalam KBBI ping berarti keras, tinggi, dan terang (tentang suara, bunyi, lantang). 3. Aspek Pragmatik ping di atas pong pong di atas ping ping ping bilang pong pong pong bilang ping mau pong? bilang ping mau mau bilang pong mau ping? bilang pong mau mau bilang ping ya pong ya ping ya ping ya pong Ada sesuatu yang intens dan tegang dalam larik-larik tersebut yang kita tak tahu sepenuhnya apa. Akan tetapi, untuk keperluan penafsiran, kita secara eksperimental dapat mengganti fonem ping dan pong dengna kata-kata yang ada dalam kode leksikal bahasa Indonesia. Misalnya, dengan mengganti fonem ping dengan kata-kata seperti: ada, percaya, rindu, dan dekat, dan mengganti fonem pong dengan kata-kata seperti: tiada, sia-sia, benci atau jauh maka akan terasa ketegangan itu. Dengan peralihan ke dalam kode leksikal, maka larik-larik di atas akan berbunyi: ada di atas tiada tiada di atas ada ada ada bilang tiada tiada tiada bilang ada mau tiada? bilang ada mau mau bilang tiada mau ada? bilang tiada

mau mau bilang ada ya tiada ya ada ya ada ya tiada Atau kala kita menggantinya dengan kode leksikal lainnya, maka kita dapati larik-larik berikut: Rindu di atas benci benci di atas rindu rindu rindu bilang benci benci benci bilang rindu mau benci? bilang rindu mau mau bilang benci mau rindu? bilang benci mau mau bilang rindu ya benci ya rindu ya rindu ya benci Sajak ini termasuk sajak Sutardji yang paling mempesona karena hanya dengan dua fonem yang tak ada maknanya secara leksikal kita diberi ruang yang lapang untuk membangun makna tentang dialektik yang keras di antara dua jenis energi yang diberi nama ping dan pong Makna Baru. Dialektik ini rupanya tak menghasilkan suatu sintesa yang memuaskan, sehingga akhrinya meledak dalam kalimat terakhir sajak yang berbunyi sembilu jarakMu merancap nyaring. Anda tahu merancap adalah bunyi senjata tajam yang sedang diasah. Maka, jarak dengan yang tak terbatas telah menjadi sembilu yang terus diasah dengan denting bunyi yang nyaring. Namun, di sinilah Sutardji berhadapan dengan kontradiksinya sendiri: usaha untuk keluar dari makna akan membawa kita kepada makna baru, seperti yang terjadi pada setiap metafor. Bunyi-bunyi yang tak ada dalam kamus pada akhirnya harus diterjemahkan kembali dengan kata-kata dalam kode leksikal. Sehingga kita dapat menemukan makna yang terdapat pada puisi tersebut melalui kata-kata yang dimaknai. Makna yang dapat diambil dari puisi Shang Hai, menurut saya adalah sesuatu yang ganda antara ada dan tiada bisa juga antar benci dan rindu dalam satu kondisi atau keadaan tertentu yang bersamaan, demi memuaskan nafsu dengan cara yang tidak wajar. DAFTAR PUSTAKA http://setetesembun.com (Ignas Kleden*: Kompas, 04/08/2007)

Semiotika: Tanda Dan Makna


Catatan Awal 1 Semua kenyataan cultural adalah tanda. Kita memang hidup di dunia yang penuh dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri.

Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning) . Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang kita buat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang kita buat dalam pesan kita. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistim tanda yang sama, maka makin dekatlah makna kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut. Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi). Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3) pengguna tanda. Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita, tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri, dan bergantung pada pengenalan oleh penggunanya sehingga disebut tanda. Misalnya; mangacungkan jempol kepada kawan kita yang berprestasi. Dalam hal ini, tanda mengacu sebagai pujian dari saya dan ini diakui seperti itu baik oleh saya maupun teman saya yang berprestasi. Makna disampaikan dari saya kepada teman yang berprestasi maka komunikasi pun berlangsung. Suka Be the first to like this post. Oktober 14, 2006 - Posted by fahri firdusi | Catatan

You might also like